Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia

individu yang ditandai dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti

otak, jantung, hati dan ginjal serta peningkatan kehilangan jaringan

aktif tubuh berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada

lansia akibat dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh,

sehingga kemampuan jaringan tubuh untuk mempertahankan fungsi

secara normal menghilang, sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Fatmah, 2012).

Proses menua merupakan proses yang terus menerus

(berkelanjutan) seara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai

tua. Pada usia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan

jaringan otot, susunan syarat dan jaringan lain sehingga tubuh akan

“mati” sedikit demi sedikit. Secara individu pengaruh proses menua

dapat menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi, mental maupun

fisik-biologik (Mujahidullah, 2012).


Populasi lansia berusia > 60 tahun sebanyak 10% dan diperkirakan

akan meningkat pada tahun 2050 di dunia. Sedangkan lansia berusia

> 85 tahun meningkat 0,25% (Holdsworth, 2014).

Peningkatan taraf hidup dan Umur HarapN Hidup (UHH) / Angka

Harapan Hidup (AHH) merupakan rata-rata tahun hidup yang dijalani

seseorang yang telah mencapai usia tertentu dan pada tahun tertentu,

dalam situasi moralitas yang berlaku di lingkungan masyarakat.

Peningkatan UHH mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi

dalam bidang kesehatan yang merupakan akibat dari peningkatan

jumlah angka kesakitan penyakit degeneratif (Kemenkes RI, 2013).

Menurut Stieglitz dalam Fransiska (2016) terdapat empat penyakit

yang sangat erat hubungan dengan proses menua yakni gangguan

sirkulasi darah misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pada pesendian misalnya osteoarthritis, gout arthritis (asam

urat), ataupun penyakit kolagen lainnya, serta berbagai macam

neoplasma (Nugroho dalam Praniska, 2016).

Hipertensi adalah kondisi tekanan darah yang mengalami

peningkatan secara kronis, dimana jantung harus bekerja memompa

darah untuk memenuhi kebutuhan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh

tubuh, karena jantung membawa darah menuju ke seluruh bagian


pembuluh darah yang ada ditubuh. Setiap kali jantung berdenyut,

jantung akan memompa darah menuju ke pembuluh darah, karena

disebabkan adanya kekuatan darah yang mendorong dinding

pembuluh darah (arteri) karena dipompa oleh jantung. Semakin tinggi

tekanan darah, semakin keras jantung harus memompa darah.

Peningkatan tekanan darah persisten dengan tekanan darah pada

sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah pada diastolik > 90 mmHg.

Penderita hipertensi tidak memiliki gejala khusus, gejala yang dialami

antara lain pusing atau sakit kepala (nyeri kepala), tengkuk pegal,

wajah merah, sukar tidur, mudah lelah, sesak napas, suka marah-

marah, gelisah dan keringat berlebih. Orang akan menyadari bahwa

dirinya menderita hipertensi setelah dilakukan pemeriksaan tekanan

darah (World Health Organization, 2014).

Dari hasil pengkajian di Gampong Teupin batee tanggal 6 Juni S.D

11 Juni 2022 di temukan data sebanyak 5 orang masyarakat di

Gampong Teupin batee yang menderita hipertensi. Salah satunya

pada Kakek A yang mengalami penyakit hipertensi dengan keluhan

sakit kepala.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi di

Gampong Cot Mancang.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Kakek I dengan masalah hipertensi

di Gampong Cot Mancang.

b. Mampu mengolah data dan mampu menentukan diagnosa

keperawatan pada Ny. F dengan masalah hipertensi di

Gampong Cot Mancang.

c. Mampu melakukan intervensi keperawatan Ny. F dengan

masalah Hipertensi di Gampong Cot Mancang.

d. Mampu melakukan implementasi pada Ny. F dengan masalah

hipertensi di Gampong Cot Mancang.

e. Mampu mengevaluasi setiap implementasi dalam mengatasi

permasalahan kesehatan pada Ny. F dengan mengatasi

permasalahan kesehatan pada Ny. F dengan masalah

hipertensi di Gampong Cot Mancang.


C. Manfaat

1. Bagi Praktik Keperawatan

Menjadi bahan bacaan dalam menentukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan masalah hipertensi.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta

menambah wawasan dalam memahami penerapan langkah-

langkah asuhan keperawatan dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan keperawatan.

3. Bagi Klien

Untuk menambah wawasan dan informasi mengenai tekanan

darah dan cara untuk menurunkan tekanan darah.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Lanjut Usia

1. Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke

atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses

yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,

merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh, seperti dalam

Undang-Undang No.13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa

pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang

makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat,

sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah (Kholifah, 2016).

Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu

berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia

pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan

budaya bangsa. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan

yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua


merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu

waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi

tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua

(Kholifah, 2016).

2. Batasan Usia Lansia

Batasan usia lansia menurut Kholifah (2016), sebagai berikut:

a) Batasan lansia adalah sebagai berikut:

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun

2) Usia tua (old) 75-90 tahun, dan

3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun

b) Batasan lansia dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun

2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun keatas

3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60

tahun ke atas dengan masalah kesehatan.

3. Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI

(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok

berikut ini:
a) Jenis Kelamin

Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan.

Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling

tinggi adaah perempuan.

b) Status Perkawinan

Penduduk lansia dititik dari status perkawinannya

sebagian besar berstatus kawin 60% dan cerai mati 37%.

c) Living Arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang

menunjukkan perbandingan banyaknya orang tidak produktif

(umur < 15 tahun dan > 65 tahun) dengan orang berusia

produktif (umur 15-64 tahun). Angka tersebut menjadi

cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung

penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia

non produktif.

d) Kondisi Kesehatan

Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.

Angka kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan negatif.

Artinya, semakin rendah angka kesakitan menunjukkan

derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.


4. Perubahan Proses Menua

Menurut Kholifah (2016), semakin bertambahnya umur manusia

terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak

pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya

perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual.

Perubahan proses menua terdiri dari:

a) Perubahan Fisik

1) Sistem Pendengaran

Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena

hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga

dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%

terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Integumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis

kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan

atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul

pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan lier spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringa

penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan


sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon,

tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami

perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago:

jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan

mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi

rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,

konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan

terhadap gesekan.

Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati

adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan

mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:

perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot

mengakibatkan efek negatif. Sendi: pada lansia, jaringan

ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia

mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardioaskuler pada lansia

adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi


ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini

disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node

dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat

paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru

bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru,

udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada

otot, kartilago dan sendi thoraks mengakibatkan gerakan

pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan

thoraks berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata

karena kehilangan gigi, indra pengeap menurun, rasa lapar

menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin

mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan dan

berkurangnya aliran darah.

7) Sistem Perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahn yang

signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,

contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorpsi oleh ginjal.


8) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi

dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada

laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

b) Perubahan Kognitif

Perubahan kognitif pada lansia meliputi sebagai berikut:

1) Memory (Daya ingat, ingatan)

2) IQ (Intellegent Quotient)

3) Kemampuan Belajar (Learning)

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

5) Pemeahan Masalah (Problem Solving)

6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

8) Kinerja (Performane)

9) Motivasi

c. Perubahan Mental
Perubahan mental pada lansia merupakan perubahan

yang terjadi pada perubahan emosi, pikiran, serta perilaku

sehingga kondisi ini mempenaruhi dalam fungsi lansia

sebagaimana mestinya dalam keluarga, urusan pekerjaan

maupun kegiatan sosial (Fadila, 2021).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental,

yakni (Kholifah, 2016):

1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan

ketulian

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

8) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan

dengan teman dan famili

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

d. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam

kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam


kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan

bertindak sehari-hari.

e. Perubahan Psikososial

1) Kesepian

2) Duka cita (Bereavement)

3) Depresi

4) Parafrenia

5) Sindroma Diogenes

B. Konsep Dasar Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi terjadi jika tekanan darah lebih dari 140/90

mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus

pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan

satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana

mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal.

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan

darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih

dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi.

Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan

meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi

menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut


dapat dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan

jantung dan pembuluh darah. Hipertensi juga didefenisikan

sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan

darah diastolik > 90 mmHg (Udjianti, 2013).

Penyakit hipertensi merupakan gejala peningkatan tekanan

darah yang kemudian berpengaruh pada organ yang lain, seperti

stroke untuk otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh

darah jantung dan otot jantung. Penyakit ini salah satu masalah

utama dalam kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia.

Diperkirakan, sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama

terjadi di negara berkembang pada tahun 2025, dari jumlah total

639 juta kasus di tahun 2000. Jumlah ini diperkirakan meningkat

menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan

pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat

ini (Ardiansyah, 2012).

Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi terkena terkanan

darah tinggi dari pada pria. Dari kasus - kasus tadi, ternyata 68,4%

diantaranya termasuk hipertensi ringan (diastolik 95,104 mmHg),

28,1% hipertensi sedang (diastolik 105,129 mmHg) dan hanya

3,5% yang masuk hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar

dengan 130 mmHg). Hipertensi pada penderita penyakit jantung

iskemik ialah 16,1%. Persentase ini termasuk rendah bila


dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%),

sehingga merupakan faktor risiko yang kurang penting.

