Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh
darah, pernafasan, pencernaan, endokrindan lain sebagainya. Hal tersebut
disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada
umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara
umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010).
Kemampuan lansia untuk berdiri dan berjalan tidak lagi stabil dan
mudah jatuh menyebabkan lansia cenderung membatasi aktivitas. Aktivitas
erat kaitannya dengan beban mekanis yang dberikan pada tubuh.
Berkurangnya beban mekanis akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya osteoporosis selain faktor
hormonal, asupan kalsium, genetik dan gaya hidup. Osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang (Tandra, 2009)
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat
ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang.Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2006), jumlah
penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara
dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina. Dalam acara

1
yang digelar dalam rangka pengabdian masyarakat memperingati Dies Natalis
Unair ke-58,Prof. Dr. Agung Pranoto, dr.,MSc.Sp.PD-KEMD, Dekan Fakultas
KedokteranUnair memaparkan, saat ini di Indonesia, bertambahnya angka usia
harapan hidup penduduk indonesia yangsemula 64,71 (1995-2000) menjadi
67,68 (2000-2005) membuat angka kejadian osteoporosis punbertambah. Data
menyebutkan, ada lima provinsi dengan resiko osteoporosis tinggi antara lain
SumateraSelatan (22,82%) , Jawa Tengah (24, 02%), Yogyakarta (23,5%),
Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur(21,42%) dan Kalimantan Timur
(10,5%). Menurut data internasional Osteoporosis Foundation, lebih dari 30%
wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang
akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%. Sedangkan pada pria, resikonya
berada pada angka 13%.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami tertarik untuk memberikan
promosi kesehatan tentang osteoporosis pada lansia. Pemberian promosi
kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Salah satu metode
yang tepat untuk memberikan edukasi pada pasien osteoporosis adalah
menggunakan metode Brainstorming. Pada metode Brainstorming akan
dilakukan praktek teknik konferensi dimana sebuah kelompok berupaya
mencari solusi atas masalah tertentu dengan menghimpun semua ide yang
disumbangkan oleh para anggotanya secara spontan. Metode ini pertama kali
dipopulerkan oleh Alex Faickney Osborn di tahun 1930an pada buku yang
berjudul Applied Imagination. Brainstorming dikenal sebagai sebuah teknik
untuk mendapatkan ide-ide kreatif sebanyak-benyaknya dalam kelompok guna
mencari solusi dari sebuah permasalahan (Green, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dan masalah kesehatan pada kelompok lansia?
2. Bagaimanakah konsep promosi kesehatan dengan metode brainstorming?
3. Bagaimanakah komponen promosi kesehatan?
4. Bagaimanakah contoh penerapan promosi promosi kesehatan dengan
metode brainstorming pada kelompok lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

2
Mampu melakukan promosi kesehatan pada lansia dengan metode
Brainstorming.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penulisan makalah tentang Promosi Kesehatan pada Lansia dengan
Metode Brainstorming ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
untuk:
a. Memahami tentang konsep dan masalah kesehatan pada kelompok
lansia
b. Memahami konsep promosi kesehatan dan konsep promosi
kesehatan dengan metode brainstorming
c. Memahami komponen promosi kesehatan
d. Memahami perencanaan promosi kesehatan

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa
Mahasiswa mampu menyusun proposal perencanaan promosi kesehatan
dan melakukan promosi kesehatan pada lansia dengan metode
demonstrasi.
1.4.2 Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa mampu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan
pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan

3
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan
terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrindan lain sebagainya.
Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh
pada activity of daily living (Fatimah, 2010).
WHO menetapkan bahwa yang disebut penduduk lansia adalah
yang berumur 60 tahun ke atas.Tetapi untuk menyusun kebijakan yang
lebih mengena pada sasaran, jumlah lansia perlu dikategorikan menurut
umur dan jenis kelamin, karena tiap kelompok umur mempunyai
karakteristik, potensi, dan kebutuhan pelayanan yang berbeda. Lansia
muda usia 60-69 tahun yang mungkin masih produktif dan
menyumbangkan pertumbuhan ekonomi. Lansia menengah usia 70-79
tahun, yang diantaranyamasih produktif tetapi sebagian besar sudah
memerlukan perhatian. Lansia berusia 80 tahun ke atas merupakan
lansia emas yang tentunya lebih memerlukan perhatian. (Azis, 2010)

2.1.2 Batasan Lansia


1. Batasan Lansia
Ketetapan seseorang dianggap lansia sangat bervariasi
karena setiap Negara memiliki criteria dan standar yang
berbeda.Berikut ini pendapat para ahli yang dikutip dari Nugroho
(2000) dalam Ferry dan Makfudli (2009) tentang batasan umur
lansia:
1) Di Indonesia, seseorang disebut lansia bila ia telah memasuki
atau mencapai usia 60 tahun lebih (menurut Undang-Undang 13

4
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dalam Bab
1 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
(enam) tahun ke atas
2) Menurut World Health Organization (WHO)
(1) Usia pertengahan (middle age) : 45 59 tahun
(2) Lanjut usia (elderly) : 60 74 tahun
(3) Lanjut usia tua (old) : 75 90 tahun
(4) Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
3) Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
(1) Masa bayi : 0 1 tahun
(2) Masa Prasekolah : 1 6 tahun
(3) Masa Pubertas : 6 10 tahun
(4) Masa dewasa : 10 20 tahun
(5) Masa setengah umur (prasenium) : 20 40 tahun
(6) Masa lanjut usia (senium) : 65 tahun keatas

2. Perubahan Fisik, Psikososial, Kognitif dan Sosial pada Lansia


1) Perubahan fisik
a. Sel: jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
menurun, dan cairan intraseluler menurun.
b. Kardiovaskular: katup jantung menebal dan kaku,
kemampuan memompa darah menurun (menurunya
kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c. Respirasi : otot-otot pernapasa kekuatanya menurun
dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu
meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
d. Persyarafan : saraf pancaindra mengecil sehingga
fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan
waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan
stress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson,
sehingga menyebabkan berkurangnya respons motorik
dan refleks.
e. Musculoskeletal : cairan tulang menurun sehingga
mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis),

5
persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi oto),
kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami
sklerosis.
f. Gastrointestinal : esophagus melebar, asam lambung
menurun, lapar menurun, dan peristaltic menurun
sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon
dan enzim pencernaan.
g. Genitourinaria: ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal
menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan
fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urine ikut menurun.
h. Vesika urinaria: otot-otot melemah, kapasitasnya
menurun dan retensi urine. Prostat: hipertrofi pada 75%
lansia.
i. Vagina : selaput lender mongering dan sekresi
menurun.
j. Pendengaran : membrane timpani atrofi sehingga
terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
k. Penglihatan : respons terhadap sinar menurun, adaptasi
terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang
pandang menurun, dan katarak.
l. Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.
Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas
menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih
(uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan
rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
2) Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term
memory, frustrasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan,
takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi,
dan kecemasan.

6
Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang
dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal
berikut.
a. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus
bergantung pada orang lain.
b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup
beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar
dalam pola hidupnya.
c. Menetukan kondisi hidup yang sesuai dengan
perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.
d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau
istri yang telah meninggal atau pergi jauh dan/atau
cacat.
e. Mengembangakan kegiatan baru untuk mengisi waktu
luang yang semakin bertembah.
f. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar
sebagai orang dewasa.
g. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara
khusus direncanakan untuk orang dewasa.
h. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang
sesuai untuk lansia dan memiliki kemauan untuk
mengganti kegiatan lama yang berat dengan yang
lebih cocok.
i. Merasakan atau kesadaran akan kematian ( sense of
awareness of mortality )
j. Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh oknum
tertentu dalam bentuk kriminalitas karena mereka
tidak sanggup lagi untuk mempertahankan diri.
3) Perubahan Kognitif
Fungsi kognitif ialah proses mental dalam daya
ingat,cara fikir, dan kecerdasan. Proses menua menyebabkan
terjadinya penurunanfungsi kognitif, yang terlihat pada daya
ingat dan kecerdasan. Ini merupakan hal yang normal.
Penyebab mudah lupa pada lansia antara lain karena strategi
daya ingat yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian,
mudah terlatih pada hal yang tidak penting, memerlukan

