Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2022

NAMA : Winda Pratiwi


NIM : 2111437936
TANGGAL : 20 Juni – 2 Juli 2022
MATERI : 1. Konsep lansia dan proses menua
2. Konsep Dasar Dermatitis

A. Konsep Lansia Dan Proses Menua


1. Latar belakang

Populasi lanjut usia atau lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun,
hal ini merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri pada masa abad 21 saat
ini, semakin meningkatnya populasi lansia secara otomatis semakin banyaknya
lansia yang membutuhkan perawatan. Lanjut usia merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap
manusia. Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara
biologis, psikososial, maupun spiritual. Pada lansia terjadi kemunduran dalam
berbagai fungsi organ tubuh dan kemampuan yang pernah dimilikinya secara
holistik. Hal ini berdampak pada tingginya prevalensi penyakit kronis tidak
menular yang dialami oleh lansia dan dapat mengancam kualitas hidup lansia.

Di antara tahun 2000–2050, perkiraan rasio populasi penduduk dunia


yang berumur 60 tahun ke atas diduga meningkat dari 605 juta sampai dua
miliyar dalam periode yang sama (Ortman, 2014). Perkiraan rasio penduduk
umur 60 ke atas tahun 2015-2035 Indonesia adalah pada 2015 8,49%, tahun
2020 dengan 9,99%, tahun 2025 dengan 11,83%, tahun 2030 dengan 13,82%
dan tahun 2035 dengan 15,77%. Provinsi dengan persentase penduduk 60
tahun ke atas yang paling besar urutan keempat pada tahun 2035 adalah Bali
18,07% (BPS Jakarta, 2013).

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), sesorang yang dikatakan


lanjut usia (lansia) meliputi usia pertengahan (middle age) dengan rentang usia
45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua
(old) antara 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
(Mubarak dkk, 2012). Kemenkes RI (2016) memberikan batasan lansia dengan
3 kategori yaitu Virilitas (prasenium) yang merupakan masa persiapan usia
lanjut yang menampakkan kematangan jiwa yakni dengan rentang usia 55
sampai 59 tahun, usia lanjut dini (senescen) yakni kelompok yang mulai
memasuki masa usia lanjut dini dengan rentang usia 60 sampai 64 tahun, dan
lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif yakni
dengan usia di atas 65 tahun (Fatmah, 2010).

Salah satu ciri khas dari lansia adalah mengalami beberapa gejala akibat
penuaan. Hasil penelitian Allen Brocklehurst adalah adanya klasifikasi
kumpulan gejala yang sering dikeluhkan oleh lansia dan/atau keluarganya yaitu
tujuh gejala yang dikenal sebagai "The Geriatric Giants" Salah satu keluhan
tersering pada. The Geriatric Giants adalah falls (jatuh). Kejadian jatuh bukan
suatu penyakit namun adalah suatu kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan
di usia lanjut. Jatuh adalah penyebab kedua kematian karena luka atau luka
tidak disengaja di seluruh dunia.

Setiap tahun, 424.000 orang meninggal karena jatuh secara global dan
80% adalah di Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Orang tua
berumur 65 tahun ke atas adalah penderita utama dari jatuh yang fatal. Setiap
tahunnya terjadi 37,3 juta jatuh yang cukup parah sampai orang membutuhkan
perhatian khusus secara medis (WHO, 2007). Angka prevalensi jatuh 2.5 %
lebih besar perempuan dibanding laki-laki. Lansia harus dicegah agar tidak
jatuh dengan cara mengidentifikasi faktor risiko. Pada prinsipnya, mencegah
terjadinya jatuh pada lansia sangat penting dan lebih utama daripada
mengobati.
Golongan di atas merupakan orang-orang yang mengalami pertambahan
usia dimana pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada
struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada
pada tubuh manusia. Proses ini menjadikan kemunduran fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelainan
di berbagai organ vital. Sedangkan kemunduran psikis terjadi peningkatan
sensitivitas emosional, menurunnya gairah, bertambahnya minat terhadap diri,
berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatnya minat terhadap
material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah hanya orientasi dan subyek
yang berbeda.

Kemunduran-kemunduran yang dialami oleh lansia berdampak pada


penyakit yang dideritanya. Beberapa penyakit yang ditemukan pada lansia
memiliki karakteristik tertentu yaitu penyakit yang sering multiple
(berhubungan satu sama lain), penyakit bersifat degenerative (sering
menimbulkan kecacatan), gejala sering tidak jelas yakni berkembang secara
perlahan), sering bersama-sama problem psikologis dan sosial, lansia sangat
peka terhadap penyakit infeksi akut, dan sering terjadi penyakit yang bersifat
iatrogenik (Mubarak, 2012).

Keperawatan gerontik adalah spesialis keperawatan lansia yang dapat


menjalankan perannya pada tiap peranan pelayanan dengan menggunakan
pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi
optimal lansia secara komprehensif. Menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau
sakit, tetapi proses perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas
kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan
geriatric giant. Lansia akan mengalami, yaitu Imobilisasi, Instabilitas (mudah
jatuh), Intelektualitas terganggu (dimensia), Isolasi (depresi), Inkontinensia,
Impotensi, Imunodefisiensi, Infeksi mudah terjadi, Impaksi (konstipasi),
Iatrogenesis (kesalahan diagnosis), Insomnia, Impairment (gangguan pada
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, komunikasi dan integritas
kulit ), dan Inaniation (malnutrisi).
Dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik atau lansia digunakan
pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,
intervensi dan implementasi serta evaluasi. Pengkajian merupakan tahap utama
yang kritikal dimana pada tahap ini seorang perawat mengambil informasi
secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Pengkajian
keluarga dengan lansia melibatkan upaya menetapkan kemampuan keluarga
berfungsi secara efektif dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa sehingga dapat dirumuskan
masalah kesehatan yang ada pada lansia. Setelah diagnosa keperawatan
ditegakkan maka perawat akan merumuskan rencana asuhan keperawatan yang
kemudian akan di implementasikan kepada lansia binaan.

2. Defenisi

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.


Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari
dan akan dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia mengalami
banyak perubahan baik secara biologis, psikososial, maupun spiritual. Dimana
terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi organ tubuh dan kemampuan yang
pernah dimilikinya secara holistik. Hal ini berdampak pada tingginya
prevalensi penyakit kronis tidak menular yang dialami oleh lansia dan dapat
mengancam kualitas hidup lansia.

Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang


berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya
menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin
membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut
usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan
mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya


merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau
menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

3. Batasan lansia
Populasi lansia merupakan kelompok yang heterogen, sehingga
dikelompokkan dengan karakteristik yang berdekatan. Eliopoulos (2005) dan
Touhy dan Jett (2012), dalam Nies & McEwen, 2019) menguraikan kategori
populasi lansia, yaitu sebagai berikut.
a. Lansia awal: usia 65-74 tahun.
b. Lansia pertengahan: usia 75 – 84 tahun.
c. Lansia tua atau akhir: usia 85 – 100 tahun.
d. Lansia elit: usia lebih dari 100 tahun.
Sedangkan WHO (2015) menetapkan kriteria baru dari usia lanjut (orang
tua), yaitu usia 80-99 tahun dan orang tua berusia panjang yaitu usia 100 tahun
ke atas. Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia (Kemenkes RI, 2016).

4. Ciri-ciri lansia
 Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

 Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.

 Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami


kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.

 Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung


mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki
harga diri yang rendah.

5. Tugas perkambangan lansia


Menurut dewi (2014), ada beberapa tugas perkembangan pada lansia yaitu:
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang semakin menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan yang baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau masyarakat
secara santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya

6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
sexual (Azizah dan Lilik M, 2011).

a. Perubahan biologis
Tabel 1: Perubahan Biologis atau Fisiologis Normal Lansia

PERUBAHAN RASIONAL
SISTEM

Integumen (Kulit):

o Kulit semakin Penurunan aktivitas kelenjar


kering sebasea dan cairan jaringan

o Tampak Pucat Penurunan vaskularisasi

o Semakin rapuh Berkurangnya ketebalan


dan mudah luka vaskularisasi dermis:
berkurangnya lemak sub
kutan

o Keriput dan Penurunan elastisitas kulit,


kendur secara peningkatan kekeringan,
progresif serta berkurangnya lemak
subkutan

o Bintik coklat Pengelompokan melanosit


(lentigo (perubahan pigmentasi)
senilus) pada
bagian tubuh
yang terbuka
(wajah, tangan,
lengan)

o Menurunnya Atrofi kelenjar (Penurunan


produksi jumlah dan fungsi kelenjar
keringat keringat)

o Penipisan pada Penurunan secara progresif


rambut kepala, sel pigmen akar rambut
pubis, dan
aksila serta
perubahan
warna
(memutih)

o Pertumbuha Peningkatan deposisi


n kuku yang kalsium
lambat dan
penebalan tepi
kuku

Respirasi (paru)

o Penurunan Penurunan elastisitas dan


kemampuan aktivitas silia
untuk batuk
atau
mengeluarkan
benda asing

o Penurunan Melemahnya otot thoraks,


ekspansi paru, proses kalsifikasi pada
ekshalasi kartilago (Peningkatan
kurang efektif, kekakuan dinding dada),
penurunan dilatasi akibat
kapasitas vital ketidakelastisan alveoli
dan
peningkatan
volume residu

o Pernafasan Penurunan distribusi dan


menjadi sulit difusi oksigen ke jaringan
dan pendek, guna mengganti kebutuhan
berat, cepat oksigen normal akibat
setelah penggunaan atau perubahan
melakukan yang terjadi pada jaringan
aktivitas yang respiratorik dan vaskuler.
berat

Neuromuskular

o Penurunan Berkurangnya serat otot


kecepatan dan
kekuatan
kontraksi otot
rangka

o Melambatnya Penurunan tonus otot dan


waktu reaksi kecepatan konduksi serabut
saraf

o Berkurangnya Dehidrasi dan Atrofi diskus


tinggi badan intervertebra
o Osteoporosis Dekalsifikasi atau
demineralisasi tulang

o Kekakuan sendi Pemburukan kartilago sendi


akibat perubahan sendi
degenerative

o Gangguan Penurunan koordinasi,


keseimbangan penurunan neorotransmiter,
penurunan konduksi impuls,
dan waktu reaksi otot

Sensori dan Persepsi

o Penurunan Degenerasi yang


ketajaman menimbulkan opasitas lensa
visual (katarak), penebalan lensa,
dan ketidakelastisan lensa
(presbiopia)

o Peningkatan Perubahan pada otot siliaris,


sensitivitas kekauan spingter pupil,
terhadap diameter pupil mengecil
cahaya dan
penurunan
kemampuan
untuk
menyesuaikan
dalam suasana
gelap

o Terbentuknya Deposit lemak


lingkaran
terang parsial
atau komplet di
sekeliling tepi
kornea (arkus
senilis)

o Kehilangan Perubahan struktur dan


pendengaran jaringan saraf pada telingan
secara progresif bagian dalam (presbikusis),
penebalan gendang telinga

o Penerapan Berkurangnya jumlah tunas


indra kecap pada lidah akibat
pengecapan, atrofi lidah
terutama
sensasi manis
pada ujung
lidah

o Penurunan Atrofi bulbus olfaktorius


indra pada bagian dasar otak
penciuman (bertanggung jawab untuk
persepsi penciuman)

o Peningkatan Kemungkinan terjadi


ambang batas perubahan pada konduksi
sensasi saraf dan neuron
terhadap nyeri,
sentuhan dan
suhu

