Populasi lanjut usia atau lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun,
hal ini merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri pada masa abad 21 saat
ini, semakin meningkatnya populasi lansia secara otomatis semakin banyaknya
lansia yang membutuhkan perawatan. Lanjut usia merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap
manusia. Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara
biologis, psikososial, maupun spiritual. Pada lansia terjadi kemunduran dalam
berbagai fungsi organ tubuh dan kemampuan yang pernah dimilikinya secara
holistik. Hal ini berdampak pada tingginya prevalensi penyakit kronis tidak
menular yang dialami oleh lansia dan dapat mengancam kualitas hidup lansia.
Salah satu ciri khas dari lansia adalah mengalami beberapa gejala akibat
penuaan. Hasil penelitian Allen Brocklehurst adalah adanya klasifikasi
kumpulan gejala yang sering dikeluhkan oleh lansia dan/atau keluarganya yaitu
tujuh gejala yang dikenal sebagai "The Geriatric Giants" Salah satu keluhan
tersering pada. The Geriatric Giants adalah falls (jatuh). Kejadian jatuh bukan
suatu penyakit namun adalah suatu kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan
di usia lanjut. Jatuh adalah penyebab kedua kematian karena luka atau luka
tidak disengaja di seluruh dunia.
Setiap tahun, 424.000 orang meninggal karena jatuh secara global dan
80% adalah di Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Orang tua
berumur 65 tahun ke atas adalah penderita utama dari jatuh yang fatal. Setiap
tahunnya terjadi 37,3 juta jatuh yang cukup parah sampai orang membutuhkan
perhatian khusus secara medis (WHO, 2007). Angka prevalensi jatuh 2.5 %
lebih besar perempuan dibanding laki-laki. Lansia harus dicegah agar tidak
jatuh dengan cara mengidentifikasi faktor risiko. Pada prinsipnya, mencegah
terjadinya jatuh pada lansia sangat penting dan lebih utama daripada
mengobati.
Golongan di atas merupakan orang-orang yang mengalami pertambahan
usia dimana pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada
struktur dan fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada
pada tubuh manusia. Proses ini menjadikan kemunduran fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelainan
di berbagai organ vital. Sedangkan kemunduran psikis terjadi peningkatan
sensitivitas emosional, menurunnya gairah, bertambahnya minat terhadap diri,
berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatnya minat terhadap
material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah hanya orientasi dan subyek
yang berbeda.
2. Defenisi
3. Batasan lansia
Populasi lansia merupakan kelompok yang heterogen, sehingga
dikelompokkan dengan karakteristik yang berdekatan. Eliopoulos (2005) dan
Touhy dan Jett (2012), dalam Nies & McEwen, 2019) menguraikan kategori
populasi lansia, yaitu sebagai berikut.
a. Lansia awal: usia 65-74 tahun.
b. Lansia pertengahan: usia 75 – 84 tahun.
c. Lansia tua atau akhir: usia 85 – 100 tahun.
d. Lansia elit: usia lebih dari 100 tahun.
Sedangkan WHO (2015) menetapkan kriteria baru dari usia lanjut (orang
tua), yaitu usia 80-99 tahun dan orang tua berusia panjang yaitu usia 100 tahun
ke atas. Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia (Kemenkes RI, 2016).
4. Ciri-ciri lansia
Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.
a. Perubahan biologis
Tabel 1: Perubahan Biologis atau Fisiologis Normal Lansia
PERUBAHAN RASIONAL
SISTEM
Integumen (Kulit):
Respirasi (paru)
Neuromuskular
Kardiovaskuler
Gastrointestinal
Perkemihan
Genitalia
b. Perubahan kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom) 8) Kinerja (Performance)
8) Motivasi
c. Kondisi kesehatan psikologis
Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran,
perasaan dan perilaku), jadi yang dimaksud dengan kondisi kesehatan
psikologis itu adalah kondisi individu atau seseorang sehat secara
pikiran, perasaan dan juga perilaku (Padila, 2013).Kondisi kesehatan
psikologis ini dapat ditinjau dari konsep diri seseorang.
1) Konsep diri
Konsep diri merupakan ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan
pendirian yang dapat diketahui oleh individu mengenai diri sendiri
dan mempengaruhi individu dalam berhubungan kepada orang lain
(Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).Menurut Yusuf et al., (2015), ada
beberapa komponen konsep diri diantaranya adalah:
2) Citra tubuh
Citra tubuh atau Gambaran diri adalah sikap individu terhadap
tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi penampilan,
potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2013).
