Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Teori Konsep Terkait

1. Lansia

a. Definisi lansia

Lanjut usia adalah fenomena biologis yang dapat dihindari oleh

setiap individu. UU No. IV, Tahun 1965 pasal 1 , menyatakan bahwa

seseorang dapat dikatakan lanjut usia setelah mencapai 55 tahun tidak

mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan

hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain.

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahtraan lanjut usia, lansia

adalah seorang yang mencapai usia diatas 60 tahun . Dari kedua pengertian

yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang

yang telah berusia diatas 60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah

sendiri untuk memenuhi kebuuhan hidupnya sehari-hari.

Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam berbagai klasifikasi dan

batasan.

a) Menurut WHO batasan lanjut usia meliputi :

1) Middle Age : 45-59 tahun

2) Elderly : 60-70 tahun

3) Old :75-9 tahun

12
13

4) Very Olda : Di atas 90 tahun

b) Maryam (2008) mengklasifikasi lansia antara lain:

1) Pralansia (prasenilis)

Seorang yang berusia antara 45-49 tahun.

2) Lansia

Seorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia Resiko Tinggi

Seorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan kesehatan ( Depkes RI, 2003).

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,2003).

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

c) Menurut kementrian kesehatan RI (2015) lanjut usia

dikelompokan menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut

dengan resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan

masalahkesehatan)
14

b. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Darmojo (2010) lanjut usia diartikan sebagai fase

menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya

beberapa perubahan dalam hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat

soejono (2010) yang mengatakan bahwa pada tahap lansia, individu

mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,

khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang

perbah dimilikinya.

Perubahan fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai

memutih muncul kerutan di wajah, ketajaman pancaindra menurun,

serta terjadi kemunduran daya tahan tubuh. Selain itu, dimasa ini lansia

juga harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,

kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang dicintai. Maka

dari itu, dibutuhkan kmampuan untuk beradaptasi yang cukup besar

untuk dapat menyikapi perubahan diusia lamjut secara bijak.

Menurut Hurlock (1980) terdapat beberapa ciri-ciri yang lanjut usia,

yaitu:

a) Usia lanjut merupakan periode kemunduran

sebagai pemicu terjadinya kemunduran pada lansia adalah faktor

fisik dan faktor fisiologis. Dampak dari kondisi ini dapat

mempengaruhifisiologis lansia. Sehingga, setiap lansia


15

membutuhkan adanya motifasi. Motivasi berperan penting dalam

kemunduran pada lansia. Mereka akan menalami kemunduran

semakin cepat apabila mereka memiliki motivasi yang kuat maka

kemun duran itu akan lama terjadi.

b) Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Pandangan-pandangan negatif akan lansia dalam masyrakat

sosial secara tidak langsung berdampak pada terbentuknya status

kelompok minoritas pada mereka.

c) Menua membutuhkan perubahan peran

Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada

perubahan peran mereka dalam masyarakat sosial ataupun keluarga.

Namun demikian, perubahan peran ini sebaiknya dilakukan atas

dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d) Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perilaku buruk lansia terbentuk karena perlakuan buruk yang mereka

terima. Perlakuan buruk tersebut secara tidak lansung membuat

lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk.

c. karakteristik lansia

Menurut pusat data dan informasi, Kementrian Kesehatan RI

(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut

ini.
16

1) Jenis kelamin

Dari data Kemenkes RI (2015), lansia lebih didominasi oleh

jenis kelamin permpuan. Artinya, ini menunjukan bahwa harapan

hidup yang paling tinggi adalah perempuan.

2)Status perkawinan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI,SUPAS 2015, penduduk

lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin

(60 persen) dan cerai mati (37 persen). Adapun perinciannya yaitu

lansia perempuan yang bersetatus cerai mati sekitar 56,04 persen dari

keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang bersetatus kawin

ada 82,84 persen. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan

lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki,

sehingga persentase lansia perempuan yang bersetatus cerai mati lebih

banyak dibandingkan dengan lansia laki-laki. Sebaliknya, lansia laki-

laki yang bercerai umumnya segera kawin lagi.

3) Living arrangement

Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menunjukan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur < 15 tahun dan

> 65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-65). angka

tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus

ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia

nonproduktif.
17

Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), Angka Beban

Tanggungan Indonesia adalah 48,63 persen, yang artinya setiap 100

orang penduduk yang masih produktif akan menanggung 48 orang

tidak produktif di Indonesia. Angka Beban Tanggungan menurut

provinsi, tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur (66,74 persen) dan

terendah ada di Yogyakarta (45,05 persen).

4) Kondisi kesehatan

Angka keskitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes

RI (2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

mengukur drajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa menjadi

indikator kesehatan negatif. Artinya, semakin rendah angka kesakitan

menunjukan drajat kesehatan penduduk yang semakin baik.

Masih menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), angka

kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05 persen, artinya

bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang diantaranya

mengalami sakit. Sementara itu, Badan Pusat Statistik melalui

Susesnas 2012-2014 dan SUPAS 2015 menyatakan secara umum

drajat kesehtan penduduk lansia mengalami peningkatan dari tahun

2012-2014.

Berikut adalah penyakit-penyakit yang kerap menjangkiti lansia.

Menurut tabel tersebut, penyakit terbanyak pada lansia adalah penyakit

tidak menular (PTM) antara lain hipertensi, athritis, struk, penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK), dan Diabetes Mellitus (DM).