Kardiovaskuler

o Penurunan Bertambahnya kekakuan dan


curah jantung ketebalan katub jantung
dan isi (menyebabkan penurunan
sekuncup, kemampuan
terutama saat pengisian/pengosongan);
aktivitas penurunan kekuatan
bertambah atau kontraksi
kebutuhan lebih
banyak dapat
mengakibatkan
akumulasi
darah di
ekstremitas dan
sesak nafas saat
beraktivitas
berat

o Arteri semakin Peningkatan deposit kalsium


kaku dan tidak dalam lapisan otot
elastic

o Peningkatan Ketidakelastisan arteri


tekanan darah sistemik dan peningkatan
sistolik dan tahanan perifer
diastolic

o Hipertensi Penurunan sensitivitas


ortostatik tekanan darah – pengaturan
baroreseptor

Gastrointestinal

o Waktu menelan Perubahan mekanisme


melambat menelan

o Kecenderungan Penurunan enzim


indigestif pencernaan secara bertahap,
meningkat penurunan pH lambung, dan
kecepatan absorbsi
melambat

o Kecenderungan Penurunan tonus usus,


konstipasi penurunan peristaltik usus
meningkat

Perkemihan

o Penurunan Penurunan jumlah nefron


kemampuan fungsional dan perubahan
filtrasi ginjal arteriosklerotik pada aliran
dan gangguan darah
fungsi ginjal

o Konsentrasi Penurunan fungsi tubulus


urin kurang
efektif

o Urgensi Pembesaran kelenjar prostat


berkemih dan pada pria; melemahnya
sering sfingter urinaria dan otot
berkemih penyokong kandung kemih
pada wanita

o Kecenderungan Penurunan kapasitas dan


mengompol di tonus kandung kemih
malam hari dan
retensi urine
residu

Genitalia

o Pembesaran Mekanisme pasti belum


prostat diketahui, kemungkinan
(benigna) pada perubahan endokrin
pria

o Perubahan Penurunan sekresi hormon


multiple pada wanita dan pH vagina lebih
wanita basa
(pelisutan dan
atropi vulva,
serviks, uterus,
tuba falopii,
dan ovarium,
penurunan
sekresi, dan
perubahan flora
vagina)

Sumber: (Eliopoulos, 2005; Stanley dan Beare, 2007; Potter dan


Perry, 2010)

b. Perubahan kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom) 8) Kinerja (Performance)
8) Motivasi
c. Kondisi kesehatan psikologis
Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran,
perasaan dan perilaku), jadi yang dimaksud dengan kondisi kesehatan
psikologis itu adalah kondisi individu atau seseorang sehat secara
pikiran, perasaan dan juga perilaku (Padila, 2013).Kondisi kesehatan
psikologis ini dapat ditinjau dari konsep diri seseorang.
1) Konsep diri
Konsep diri merupakan ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan
pendirian yang dapat diketahui oleh individu mengenai diri sendiri
dan mempengaruhi individu dalam berhubungan kepada orang lain
(Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).Menurut Yusuf et al., (2015), ada
beberapa komponen konsep diri diantaranya adalah:
2) Citra tubuh
Citra tubuh atau Gambaran diri adalah sikap individu terhadap
tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi penampilan,
potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2013).
3) Ideal diri
Ideal diri merupakan suatu persepsi seseorang tentang bagaimana ia
harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
4) Harga diri
Harga diri adalah suatu penilaian seseorang tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Dalami et al., 2009).
5) Peran
Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang
berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial,
dimana tiap individu mempunyai berbagai peran yang terintegrasi
dalam pola fungsi individu. Peran ini memberikan sarana untuk
berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk
menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti
(Dalami et al., 2009).
6) Identitas diri
Identitas diri merupakan kesadaran akan dirinya sendiri yang
bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari
semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Tarwoto
& Wartonah, 2010).

7. Maslah psikologis pada lansia


Menurut Maas, Buckwalter, Hardy, Tripp-Reimer, Titler dan Specht
(2011), ada beberapa masalah psikososial yang terjadi pada usia lanjut
yaitu:
1) Kecemasan (ansietas)
Menurut Direja (2011), kecemasan (ansietas) adalah kekhawatiran
yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan adanya
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Biasanya keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik.
2) Kehilangan
Menurut Yusuf et al., (2015), kehilangan merupakan suatu keadaan
individu mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada dan
dimiliki. Menurut Direja (2011), kehilangan adalah suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak
ada, baik terjadi sebagian ataupun keseluruhan.
3) Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan merupakan persepsi bahwa segala tindakannya
akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru
dirasakan (Direja, 2011).
4) Keputusasaan
Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif terus menerus,
dimana seseorang individu tidak melihat alternatif atau tersedia
pilihan pribadi untuk memecahkan masalah-masalah atau mencapai
apa yang diinginkan dan tidak dapat menggerakkan energi atas
namanya sendiri untuk menentapkan suatu tujuan (Direja, 2011).
5) Isolasi sosial
Menurut Yusuf et al. (2015), isolasi sosial adalah keadaan seseorang
mengalami penurunan atau bahkan individu tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya.
6) Harga diri rendah
Harga diri rendah adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang
lama.(Direja, 2011).
7) Depresi
Menurut Lubis (2016) depresi adalah suatu gangguan perasaan atau
afek yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/
gairah).

8. Aauhan Keperawatan pada Lansia


 PENGKAJIAN
Data awal yang perlu dikaji atau dikenal pada tahap penjajakan yang
pertama, meliputi:
a. Data umum yang terdiri dari nama, jenis kelamin, tanggal masuk,
umur, no. pendaftaran, alamat rumah, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan terakhir, pekerjaan.
b. Alasan kunjungan ke pelayanan kesehatan.
c. Riwayat kesehatan: masalah kesehatan yang pernah dialami dan
yang dirasakan saat ini.
d. Kebiasaan sehari-hari: aspek biologis: pola makan dan status nutrisi
(IMT), pola minum, pola tidur, aktifitas/latihan, pola eliminasi
(BAB/BAK), rekreasi.
e. Aktifitas sehari-hari: Indeks KATZ (Indeks kemandirian pada
aktifitas kehidupan sehari-hari).
f. Aspek psikologis: keadaan emosi, persepsi klien, konsep diri,
kemampuan adaptasi, mekanisme pertahanan diri, dan skala depresi
pada lansia (Yesavage).
g. Sosial: dukungan keluarga, hubungan antar keluarga, hubungan
dengan teman, hubungan dengan petugas panti, status
kognitif/mental dengan pemeriksaan status mental portable
(SINGKAT/SPMSQ) menurut Watson (2003).
h. Spiritual: pelaksanaan ibadah, keyakinan tentang kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik secara head to toe.
j. Informasi penunjang: diagnosa medis, laboratorium, dan terapi
medis.