7
banyak waktu untuk belajar hal yang baru, dan memerlukan
lebih banyak isyarat bantuan untuk mengingat-ingat kembali
apa yang dulu pernah diingatnya.Biasanya mereka dapat
mengingat kembali beberapa saat kemudian tanpa di bantu
atau dengan bantuan penjabaran fungsi atau bentuk dari hal
yang dilupakan.
Gangguan kognitif yang lain yang juga menurun pada
lansia adalah intelegensia atau kecerdasan. Pada lansia,
lapisan otak bagian luar yang merupakan pusat intelegensi
terlihat agak menciut (atrofi) terutama pada lansia yang
kurang aktif.
4) Perubahan Sosial
Perubahan sosial terjadi terutama setelah seseorang
mengalami pensiun. Berikut ini adalah hal hal yang akan
terjadi pada masa pensiun.
a. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan
(income) berkurang
b. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan
posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala
fasilitasnya.
c. Kehilangan teman atau relasi
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

2.1.3 Masalah Kesehatan pada Lansia


1. Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur
jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan
meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang
(Marjan 2013). Semakin tua umur seseorang, resiko terkena
osteoporosis menjadi semakin besar. Osteoporosis merupakan
kejadian alami yang terjadi pada tulang manusia sejalan dengan
meningkatnya usia. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya
berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya, kondisi
tulang akan tetap (konstan) hingga usia 40 tahun. Setelah usia 40
tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Oleh

8
karenanya, massa tulang akan berkurang seiring dengan proses
penuaan. Berkurangnya massa tulang ini akan berlangsung terus
sepanjang sisa hidup.
Dengan demikian, osteoporosis pada lansia terjadi akibat
berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam
menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga
diperparah dengan kecenderungan rendahnya konsumsi kalsium dan
kemampuan penyerapannya.
Pada lansia wanita akan terjadi menopause. Pada masa
menopause, terjadi kehilangan kalsium dari jaringan tulang.
Osteoporosis pada menopause terjadi akibat kadar estrogen yang
diproduksi ovarium menurun. Hormone estrogen diproduksi wanita
dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Pada masa menopause,
hanya bagian tubuh seperti kelenjar adrenalin dan sel-sel lemak yang
memproduksi estrogen, itupun dalam jumlah yang sangat kecil.
Hormone tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan
mempertahankan massa tulang. Rendahnya hormon estrogen dalam
tubuh akan membuat tulang menjadi keropos dan mudah patah.
2. Inkontinensia Urin
Masalah yang sering dijumpai pada lanjut usia adalah
inkontinensia urin, yang disebabkan oleh penurunan kekuatan otot
diantaranya otot dasar panggul. Otot dasar panggul berfungsi
menjaga stabilitas organ panggul secara aktif, berkontraksi
mengencangkan dan mengendorkan organ genital, serta
mengendalikan dan mengontrol defekasi dan berkemih.
Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali
dalam waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi
dan jumlahnya yang akan menyebabkan masalah sosial dan higienis
penderitanya. Yang cukup serius seperti infeksi saluran kemih,
kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi,
mudah marah dan terisolasi. Variasi dari inkontinensia urin meliputi
dari kadang-kadang keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai
benar-benar banyak, bahkan disertai juga inkontinensia alvi.

9
Lansia yang mengalami inkontinensia urin mempunyai
kecenderungan untuk mengurangi minum. Hal ini selain
mengganggu kesimbangan cairan yang sudah cenderung negatif pada
lansia, dapat juga mengakibatkan kapasitas kandung kemih menurun
dan selanjutnya akan memperberat keluhan inkontinensianya.
(Ananingsih 2013)
3. Konstipasi
Pada lansia terjadi Penurunan fungsi alat pencernaan
khususnya pada usus dapat menyebabkan konstipasi. Konstipasi
dapat diartikan sebagai kesulitan buang air besar, yang disebabkan
karena berkurangnya fungsi pergerakan usus dan kesulitan
pergerakan feses. Konstipasi pada lansia selain menurunnya fungsi
gastrointestinal juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Makanan
yang dapat mempengaruhi terjadinya proses konstipasi adalah
makanan yang mengandung kalsium, tinggi lemak dan makanan
yang tinggi gula.
Selain itu juga dipengaruhi oleh tidak ada zat gizi tertentu
yang mendukung penyerapan kalsium sehingga dapat menyebabkan
konstipasi. Kadar kalsium yang tinggi dalam tubuh menurunkan
kontraktilitas otot, dengan demikian mengurangi reabsorpsi air
(Endyarni dkk, 2004). Konsumsi kalsium yang tinggi dapat
menyebabkan lamanya transit feses dalam usus besar disebakan
karena menurunnya gerak peristaltik usus serta mengalami
penurunan absorbsi elektrolit (William,2008). (Amri 2015)
4. DM Tipe 2
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai pada usia lanjut. Hampir 50% pasien diabetes tipe 2 berusia
65 tahun ke atas. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi
Diabetes Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum
akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah
mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg
%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun
pada 2 jam setelah makan.

10
Diabetes mellitus pada lansia salah satunya karena resistensi
insulin, resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor
perubahan komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan
lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi
penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan
insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat
akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga, perubahan
neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan
dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan
ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan
aksi insulin.
Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan
penurunan berat badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM
karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang
batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan
melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena
mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi
pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami
dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat
DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun
ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan,
letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau
kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi,
agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang
menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat.
Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul
penyakit lain.
5. Anemia
Penyebab anemia pada lansia adalah kekurangan Fe, asam
folat, vit.B12, dan protein. Faktor lainnya seperti kemunduran proses
metabolism sel darah merah (hemoglobin) juga terjadi. Gejala yang
tampak seperti cepat lelah, lesu, otot lemah, letih, pucat, berdebar-
debar, sesak napas waktu kerja, kesemutan, mengeluh sering pusing,
mata berkunang-kunang dan mengantuk kelopak mata, bibir, telapak

11
tangan menjadi pucat, Hb<8gram/dl, serta kemampuan konsentrasi
menurun. (Maryam dkk, 2008)
6. Depresi
Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan
dan terjadi perubahan keadaan fi sik; selain itu para lansia mulai
kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman,
risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Hal
tersebut dapat memicu terjadinya gangguan mental. Depresi
merupakan salah satu gangguan mental yang banyak dijumpai pada
lansia akibat proses penuaan. Berdasarkan data di Canada, 5-10%
lansia yang hidup dalam komunitas mengalami depresi, sedangkan
yang hidup dalam lingkungan institusi 30-40% mengalami depresi
dan cemas.
Depresi menurut WHO (World Health Organization)
merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan
mood tertekan, kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah
atau harga diri rendah, gangguan makan atau tidur, kurang energi,
dan konsentrasi yang rendah.5,6 Masalah ini dapat akut atau kronik
dan menyebabkan gangguan kemampuan individu untuk beraktivitas
sehari-hari.
Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fi sik
tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir.
Perubahan pada lansia depresi dapat dikategorikan menjadi
perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran, perubahan dalam
perasaan, dan perubahan perilaku (Irawan 2013).
1. Perubahan fisik
Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun (lebih
dari 5% dari berat badan bulan terakhir)
Gangguan tidur berupa gangguan untuk memulai tidur, tetap
tertidur, atau tidur terlalu lama
Jika tidur, merasa tidak segar dan lebih buruk di pagi hari
Penurunan energi dengan perasaaan lemah dan kelelahan
fisik
Beberapa orang mengalami agitasi dengan kegelisahan dan
bergerak terus

12
Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fisik
yang tidak diketahui
Gangguan perut, konstipasi
1. Perubahan pemikiran
Pikiran kacau, melambat dalam berpikir, berkonsentrasi, atau
sulit mengingat informasi
Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan
Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka
Preokupasi atas kegagalan atau kekurangan diri
menyebabkan kehilangan kepercayaan diri
Menjadi tidak adil dalam mengambil keputusan
Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi
(auditorik) atau delusi
Pikiran menetap tentang kematian, bunuh diri, atau mencoba
melukai diri sendiri
2. Perubahan perasaan
Kehilangan minat dalam kegiatan yang dulu merupakan
sumber kesenangan
Penurunan minat dan kesenangan seks
Perasaan tidak berguna, putus asa, dan perasaan bersalah
yang besar
Tidak ada perasaan
Perasaan akan terjadi malapetaka
Kehilangan percaya diri
Perasaan sedih dan murung yang lebih buruk di pagi hari
Menangis tiba-tiba, tanpa alasan jelas
Iritabel, tidak sabar, marah, dan perasaan agresif
3. Perubahan perilaku
Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan
santai
Menghindari mengambil keputusan
Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun,
atau membayar tagihan
Penurunan aktivitas fisik dan olahraga
Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan
7. Demensia
Istilah demensia itu berasal dari bahasa asing emence yang
pertama kali dipakai oleh Pinel (1745 - 1826). Pikun sebagaimana