18

5) Keadaan ekonomi

Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat

berkualitasi adalah proses penuaan yang tepat sehat secara fisik, sosial,

dan mental sehingga dapat tetap sejahtra sepanjang hidup dan tetap

berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai

anggota masyarakat. Berdasarkan data SUPAS 2015 (Pusat Data dan

Informasi Kemenkes RI 2016) sumber dana untuk lansia sebagian

besar pekerjaan/usaha (46,7 persen), anak/menantu (32,1 persen),

suami/istri (8,9 persen) dan pensiun (8,5 persen), selebihnya 3,8 persen

adalah tabungan/deposito, saudara/famili lain, orang lain, jaminan

sosial.

2. Gout Athritis

a. Definisi gout athritis

Gout Athritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di

seluruh dunia. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah

hiperurisemia yang didefisinikan sebagai peninggian kadar asam urat

lebih dari, 7,0 mg/dl untuk laki-laki dan 6,0 mg/dl untuk perempuan

(Sudoyo, 2015). Athritis gout harus melalui tahapan-tahapan tertentu

yang menandai perjalanan penyakit untuk menjadi gout arthritis.

Gejala awal athritis gout ditandai oleh hiperurisemia kemudian

berkembang menjadi gout dan komplikasi yang ditimbulkan. Proses

berjalan cukup lama tergantung kuat atau tidaknya faktor resiko yang

dialami oleh seseorang penderita hiperurisemia. Jika hiperurisemia


19

tidak ditangani dengan baik, cepat atau lambat penderita akan

mengalami serangan gout akut. Jika kadar athritis gout tetap tinggi

selama beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami stadium

interkritikal. Setelah memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama untuk

menuju fase akhir yang dinamakan dengan stadium gout kronis

(Lingga, 2014).

Athritis gout atau dikenal juga dengan istilah asam urat.

Sementara penyakit athrits gout tinggi disebut dengan istilah asam urat.

Athritis gout merupakan hasil metabolisme tubuh atau tepatnya hasil

akhir dari katabolisme suatu zat yang bernama purin. Zat purin

merupakan salah satu unsur protein yang ada dalam struktur rantai

DNA dan RNA. Jadi, athritis gout merupakan hasil buangan Zat Purin

yang ikut mengalir bersama darah dalam pembuluh darah. Kelebihan

kadar athritis gout dalam cairan darah biasanya akan dibuang melalui

air seni. Athritis gout dalam tubuh manusia sebenarnya adalah sesuatu

yang normal. Setiap orang memiliki athritis gout yang mengalir

bersama darah dalam pembuluh darah, karena athritis gout memang

merupakan hasil akhir dari proses metabolisme tubuh secara alami.

Secara rutin tubuh manusia memproduksi athritis gout melalui proses

katabolisme (pemecahan) purin. Asupan beberapa jenis makanan yang

mengandung purin juga berpotensi memicu meningkatnya kadar athritis

gout dalam tubuh (Suriana, 2014).

b. Klasifikasi gout athritis


20

Klasifikasi pada athritis gout

1) Athritis gout akut

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-

laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Usia pada penghuni

lansia ikut mempengaruhi kejadian penyakit gout artritis(Sustrani,

2009). Semakin bertambah umur, jika seseorang mengkonsumsi protein

lebih banyak akan berakibat terjadinya penimbunan purin dalam darah.

Lansia yang akan bertambah umur semestinya mampuh dan dianjurkan

untuk mengkonsumsi jumlah protein cukup sehingga kandungan purin

dalam darah tidak menghawaatirkan.

Pria yang mengalami kelebihan berat badan atau mengidap

tekana darah tinggi lebih beresiko terkena serangan Gout Artritis.

Sementara wanita biasanya mengalami Gout Artritis setelah mengalami

menopous. Sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim gout

arthritis, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan

enzimetik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin, pada

85-90% kasus. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi

yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien

tidur tanpa gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang

hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan berupa nyeri, bengkak, merah

dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan

merasa lelah. Faktor pencetus serangan akut antara lain trauma local,

diet tinggi purin, minum alcohol, kelelahan fisik, stress, tindakan


21

operasi, pemakaian deuretik, pemakaian obat yang meningkatkan atau

menurunkan athritis gout (Zahra.R,2013).

2) Stadium interkritika

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana

secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada

aspirasi cairan sendi masih ditemukan Kristal urat, yang meunjukkan

proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini

bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut,

dan tanpa tatalaksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout

kronik.

3) Athritis gout kronik

Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di

poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, dan jari tangan. Tofi

sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di

sekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta

menimbulkan deformitas.

c. Faktor penyebab

Arthritis gout bisa terjadi akibat beberapa faktor predisposisi

genetik, yang dapat menimbulkan reaksi imunologis pada membran

sinovial selain pengaruh genetik, faktor resiko yang lain adalah usia,

asupan makanan, alkohol, kegemukan atau obesitas, minuman ringan,

obat-obatan, jenis kelamin, tekanan darah serta aktivitas fisik (Megayanti,

2018).
22

Dunia medis dikenal istilah hiperurisemia, yaitu suatu kondisi

ketika terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah sehingga

melewati batas normal. Kadar athritis gout normal dalam darah manusia

adalah 2,4-6,0 mg/dL untuk wanita dan 3,0-7,0 mg/dL untuk laki-laki.

Kadar athritis gout lebih dalam darah lebih dari 7,0 mg/dL, orang tersebut

dikatan mengalami hiperurisemia. Kondisi hiperurisemia ini sangat

berpotensi menimbulkan terjadinya serangan penyakit asam urat atau gout

arthritis. Peningkatan produksiathrits gout , menyebabkan athritis gout

merembes ke organ-organ disekitar jaringan pembuluh darah dan

membentuk timbunan Kristal-kristalathritis gout .(Suriana, 2014).

d. Patofisiologi

Penyakit athritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi

sendi yang paling sering ditemukan, ditandai dengan adanya penumpukan

kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian (Zahara,

2013). Athritis gout merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa

lalu mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida

(HCN) sehingga cairan ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah

athritiis gout dalam darah dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis athritis

gout dalam tubuh, dan banyaknya ekskresiathritis gout (Kumalasari,

2019).