 MASALAH KEPERAWATAN PADA LANSIA


a. Masalah keperawatan aktual
Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual) adalah clinical
judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien
terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan baik pada
individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Hal ini didukung oleh
batasan karakteristik kelompok data yang saling berhubungan.
Contoh:
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2) Gangguan pola nafas
3) Gangguan pola tidur
4) Disfungsi proses keluarga
5) Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.
b. Masalah keperawatan risiko atau risiko tinggi
Adalah clinical judgment yang menggambarkan kerentanan lansia
sebagai individu, keluarga, kelompok dan komunitas yang
memungkinkan berkembangnya suatu respon yang tidak diinginkan
klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupannya. Setiap label
dari diagnosis risiko diawali dengan frase: “risiko” (NANDA, 2014).
Contoh diagnosis risiko adalah:
1) Risiko kekurangan volume cairan
2) Risiko terjadinya infeksi
3) Risiko intoleran aktifitas
4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua
5) Risiko distress spiritual
c. Masalah keperawatan promosi kesehatan
Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan
keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk
mengaktualisasikan potensi kesehatan pada individu, keluarga,
kelompok atau komunitas. Respon dinyatakan dengan kesiapan
meningkatkan perilaku kesehatan yang spesifik dan dapat digunakan
pada seluruh status kesehatan. Setiap label diagnosis promosi
kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan meningkatkan”……
(NANDA, 2014). Contoh:
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi
3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan
keputusan
4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan
5) Kesiapan meningkatkan religiusitas
d. Masalah keperawatan sindrom
Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok
diagnosis keperawatan yang terjadi bersama, mengatasi masalah
secara bersama dan melalui intervensi yang sama. Sebagai contoh
adalah sindrom nyeri kronik menggambarkan sindrom diagnosis
nyeri kronik yang berdampak keluhan lainnya pada respon klien,
keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola tidur, isolasi
sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik. Kategori diagnosis
sindrom dapat berupa risiko atau masalah. Contoh:
1) Sindrom kelelahan lansia
2) Sindrom tidak berguna
3) Sindrom post trauma
4) Sindrom kekerasan.

 RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan individu
Setelah dirumuskan masalah keperawatan, dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan belum dapat
dirumuskan karena belum dilakukan pengkajian. Setelah
dilaksanakan pengkajian secara penuh dalam waktu 3x60 menit, maka
akan dilakukan analisa data terhadap masalah yang ditemukan. Setelah
muncul masalah keperawatan dilakukan penyusunan diagnosa
keperawatan yang akan diselesaikan dan ditentukan prioritas diagnosa
keperawatan.
2. Tujuan umum
Dalam waktu 60 menit terbina hubungan saling percaya antara
mahasiswa dengan lansia dan diperoleh data yang dapat menunjang
timbulnya masalah pada lansia sehingga bisa ditegakkan diagnosa
sampai melakukan implementasi keperawatan.

3. Tujuan khusus
a. Lansia menerima kunjungan mahasiswa dan terbina hubungan
saling percaya dalam 1 x 60 menit.
b. Lansia memberikan informasi masalah kesehatan yang dialami
lansia, status kemandirian lansia, status mental lansia, status
depresi lansia, pemeriksaan fisik.
c. Teridentifikasi masalah keperawatan pada lansia

 RANCANGAN KEGIATAN
1. Topik
Pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data yaitu
dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik.
3. Media
Media dan alat yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data
yaitu format pengkajian, alat tulis, nursing kit.
4. Waktu dan tempat
Waktu kunjungan dengan lansia binaan berlangsung yang dimulai dari
tahap pengkajian sampai dengan implementasi dan evaluasi selama
satu minggu dimulai dari senin s/d sabtu, tanggal 10-15 Januari 2021, di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Husnul Khotimah Provinsi Riau
Jl. Marpoyan.
5. Strategi pelaksanaan

Fase Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Lansia

Orientasi a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam


b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan

c. Menjelaskan tujuan c. Mendengarkan

d. Melakukan kontrak waktu dengan d. Menjawab


keluarga

e. Memvalidasi keadaan lansia


e. Menjawab

Kerja a. Melakukan pengkajian a. Menjawab


b. Melakukan pemeriksaan fisik
b. Mengikuti kegiatan
c. Mengidentifikasi masalah kesehatan
yang dialami lansia c. Mendengarkan dan
d. Memberikan reinforcement positif memperhatikan

d. Mendengarkan

Terminasi a. Membuat kontrak selanjutnya a. Menyepakati


kontrak
b. Mengucapkan salam
b. Menjawab salam

6. Kriteria evaluasi
a. Kriteria Struktur
1) Menyiapkan LP.
2) Menyiapkan alat bantu atau media.
3) Kontrak dengan lansia, tempat dan sesuai rencana.
b. Kriteria Proses
1) Pelaksanaan sesuai dengan waktu dan strategi pelaksanaan yang
telah ditetapkan.
2) Lansia aktif dalam kegiatan ners muda mulai dari pengkajian
sampai tahap implementasi.
c. Kriteria Hasil
Kriteria Presentase Pencapaian
1) Didapatkan data umum dan tahap 90 %
perkembangan lansia, kondisi fisik, psikologis,
kebiasaan sehari-hari dan pemeriksaan fisik
lansia
2) Teridentifikasi masalah kesehatan. 85 %
3) Diagnosa dan prioritas masalah kesehatan 100 %
dapat ditetapkan.
4) Rencana keperawatan keluarga dapat 90 %
dirumuskan.
5) Rencana keperawatan terlaksana 90 %
(implementasi).

B. Konsep Dasar Dermatitis

1. Pengertian Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit dengan morfologi khas namun


penyebabnya bervariasi. Kulit yang mengalami dermatitis memiliki ciri warna
kemerahan, bengkak, vesikel kecil berisi cairan, bersisik, mengalami
likenifikasi, menebal, retak, dan dapat berubah warna (Jeyaratnam& Koh
2010). Sedangkan menurut Susanti (2018), menyatakan dermatitis adalah
peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung
kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya pecah dan megeluarkan cairan.