3) Ideal diri
Ideal diri merupakan suatu persepsi seseorang tentang bagaimana ia
harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
4) Harga diri
Harga diri adalah suatu penilaian seseorang tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Dalami et al., 2009).
5) Peran
Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang
berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial,
dimana tiap individu mempunyai berbagai peran yang terintegrasi
dalam pola fungsi individu. Peran ini memberikan sarana untuk
berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk
menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti
(Dalami et al., 2009).
6) Identitas diri
Identitas diri merupakan kesadaran akan dirinya sendiri yang
bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari
semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Tarwoto
& Wartonah, 2010).
RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan individu
Setelah dirumuskan masalah keperawatan, dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan belum dapat
dirumuskan karena belum dilakukan pengkajian. Setelah
dilaksanakan pengkajian secara penuh dalam waktu 3x60 menit, maka
akan dilakukan analisa data terhadap masalah yang ditemukan. Setelah
muncul masalah keperawatan dilakukan penyusunan diagnosa
keperawatan yang akan diselesaikan dan ditentukan prioritas diagnosa
keperawatan.
2. Tujuan umum
Dalam waktu 60 menit terbina hubungan saling percaya antara
mahasiswa dengan lansia dan diperoleh data yang dapat menunjang
timbulnya masalah pada lansia sehingga bisa ditegakkan diagnosa
sampai melakukan implementasi keperawatan.
3. Tujuan khusus
a. Lansia menerima kunjungan mahasiswa dan terbina hubungan
saling percaya dalam 1 x 60 menit.
b. Lansia memberikan informasi masalah kesehatan yang dialami
lansia, status kemandirian lansia, status mental lansia, status
depresi lansia, pemeriksaan fisik.
c. Teridentifikasi masalah keperawatan pada lansia
RANCANGAN KEGIATAN
1. Topik
Pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data yaitu
dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik.
3. Media
Media dan alat yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data
yaitu format pengkajian, alat tulis, nursing kit.
4. Waktu dan tempat
Waktu kunjungan dengan lansia binaan berlangsung yang dimulai dari
tahap pengkajian sampai dengan implementasi dan evaluasi selama
satu minggu dimulai dari senin s/d sabtu, tanggal 10-15 Januari 2021, di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Husnul Khotimah Provinsi Riau
Jl. Marpoyan.
5. Strategi pelaksanaan
d. Mendengarkan
6. Kriteria evaluasi
a. Kriteria Struktur
1) Menyiapkan LP.
2) Menyiapkan alat bantu atau media.
3) Kontrak dengan lansia, tempat dan sesuai rencana.
b. Kriteria Proses
1) Pelaksanaan sesuai dengan waktu dan strategi pelaksanaan yang
telah ditetapkan.
2) Lansia aktif dalam kegiatan ners muda mulai dari pengkajian
sampai tahap implementasi.
c. Kriteria Hasil
Kriteria Presentase Pencapaian
1) Didapatkan data umum dan tahap 90 %
perkembangan lansia, kondisi fisik, psikologis,
kebiasaan sehari-hari dan pemeriksaan fisik
lansia
2) Teridentifikasi masalah kesehatan. 85 %
3) Diagnosa dan prioritas masalah kesehatan 100 %
dapat ditetapkan.
4) Rencana keperawatan keluarga dapat 90 %
dirumuskan.
5) Rencana keperawatan terlaksana 90 %
(implementasi).
1. Pengertian Dermatitis
2. Etiologi
Penyebab Dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), Misalnya bahan
Kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),
“Mikro- organisme (bakteri, jamur): dapat pula dari dalam (endogen),
Misalnya dermatitis atopik (Robinson & Saputra, 2014). Sejumlah kondisi
kesehatan seperti alergi, faktor genetik, fisik, stress, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim, Masing-masing jenis eksim biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Seringkali kulit pecah-pecah dan meradang yang disebabkan
eksim menjadi infeksi (Susanti, 2018).