Skema 2.1 Pemecahan Gout Athritis (Kumalasari,201)

Adenosin Guanosin

Hipoxanth
23

Xanthin

Gout Athritis dieksresi pada manusia

Aliaztion diekikrasi pada manusia lai

Kadar athritis gout dalam darah ditentukan oleh keseimbangan

antara produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila

keseimbangan ini terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan kadar athritis gout dalam darah yang disebut dengan

hiperurisemia (Manampiring, 2015). Pengendapan Kristal MSU

(Monosodium Urat) pada metatarsofangaleal-1 (MTP-1) berhubungan juga

dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Awal

serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadarasam urat serum,

meninggi atau menurun. Kadar asam urat yang stabil jarang muncul

serangan.gout akut (Sudoyo, 2015).

a. Kadar athritis gout

Setiap orang memiliki kadar athritis gout dan tidak boleh melebihi

kadar normal. Kadar athritis gout pada setiap orang memang berbeda.

Untuk kadar athritis gout normal pada pria berkisar antara 3,5-7 mg/dl, dan

pada wanita 2,6-6 mg/dl. Menurut tes enzimetik, kadar athritis gout normal

maksimal 7 mg/dl, sedangkan pada Teknik biasa, nilai normal maksimal 8

mg/dl. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan kadar athritis gout


24

melampaui standar normal, maka dapat dipastikan menderita athritis gout

(Fitriana, 2015).

b. Tanda dan gejala

Adapun tanda dan gejala yang muncul menurut Purwani (2019) yaitu :

1) Kekakuan pada malam hari pada persendian dan sekitarnya, semakin

lama semakin memburuk

2) Kulit berwarna kemerahan atau keunguan

3) Rasa nyeri dan pembengkakan pada persendian

4) Pembengkakan pada persendian yang sama

5) Demam, menggigil serta tidak enak badan

c. Komplikasi

Komplikasi klinis pada penyakit arthritis gout menurut Wali (2019)

yaitu :

1) Serangan arthritis gout yang berulang setelah serangan awal yang

menyebabkan ketidakmampuan mobilitas selama 2-3 minggu

2) Chronie tophaceous gout yaitu kerusakan sendi yang meluas

3) Nefrolitiasis menyerang abdominal bagian bawah nyeri

selakangan serta hemutaria

4) Nefropati urat menyebabkan komplikasi pada ginjal, diabetes

militus dan hipertensi

6) Nefropati arthritis gout dapat menyebabkan ruam pruritic, reaksi parah

berkaitan dengan vasculitis.


25

d. Pengobatan gout athritis

Pengobatan arthritis gout menurut (Jardewi,2019) dibagi menjadi 3

bagian yaitu :

1) Pengobatan medis/klinis

Pengobatan medis merupakan suatu cara yang dapat

dilakukan dengan menggunakan obat obatan kimia. Untuk

menghilangkan rasa nyeri dan bengkak disebut pengobatan secara

jangka pendek. Sedangkan pemberian obat yang berfungsi

menghambat xanthine oxidase disebut pengobatan jangka panjang.  

2) Pengobatan non medis

Upaya pencegahan serta pengobatan arthritis gout dilakukan

dengan cara menjaga pola hidup. Seperti diet makanan yang

mengandung kandungan purin yang tinggi.

3) Pengobatan herbal

Suatu pengobatan yang memanfaatkan tanaman herbal anti

inflamasi seperti kunyit, jahe, daun sambiloto, daun pegagan, atau

obat yang mampu menghilangkan rasa sakit yaitu biji adas serta

sandiguri. (Jardewi, 2019).

Sejumlah penelitian menemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat

menekan asam urat di dalam tubuh. Menurut Paul Cos dari

Departement of Pharmaceutical Sciences, University of Antwerp,

Belgia menyebutkan bahwa beberapa senyawa flavonoid bersifat

antioksidan dapat menghambat kerja ensim ksantin oksidase dalam


26

reaksi superoksida sehingga pembentukan asam urat menjadi

terhambat dan berkurang (Syahrazad, 2010 dan Astri Safitri, 2012).

3. Nyeri

a. Definisi nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan

potensial, yang menyakitkan tubuh dan dipersepsikan berbeda antara

masing-masing individu. Ketika suatu jaringan mengalami cidera, atau

kerusakan mengakibatkan dilepaskannya bahan-bahan penstimulus

reseptor nyeri berrupa serotonin, histamin, ion kalium, prostaglandin,

bradikinin, dan substansi P yang menimbulkan sensasi nyeri (Kozier,

2013).

Sensasi nyeri yang terlokalisasi pada satu bagian tubuh disebut

dekstutif dimana jaringan terrasa seperti ditusuk-tusuk, panas, terbakar,

melilit, perasaan takut dan mual (Judha, 2012). Nyeri sendi merupakan

terjadinya suatu pengapuran atau penyakit lain pada sendi yang

diberikan oleh tubuh (Syamsu, 2017).

b. Fisiologi nyeri

Pada keadaan patologis seperti saat inflamasi, nosireseptor menjadi

lebih sensitif bahkan menjadi hipersenitif. Adanya cidera jaringan akan

melepaskan berbagai jenis mediator seperti prostaglandin, bradikinin,

histamin, dan lain sebagainya. Mediator inflamasi dapat


27

mengaktivasi nosireseptor yang menyebabkan munculnya nyeri.