2. Etiologi

Dari seluruh kasus hipertensi 90% adalah hipertensi primer.

Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya

hipertensi primer seperti berikut ini. (Udjianti, 2013).

1) Genetik individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

2) Jenis Kelamin dan Usia

Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause tinggi

untuk mengalami hipertensi.

3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung

berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.

4) Berat Badan (Obesitas)

5) Berat badan > 25% diatas ideal dikaitkan dengan berkembang

nya hipertensi.

6) Gaya Hidup

Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan

tekanan darah.
Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui,

berikut ni beberapa kondisi yang menjadi penyebab hipertensi

sekunder (Udjianti, 2013).

1) Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Obat kontrasepsi yang berisi esterogen dapat

menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-

mediated volume expansion. Dengan penghentian obat

kontrasepsi, tekanan darah normal kembali secara beberapa

bulan.

2) Penyakit Parenkim dan Vaskuler Ginjal

Ini merupakan penyebab utama hipertensi sekunder.

Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan

atu atau lebih arteri renal pada klien dengan hipertensi

disebabkan oleh aterosklorosis atau fibrous displasia

(pertumbuhan abnormal jaringan fibrus). Penyakit parenkim

ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi dan perubahan struktur

serta fungsi ginjal.

3) Gangguan Endokrin

Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat

menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-medited

hypertention di sebabkan kelebihan primer aldosteron, koristol


dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer, kelebihan

aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokaemia.

4) Coaretation aorta (penyempitan pembuluh darah aorta)

Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin

terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik atau abdominal.

Penyempitan penghambat aliran darah melalui lengkung aorta

dan mengakibatkan peningkatan darah diatas area kontriksi.

5) Kehamilan

Naiknya tekanan darah saat hamil ternyata dipengaruhi

oleh hormon estrogen pada tubuh. Saat hamil kadar hormon

estrogen di dalam tubuh memang akan menurun dengan

signifikan. Hal ini ternyata biasa menyebabkan sel-sel endotel

rusak dan akhirnya menyebabkan munculnya plak pada

pembuluh darah. Adanya plak ini akan menghambat sirkulasi

darah dan pada akhirnya memicu tekanan darah tinggi.

6) Merokok

Merokok dapat menyebakan kenaikan tekanan darah

karena membuat tekanan darah langsung meningkat setelah

isapan pertama, meningkatkan kadar tekanan darah sistolik 4

milimeter air raksa (mmHg). Kandungan nikotin pada rokok

memicu syaraf untuk melepaskan zat kimia yang dapat


menyempitkan pembuluh darah sekaligus meningkatkan

tekanan darah.

3. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi

pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak.

Dari pusat vasomotor inibermula saraf simpatis, yang berlanjut

berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini,neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat

sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan

jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Smelttzer, 2014).

Pada saat bersamaan dimana sistemsimpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi. Kelenjar

adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol


dan streoid lainnya, yang dapat memperkuat respon

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yanng

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin 1

yang kemudian diubah menjadi angiotensin 2, saat vasokonstriktor

kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air

di tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.

Semua faktor tersebut cenderung mengakibatkan keadaan

hipertensi.

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat

terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat

kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak

mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena

peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema

dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu

pusing, muka merah, sakit kepala, tengkuk terasa pegal dan lain-

lain.
5. Komplikasi

Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai

penyakit diantaranya adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal,

ensefalopati, kejang.

1) Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan

karena berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara

tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati dan

tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan

CVA (cerebrovascular accident). Hipertensi menyebabkan

tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah,

sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan

pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic

stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi.

Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena

lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena

suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor

emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak

dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat

pasokan oksigen dan nutrisi yang dibawa melalui pembuluh

darah tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan akhirnya

mati.Darah yang tersembur dari pembuluh darah yang pecah


tersebut juga dapat merusak sel-sel otak yang berada

disekitarnya.

2) Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat

tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan

rusaknya glomerulus aliran darah keunit fungsional ginjal, yaitu

nefron dapat terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik

dan kematian. Dengan rusaknya membrane di glomerulus,

protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic

koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang

sering dijumpai pada hipertensi kronis.

3) Ensefalopati (Kerusakan Otak)

Ensefalopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maglina (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya).

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan

peningkatan tekanan kapiler dan mendorog cairan keruang

interstisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron

disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemerikaan penunjang menurut (Nur arif dan kusuma, 2015)

1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap

volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan

faktor resiko seperti hipokoagubilita, anemia.

b) BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi /

fungsi ginjal.

c) Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

d) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan

disfungsi ginjal dan ada DM.