13
orang awam mengatakan merupakan gejala lupa yang terjadi pada
orang lanjut usia. Pikun ini termasuk gangguan otak yang kronis.
Biasanya (tetapi tidak selalu) berkembang secara perlahan-lahan,
dimulai dengan gejala depresi yang ringan atau kecemasan yang
kadangkadang disertai dengan gejala kebingungan, kemudian
menjadi parah diiringi dengan hilangnya kemampuan intelektual
yang umum atau demensia. Jadi istilah pikun yang dipakai oleh
kebanyakan orang, terminologI ilmiahnya adalah demensia. (Schaei
& Willis, 1991). Jabaran demensia sekarang adalah "kehilangan
kemampuan kognisi yang sedemikian berat hingga mengganggu
fungsi sosial dan pekerjaan" (Kusumoputro, 2006).
Orang yang mengalami demensia selain mengalami
kelemahan kognisi secara bertahap, juga akan mengalami
kemunduran aktivitas hidup seharihari (activity of daily living/ADL)
Ini pun terjadi secara bertahap dan dapat diamati. Awalnya,
kemunduran aktivitas hidup seharihari ini berujud sebagai
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas hidup yang kompleks
(complex activity of daily living) seperti tidak mampu mengatur
keuangan, melakukan korespondensi, bepergian dengan kendaraan
umum, melakukan hobi, memasak, menata boga, mengatur obat-
obatan, menggunakan telepon, dan sebagainya. Lambat laun
penyandang tersebut tidak mampu melakukan aktivitas hidup sehari-
hari yang dasar (basic activity of daily living) berupa
ketidakmampuan untuk berpakaian, menyisir, mandi, toileting,
makan, dan aktivitas hidup sehari-hari yang dasar (basic ADL).

8. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanansistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom,1995). Menurut WHO,
penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama
atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003).

14
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi 2 golongan besar yaitu :( Lany Gunawan, 2001 )
a) Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya
b) Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh
penyakit lain.Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 %
penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh
hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac
output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi
atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua
serta pelabaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
9. Gangguan Penglihatan
a. Penurunan kemampuan penglihatan
Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya
adalah progesifitas dan pupil kekunningan pada lensa mata,
menurunnya vitous humor, perubahan ini dapat mengakibatkan
berbagai masalah pada usia lanjut seperti : mata kabur, hubungan
aktifitas sosial, dan penampialan ADL, pada lansia yang berusia
lebih dari 60 tahun lensa mata akan semakin keruh, beberapa

15
orang tidak mengalami atau jarang mengalami penurunan
penglihatan seirinng dengan bertambahnya usia.
b. Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada
lansia usia 60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering
tidak bisa diobati namun dengan medikasi dan pembedahan
mampu mengurangi kerusakan pada mata akibat glaukoma.
Glaukoma terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler
(IOP) pada kebanyakan orang disebabkan oleh oleh peningkatan
tekanan sebagai akibat adanya hambatan sirkulasi atau pengaliran
cairan bola mata (cairan jernih berisi O2, gula dan nutrisi), selain
itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah vital jaringan
nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
Populasi yang berbeda cenderung untuk menderita tipe glaukoma
yang berbeda pula pada suhu Afrika dan Asia lebih tinggi
resikonnya di bandinng orang kulit putih, glaukoma merupakan
penyebab pertama kebutuhan di Asia.
Tipe glaukoma ada 3 yaitu :
1. Primary open angle Gloueoma (glaukoma sudut
terbuka)
2. Normal tenion glukoma (glaucoma bertekanan
normal)
3. Angel clousure gloukoma (Glaukoma sudut tertutup
)
c. Katarak
Katarak adalah tertutupnya lensamata sehingga pencahayaan di
fokusing terganggu (retina) katarak terjadi pada semua umur
namun yang sering terjadi pada usia > 55 tahun. Tanda dan
gejalanya berupa : Bertanbahnya gangguan penglihatan, pada
saat membaca / beraktifitas memerlukan pencahayaan yang lebih,
kelemahan melihat dimalam hari, penglihatan ganda.
Penanganannya yang tepat adalah pembedahan untuk
memperbaiki lensa mata yang rusak pembedahan dilakukan bila
katarak sudah mengganggu aktifitas namun bila tidak
mengganngu tidak perlu dilakukan pembedahan.
2. Gangguan Pendengaran

16
a. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan
kanalis auditorius, membrana timpani atau tulang-tulang
pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe
konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen
obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya
dengan membersihkan lobang telinga dari serumen ini
pendengaran bisa menjadi lebih baik.
b. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat
bising, prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca
radang dan komplikasi aterosklerosis.
c. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi,
yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan
lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang
progresif lambat.
Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
1) Presbiakusis Sensorik
2) Presbiakusis neural
3) Prebiakusis Strial ( metabolic )
4) Prebiakusis Konduktif Kohlear ( mekanik )
d. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar
lebih keras di waktu malam atau ditempat yang sunyi. Apabila
bising itu begitu keras hingga bisa didengar oleh dokter saat
auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif.

2.1.4 Masalah Gizi pada Lansia


Masalah gizi pada lansia merupakan rangkaian proses masalah gizi
sejak usia muda yang manifestasinya timbul setelah tua (Depkes RI,

17
2003). Prevalensi masalah gizi pada lansia yang meningkat telah
diperlihatkan oleh sejumlah penelitian (Watson, 2003).
1. Kegemukan atau obesitas
Obesitas pada lansia biasanya disebabkan karena pola konsumsi
yang berlebihan, banyak mengandung lemak, protein dan
karbohidrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, proses
metabolism yang menurun pada lansia dapat menyebabkan kalori
yang berlebih akan diubah menjadi lemak sehingga mengakibatkan
kegemukan jika tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik
atau penurunan jumlah makanan (Depkes RI, 2003). Obesitas
merupakan suatu kondisi kelebihan berat badan yang menempatkan
lansia dalam peningkatan resiko mengalami kondisi kronis, seperti
hipertensi, penyakit arteri koroner, diabetes dan stroke. Kondisi ini
menyebabkan kelemahan sendi dan pembatasan mobilisasi dan
kemandirian pada lansia (Stanley, Blair& Beare, 2005)
2. Kurang Energi Kronik (KEK)
Beberapa penyebab KEK pada dewasa, seperti yang dijelaskan di
bawah ini:
a. Nafsu makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa
dan penciuman
b. Gigi-geligi yang tanggal, sehingga menggangu proses mengunyah
makanan
c. Faktor stress/depresi, kesepian, penyakit kronik, efek samping
obat, merokok, dll.
3. Malnutrisi
Malnutrisi dapat terjadi baik pada lansia dengan BB lebih maupun
lansia dengan BB kurang. Malnutrisi dihubungkan dengan
kurangnya Vitamin dan mineral, dalam beberapa kasus terjadi pula
kekurangan protein kalori. Malnutrisi protein kalori didefinisikan
sebagai hilang dan rendahnya tingkat albumin, sehingga lansia
disarankan untuk diberikan intake protein yang adekuat (Stanlley,
Blair& Beare, 2005). Malnutrisi pada lansia jika dalam kondisi lama
akan berdampak pada kelemahan otot dan kelelahan karena energy
yang menurun. Oleh karena itu, lansia akan berisiko tinggi untuk

18
terjatuh atau mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi yang
menyebabkan cedera atau luka tekan (Watson, 2003).
Pada kondisi lain, malnutrisi juga dapat dimanifestasikan dengan
kurangnya energi kronis. Kurang energi kronik pada lansia ini
biasanya disebabkan oleh makan tidak enak karena berkurangnya
fungsi alat perasa dan penciuman, banyak gigi yang tanggal sehingga
terasa sakit jika untuk makan dan nafsu makan yang berkurang
karena kurang aktivitas, kesepian, depresi, penyakit kronis serta efek
samping obat (Depkes RI, 2003). Selain itu, kehilangan selera makan
yang berkepanjangan pada lansia dapat menyebabkan penurunan BB
yang drastic, sehingga kondisi ini dapat menyebabkan lansia
mengalami kekurangan gizi yang dimanifestasikan dengan
pemeriksaan secara klinis lansia terlihat kurus (Depkes RI, 2003)
4. Kekurangan Zat Mikro
a. Kekurangan Vit.A dapat menyebabkan kekeringan pada selaput
lendir mata dan sering dikaitkan dengan katarak pada lansia.
b. Kekurangan Vit.B1, asam folat, dan Vit. B12. Kekurangan
Vitamin tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kadar
homeostein sehingga menyebabkan penebalan pembuluh darah
dan resiko jantung koroner serta hipertensi
c. Kekurangan Vit.C menyebabkan sariawan di mulut dan
perdarahan gusi. Vitamin ini bersumber dari sayur dan buah-
buahan.
d. Kekurangan mineral Zn (seng) menyebabkan terjadinya
kekurangan pada daya pengecap dan kelainan pada kulit.
e. Kekurangan Vit.D menyebabkan penurunan densitas tulang yang
makin parah

2.2 Konsep Brainstorming


2.2.1 Pengertian Metode Pembelajaran Brainstorming
Brainstorming adalah cara lain yang digunakan oleh perusahaan-
perusaahaan untuk menghasilkan ide-ide pada masa kini.
Brainstorming adalah mengumpulkan sekelompok orang, dengan
tujuan menghasilkan pikiran-pikiran yang baru dan segar
(David,2007).