Pembagian fisiologi nyeri menurut (Tamsuri, 2012) sebagai berikut :

1) Reseptor Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi menerima

rangsangan. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri

adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon terhadap

stimulus yang kuat yang secara potensial dapat merusak.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dikelompokkan menjadi

beberapa bagiand alam tubuh antara lain pada kulit, somatik dalam,

dan pada daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda, sehingga

sensasi nyeri yang dirasakan juga akan berbeda (Tamsuri,2012).

2) Transmisi Nyeri

Menukil dari Tamsuri (2012) terdapat beberapa teori yang

menggambarkan terjadinya rangsangan nyeri yaitu :

a) Teori spesivisitas yang didasarkan pada kepercayaan bahwa

terdapat organ tubuh yang secara khusus menstransmisi nyeri.

b) Teori pol yang menerangkan bahwa terdapat dua serabut nyeri

yaitu serabut yang mampu mengantar rangsangan dengan cepat

dan serabut yang mengantar rangsangan dengan lambat. Kedua

serabut terus bersinapsis pada medulla spinalis dan meneruskan

informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe nyeri.


28

3) Neuroregulator Nyeri

Neuroregulator yang berperan dalam transmisi stimulus

dibagi menjadi neurotransmitter dan neuromodulator.

Neurotransmiter mengirim impuls elektrik melalui rongga

sinapsis antara dua serabut syaraf dan bersifat sebagai

penghambat atau dapat pula sebagai eksitasi. Sedangkan

neuromodulator bekerja memodifikasi aktivasi neuron tanpa

mentransfer secara langsung sinyal menuju sinaps (Tamsuri,

2012).

c. Faktor yang mempengaruhi nyeri arthritis gout

Menurut Sustrani (2014) nyeri yang terjadi pada arthritis gout

biasanya menyerang satu atau beberapa area persendian pada malam

hari atau ketika bangun tidur. Jika dibiarkan maka akan semakin

memburuk, terjadi pembengkakan, kulit kemerahan hingga keunguan,

menggigil, tidak enak badan, peningkatan denyut jantung pada beberapa

penderita, benjolan kristal yang apabila pecah akan mengeluarkan

massa seperti kapur, kadar asam urat dalam darah yang tinggi akan

menyebabkan p-nyeri semakin berat.

d. Pengukuran Skala Nyeri

Skala nyeri merupakan gambaran dari seberapa parah nyeri

yang dirasakan oleh seseorang. Pengukuran intensitas nyeri bersifat

subjektif dan individual, kemungkinan intensitas nyeri yangsamadapat

dirasakan berbeda pada masing-masing individu. Pengukuran nyeri


29

secara objektif yang dapat dilakukan adalah menggunakan respon

fisiologik tubuh terhadap sensasi nyeri. Tetapi pengukuran dengan

metode ini juga tidak dapat memberikan gambaran yang pasti tentang

nyeri (Maryunani, 2013).

Skala nyeri dapat diukur menggunakan metode Visual Analog Scales

(VAS) atau menggunakan Numeric Rating Scales (NRS). The Brief

Pain Inventory (BPI) menyatakan bahwa dengan metode NRS sebagai

alat pengukur nyeri, karena NRS dapat menghasilkan data intensitas

nyeri dan gangguannya (The British Pain Society, 2013).

Untuk pengukuran skala nyeri sebagai berikut :

1) Verbal Descriptor Scale (VDS)

Yaitu pendeskripsian tiga hingga lima bilangan yang terangkai

pada suatu baris lurus dengan rapi. Digambarkan mulai “tak ada

nyeri sama sekali” hingga “nyeri yang tak terbendung”. Dimana

dalam (VDS) ini pasien diminta untuk memilih angka yang sesuai

dengan nyeri yang dirasakan (Haqiqi, 2016).

Gambar 2.1 Verbal Descriptor Scal

Sumbeps://www.healthline.com/health/pain-scale
30

2) Visual Descriptor Scale (VDS)

Yaitu cara pegukuran yang bisa mengilustrasikan serta

menjelaskan setiap sakit yang dirasakan oleh seseorang melalui

angka yang tertera, pada waktu tertentu ketika nyeri muncul dengan

tepat. Pengukuran VAS tidak terdapat pengertian, tetapi terdiri dari

garis mendatar yang didalamnya tersusun atas angka 0 – 10 serta

memilih instrumen pendeskripsi verbal pada setiap pangkalnya

(haqiqi, 2016).

Klien dipersepsikan bahwa 0 artinya “tidak ada nyeri” serta

10 menyatakan “nyeri paling parah” sampai dapat dibayangkan oleh

pasien dimana dalam menggambarkan intensitas nyeri, klien

dibebaskan untuk memilih angka yang tertera (Haqiqi, 2016).

Gambar 2. 2 Verbal Descriptor Scale

Sumber : https://www.researchgate.net/figure/Figure-Numeric-Rating-

Scale-NRS-Verbal-Descriptor-Scale-VDS-and-Faces-Pain-Scale

3) Numerical Rating Scale (NRS)

Ukuran nyeri ini berperan sebagai pendamping ataupun

pengganti skala VDS. Nyeri pasien akan dikategorikan tidak nyeri (0),

nyeri ringan skala (1-3), nyeri sedang skala (4-6), serta intensitas nyeri
31

berat pada skala (7-10). Langkah menggunakan skala ini yaitu,

landailah angka sesuai dengan nyeri yang dirasakan, terdapat bermacam

warna pada skala nyeri ini (Kumiasih, 2018).