2) CT scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

3) EKG: dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit

jantung hipertensi

4) IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,

perbaikan ginjal.

5) Photo dada: menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup,

pembesaran jantung.

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Triyatno (2014) penanganan hipertensi dibagi

menjadi dua yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologi.

1) Terapi non farmakologi


Merupakan terapi tanpa menggunakan obat,terapi non

farmakologi diantaranya memodifikasi gaya hidup dimana

termasuk pengelolaan stress dan kecemasan merupakan

langkah awal yang harus dilakukan. Penanganan non

farmakologis yaitu menciptakan keadaan rileks, mengurangi

stress dan menurunkan kecemasan. Terapi non farmakologi

diberikan untuk semua pasien hipertensi dengan tujuan

menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor resiko

serta penyakit lainnya.

2) Terapi farmakologi

Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat

obatan yang dalam kerjanya dalam mempengaruhi tekanan

darah pada pasien hipertensi seperti : angiotensin receptor

blocker (ARBs), beta blocker, calcium chanel dan lainnya.

Penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan dianggap

kompleks karena tekanan darah cenderung tidak stabil.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Klien

1) Identitas Klien Meliputi:

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal


masuk rumah sakit (MRS), nomor register dan diagnosa

medik.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

serta status hubungan dengan pasien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang dapat muncul antara lain: nyeri

kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur,

nyeri dada, mudah lelah dan impotensi.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan

memberikan pertanyaan tentng kronologi keluhan utama.

Keluhan lain yang menyerta biasanya: sakit kepala, pusing,

penglihatan buram, mual, detak jantung tak teratur dan nyeri

dada.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, penyakit jantung,

penyakit ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji mengenai

riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat

alergi terhadap jenis obat.


e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi,

penyakit metabolik, penyakit menular seperti TBC, HIV, infeksi

saluran kemih dan penyakit menurun seperti diabetes militus,

asma dan lain-lain.

f. Aktivitas / istirahat

1) Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

2) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung, takipnea.

g. Sirkulasi

1) Gejala:

a) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup dan penyakit serebrovaskuler

b) Episode palpitasi

2) Tanda:

a) Peningkatan tekanan darah

b) Nadi denyutan jelas dari karotis, ugularis, radialis,

takikardia

c) Murmur sterosis vulvular

d) Distensi ena jugularis

e) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)

f) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda


h. Integritas ego

1) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor

stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan

dengan pekerjaan).

2) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan

perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, menghela

nafas, peningkatan pola bicara.

i. Eliminasi

Gejala: gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat

penyakit ginjal pada masa yang lalu.

j. Makanan / cairan

1) Gejala:

a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi

garam, lemak serta kolesterol

b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini

(meningkat/turun)

c) Riwayat penggunaan diuretic

2) Tanda:

a) Berat badan normal atau obesitas

b) Adanya edema

c) Glikosuria

d) Neurosensori
3) Gejala:

a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala,

suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara

spontan setelah beberapa jam)

b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur,

epistakis)

4) Tanda:

a) Status mental, perubahan keterjagaan orientasi, pola/isi

bicara, efek, proses pikir

b) Penurunan kekuatan genggaman tangan

k. Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala: angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung),

sakit kepala

l. Pernapasan

1) Gejala:

a) Disnea yang berkaitan dari aktiitas/kerja, takipnea,

ortopnea, dispnea

b) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum

c) Riwayat merokok

2) Tanda:

a) Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori

pernapasan
b) Bunyi napas tambahan ( crakles/mengi)

c) Sianosis

m. Keamanan

Gejala: gangguan koordinasi / cara berjalan, hipotensi postural.

n. Pembelajaran / penyuluhan

Gejala:

1) Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, diabetes melitus

2) Faktor lain, seperti orang Afrika-Amerika, Asia Tenggara,

penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan

alkohol/obat.

o. Rencana Pemulangan

Bantuan dengan pemantau dari tekanan

darah/perubahan dalam terapi obat.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penelitian klinis

mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupam yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

respons klien indiidu, keluarga dan komunitas terhadap situasi

yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017).
Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita hipertensi

menurut Nanda Nic-Noc (2015) yang telah dimodifikasi SDKI

(2016) meliputi:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

b. Defisit pengetahuan tentang hipertensi berhubungan dengan

ketidaktahuan menemukan informasi

c. Resiko jatuh dibuktikan dengan usia > 65 tahun

Anda mungkin juga menyukai