19
Menurut Isroy, Brainstroming adalah piranti perencanaan
yang dapat menampung kreativitas kelompok dan sering digunakan
sebagai alat pembentukan untuk mendapatkan ide-ide yang banyak, dan
metode brainstorming merupakan salah satu cara mendapatkan sejumlah
ide yang mudah dan menyenangkan para pesertanya. Pada dasarnya
brainstorming adalah salah satu bentuk diskusi kelompok yang bertujuan
untuk mencari solusi masalah (Kunu,2013).
Menurut Guntar, teknik brainstorming adalah teknik untuk
menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan
kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya banyak gagasan, termasuk
gagasan yang nyeleneh, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan
tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Brainstorming sering
digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah bersama.
Brainstorming juga dapat digunakan secara individual. Sentral dari
brainstorming adalah konsep menunda keputusan (Luthfiyati,2013).
Metode Brainstorming adalah suatu metode atau mengajar yang
dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Ialah dengan melontarkan suatu
masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan
pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut berkembang
menjadi masalah baru, atau dapat diartikan pula sebagai satiu cara untuk
mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang
singkat (Roestiyah,2012).
Osborn dalam Gie (1995) mensyaratkan 4 ketentuan dalam
melaksanakan teknik brainstorming yaitu:
1. Kritik tidak diperkenankan
2. Pengaliran ide secara bebas dianjurkan
3. Kualitas lebih diharapkan
4. Penggabungan dan penyampuran dicari

2.2.2 Tahapan -Tahapan Pembelajaran Metode Brainstorming

20
Berdasarkan pengertian dan ketentuan dasar dari metode
brainstorming maka untuk tahapan-tahapan pembelajaran untuk
memulai brainstorming, antara lain:
a. Tahap Pemberian informasi dan motivasi (Orientasi)
Guru menjelaskan masalah yang dihadapi beserta latar
belakangnya dan mengajak siswa aktif untuk menyumbangkan
pemikirannya.
b. Tahap Identifikasi (Analisa).
Pada tahap ini siswa diundang untuk memberikan sumbang saran
pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk
ditampung, ditulis dan tidak dikritik. Pimpinan kelompok dan
peserta hanya boleh bertanya untuk meminta penjelasan. Hal ini
agar kreativitas siswa tidak terhambat.
c. Tahap Klasifikasi (Sintesis).
Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya
mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati
oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan struktur/ faktor-faktor
lain.
d. Tahap Verifikasi.
Kelompok secara bersama melihat kembali sumbang saran yang
telah diklasifikasikan. Setiap sumbang saran diuji relevansinya
dengan permasalahannya. Apabila terdapat sumbang saran yang
sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang tidak relevan
bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran bisa diminta
argumentasinnya.
e. Tahap Konklusi (Penyepakatan)
Guru/pimpinan kelompok beserta peserta lain mencoba
menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang
disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan terakhir
cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode
brainstorming adalah merupakan salah satu metode atau teknik

21
mengajar yang digunakan untuk mendapatkan ide-ide atau gagasan
sebanyak mungkin dari siswa tentang materi yang diajarkan. Siswa
dituntut untuk lebih aktif dalam memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru di dalam kelas, dalam hal ini siswa diminta untuk dapat
mengemukakan setiap ide atau gagasannya yang berkaitan dengan
tema pembelajaran sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan
dengan lancar dan baik.

2.2.3 Teknik Brainstorming


Dalam sesi brainstorming terdapat banyak teknik yang
bisa digunakan seperti teknik Freewriting, Listing/Bulleting, Cubing
dan lain sebagainya. Pada bagian ini akan dijelaskan uraian singkat
tentang teknik-teknik tersebut. Berikut beberapa teknik brainstorming
yang layak Anda terapkan :
1) Freewriting
Alirkan gagasan-gagasan original Anda melalui tulisan dalam
selembar kertas atau mengetikkannya melalui komputer. Anda
tidak perlu kuatir tentang ide baik atau buruk, masalah grammar,
dan lain sebagainya. Tuliskan gagasan yang muncul dari kepala
Anda secara spontan sesuai dengan waktu yang telah Anda
tentukan.
2) Listing / Bulleting
Pada teknik ini, Anda diminta untuk menuliskan daftar ide-ide
yang muncul berdasarkan topik-topik tertentu. Hal ini dapat
membantu Anda untuk memperluas prespektif mengenai masing-
masing topik.
3) Cubing
Teknik ini memungkinkan Anda untuk mengembangkan topik dari
enam arah yaitu deskripsi masalah, perbandingan, penyesuaian,
analisa masalah, penerapan, serta adanya pro dan kontra yang
timbul terhadap problem solving yang akan digunakan.
4) Dictionaries, thesauruses, encyclopedias

22
Teknik ini menjadi favorit banyak orang karena dengan bantuan
kamus atau encyclopedia Anda dapat mengembangkan pemikiran
berdasarkan ribuan kata yang terdapat dalam kamus tersebut.
Istilah yang Anda gunakan untuk kata kunci pemecahan masalah
akan didefinisikan oleh kamus disertai dengan alternatif kata-kata
lain yang bisa Anda pergunakan.
5) Journalistic Questions
Teknik ini menggunakan daftar pertanyaan yang sering digunakan
oleh para wartawan yaitu 5W dan IH meliputi What, Who, When,
Where, Why, dan How. Tuliskan masing-masing element tersebut
dalam lembar yang berlainan. Lalu masukkan gagasan-gagasan
baru untuk menjawab berbagai elemen pertanyaan tersebut.
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Brainstorming
A. Kelebihan Motode Brainstorming
Metode brainstorming memiliki banyak kelebihan. Adapun
beberapa ahli mengungkapkan kelebihan metode brainstorming
sebagai berikut:
Roestiyah,2012 mengungkapkan dalam bukunya, ada
beberapa kelebihan metode brainstorming, yaitu sebagai berikut:
4. Anak-anak aktif berfikir untuk menyatakan pendapat,
2. Melatih siswa bepikir dengan cepat dan tersusun logis,
3. Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima pelajaran,
4. Siswa yang kurang aktif mendapat bantuan dari temannnya
yang pandai atau dari guru,
5. Terjadi persaingan yang sehat,
6. Anak merasa bebas dan gembira,
7. Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan.
Sedangkan Sudjana, 2001 mengungkapkan ada beberapa
kelebihan metode brainstorming, yaitu sebagai berikut:
1. Merangsang semua peserta didik untuk mengemukakan
pendapat dan gagasan,

23
2. Menghasilkan jawaban atau atau pendapat melalui reaksi
berantai,
3. Penggunaan waktu dapat dikontrol dan metode ini dapat
digunakan dalam kelompok besar atau kecil,
4. Tidak memerlukan banyak alat atau tenaga professional.
B. Kekurangan Motode Brainstorming
Selain memiliki banyak kelebihan, metode brainstorming
juga memiliki kelemahan. Berikut kelemahan-kelemahan
metode brainstorming yang dari berbagai sumber:
Roestiyah,2012 mengungkapkan beberapa kelemahan
metode brainstorming lainnya, yaitu sebagai berikut:
1. Guru kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa
untuk berpikir dengan baik,
2. Anak yang kurang pandai selalu ketinggalan,
3. Guru hanya menampung pendapat tidak pernah
merumuskan kesimpulan,
4. Tidak menjamin hasil pemecahan masalah,
5. Masalah bisa berkembang ke arah yang tidak diharapkan.
Sedangkan Sudjana juga mengungkapkan ada beberapa
kelemahan metode brainstorming, yaitu sebagai berikut:
1. Peserta didik yang kurang perhatian dan kurang berani
mengemukakan pendapat akan merasa terpaksa untuk
menyampaikan buah pikirannya,
2. Jawaban mudah cenderung mudah terlepas dari pendapat
yang berantai,
3. Peserta didik cenderung beranggapan bahwa semua
pendapatnya diterima,
4. Memerlukan evalusi lanjutan untuk menentukan prioritas
pendapat yang disampaikan,
5. Anak yang kurang pandai selalu ketinggalan,
6. Kadang-kadang pembicaraan hanya dimonopoli oleh anak
yang pandai saja.