Gambar 2.3 Nomerik Rating Scale (NRS)

Sumber : https://www.affirmhealth.com/blog/pain-scales-from-faces

4) Wong Baker

Pengukuran intensitas skala nyeri ini terdapat enam karakter

wajah beserta figur animasi terdiri dari, mimik yang tersenyum yang

artinya tidak adanya nyeri, lalu semakin kekanan menunjukkan

mimik sedikit gembira, mimik yang amat pedih, hingga pada

ekspresi mimik yang histeria dengan artian menahan nyeri yang amat

tidak terkendali (Haqiqi, 2016).

Gambar 2.4 Wong and Baker

Sumber : https://www.affirmhealth.com/blog/pain-scales-from-faces-to-

numbers-and-everywhere-in-between
32

Keterangan :

0 : Tidak nyeri.

1 – 3 : Nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik.

4–6 :Nyeri sedang Secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri ,dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7 – 9 : Nyeri berat. Secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tetapi masih dapat memberikan respon terhadap

tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih baring,

relaksasi napas dalam, dan distraksi.

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak dapat mentoleransi nyeri.

(Haqiqi, 2016).

e. Manajemen Nyeri

1) Manajemen farmakologi

Manjemen farmakologi merupakan suatu pengobatan nyeri

secara efektif untuk menghilangkan nyeri dengan intensitas sangat

hebat, durasi lama serta nyeri berhari-hari. Sehingga dapat dilakukan

dengan cara memberikan analgesik atau obat penghilang rasa sakit

(Tanjung, 2015).
33

Analgesik merupakan pengobatan untuk mengatasi dan

mengurangi nyeri. Terdapat tiga jenis analgesik yaitu non narkotik,

obat anti inflamasi non steroid (NSAID), dan analgesik narkotik atau

opiate dan obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik (Potter & Perry,

2010). 

2) Manajemen non farmakologi

Sulistito (2013) juga menjelaskan manajemen non farmakologi

adalah suatu tindakan untuk menurunkan nyeri tanpa menggunakan

agen farmakologi. Terapi non farmakologi yang dapat digunakan

untuk mengurangi nyeri menurut (Potter & Perry, 2010; Dalimartha,

2008; Sutardi, 2016) .

e. Klasifikasi Nyeri

Hindun (2016) menjelaskan bahwa nyeri diklasifikasikan secara

umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Klasifikasi

ini didasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri.

1) Nyeri Akut

Nyeri yang memiliki proses cepat, waktu yang singkat dengan

intensitas yang bervariasi (sedang hingga berat) terjadi akibat cidera

akut, penyakit atupun intervensi bedah.

2) Nyeri Kronis

Suatu nyeri yang muncul dengan lambat serta durasi lama lebih

dari 6 bulan bulan yang meliputi nyeri akut pada sakit terminal,

psikosomatik serta sindrom nyeri kronis.


34

Selain klasifikasi nyeri diatas Hindun (2016) juga menjabarkan

terdapat klasifikasi nyeri berdasarkan dari jenis asalnya, yaitu :

4. Kompres Hangat Jahe

a. Definisi kompres hangat jahe

Jahe adalah jamu eksotis berbau harum yang biasa dipergunakan

untuk mengharumkan dan menghangatkan ruangan. Jahe juga dapat

menghangatkan perut dan mulut selama ribuan tahun jahe sudah

dianggap sebagai bagian dari obat-obatan tradisional dan juga sebagai

bumbu masak dan minum. Selain itu jahe dapat menambah selera

makan dengan merangsang selaput lendir perut besar dan usus. Jahe

juga bermanfaat sebagai pencegah mabuk, sebagai obat luar jahe juga

sebagai kompres untuk mengobati athritis gout dan sakit kepala. Di

Denmark tanaman ini diteliti untuk mendapatkan senyawa aktif yang

bisa digunakan untuk mengatasi arthtritis gout , dan berhasil

( Rahman, 2014).

Umumnya dikenal tiga verietas jahe yaitu jahe kuning atau putih

besar (jahe badak), jahe putih atau kuning kecil (sunti atau emprit),

jahe merah . Biasanya Jahe yang digunakan sebagai pengobatan luar

dengan cara pengompresan yang dipakai adalah jahe kuning atau putih

kecil karena yang lebih efektif untuk mengurangi peradangan, selain

itu jahe juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih banyak

mengandung jahe sehingga rasanya lebih pedadisamping seratnya

yang tinggi, jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk
35

diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya. Sama dengan jahe merah

yang memiliki kandungan minyak atsiri yang tinggi namun dalam

farmakologi jahe merah sering dijadikan sebagai obat lebih efektif

dikosumsi langsung dibanding diaplikasikan kekulit karena rasanya

yang lebih pedas dan panas.

Jahe (Zingiber Offiinale) adalah tanaman herbal dari family

zingi berance dikenal 3 jenis jahe, yaitu jahe gajah, jahe sunti dan jahe

merah, yang sering digunakan untuk obat-obatan karena kandungan

minyak atsirinya yang tinggi. Jahe memiliki banyak kegunaan antara

lain obat sakit kepala, masuk angin, untuk memperkuat lambung

(sebagai stomachikum), dan menambah nafsu makan (Stimulasi). Jahe

juga digunakan untuk mengobati artritis gout . kolera, difteria,

neoropati, dan sebagai obat luar untuk mengobati kaseleo, bengkak

dan memar (Rahman, 2004) .

Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik dinegara kita.