Robinson dan Saputra (2014), mengatakan dermatitis adalah Peradangan


Kulit (epidermis dan dermis) Sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen
atau faktor endogen, Menimbulkan kelainan klinis berupa eflo-resensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal, Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya
beberapa (Oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.
Salah satu penyakitnya yaitu dermatitis kontak.

Dermatitis kontak yaitu dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi


yang menempel pada kulit. Dermatitis yang muncul dipicu oleh alergen
(penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat
atau detergen (Susanti, 2018). Dermatitis kontak merupakan reaksi inflamasi
kulit terhadap unsur-unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami
kerusakan akibat iritasi fisik dan kimiayang berulang-ulang. Dermatitis kontak
dapat berupa iritan-primer dimana reaksi non alergik terjadi akibat pajanan
terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak alergi) yang
disebabkan oleh pajanan sensitif terhadap alergen kontak (Muttaqin &Sari,
2011).

2. Etiologi
Penyebab Dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), Misalnya bahan
Kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),
“Mikro- organisme (bakteri, jamur): dapat pula dari dalam (endogen),
Misalnya dermatitis atopik (Robinson & Saputra, 2014). Sejumlah kondisi
kesehatan seperti alergi, faktor genetik, fisik, stress, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim, Masing-masing jenis eksim biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Seringkali kulit pecah-pecah dan meradang yang disebabkan
eksim menjadi infeksi (Susanti, 2018).
Czarnobilska (2009) dalam Murlistyarini dkk (2018) mengatakan,
Dermatitis kontak alergi merupakan penyakit kulit kronis yang hampir selalu
dipicu oleh alergen berupa molekul kimia dengan berat molekul kurang dari
500 dalton, tidak bermuatan Listrik (Uncharged), dan hidrofilik yang disebut
hapten. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap, dan dapat berpenetrasi
melalui sawar kulit karena ukurannya yang kecil. Hapten yang sering terdapat
di Lingkungan adalah Trinitrophenyl (TNP), ion logam berat seperti nikel dan
tembaga, Obat-obatan seperti beta-lactams dan bahan-bahan alam seperti
Uroshiol yang berasal dari poisonivy, Sampai saat ini terdapat lebih dari 3700
bahan kimia eksogen peneyebab dermatitis kontak alergi. (Kalish, 1994 dalam
Murlistyarini dkk, 2018).

Penelitian yang dilakukan Afifah (2012), menyebutkan Penyebab


dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (< 1.000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,
disebut Hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Ada lebih
dari 3.700 jenis bahan Kimia eksogen yang diketahui dapat memicu terjadinya
reaksi hipersensitifitas tipe IV ini pada dermatitis Kontak Alergi.

Maharani (2015), mengatakan penyebab dermatitis kontak alergik karena


adanya kontak yang terjadi antara kulit dengan senyawa alergenik dan reaksi
kekebalan tertunda sehingga kulit meradang dalam dua hari sejak kontak
terjadi. senyawa tersebut dapat berasal dari parfum, jelatang, pengawet,
kosmetik, pewarna dan metal.

3. Patofisiologi
Zat alergen atau zat iritan masuk kedalam kulit kemudian meyebabkan
hipersensitivitas pada kulit. Bahan iritan tersebut merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, dan mengubah gaya ikat air pada kulit. Masa inkubasi
sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari,
sedangkan masa reaksi setelah terkena berikutnya adalah 12-48 jam (Puspasari,
2018).
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-
mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatitis kontak alergi
sangat tipis yaitu, dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada
dua jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami
kontak berulang-ulang (Susanti, 2018)Pada dermatitis kontak alergi, ada dua
fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi
dermatitis ini yaitu:

1). Fase sensitisasi (yang juga dikenal sebagai fase aferen atau fase
induksi). Fase ini terjadi saat Kulit terpapar pertama kali dengan hapten dan
menyebabkan pembentukan sel T yang spesifik terhadap hapten tersebut di
Limfonodi. Selanjutnya Sel T ini berpindah kembali ke lapisan Kulit.
Kemampuan hapten untuk menginduksi sensitisasi dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu melalui kemampuan pro- inflamasinya, hapten mengaktivasi sistem imun
innate kulit dan menghantarkan sinyal yang menyebabkan migrasi dan
maturasi sel dendritik. Melalui ikatan hapten dengan residu asam amino yang
membentuk protein dan menyebabkan ekspresi faktor penentu antigenic yang
baru. Protein yang mengandung hapten dihasilkan oleh sel dendritic dan
diekspresikan sebagai peptida pada MHC kelas 1 dan kelas II di permukaan
sel. Sel dendritik yang mengandung hapten bermigrasi dari kulit ke limfonodi
regional menginduksi terjadi proliferasi sel T dan Migrasi sel T keluar dari
limfomodi ke pembuluh darah dan masuk sikulasi. Fase sensitilasi ini
berlangsung sekitar 10-15 hari dan tidak menimbulkan manifestasi klinis
apapun.

2). Fase elisitasi (yang juga dikenal sebagai fase eferen atau challenge
phase). Paparan hapten yang serupa pada individu yang telah tersentilisasi
dapat menimbulkan reaksi antara 24-72 jam setelah paparan. Hapten yang
terpapar berdisfusi ke kulit dan ditangkap oleh sel Imunokompeten yang
mengekspresikan MHC kelas 1 dan II. Selanjutnya terjadi aktifasi sel T
spesifik di lapisan dermis dan epidermis sehingga menyebabkan tercetusnya
proses Imflamasi yang bertanggung jawab pada munculnya lesi kulit
(Murlistyarini, 2018)
4. Manifestasi Klinis

Menurut penelitian Afifah (2012), Gejala Klinis pada umumnya


penderita dermatitis kontak alergi ini adalah gatal, Kelainan kulit yang timbul
bergantung pada keparahan dermatitis dan lokasinya. Wujud kelainan kulit
yang timbul dibagi menjadi: a). Fase akut: dimulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikal, vesikel atau bul.
Vesikel atau bula ini dapat pecah sehingga menjadi erosi dan terdapat eksudasi
(basah), bila menjadi kering akan timbul krusta. b). Fase kronis: Kulit terlihat
kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin terbentuk fisur,
batasannya tidak jelas, dapat pula terjadi hiperpigmentasi.