24
BAB 3
PERENCANAAN PROMOSI KESEHATAN PADA KELOMPOK LANSIA

3.1 Menentukan Kebutuhan Promosi Kesehatan


Kasus Semu:
Di Kelurahan Mulyorejo, rata-rata pendidikan terakhir masyarakatnya
adalah SMP, sebagian besar dari mereka meyakini bahwa penyakit
osteoporosis merupakan penyakit yang timbul karena faktor usia sehingga
bagi mereka tidak ada hubungan antara konsumsi vitamin atau kalsium dan
jarang berolahraga dengan angka kejadian osteoporosis. Keyakinan tersebut
tidak dapat segera diluruskan karena ada faktor yang mempengaruhi berupa
masih jarang sekali penyuluhan yang dilakukan petugas Puskesmas terkait
dengan penyakit osteoporosis kepada masyarakat di Kelurahan Mulyorejo.
Selain itu, di Kelurahan Mulyorejo juga tidak ada kebijakan dari pihak
kelurahan untuk sering mengadakan kegiatan olahraga bersama seperti jalan
sehat ataupu yang lain, sehingga tidak heran kalau gaya hidup masyarakat di
Kelurahan Mulyorejo cenderung tidak sehat terbukti ada 4 dari 10 lansia
yang terkena penyakit osteoporosis.
3.1.1 Diagnosa Masalah
1. Osteoporosis
2. Hipertensi
3. Gangguan penglihatan
4. Demensia
3.1.2 Prioritas Masalah
Osteoporosis

3.2 Mengembangkan Komponen Promosi Kesehatan


3.2.1 Tujuan Promosi Kesehatan
3.2.1.1 Tujuan jangka panjang
Mengoptimalkan kualitas hidup pada lansia dengan
osteoporosis.
3.2.1.2 Tujuan jangka menengah

25
Meningkatkan perilaku lanisa untuk mengobati osteoporosis
dan menghindari factor-faktor yang memperburuk osteoporosis
3.2.1.3 Tujuan jangka pendek
Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit osteoporosis

3.2.2 Sasaran
a. Sasaran Primer : Lansia dengan Osteoporosis di kelurahan
Mulyorejo
b. Sasaran Sekunder : Keluarga Lansia dengan Osteoporosis di
kelurahan Mulyorejo
c. Sasaran Tersier : Kader Posyandu Lansia kelurahan
Mulyorejo

3.2.3 Materi / Isi Promosi Kesehatan


a. Pengertian dari osteoporosis
b. Tanda dan gejala osteoporosis
c. Penyebab osteoporosis
d. Pengobatan osteoporosis
e. Kompilkasi dari osteoporosis

3.2.4 Metode
Brainstorming metode putaran bebas

3.2.5 Media
a. Papan tulis

3.2.6 Rencana evaluasi


1. Lansia mampu memahami tentang penyakit osteoporosis
2. Bagi lansia yang bisa menjawab pertanyaan dari penyaji akan
diberikan reward atau hadiah
3. Terjadi peningkatan kualitas hidup pada lansia dengan osteoporosis
dalam jangka waktu 5 bulan

26
3.2.7 Jadwal Pelaksanaan
Promosi kesehatan dilakukan pada tanggal 16 November 2016 di Balai RW 4 Kelurahan Mulyorejo, Surabaya.
Rencana Waktu (bulan/minggu)
Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April
Sub Kegiatan I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV
Permohonan
kerjasama dengan
Puskesmas
Mulyorejo
Pembuatan SAP
Promosi kesehatan
metode
brainstorming
Pendidikan
kesehatan tentang
Osteoporosis
Evaluasi

27
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahunyang
di tandai dengan kegagalan mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stress fisiologis. Terjadi perubahan dari berbagai aspek pada lansia meliputi
perubahan fisik, kognitif, sosial, dan psikologis.
Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia berbeda dengan orang
dewasa.Masalah yang sering ditemui pada lansia adalah immobility (kurang
bergerak) dan instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh).
Hal ini menyebabkan lansia cenderung membatasi aktivitas. Aktivitas yang
turun mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Hal ini menjadi salah satu
pemicu terjadinya osteoporosis.
Osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai
sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009)
Pada metode Brainstorming akan dilakukan praktek teknik konferensi
dimana sebuah kelompok berupaya mencari solusi atas masalah tertentu
dengan menghimpun semua ide yang disumbangkan oleh para anggotanya
secara spontan. Brainstorming dikenal sebagai sebuah teknik untuk
mendapatkan ide-ide kreatif sebanyak-benyaknya dalam kelompok guna
mencari solusi dari sebuah permasalahan (Green, 2004)..

4.2 Saran
Mahasiswa Fakultas Keperawatan diharapkan mampu mengembangkan
konsep promosi kesehatan dengan metode brainstorming lebih mendalam
lagi, selain itu mahasiswa hendaknya mampu memberikan promosi kesehatan
pada kelompok lansia secara benar dan optimal sesuai dengan peran perawat
sebagai promotor kesehatan dan dengan metode yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

28
Amri, A.I., 2015. ASUPAN KALSIUM, VITAMIN C DAN KEJADIAN
KONSTIPASI PADA LANSIA DI PANTI WREDA BHAKTI DHARMA
SURAKARTA. pp.111. Available at:
http://eprints.ums.ac.id/38013/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf.
Ananingsih, E.S. dkk, 2013. Pengaruh Latihan Kegel Terhadap Perubahan
Inkontinensia Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai
Palembang Tahun 2013. Available at:
http://jurnal.poltekkespalembang.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/6-
Jurnal-Esti-Sri-Ananingsih.pdf.
David Minter dan Michael Reid. 2007. Lightning In A Bottle (Lightning
Innovation Strategy),terj. Haris Priyatno. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta.
Departemen Kesehatan RI.2003. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk
Tenaga Kesehatan. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ditjen
Binkesmas Depkes RI
Fatimah.(2010). Merawat Manusia Lanjut Usia. Jakarta: Trans Info Media
Hartati, S. dan C.G.W., 2010. Clock Drawing: Asesmen Untuk Demensia. Jurnal
Psikologi Undip, 7, pp.110. Available at: ejournal.undip.ac.id.
International Osteoporosis Foundation. The Asian Audit Epidemiology, Costs and
Burden of Osteoporosis in Asia 2009. Osteoporosis. 2009:1-60
Irawan, H., 2013. Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. Cermin Dunia
Kedokteran, 40(11), pp.815819. Available at:
http://kalbemed.com/Portals/6/06_210
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit
PT Bhuana Ilmu Populer.
Kathy Gunter. 2002. Healthy, Active Aging: Physical Activity Guidelines for
Older Adults. Oregon State University
Kunu Hanna Grietje dan Enny Prisillia Uneputty. Pengaruh Metode
Brainstroming Terhadap Hasil Belajar Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMA
Negeri 3 Ambon. Jurnal Penelitian Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa
Jerman FKIP Universitas Pattimura Ambon,2013. hlm.3

29
Luthfiyati N.A, Elah Nurlaela, Dian Usdiyana. 2013. Model Pembelajaran
Osborn. Bandung: Jurnal Penelitian
Maryam, R Siti dkk.2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Risnanto dan Uswatun Insani. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah: Sistem Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish
Roestiyah N.K. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Stanley, M., Blair, A.K,. Beare, P.G.2005.Gerontological Nursing Promoting
Successful Aging with Older Adults.Philadelphia: F.A. Davis Company
Sudjana, D. 2001. Metode & Metode Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah
Production
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126.
Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta. PT Gramedia
Pustaka Utama.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta:EGC

Lampiran 1
1. Latar Belakang
Osteoporosis salah satu penyakit degenerative yang sangat banyak
dijumpai, khususnya di daerah mulyorejo Surabaya. Panyakit osteoporosis
adalah tulang yang keropos atau penyakit yang mempunyai sifat khas berupa
massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur

30
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang ( Tandra, 2009). Di Kelurahan Mulyorejo, rata-rata
pendidikan terakhir masyarakatnya adalah SMP, sebagian besar dari mereka
meyakini bahwa penyakit osteoporosis merupakan penyakit yang timbul
karena faktor usia sehingga bagi mereka tidak ada hubungan antara konsumsi
vitamin atau kalsium dan jarang berolahraga dengan angka kejadian
osteoporosis. Keyakinan tersebut tidak dapat segera diluruskan karena ada
faktor yang mempengaruhi berupa masih jarang sekali penyuluhan yang
dilakukan petugas Puskesmas terkait dengan penyakit osteoporosis kepada
masyarakat di Kelurahan Mulyorejo.
Dari survey yang telah dilakukan di Puskesmas Mulyorejo terdapat jumlah
lansia dengan osteoporosis yang cukup tinggi. Dengan perbandingan 4 dari 10
lansia yang terkena penyakit osteoporosis. Di tahun 2016, di tiap bulannya
terdapat 1 penderita osteoporosis baru. Bahkan pada bulan juli 2016 terdapat 3
penderita osteoporosis baru. Tingginya angka osteoporosis di daerah tersebut
tidak lepas dari kurangnya pengetahuan masyarakatnya tentang osteoporosis
dan kesadaran akan bahaya dari osteoporosis.
Tingginya angka osteoporosis ini tidak disertai dengan adanya penyuluhan
mengenai osteoporosis. untuk itu, penulis ingin mengadakan promosi
kesehatan di daerah Mulyorejo dengan metode Brainstorming. Brainstorming
merupakan salah satu metode atau teknik mengajar yang digunakan untuk
mendapatkan ide-ide atau gagasan sebanyak mungkin dari peserta tentang
materi yang diajarkan. Peserta dituntut untuk lebih aktif dalam memecahkan
masalah yang diberikan oleh pemateri di dalam diskusi, dalam hal ini peserta
diminta untuk dapat mengemukakan setiap ide atau gagasannya yang
berkaitan dengan tema diskusi sehingga proses diskusi dapat berjalan dengan
lancar, baik, dan aktif.

2. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa: defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai osteoporosis
b. Tujuan Umum: Setelah mengikuti penyuluhan selama + 50 menit,
peserta dapat memahami tentang penyakit osteoporosis dengan
mengunakan metode brainstorming.
c. Tujuan Khusus:

31
1. Menjelaskan pengertian osteoporosis
2. Menyebutkan tanda dan gejala osteoporosis dengan benar
3. Menjelaskan penyebab dari osteoporosis
4. Menjelaskan pengobatan osteoporosis
5. Menjelaskan komplikasi osteoporosis

3. Rencana Kegiatan
a. Topik:
Osteoporosis
b. Metode:
Brainstorming
c. Media:
Papan tulis
d. Waktu:
Hari Sabtu , 28 Oktober 2016; Pukul 08.00-08.50 WIB
e. Tempat:
Posyandu Lansia Kelurahan Mulyorejo, Surabaya.
f. Strategi Pelaksanaan

No. Fase Waktu Kegiatan Penyaji Kegiatan Masyarakat


1. Orientasi 5 menit 1. Moderator 1. Menjawab salam
mengucapkan salam
dan memperkenalkan
2. Mendengarkan
diri
2. Menyampaikan tujuan tujuan dari
dan maksud dari kegiatan
3. Mendengarkan
kegiatan.
3. Menjelaskan kontrak kontrak waktu
waktu & mekanisme dan mekanisme
kegiatan. kegiatan
4. Menyebutkan materi
4. Mendengarkan
yang akan diberikan
materi
2. Kerja 30 menit 1. Pemberian informasi 1. Peserta
dan motivasi: mendengarkan
menjelaskan masalah dan
yang dihadapi yaitu memperhatikan
tentang osteoporosis
pada kelompok lansia
beserta latar
2. Peserta
belakangnya

32
2. Identifikasi: peserta menyampaikan
diundang untuk sumbang saran
memberikan sumbang pemikiran
saran pemikiran mengenai
sebanyak-banyaknya osteoporosis
mengenai osteoporosis pada kelompok
pada kelompok lansia. lansia
Semua saran
3. Peserta turut
ditampung
serta dalam
3. Klasifikasi:
mengklasifikasik
mengklasifikasikan
an hasil
berdasarkan kriteria
brainstorming
yang dibuat dan
4. Peserta turut
disepakati
serta dalam
4. Verifikasi: memverifikasi
memverifikasi hasil hasil
brainstorming dan brainstorming
meminta argumentasi
5. Peserta
peserta
mendengarkan
dan
5. Konklusi:
memperhatikan
menyimpulkan hasil
serta turut dalam
brainstorming dan
menyimpulkan
mengambil
hasil
kesepakatan untuk
brainstorming
pemecahan masalah
dan mengambil
yang paling tepat
kesepakatan
mengenai osteoporosis
mengenai
pada kelompok lansia
osteoporosis
pada kelompok
lansia

33
3. Terminasi 10 menit 1. Moderator 1. Peserta
menanyakan kembal menjawab
imateri yang telah pertanyaan yang
disampaikan diberikan
moderator
2. Penyaji menyimpulkan
2. Peserta
materi yang sudah
mendengarkan
disampaikan
kesimpulan
3. Mengucapkan salam materi yang
penutup disampaikan
3. Peserta
menjawab salam

Lampiran 2
SAP
Topik : Penyakit Osteoporosis pada Kelompok Lansia
Sasaran : Kelompok Lansia yang mengalami Osteoporosis
Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Oktober 2016
Tempat : Posyandu Lansia Kelurahan Mulyorejo, Surabaya.
Pelaksanan : Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Waktu : Pukul 08.00-08.50 WIB
I. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama + 50 menit, peserta dapat
memahami tentang penyakit osteoporosis dengan mengunakan metode
brainstorming.

II. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapat penyuluhan, peserta dapat:
6. Menjelaskan pengertian osteoporosis
7. Menyebutkan tanda dan gejala osteoporosis dengan benar
8. Menjelaskan penyebab dari osteoporosis
9. Menjelaskan pengobatan osteoporosis
10. Menjelaskan komplikasi osteoporosis
III. Materi
1. Pengertian dari osteoporosis
2. Tanda dan gejala dari osteoporosis
3. Penyebab osteoporosis
4. Pengobatan osteoporosis
5. Komplikasi dari osteoporosis

IV. Metode

34
Brainstorming
V. Media
Papan tulis
VI. Pengorganisasian
1. Moderator : AnisaRamadhani
2. Penyaji : AidaFitriyah
3. Notulen : FebyanaDwiCahyanti

VII. Job Description


1. Moderator
a. Mengatur jalannya kegiatan
b. Menyeting waktu kegiatan sesuai dengan rencana
c. Mengevaluasi pengetahuan peserta setelah kegiatan
2. Penyaji
a. Memberikan materi tentang Osteoporosis
3. Notulen
a. Mencatat sumbang saran pemikiran yang diberikan peserta
mengenai osteoporosis
b. Mencatat hasil dari kegiatan

VIII. Pelaksanaan
No. Tahap dan Kegiatan Pendidikan Kegiatan Peserta
waktu
1. 5 menit Petugas melakukan persiapan Peserta duduk di kursi yang
sebelum acara telah di sediakan
2. Pendahuluan 5 Pembukaan:
5. Moderator
menit 5. Menjawab salam
mengucapkan salam
dan memperkenalkan
diri 6. Mendengarkan
6. Menyampaikan tujuan
tujuan dari kegiatan
dan maksud dari 7. Mendengarkan
kegiatan. kontrak waktu dan
7. Menjelaskan kontrak
mekanisme kegiatan
waktu & mekanisme 8. Mendengarkan
kegiatan. materi
8. Menyebutkan materi
yang akan diberikan
3. Kegiatan inti Pelaksanaan:
6. Pemberian informasi 6. Peserta
30 menit
dan motivasi: mendengarkan dan