Jahe merupakan salah satu rempah-rempah yang penting, manfaat

rimpang sangat luas dipakai antara lain, sebagai bumbu masak,

pemberi rasa dan aroma pada makanan seperti roti, kue , biskuit, dan

berbagai minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat minyak

wangi dan obat-obatan lainnya.

Jahe nama ilmiahnya zingeber officinale tak asing didengar

baik sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan sehingga tiap daerah

lain di indonesia mempunyai sebutan sendiri pada jahe. Jahe tergolong


36

tanaman herbal tegak dapat mencapai ketinggian 40-100 cm,

dan dapat berumur tahunan batangnya berupa batang semu yang

tersusun dari helaian daun yang pipih memanjang denga..n ujung

lancip, bunganya terdiri dari panjang bunga yang berbentuk kerucut

dan kelopak berwarna putih kekuningan, akarnya sering disebut

rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang bercabang tak

teratur, berserat kasar menjalar, mendatar, bagian dalam bewarna

kuning pucat (Koeswera, 2003).

Jahe juga berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan

muntah misalnya karena mabuk dalam kendaraan atau pada wanita

hamil muda, juga rasa yang tajam, merangsang nafsu makan,

memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus, serta

membantu fungsi jantung, dalam pengobatan tradisional asia. Jahe

dipakai untuk mengobati selesma, batuk, diare dan penyakit atritis

remotoid. Jahe sebagai obat praktis dan jahe merupakan obat peredaan

rasa sakit yang alami dan dapat meredakan nyeri rematik, sakit kepala.

Untuk mengobati rematik satu atau dua rimpang jahe panaskan

rimpang tersebut didalam air hangat dan kemudian ditumbuk

tempelkan tumbukan jahe pada bagian tubuh yang sakit athritis gout.

b. Klasifikasi Jahe

Secara umum terdapat tiga jenis tanaman jahe yang dapat

dibedakan dari aroma, warna, bentuk, dan besar panjang. Ketiga jenis
37

tanaman jahe tersebut adalah Jahe Putih Besar (Gajah), Jahe

Putih Kecil (Emprit), dan Jahe Merah.

1) Jahe Putih (Gajah)

Variates jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal

dengan nama Zingiber Officinale var. officinale. Batang jahe gajah

berbentuk bulat, berwarna hijau muda, diselubungi pepelan daun,

sehingga agak keras. Tinggi tanaman 55.88 – 88,38 cm. dain

tersusun secara berselangseling dan teratur, permukaan dau bagian

atas berwarna hijau muda jika dibandingkan dengan bagian bawah.

Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun

berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan (Feri

Anwar, 2016).

Gambar 2.5 Jahe Putih/Gajah

2) Jahe Putih Kecil (Emprit)

Jahe ini dikenal dengan nama latin Zinger Officinale var.

Rubrum, memiliki ramping dengan bobot berkisar antara 0.5 – 0.7

kg/rumpun. Tinggi tanaman jika diukur dari permukaan tanah sekitar

40 – 60 cm sedikit lebih pendek dari jahe besar. Bentuk batang bulat


38

penampilannya lebih ramping dan jumlah batangnya lebih

banyak. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan

minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya

lebih pedas, disamping tinggi seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk

ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak

astirinya (Anwar, 2016).

Gambar 2.6 Jahe Putih Kecil/Empirit (Idonetwork,2019)

1) Jahe Merah atau Jahe Sunti

Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber Officinale var. Amarum)

memiliki rimpang dengan bobot antara 0.5 – 0.7 kg/rumpun. Struktur

rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya

berwarna merah jingga sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe

kecil. Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki

kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan jahe kecil,

sehingga cocok untuk ramuan obat- obatan. Jahe merah memiliki

kegunaan yang paling banyak dibandingkan jahe yang lain. Jahe ini

merupakan bahan penting dalam industry jamu tradisional dan

umumnya dipasarkan dalam bentuk segar dan kering (Anwar, 2016).


39

Jahe merah memiliki kandungan minyak atsiri sekitar 2,58 s.d 3,90%

dari berat kering. Jahe merah memiliki kandungan air 81%. Selain

itu jahe merah mempunyai kandungan oleoresin 5 s.d 10 %. Khusus

untuk jahe merah, pemanenanya harus selalu dilakukan setelah tua

(Setyaningrum dan Saparinto, 2013).

Gambar 2.7 Jahe Merah (Annwar,2013)

a) Minyak atsiri / volatile (minyak menguap)

Jahe tersusun atas ratusan senyawa kimia aktif. Senyawa

tersebut diketahui memiliki khasiat tertentu bagi tubuh. Senyawa

phenol misalnya, terbukti memiliki efek anti radang dan diketahui

ampuh mengusir penyakit sendi juga ketegangan yang dialami otot.

b) Minyak jahe / oleoresin

Oleoresin adalah suatu produk yang berbentuk padat atau

semi padat, konsistensinya lengket yang terutama merupakan

campuran dari resin dan minyak atsiri.

c) Khasiat jahe

Jahe dapat meransang kelenjer pencernaan untuk

meningkatkan nafsu makan dan pencernaan. Jahe yang digunakan

sebagai bumbu masak lebih berperan aktif untuk menambah nafsu


40

makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan.

Hal ini terjadi karena teransangnya selaput lendir pada usus dan

perut besar oleh minyak atsiri yang dikeluarkan rimpang jahe.

Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe, untuk

mencegah dan mengatasi mual, muntah, misalnya pada mabuk

kendaraan dan pada wanita hamil muda, dan rasanya yang tajam

dapat merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus, membantu

mengeluarkan gas usus, serta membantu fungsi jantung. Dalam

pengobatan tradisional, jahe digunakan untuk mengobati selesma,

batuk, diare dan penyakit radang sendi tulang seperti artritis

(Hamidi, 2004 ).