Tanda-tanda yang ditimbulkan pada radang akut adalah pruritus, Selain


itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), Kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit. Biasanya batas kelainan tidak
terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak atau berturut-turut.
Pada permulaan eritema dan edema, edema sangat jelas pada kulit yang
longgar misalnya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetalia eksterna.
Infiltrasi biasanya terdiri atas papul. Pada dermatitis madidans (basah) terdapat
eksudasi, terdapat vesikel-vesikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika
disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti bila gelembung-gelembung
mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. pada
stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik (Susanti, 2018).

Manifestasi klinis Dermatitis Kontak alergi bervariasi tergantung durasi


terjadinya penyakit dan bagian tubuh yang terkena, berupa munculnya berbagai
macam wujud kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikel. Berdasarkan
durasi terjadinya penyakit, Dermatitis Kontak alergi dibedakan menjadi bentuk
akut, sub akut, dan kronis. Bentuk akut ditandai dengan eritem, edema, vesikel
dan bula yang berisi cairan jernih yang mengeluarkan serum bila pecah, dan
mengering menjadi krusta. Bentuk subakut mempunyai ujud kelainan kulit
terutama berupa papul dan ekskoriasi, sedangkan eritem,edema dan krusta
masih dapat dijumpai meskipun tidak sejelas pada bentuk akut. Bentuk Kronik
ditandai dengan likenifikasi, skuama, fisura, dan ekskoriasi. Manifestasi Klinis
yang bervariasi disebabkan oleh potensi yang alergen dan kulit individu
berbeda satu dengan yang lain. Bagian tubuh yang terkena memberikan ujud
kelainan kulit yang terjadi, misalnya dermatitis kontak akut pada kulit yang
tipis seperti palpebra, mukosa dan genital didominasi oleh edema dan eritem
(Cohen & Sharon, 2008 dalam Murlistyarini, 2018)

5. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi


penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.

 Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan pada dermatitis


kontak iritan dan kontak alergi. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan detergen.

 Pengobatan

 Pengobatan topikal, obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan


prinsip-prinsip umum, pengobatan dermatitis yaitu bila basah
diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi
kering. Makin akut penyakit, makin rendah presentase bahan aktif.
Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, krim atau
pasta, bila kering didalam diberi salep.

 Pengobatan sistemik, ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan


edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik. Jenis-jenis nya adalah:

- Antihistamin, maksud dari pemberian antihistamin adalah


untuk memperoleh efek sedatifnya.
- Kortikosteroid, diberikan pada kasus yang sedang atau
berat, secara peroral, intramuscular atau intravena. Pilihan
terbaik adalah prednison dan prednisolon.

- Siklosporin, diberikan untuk menghambat fungsi sel T


penolong dan penghambat produksi sitokin (Susanti, 2018).

Saint dan Mezard (2004) dalam Murlistyarini dkk (2018) mengatakan,


penatalaksanaan penyakit dermatitis Kontak alergi ada 3 macam, yaitu:

 Prinsip terapi, Terapi etiologikdermatitik kontak alergi adalah


mengeliminasi alergen kontak, Pasien harus diberikan Informasi yang
adekuat tentang identitas agen penyebab dan sumber sensitizer. Substansi
yang memungkinkan cross reaction harus segera diidentifikasi.

 Terapi medikamentosa, Kostikosteroid topikaldigunakan untuk lesi stadium


akut dengan pemilihan vehikulum dan potensi yang disesuaikan dengan
kondisi lesi pada kulit. Pada dermatitis lain juga dapat dilakukan terapi
medikamentosa:

- Kostikosteroid topikal, Kostikeroid topikal efektif aman bila digunakan


dengan tepat dan dibawah pengawasan yang adekuat.
- Inhibitor kalsineurin topikal, Merupakan terapi lini kedua untuk jangka
pendekdan pengobatan intermiten D.A pada kasus dimana terapi
kostikosteroid topikal merupakan kontra indikasi.
- Kompres Merupakan komponen yang pnting pada terapi flare dermatitis
berat.
- Antibiotika Pada pasien dengan dermatitis sedang sampai berat dengan
disertai kondisi dermatitis yang basah, terdapatnya tanda infeksi yang
nyata perlu menjadi perhatian yang serius.
- Antihistamin, Memberikan manfaat klinis pada kondisi D.A yang
disertai dengan demografisme, rhinitis alergika dan asma bronkial.
- Terapi sistemik, Diberikan untuk kondisi D.A yang refrakter dan
dengan pemberian modalitas terapi lain.
- Fototerapi Menggunakan UVB dapat diberikan pada kasus D.A kronis
dan sebagai terapi pemeliharaan.
 Memberikan edukasi terapi non medikamentosakepada pasien tentang bahan
iritan penyebab dan cara untuk meminimalisir atau menghindari bahan
penyebab.

Perawatan yang dilakukan kepada pasien dermatitis adalah


membersihkan kulit yang terinfeksi dengan air hangat serta memberi tahu
pasien agar menghindari pemakaian sabun dan detergen sebelum terjadi
kesembuhan. Perawatan lain yang dapat dilakukan adalah mandi dengan
larutan yang mengandung obat yang telah diresepkan untuk dermatitis dengan
daerah-daerah lesi yang lebih luas (Muttaqin & Sari, 2011).

2. Asuhan Keperawatan Dermatitis

 PENGKAJIAN

Pengkajian dibuat untuk mendapatkan informasi tentang waktu dan


durasi dermatitis yang dialami oleh lansia, serta adanya pengkajian tentang
gaya hidup. Termasuk asupan nutrisi dan faktor psikologi seperti stress.
Adanya riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini dan
masa lalu, adanya nyeri yang dirasakan pada anggota tubuh yang terkena
dermatitis.

a. Data umum

1) Identitas lansia (nama, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan,


tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, keluarga yang bisa
dihubungi).