Czarnobilska (2009) dalam Murlistyarini dkk (2018) mengatakan,
Dermatitis kontak alergi merupakan penyakit kulit kronis yang hampir selalu
dipicu oleh alergen berupa molekul kimia dengan berat molekul kurang dari
500 dalton, tidak bermuatan Listrik (Uncharged), dan hidrofilik yang disebut
hapten. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap, dan dapat berpenetrasi
melalui sawar kulit karena ukurannya yang kecil. Hapten yang sering terdapat
di Lingkungan adalah Trinitrophenyl (TNP), ion logam berat seperti nikel dan
tembaga, Obat-obatan seperti beta-lactams dan bahan-bahan alam seperti
Uroshiol yang berasal dari poisonivy, Sampai saat ini terdapat lebih dari 3700
bahan kimia eksogen peneyebab dermatitis kontak alergi. (Kalish, 1994 dalam
Murlistyarini dkk, 2018).
3. Patofisiologi
Zat alergen atau zat iritan masuk kedalam kulit kemudian meyebabkan
hipersensitivitas pada kulit. Bahan iritan tersebut merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, dan mengubah gaya ikat air pada kulit. Masa inkubasi
sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari,
sedangkan masa reaksi setelah terkena berikutnya adalah 12-48 jam (Puspasari,
2018).
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-
mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatitis kontak alergi
sangat tipis yaitu, dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada
dua jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami
kontak berulang-ulang (Susanti, 2018)Pada dermatitis kontak alergi, ada dua
fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi
dermatitis ini yaitu:
1). Fase sensitisasi (yang juga dikenal sebagai fase aferen atau fase
induksi). Fase ini terjadi saat Kulit terpapar pertama kali dengan hapten dan
menyebabkan pembentukan sel T yang spesifik terhadap hapten tersebut di
Limfonodi. Selanjutnya Sel T ini berpindah kembali ke lapisan Kulit.
Kemampuan hapten untuk menginduksi sensitisasi dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu melalui kemampuan pro- inflamasinya, hapten mengaktivasi sistem imun
innate kulit dan menghantarkan sinyal yang menyebabkan migrasi dan
maturasi sel dendritik. Melalui ikatan hapten dengan residu asam amino yang
membentuk protein dan menyebabkan ekspresi faktor penentu antigenic yang
baru. Protein yang mengandung hapten dihasilkan oleh sel dendritic dan
diekspresikan sebagai peptida pada MHC kelas 1 dan kelas II di permukaan
sel. Sel dendritik yang mengandung hapten bermigrasi dari kulit ke limfonodi
regional menginduksi terjadi proliferasi sel T dan Migrasi sel T keluar dari
limfomodi ke pembuluh darah dan masuk sikulasi. Fase sensitilasi ini
berlangsung sekitar 10-15 hari dan tidak menimbulkan manifestasi klinis
apapun.
2). Fase elisitasi (yang juga dikenal sebagai fase eferen atau challenge
phase). Paparan hapten yang serupa pada individu yang telah tersentilisasi
dapat menimbulkan reaksi antara 24-72 jam setelah paparan. Hapten yang
terpapar berdisfusi ke kulit dan ditangkap oleh sel Imunokompeten yang
mengekspresikan MHC kelas 1 dan II. Selanjutnya terjadi aktifasi sel T
spesifik di lapisan dermis dan epidermis sehingga menyebabkan tercetusnya
proses Imflamasi yang bertanggung jawab pada munculnya lesi kulit
(Murlistyarini, 2018)
4. Manifestasi Klinis
5. Penatalaksanaan
Pencegahan
Pengobatan
PENGKAJIAN
a. Data umum
4) Agama: kaji agama yang dianut oleh lansia serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan lansia.
a) Keluhan utama
e. Lingkungan
Karakteristik tempat tinggal
Luas, tipe rumah, penataan kamar, kebersihan kamar, keadaan
kamar mandi, sarana eliminasi, dan sarana air bersih yang
dapat mempengaruhi lansia tersebut.
Perkumpulan lansia dan interaksi
Bagaimana interaksi sesama lansia, dan adakah lansia
mengikuti program yang ada di PSTW terutama program
kesehatan.
Sistem pendukung lansia
Adanya sarana dan prasarana yang mendukung kesehatan baik
rohani maupun jasmani lansia serta adanya fasilitas sosial
interaksi lansia dengan masyarakat.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
g. Personal higiene
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada lansia yang mengalami dermatitis
berfokus kepada :
a) Pernafasan
j. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
INTERVENSI KEPERAWATAN
Manajemen Lingkungan
Observasi
EVALUASI KEPERAWATAN