Jahe berkhasiat sebagai anti muntah dan dapat digunakan

para ibu hamil mengurangi morning sckness. Penelitian ini

menunjukan bahwa jahe sangat efektif menurunkan metoklopamid

senyawa penginduksi mual dan muntah. Menurut German Federal

Health Agency, jahe efektif untuk mengobati gangguan pencernaan

dan pencegahan gejala Motion Sickness. Jahe mengandung dua

enzim pencernaan yang penting dalam membantu tubuh mencerna

dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi memecah

lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein.

Salah satu komponen yang paling utama yakni gingerol bersifat

antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi dengan

begitu jahe mampu mencegah pengumpalan darah. Jadi dengan


41

begitu jahe mampu mencegah tersumbatnya pembuluh darah,

penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol

diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolestrol.

Efek farmakologis pada jahe adalah jahe memiliki rasa

pedas dan panas, berksiat sebagai pencahar, antihelmintik,

antirematik, dan peluruh masuk angin khusus sebagai obat, khasiat

jahe sudah dikenal turun temurun antaranya sebagai pereda sakit

kepala, batuk, masuk angin. Jahe juga kerap digunakan sebagai

obat untuk meredakan gangguan saluran pencernaan, rematik, obat

anti mual dan mabuk perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit

tenggorakan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga,

kaseleo, bengkak serta memar (Utami, 2005).

Efek panas pada jahe inilah yang meredakan nyeri, kaku

dan spasme otot pada gout athritis . Jahe juga dapat digunakan

untuk mengobati luka lecet dan luka tikam karena duri atau benda

tajam,atau karena jatuh, dan luka digigit ular juga dapat

disembuhkan (Paimin Dkk, 2006).

Sejauh ini hasil farmakologi menunjukan bahwa jahe

memiliki beberapa aktivitas sebagai anti radang. Uji laboratium

memperlihatkan bahwa ekstrak jahe memiliki beberapa aktivitas

lipoksigenase dan soklo oksigenase sehingga menurunkan kadar

prostaglandin dan leukotriena (Mediator Inflamasi). Riset di China

melaporkan bahwa pada ratusan penderita artritis rhematoid dan


42

sakit punggung yang kronis yang disuntik5 – 10% ekstrak jahe

memperoleh efek pengurangan rasa sakit, menurunkan

pembengkakan tulang sendi. Pemberian secara per oral serbuk jahe

pada penderita atritis gout dan musculoskeletal dilaporkan

menurunkan rasa sakit dan pembengkakan.

d) Kompres Hangat Jahe

Kompres hangat jahe dapat menurunkan nyeri atritis gout .

Kompres jahe merupakan pengobatan tradisional atau terapi

alternatif untuk mengurangi nyeri artritis gout. Kompres hangat

jahe memiliki kandungan enzim siklo oksigenasi yang dapat

mengurangi peradangan pada penderita artritis rhematoid selain itu

jahe juga memiliki efek farmakologis yaitu rasa panas dan pedas,

dimana rasa panas ini dapatmeredakan rasa nyeri, kaku, dan

spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, manfaat

yang maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit sesudah aflikasi

panas (Rati Eka Sriyanti,2016) ).

Efek panas dan pedas pada jahe inilah yang dapat meredakan

nyeri, kaku dan spasme otot pada artritis gout . Sehingga jahe juga

dapat digunakan untuk mengobati penyakit, jahe juga banyak

mempunyai kandungan sehingga dapat untuk menyembuhkan tubuh

selain itu jahe juga banyak mempunyai khasiat seperti antihelmintik,

antirematik, dan peluruh masuk angin. Jahe mempunyai efek untuk

menurunkan sensasi nyeri juga meningkatkan proses penyebuhan


43

jaringan yang mengalami kerusakan, penggunaan panas pada jahe

selain memberikan reaksi fisiologis, antara lain : meningkat respon

inflamasi (Utami, 2005).

c. Perbedaan jenis jahe

Tabel 2. 1 Perbedaan Jenis Jahe

N Bagian Tanaman Jahe Putih (Gajah) Jahe Putih Kecil/ Jahe Merah
o (Emprit)
.
1 Rimpang
.
Struktur Besar berlapis Kecil berlapis Kecil
berlapis
Warna (Irisan) Putih kekuningan- Putih kekuningan Jingga muda
putih kebiruan
Bobot/rumpun (kg) 0,18 – 2,08 0,10 – 1,58 0,20 – 1,40
Diameter (cm) 8,47 – 8,50 3,27 – 4,05 4,20 – 4,26
Tinggi (cm) 6,20 – 11,30 6,38 – 11,10 5,26 – 10,40
Panjang (cm) 15,83 – 32,75 6,13 – 31,70 12,33 – 12,60
2 Akar
.
Diameter (cm) 4,22 – 5,83 3,91 – 5,90 2,49 – 5,71
Panjang (cm) 9,43 – 24,80 15,35 – 36,20 17,03– 39,23
Bobot (kg) 0,02 – 0,03 0,02 – 0,07 0,07 – 0,34
Bentuk Bulat Bulat Bulat
3 Batang
.
Tinggi (cm) 55,88 – 81,38 41,87 – 56,45 34,18– 62,28
Jumlah 8,60 – 10,30 14,80 – 32,70 13,76– 17,53
Warna Hijau muda Hijau muda Hijau
kemerahan
Bentuk Bulat Bulat Bulat kecil
Sifat Agak keras Agak keras Agak keras
4 Daun
.
Kedudukan Berseling-seling Berseling-seling Berseling-
Teratur Teratur seling
Teratur
Jumlah 24,01 – 30,99 20,37 – 29,03 20,10
Panjang (cm) 17,42 – 21,99 17,45 – 19,79 24,30 – 24,79
Lebar (mm) 20,00 – 36,50 22,40 – 32,60 27,90 – 31,18
Luas (mm) 24,87 – 27,52 14,36 – 20,50 32,55 – 51,18
Warna Hijau muda Hijau muda Hijau muda
Bentuk Laraoust Laraoust Laraoust
44