35
menjelaskan masalah memperhatikan
yang dihadapi yaitu
tentang osteoporosis
pada kelompok lansia
beserta latar 7. Peserta
belakangnya menyampaikan
7. Identifikasi: peserta
sumbang saran
diundang untuk
pemikiran mengenai
memberikan sumbang
osteoporosis pada
saran pemikiran
kelompok lansia
sebanyak-banyaknya
mengenai osteoporosis
pada kelompok lansia. 8. Peserta turut serta
Semua saran dalam
ditampung mengklasifikasikan
8. Klasifikasi:
hasil brainstorming
mengklasifikasikan
9. Peserta turut serta
berdasarkan kriteria
dalam memverifikasi
yang dibuat dan
hasil brainstorming
disepakati
9. Verifikasi:
10. Peserta
memverifikasi hasil
mendengarkan dan
brainstorming dan
memperhatikan serta
meminta argumentasi
turut dalam
peserta
menyimpulkan hasil
10. Konklusi:
brainstorming dan
menyimpulkan hasil
mengambil
brainstorming dan
kesepakatan
mengambil
mengenai
kesepakatan untuk
osteoporosis pada
pemecahan masalah
kelompok lansia
yang paling tepat
mengenai osteoporosis
pada kelompok lansia

36
4. Penutup 10 Evaluasi:
4. Moderator menanyakan 4. Peserta menjawab
menit
kembal imateri yang pertanyaan yang
telah disampaikan diberikan moderator
5. Penyaji menyimpulkan 5. Peserta
materi yang sudah mendengarkan
disampaikan kesimpulan materi
yang disampaikan
6. Mengucapkan salam
6. Peserta menjawab
penutup
salam

IX. Evaluasi
1. Kriteria struktur
a) Kontrak waktu dan tempat dilakukan 7 hari sebelum acara
dilaksanakan
b) Pembuatan SAP dan White board dilakukan 2 minggu sebelumnya
c) Peserta hadir ditempat yang telah ditentukan
d) Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan sebelum
dan saat penyuluhan dilaksanakan
2. Kriteria Proses
a) Peserta antusias terhadap materi kegiatan
b) Peserta mendengar dan memperhatikan pada saat kegiatan
c) Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan SAP
d) Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria Hasil
a) Peserta yang datang sejumlah 10 orang atau lebih
b) Acara dimulai tepat waktu
c) Audiensi mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah
dijelaskan
d) Peserta mampu menjawab dengan benar 75 % dari pertanyaan
penyaji

37
Lampiran 3
MATERI PENYULUHAN
OSTEOPOROSIS

1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos atau penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang ( Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health, osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang (Junaidi, 2007).

Gambar 1. Perbedaan Tulang Normal dan Tulang Osteoporosis


Sumber : www.themonitordaily.com

2. Tanda dan gejala dari osteoporosis


Lansia dengan osteoporosis akan mengeluh nyeri punggung kronis,
kelemahan otot, nyeri sendi, penurunan tinggi badan, dan penurunan
mobilitas.
b. Nyeri
Gejala awal tersering adalah nyeri pinggan tanpa tanda-
tanda sebelumnya, biasanya nyeri ini timbul sesudah mengangkat

38
barang berat. Sifat nyeri tersebut tajam atau seperti terbakar, yang
bertambah berat bila bergerak membungkuk, mengangkat beban
lebih berat, melompat, atau tanpa trauma sedikit pun. Keadaan ini
menunjukkan adanya fraktur kompresi pada korpus vertebra.
Vertebra yang paling sering terkena adalah T12 dan L1. Apabila
tulang sembuh,, nyeri akan hilang, apabila masih ada nyeri,
penyebabnya spasme otot pada vertebra.
c. Deformitas
Osteoporosis tidak menyebabkan deformitas pada
ekstremitas, kecuali bila ada fraktur. Deformitas kolumna
vertebratalis akan terjadi sesudah episode fraktur kompresi yang
berulang-ulang. Terkadang deformitas muncul tanpa ada nyeri
pinggang yang nyata. Deformitas tersebut meliputi:
1) Penurunan tinggi badan, adanya fraktur kompresi ini
menyebabkan tinggi bdan lansia dapat berkurang beberapa
sentimeter apabila proses tersebut mengenai beberapa korpus
vertebra.
2) Dorsal kifosis, kelainan ini muncul sebagai gejala khas
adanya proses osteoporosis spinal yang berlangsung lama.
Bila proses bertambah berat dan lama, kosta bawah dapat
bersentuhan dengan krista iliaka.
d. Fraktur
Fraktur patologis pada ekstremitas dapat menyebabkan
deformitas. Tempat yang paling sering terkena fraktur akibat
osteoporosis adalah kolum femoris dan radius distalis yang terjadi
karena jatuh. Hal ini dapat dimengerti karena pada lansia terjadi
penurunan reflex keseimbangan.
e. Kelemahan otot
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme kalsium dengan
cara menurunkan penyerapan kalsium pada saluran pencernaan dan
membuang kalsium melalui ginjal. Selain itu kortikosteroid juga
menurunkan produksi hormon reproduksi steroid, dan tentunya
hipogonadisme sendiri juga dapat memacu meningkatnya proses
resorpsi tulang. Terdapat pula efek samping miopati pada
penggunaan kortikosteroid, hal ini menyebabkan kelemahan otot

39
dan menjadi salah satu faktor meningkatnya risiko jatuh dan patah
tulang.

3. Penyebab Osteoporosis
Perkembangan osteoporosis sangat komplek meliputi factor-faktor nutrisi,
fisik, hormonal, dan genetic. Adapun tiga factor utama yang mempengaruhi
osteoporosis menurut Risnanto dan Uswatun Insani (2014) adalah:
a) Defisiensi Kalsium
Hal ini dapat disebabkan antara lain karena intake kalsium dalam
makanan yang tidak adekuat. Menurunnya kalsium ada hubungannya
dengan bertambahnya usia yaitu dengan berkurangnya absorpsi kalsium,
tidak adekuatnya intake vitamin D atau penggunaan obat-obat tertentu
missal oenggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama.
b) Kurangnya latihan yang teratur
Imobilisasi dapat menyebabkan proses menurunnya massa tulang.
Olahraga atau latihan yang teratur dapat mencegah penurunan massa
tulang. Tekanan-tekanan mekanis pada latihan akan membuat otor-otot
berkontraksi yang dapat merangsang formasi tulang.
c) Perbedaan jenis kelamin
Hormon-hormon reproduksi mempengaruhi kekuatan tulang. Pada
wanita postmenopouse, hormone-hormon reproduksi dan timbunan
kalsium tulang menurun dalam hal ini adalah esterogen.
d) Gangguan kelenjar endrokin
Selain tiga hal tersebut diatas, gangguan kalenjar endokrin dapat
menyebabkan osteoporosis antara lain: penyakit cushing, thyrotoxicosis,
atau hipersekresi kalenjar adrenal.

4. Pengobatan Osteoporosis
a. Latihan Fisik
Pengobatan osteoporosis pada lansia dapat dilakukan dengan
latihan fisik. Kekurangan latihan fisik dapat berpengaruh negative
pada kepadatan mineral tulang. Hal ini dikarenakan beban mekanik
yang hilang dapat menyebabkan kehilangan massa tulang. Hal ini
telah dibuktikan pada penelitian mengenai imobilisasi yang

40
berlangsung lama, keadaan tanpa beban/bebas dari gravitasi bumi dan
istirahat baring yang lama. Keepatan hilangnya massa tulang terutama
disebabkan oleh peningkatan resorpsi yang tidak diikuti dengan
pembentukan tulang. Kecepatannya berkisar 1-2% per minggu pada
istirahat baring yang lama atau astronaut dan 1-2% per tahun pada
wanita sesudah menopause.
Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan lansia
sebaiknya memenuhi kriteria FITT (frekuensi, intensity, time, type).
Frekuensi adalah seberapa sering aktivitas dilakukan, berapa hari
dalam satu minggu. Intensitas adalah seberapa keras suatu aktivitas
dilakukan. Biasanya diklasifikasikan menjadi intensitas rendah,
sedang, dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama suatu
aktivitas dilakukan dalam satu pertemuan, sedangkan jenis aktivitas
adalah jenis-jenis aktivitas fisik yang dilakukan.
Jenis-jenis aktivitas fisik pada lansia menurut Kathy (2002),
meliputi latihan aerobic, penguatan otot, fleksibilitas, dan latihan
keseimbangan. Seberapa banyak suatu latihan dilakukan tergantung
dari tujuan setiap individu, apakah untuk kemandirian, kesehatan,
kebugaran, atau untuk perbaikan kinerja.
1). Latihan aerobic
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik
setidaknya selama 30 menit pada intensitas sedang hamper
setiap hari dalam seminggu. Berpartisipasi dalam aktivitas
seperti berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah, dan
naik turun tangga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun disarankan
melakukan olahraga yang tidak terlalu membebani tulang,
seperti berjalan, latihan dalam air, bersepeda statis, dan
dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Bagi lansia yang
tidak terlatih harus mulai dengan intensitas rendah dan
peningkatan dilakukan secara individual berdasarkan toleransi
terhadap latihan fisik.