2) Komposisi keluarga lansia (daftar anggota keluarga dan genogram).

3) Suku bangsa identifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait


dengan masalah dermatitis yang dialami oleh lansia

4) Agama: kaji agama yang dianut oleh lansia serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan lansia.

5) Status sosial ekonomi: tentukan pendapatanlansia, serta kebutuhan


dan kemampuan lansia.

6) Aktifitas rekreasi lansia: identifikasi kapan lansia pergi bersama


ketempat rekreasi, rekreasi dirumah (menonton tv, dan
mendengarkan radio).

b. Riwayat kesehatan sekarang

a) Keluhan utama

Keluhan utama yang biasanya dirasakan oleh lansia yang


mengalami dermatitis yaitu : biasanya lansia mengeluhkan rasa
gatal dan nyeri apabila dermatitis sudah akut.

b) Keluhan saat dilakukan pengkajian

Keluhan yang dialami lansia saat dilakukan pengkajian


biasanya lansia mengeluh rasa tidak nyaman dan rasa gatal
yang sangat mengganggu.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Berkaitan dengan kebiasaan pola hidup serta bagaimana


kesehatan lansia dimasa lalu dan penyakit apakah yang pernah
dirasakan oleh lansia di waktu dulu (biasanya dalam rentang
waktu 6 bulan sampai 3 tahun terakhir). Yang berkaitan
dengan dermatitis yang dialami lansia saat ini, biasanya lansia
yng mengalami dermatitis, pola hidup di masa lalunya sering
terpapar dengan detergen dan zat kimia yang dapat
menimbulkan terjadinya dermatitis.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Berkaitan dengan riwayat kesehatan keluarga masing-masing,


status kesehatan keluarga, serta adakah keluarga lansia yang
memiliki riwayat penyakit keturunan yang dapat
mempengaruhi status kesehatan lansia.

e. Lingkungan
 Karakteristik tempat tinggal
Luas, tipe rumah, penataan kamar, kebersihan kamar, keadaan
kamar mandi, sarana eliminasi, dan sarana air bersih yang
dapat mempengaruhi lansia tersebut.
 Perkumpulan lansia dan interaksi
Bagaimana interaksi sesama lansia, dan adakah lansia
mengikuti program yang ada di PSTW terutama program
kesehatan.
 Sistem pendukung lansia
Adanya sarana dan prasarana yang mendukung kesehatan baik
rohani maupun jasmani lansia serta adanya fasilitas sosial
interaksi lansia dengan masyarakat.
f. Pola kebiasaan sehari-hari

Identifikasi rutinitas yang dilakukan oleh lansia seperti pola


kebersihan, riwayat olahraga dan aktivitas fisik yang dapat
dilakukan lansia sehari-hari. adanya pemantauan pola
eliminasi, termasuk frekuensi dan waktu defekasi dalam sehari,
pengkonsumsian obat-obatan, status emosional lansia, dan pola
nutrisi yang di konsumsi lansia.

g. Personal higiene

Identifikasi lansia berapa kali mandi dalam sehari, apakah


mandi menggunakan sabun atau tidak, berapa lama mandi, ada
melakukan kebersihan gigi atau tidak

h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada lansia yang mengalami dermatitis
berfokus kepada :

a) Pernafasan

Pengkajian meliputi bentuk dada, adanya suara nafas


tambahan atau tidak gejala yang dapat timbul keluhan
sesak nafas, perubahan pola nafas saat melakukan
aktivitas.
b) Tekanan darah

Pengkajian meliputi dengan pengukuran tekanan darah


nadi perifer teraba, irama jantung dalam keadaan normal,
tidak ada distensi vena jugularis, biasanya tidak ada
gejala yang timbul
c) Kulit

Pengkajian meliputi melihat tanda dan gejala pada kulit


biasanya ada bercak-bercak warna merah yang bersisik,
bintik-bintik berwarna merah dan bersisik, turgor kulit
buruk, gejala yang timbul biasanya rasa gatal yang sering
hilang timbul, sering timbul pada saat santai atau sedang
tidur, rasa gatal yang digaruk akan menambah berat rasa
gatal.
i. Harapan lansia

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan lansia


terhadap petugas kesehatan yang ada berkaitan dengan
gangguan dermatitis yang di alami oleh lansia.

j. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

a) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit,


protein total, albumin, globulin
b) Urin : pemeriksaan histopatologi (Susanti, 2018).

Pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran khas untuk


diagnostik karena gambara histopatologiknya dapat juga
terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.

 PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan biasanya dirumuskan berdasarkan masalah yang


didapat pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan
berhubungan dengan etiologi yang berasal dari pengkajian. Diagnosa yang
muncul pada penyakit Dermatitis yaitu:

1. Gangguan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi akibat lesi pada


kulit

2. Gangguan rasa nyaman b/d reaksi peradangan

3. Resiko infeksi b/d peningkatan paparan organisme


pathogen lingkungan
4. Gangguan citra tubuh b/d Perubahan fungsi tubuh (karena penyakit)

 PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Perencanaan asuhan keperawatan gerontik yang diberikan untuk


masalah yang sedang dialami oleh lansia, dengan tujuan untuk mencapai
kriteria hasil yang telah ditentukan berdasarkan tindakan keperawatan
yang dilakukan.

 INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI

1. Kerusakan Tujuan dan kriteria hasil : Perawatan integritas kulit


integritas
kulit b/d Setelah dilakukan asuhan Observasi
perubahan keperawatan 3x 24 jam
integritas kulit membaik - Identifikasi penyebab
sirkulasi gangguan integritas kulit (mis.
akibat lesi secara optimal.
perubahan sirkulasi, perubahan
pada kulit Kriteria hasil : status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan
- Integritas kulit yang ekstrem, penggunaan
baik bisa dipertahankan mobilitas)
- Tidak ada luka/lesi pada Terapiutik
kulit - Gunakan produk berbahan
- Menunjukkan petrolium atau minyak pada
pemahaman dalam kulit kering
proses perbaikan kulit - Gunakan produk berbahan
dan mencegah ringan/alami dan hipoalergik
terjadinya cedera pada kulit sensitif
berulang - Hindari produk berbahan dasar
- Mampu melindungi alkohol pada kulit kering
kulit dan Edukasi
mempertahankan - Anjurkan menggunakan
kelembaban kulit dan pelembab (mis. lotion, serum)
perawatan alami - Anjurkan minum air yang
- Menunjukkan terjadinya cukup
proses penyembuhan - Anjurkan meningkatkan
luka asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
2. Gangguan Tujuan dan kriteria hasil : Terapi Relaksasi
rasa nyaman Observasi
b/d reaksi Setelah dilakukan asuhan - Identifikasi teknik relaksasi yang
keperawatan 3x 24 jam rasa pernah efektif digunakan
peradangan
nyaman meningkat. - Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
Kriteria hasil : teknik sebelumnya
- Monitor respon terhadap terapi
- Keluhan tidak nyaman relaksasi
menurun Terapeutik
- Gelisah menurun - Ciptakan lingkungan tenang dan
- Rasa gatal menurun tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan.
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. musik, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih.
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

3. Resiko Tujuan dan kriteria hasil : Pencegahan Infeksi


infeksi b/d Observasi
peningkatan Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x 24 jam - Monitor tanda dan gejala
paparan infeksi lokal dan sistematik
organisme tingkat infeksi menurun
Terapeutik
pathogen Kriteria hasil :
lingkungan - Berikan perawatan kulit pada
- Tidak ada demam area dermatitis
- Tidak ada kemerahan - Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan area
tidak ada nyeri dan
luka.
bengkak - Pertahankan teknik aseptik
- Sel darah putih normal pada area beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
- Anjurkan memperhatikan
asupan nutrisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat, jika perlu

Manajemen Lingkungan
Observasi

- Identifikasi keamanan dan


kenyamanan lingkungan
Terapeutik

- Atur posisi furniture dengan


rapi dan terjangkau
- Atur suhu lingkungan yang
sesuai
- Sediakan ruang berjalan yang
cukup dan aman
- Sediakan tempat tidur dan
lingkungan yang bersih dan
nyaman
- Sediakan pewangi ruangan,
Jika perlu
- Hindari pandangan langsung
ke kamar mandi, toilet, atau
peralatan untuk eliminasi
- Ganti pakaian secara berkala
- Hindari paparan langsung
dengan cahaya matahari dan
cahaya yang tidak perlu
- Pertahankan konsistensi
kunjungan tenaga kesehatan
Edukasi

- Jelaskan cara membuat


lingkungan rumah yang aman
4. Gangguan Tujuan dan kriteria hasil : Promosi Citra Tubuh
citra tubuh Observasi
b/d Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x 24 jam - Identifikasi harapan citra tubuh
perubahan berdasarkan tahap perkembangan
fungsi tubuh Persepsi tentang penampilan,
- Identifikasi budaya, agama, jenis
(karena struktur, dan fungsi fisik
kelamin, dan umur terkait citra
penyakit) individu meningkat tubuh
- Identifikasi perubahan citra tubuh
Kriteria hasil :
yang mengakibatkan isolasi sosial
- Tidak menyembunyikan - Monitor frekuensi pernyataan
kritik terhadap diri sendiri
bagian tubuh berlebihan
- Monitor apakah pasien bisa
- Verbalisasi perasaan melihat bagian tubuh yang
negatif tentang berubah
perubahan tubuh Terapeutik
munurun - Diskusikan perubahan tubuh
- Verbalisasi - Diskusikan perbedaan
kekhawatiran pada penampilan fisik terhadap harga
diri
penolakan/ reaksi orang
- Diskusikan kondisi stress yang
lain menurun mempengaruhi citra tubuh (mis.
- Verbalisasi perubahan luka penyakit, pembedahan)
gaya hidup menurun - Diskusikan persepsi pasien
tentang perubahan citra tubuh
Edukasi

- Jelaskan tentang perawatan


perubahan citra tubuh
- Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra
tubuhLatih pengungkapan
kemampuan diri kepada orang
lain
 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan


mendokumentasikan tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi (Kozier, B., Erb, G., Berman,
A., & Snyder, 2010).

 EVALUASI KEPERAWATAN

Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan


tahap yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang
didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,
2010).
DAFTAR PUSTAKA

Afifah. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak


Akibat Kerja Pada Karyawan Binatul, 1–62.
Damanik, S, M., &Hasian (2019). Modul bahan ajar keperawatan gerontik. Jakarta:
Universitas Kristen Indonesia
Dewi, S. R. (2014). Buku ajar keperawatan gerontik Ed I.Yogjakarta: Deepublish.
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Kemenkes RI. (2016). Situasi lanjut usia (lansia) di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Kholifah, S, N. (2016). Keperawatan gerontik. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Maharani. (2015). Penyakit kulit, Perawatan, Pencegahan & Pengobatan (1st ed.).
Yogyakarta: Pustaka Baru press.
Murlistyarini, dkk. (2018). Intisari Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin (1st ed.).Malang: UB
Press. Retrieved from http://www.ubpress.ub.ac.id
Muttaqin & sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen (1st ed.). Jakarta:
Salemba Medika. Retrieved from http://www.penerbitsalemba.com
Potter. P.A & Perry, A.G. (2010). Fundamental of nursing: Fundamental keperawatan. Edisi 7.
Jakarta: Salemba Medika
Puspasari (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen.
Yogyakarta: Pustaka Baru press.
Robinson & Saputra (2014). Buku Ajar Visual Nursing (Medikal-Bedah).(2nd ed.). Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara.
Stanley, M., Blair, K.A., and Beare, P.G. (2005). Gerontological nursing: Promoting
successful aging with older adults. Philadelphia: F.A Davis Company.
Susanti. (2018). Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pasien
Gangguan Sistem Integumen (1st ed.). Sidoarjo: Indomedia Pustaka. Retrieved from
www.indomediapustaka.com

Anda mungkin juga menyukai