5
. Mutu
Kadar atsiri (%) 0,82 – 3,25 1,50 – 3,50 2,58 – 3,90
Kadar pati (%) 39,39 – 55,10 40,63 – 54,70 44,99
Kadar serat (%) 6,44 – 9,57 5,92 – 9,28 7,1 – 7,6
Kadar abu (%) 3,40 – 4,80 3,30 – 5,45 6,1 – 7,0
Kadar air (%) 6,40 – 11,42 7,36 – 11,95 12,0

d. Prosedur Kompres Hangat Jahe

Langkah – langkah pemberian kompres hagat jahe aadalah sebagai berikut

(Fauziyah, I. Z, 2013).

1) Bahan Dan Alat)

Adapun bahan dan alat yang digunakan oleh penelitian :

a) Alat dan bahan

1)Baskom

2) Washlap atau handuk kecil

3) 5 rimpang jehe (+100 gram )

4)1 liter air

b) Cara pembuatan kompres hangat jahe

1) Cuci 5 rimpang jahe (+100 gram ) dan parut jahe

2) Masukan parutan jahe kedalam 1 liter air

3) Rebus parutan jahe sampai air mendidih (1000 cc )

4) Tuang rebusan jahe kedalam baskom, tunggu hingga suhu rebusan

jahe menjadi hangat tanpa campuran air dingin (400c )

5) Rebusan hangat jahe siap digunakan

c) Cara pemberian kompres hangat jahe

1) Diberikan kompres hangat jahe 40◦C


45

2) Masukan washlap atau handuk kecil kedalam baskom rebusan

jahe hangat

3) Peras washlap atau handuk kecil sampai lembab

4) Tempelkan pada area yang sakit hingga kehangatan washlap atau

handuk kecil terasa berkurang

5) Ulangi langkah 1, 2, dan 3 selama 10-15 menit


46

B. Penelitian Terkait

Tabel 2.2 Penelitian Terkait

N Judul, Penulis, Tahun Metode Hasil


o (Desain,Sampel, Variabel, Penelitian
Instrumen, Analisis)
1 Pengaruh kompres D : quasy eksperimental Ada pengaruh
hangat jahe terhadap S : purposive sampling pemberian
penurunan nyeri sendi dengan jumlah sampel 21 kompres hangat
asam urat (Gout) pada orang jahe pada
lansia di upt panti sosial V: penyakit gout
tresna werdha kabupaten - vaeiabel bebas athritis
magenta (Yulanda kompres hangat jahe
Amang Sundari,2019) - variabel terkait
gout athritis
I : lembar observasi skala
nyeri nomerik
A : Uji paried T-Test
2 Pengaruh pemberian D : quasi eksperimental Ada pengaruh
kompres jahe terhadap S :probability sampling pemberian
intensitas nyeri gout khususnya rendom kompres jahe
athritis pada lansia di sampling jumlah terhadap skala
PSTW budi sejahtra sampel 32 orang nyeri gout
kalimantan selatan (Devi V: athritis
Rahmayanti,2017) - variabel bebas
kompres jahe
- variabel terkait
gout athritis
I :observasi skala nyeri
nomerik
A : Uji Wilcoxon Sign
Rang Test
3 Pengaruh kompre hangat D : quasi eksperimental Ada pengaruh
memakai parutan jahe S : purposive sampling kompres hangat
terhadap penurunan dengan jumlah sampel memakai
intensitas nyeri gout 10 orang parutan jahe
athritis pada lansia di V: terhadap
wilayah kerja puskesmas - variabel bebas penurunan
lubuk bagalung (Abri parutan jahe intesitas nyeri
Madoni,2017) - variabel terkait gout athritis
gout athritis
I :Observasi skala nyeri
nomerik
47

A : Uji statistik paried T-


Test

4 Kompres hangat jahe D : quasi eksperomental Ada pengaruh


terhadap perubahan skala S : Rendom sampling kompres hanga
nyeri pada lansia dengan dengan jumlah sampel jahe dengan
arthritis gout (Lexy 15 orang penurunan skala
Oktova,2018) V: nyeri gout
- variabel bebas arthritis
kompres hangat jahe
- variabel terkait
arthritis gout
I : Lembar observasi
dengan skala
comporative pain scale
A : Uji paried sampel T-
Test

C. Kerangka Teori

Skema 2.2 Kerangka Teori

Faktor penyebab : Tanda dan gejala :


1. Usia
2. Genetik 1.1. Nyeri
3. Makanan
4. Minuman 2. Demam
5. Obesitas
Gout arthritis 3. Menggigil
6. Obat – obatan
7. Jenis kelamin 4. Perasaan
8. Tekanan darah tidak enak
9. Aktifitas fisik badan
48

Terapi farmakologi : Terapi nonfarmakologi :


1. Alpurinol 1. Pegagan
2. Ibuprofen 2. kompres jahe
3. Piroxicam 3. Sambiloto
4. Dexsametashon 4. Daun salam

(Megayanti, 2018; Purwani, 2019; Sustani,dkk 2015)

Anda mungkin juga menyukai