41
Olahraga yang bersifat aerobic adalah olahraga yang
membuat jantung dan paru bekerja lebih keras untuk memenuhi
meningkatnya kebutuhan oksigen, misalnya berjalan, berenang,
bersepeda, dan lain-lain. Latihan fisik dilakukan sekurangnya 30
menit dengan intensitas sedang, 5 hari dalam seminggu atau 20
menit dengan intensitas tinggi, 3 hari dalam seminggu, atau
kombinsi 20 menit intensitas tinggi 2 hari dalam seminggu dan
30 menit dengan intensitas sedang 2 hari dalam seminggu.
2). Latihan penguatan otot
Bagi lansia disarankan untuk menambah latihan
penguatan otot disamping latihan aerobic. Kebugaran otor
memungkinkan melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Latihan fisik untuk penguatan otot adalah aktivitas yang
memperkuat dan menyokong otot dan jaringan ikat. Latihan
dirancang supaya otot mampu membentuk kekuatan untuk
menggerakkan atau menahan beban, misalnya aktivitas yang
melawan gravitasi seperti gerakan berdiri dari kursi, ditahan
beberapa detik, berulang-ulang atau aktifitas dengan tahanan
tertentu misalnya latihan dengan tali elastic. Latihan penguatan
otot dilakukan setidaknya 2 hari dalam seminggu dengan
istirahat diantara sesi untuk masing-masing kelompok otor.
Intensitas untuk membentuk kekuatan otot menggunakan
tahanan atau beban dengan 10-12 repetisi untuk masing-masing
latihan. Intensitas latihan meningkat seiring dengan
meningkatnya kemampuan individu. Jumlah repetisi harus
ditingkatkan sebelum beban ditambah. Waktu yang dibutuhkan
adalah satu set latihan dengan 10-15 repetisi.
3). Latihan fleksibilitas dan keseimbangan
Kisaran sendi (ROM) yang memadai pada semua bagian
tubuh sangat penting untuk mempertahankan fungsi
musculoskeletal, keseimbangan dan kelincahan pada lansia.
Latihan fleksibilitas dirancang dengan melibatkan setiap sendi-
sendi utama (panggul, punggung, bahu, lutut, dan leher).

42
Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu
mempertahankan kisaran gerak sendi (ROM), yang diperlukan
untuk melakukan aktivitas fisik dan tugas sehari-hari secara
teratur. Latihan fleksibilitas disarankan dilakukan pada hari-hari
dilakukannya latihan aerobic dan penguatan otot atau 2-3 hari
per minggu. Latihan dengan melibatkan peregangan otot dan
sendi. Intensitas latihan dilakukan dengan memperhatikan rasa
tidak nyaman atau nyeri. Peregangan dilakukan 3-4 kali untuk
masing-masing tarikan dipertahankan 10-30 detik. Peregangan
dilakukan terutama pada kelompok otot-otot besar, dimulai dari
otot-otot kecil. Contoh: latihan yoga.
Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu
mencegah lansia jatuh. Lansia keseimbangan dilakukan
setidaknya 3 hari dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas
dilakukan pada intensitas rendah.
b. Atur gizi
Dalam hal makanan, terdapat dua unsur mineral dan vitamin yang
berfungsi untuk pembentukan tlang yaitu kalsium dan vitamin D.
kalsium berperan dalam menjaga kepadatan tulang agar tulang tidak
mudah keropos. Meskipun demiian, tidak berarti pula dibenarkan
mengonsumsi kalsium secara berlebihan. Kebutuhan kalsium tiap orang
berbeda tergantung pada usia dan kebutuhan kalsium manusia berkisar
1.000-1.300 mg/hari. Pada usia memasuki menopause, lebutuhan
kalsium bertambah. Makanan yang kaya akan kalsium seperti produk
susu, ikan, sayuran hijau, dan biji-bijian seperti susu kedelai, tahu,
tempe. Tetapi agar kalsium diserap oleh tubuh secara maksimal,
diperlukan vitamin D. karena itu jika tubuh tidak memilii cukup vitamin
D, tubuh tidak mampu menyerap kalsium dari makanan yang kita
makan. Akibatnya tubuh terpaksa mengambil kalsium dari tulang.
Vitamin D dapat diperoleh dari kulit yang terpapar sinar matahri pagi
serta berasal dari makanan seperti ikan laut, kuning telur, hati, dan juga
bisa dari suplemen vitamin D. meskipun demikian, tidak boleh
mengonsumsi vitamin D berlebihan karena dapat membahayakan

43
kesehatan. Dalam hal ini diperlukan konsultasi pada dokter maupun ahli
gizi (Anies, 2006).
c. Obat-obatan
Obat-obatan yang dipakai untuk mengobati osteoporosis adalah
obat untuk membantu pembentukan tulang seperti steroid anabolic dan
fluorida. Selain itu obat-obatan yang dipakai adalah kalsium,
bisofosfonat, kalsitonin yang berguna untuk menghambat resorpsi tulang
(Risnanto dan Uswatun Insani 2014).

5. Komplikasi Osteoporosis
International Osteoporosis Foundation (IOF) mencatat, fraktur
merupakan komplikasi tersering uuntuk penderita osteoporosis di seluruh
dunia. Keadaan ini secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi
produktivitas dan kualitas hidup seseorang. Fraktur tulang belakang, tulang
pinggul, pergelangan tangan, dan tulang bagian tungkai bawah merupakan
fraktur tersering yang di alami oleh penderita osteoporosis. Tercatat sekitar
40% penderita osteoporosis di seluruh dunia pada akhirnya mengalami
fraktur yang dipengaruhi beberapa faktor risiko seperti jenis kelamin, asupan
nutrisi, dan usia di atas 50 tahun. IOF juga memprediksi bahwa pada tahun
2050 sebanyak 50% kasus patah tulang yang disebabkan osteoporosis akan
terjadi di Asia.

44
Lampiran 4
DAFTAR HADIR PELAKSANAAN PENYULUHAN MAHASISWA
DI POSYANDU LANSIA KELURAHAN MULYOREJO SURABAYA
TANGGAL 28 OKTOBER 2016
No. Nama Alamat Ttd

DAFTAR PERTANYAAN PENYULUHAN MAHASISWA

45
DI POSYANDU LANSIA KELURAHAN MULYOREJO SURABAYA
TANGGAL 28 OKTOBER 2016
No Nama Pertanyaan Jawaban

46
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PENYULUHAN MAHASISWA
DI POSYANDU LANSIA KELURAHAN MULYOREJO SURABAYA
TANGGAL 28 OKTOBER 2016

Kriteria Struktur Kriteria Proses Kriteria Hasil


a. Kontrak waktu Pemnbukaan : a. Peserta antusias terhadap
dan tempat a. Mengucapkan salam dan materi penyuluhan ( )
diberikan 1 hari memperkenalkan diri ( ) b. Peserta mendengarkan dan
sebelum acara b. Menyampaikan tujuan dan maksud memperhatikan penyuluhan( )
dilakukan ( ) tujuan ( ) c. Peserta yang datang sejumlah
b. Pembuatan satuan c. Menjelaskan kontrak waktu dan lebih dari 10 orang ( )
acara penyuluhan mekanisme kegiatan ( ) d. Acara dimulai tepat waktu ( )
( ) d. Menyebutkan materi penyuluhan e. Peserta dapat megikuti
c. Peserta ditempat yang akan diberikan ( ) kegiatan sesui dengan aturan
yang telah Pelaksanaan : yang telah dijelaskan ( )
ditentukan ( ) a. Menggali pengetahuan dan f. Peserta mampu menjawab
d. Pengorganisasian pengalaman pasien mengenai dengan benar 75% dari
penyelenggaraan osteoporosis lansia ( ) pertanyaan penyuluh ( )
penyuluhan b. Menjelaskan tentang tanda dan g. Peserta mampu menjawab
dilakukan gejala osteoporosis ( ) dengan benar pertanyaan
sebelum dan saat c. Menjelaskan tentang pengobatan tentang osteoporosis ( )
penyuluhan osteoporosis ( )
dilaksanakan ( ) d. Menjelaskan komplikasi-
komplikasi pada osteoporosis ( )

47

Anda mungkin juga menyukai