PENDAHULUAN
depresi, maupun perubahan emosi. Semua itu berkaitan erat dengan keseimbangan
antara kebutuhan dan intake nutrisi, sesuai dengan aktivitas fisik, kognitif, gaya
lanjut bervariasi, antara 5-65% dalam populasi, bergantung kriteria dan metodologi
cadangan faali menurun, adanya penurunan status fungsional, tampilan klinik yang
oleh komplikasi usia dan intake diet. Salah satunya penurunan sensitivitas saraf
olfaktori yang mengatur rasa lapar dan kenyang, penurunan massa tubuh tanpa
berkontribusi dalam prones fisiologis anoreksia pada lansia. Jika terdapat penyakit
berbagai penelitian lebih tinggi, ditandai dengan hasil antropometri dan tanda
klinis, perlu dilakukan tindakan khusus pada bidang pengelolaan nutrisi, khususnya
ditunjang dengan suplemen oral (Hickson, 2006)..Sehingga pada studi kali ini,
1.2 Tujuan
Untuk dapat mengetahui dan memahami definisi, penilaian status gizi dan
Diharapkan dengan adanya responsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca khususnya dokter muda agar dapat menilai status gizi dan menatalaksana
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GERIATRI
lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke
atas. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998).
pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis
menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah
gejala dan tanda penyakit yang tidak khas.Tampilan gejala yang tidak khas
geriatri berada pada kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang
lain. Karakteristik khusus pasien geriatri yang sering dijumpai di Indonesia ialah
pada pasien usia lanjut yang dirawat (42,6%) di 14 rumah sakit (Setiati, 2014).
Secara ekonomi, geriatri lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai
sumber daya.Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
dan masyarakat. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di
bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda
Prevalensi usia lanjut lebih dari 60 tahun meningkat lebih cepat dibandingkan
populasi kelompok umur lainnya karena peningkatan angka harapan hidup dan
populasi usia lanjut 60 tahun atau lebih meningkat tiga kali lipat dalam waktu 50
tahun; dari 600 juta pada tahun 2000 menjadi lebih dari 2 miliar pada tahun 2050.
Hal itu menyebabkan populasi usia lanjut lebih atau sama dengan 80 tahun
mencapai peringkat lima besar terbanyak di dunia, yakni 18,1 juta pada tahun 2010
dan akan meningkat dua kali lipat menjadi 36 juta pada tahun 2025. Angka harapan
hidup penduduk Indonesia mencapai 67,8 tahun pada tahun 2000-2005 dan menjadi
73,6 tahun pada tahun 2020-2025.5 Proporsi usia lanjut meningkat 6% pada tahun
1950-1990 dan menjadi 8% saat ini. Proporsi tersebut diperkirakan naik menjadi
13% pada tahun 2025 dan menjadi 25% pada tahun 2050. Pada tahun 2050
seperduabelas penduduk Indonesia saat ini.6 Isu penting peningkatan populasi usia
lanjut adalah perlunya rencana strategis perawatan kesehatan usia lanjut untuk
meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup yang mengacu pada konsep
middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old
usia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun. Pada saat
ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada
kelompok lansia : “lansia muda” (young old), “lansia tua” (old old). Dan “lansia tertua”
(oldest old).
Secara kronologis, young old secara umum dinisbahkan kepada usia antara
65 sampai 74 tahun, yang biasanya aktif, vital dan bugar. Old-old berusia antara 75
sampai 84 tahun, dan oldest old berusia 85 tahun ke atas, berkecenderungan lebih
besar lemah dan tidak bugan serta memilki kesulitan dalam mengelola aktivitas
aging yang hanya menunjukkan efek waktu, dianggap tidak mewakili apa yang
terjadi pada proses menua. Sebab berbagai proses yang terjadi seiring waktu,
pediatri, dapat disebut sebagai aging. Aging merupakan proses yang terus
yaitu proses generatif seiring waktu yang dibutuhkan untuk kehidupan, dan
banyak perubahan selama aging mungkin tidak merusak dan mungkin suatu
hal itu merupakan bagian dari proses menua. Sebaliknya, gangguan memori
maka makin kecil kapasitas seorang tua untuk membawa dirinya ke keadaan
Secara fisiologis, pada lansia akan terjadi transisi nutrisi yaitu terjadinya
perubahan perilaku dan pola aktivitas fisik. Dimana transisi ini menuju diet tinggi
serat rendah lemak menjadi tinggi lemak hewani, gula, dan produk olahan. Hal ini
yang tidak disengaja dan sarkopenia. Sarkopenia merupakan penurunan massa dan
kekuatan otot. Sedangkan, anoreksia adalah penurunan fisiologis nafsu makan dan
asupan makan sehingga terjadi penurunan berat badan yang tidak diinginkan
2.4.1 TEORI PENUAAN
Aging merupakan proses alamiah yang terjadi terus menerus dan dimulai
sejak manusia dilahirkan. Terdapat banyak definisi proses menua, namun teori yang
paling banyak dianut saat ini adalah teori radikal bebas dan teori telomer. (Zajko C,
radikal bebas yang merusak DNA, protein, lipid, glikasi non-enzimatik, dan turn over
protein. Kerusakan di tingkat selular akhirnya menurunkan fungsi jaringan dan organ.
proses menua. Telomer merupakan sekuens DNA yang terletak di ujung kromosom
yang berfungsi mencegah pemendekan kromosom selama replikasi DNA. Telomer
akan memendek setiap kali sel membelah. Bila telomer terlalu pendek maka sel
Masalah umum pada proses menua adalah penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif yang bersifat progresif serta peningkatan kerentanan usia lanjut pada kondisi
sakit. Laju dan dampak proses menua berbeda pada setiap individu karena
penurunan fungsi sistem organ seperti sistem sensorik, saraf pusat, pencernaan,
kardiovaskular, dan sistem respirasi. Selain itu terjadi pula perubahan komposisi
tubuh, yaitu penurunan massa otot, peningkatan massa dan sentralisasi lemak, serta
individu yang tidak atau memiliki sedikit karakteristik menua disebut successful aging
(SA) (Zajko C, Ringel, Miller, 2007;Warner HR, Sierra F, Thompson LV, 2010).
adalah menurut Rowe dan Kahn yang meliputi tiga aspek, yaitu bebas dari penyakit
dan hendaya, fungsi kognitif yang baik, dan tetap aktif di dalam kehidupan. SA
berarti memerpanjang usia dan mengupayakan agar penyakit terkait usia terjadi di
usia setua dan sedekat mungkin dengan kematian. Pemeliharaan fungsi fisik yang
baik tercermin pada kemampuan untuk melakukan aktivitas harian, mulai dari hal
sederhana seperti makan, berpakaian, dan naik tangga sampai kegiatan yang lebih
dapat dicapai dengan pencegahan primer seperti berhenti merokok, latihan jasmani,
penggunaan vaksin yang tepat, dan penurunan kolesterol. Aspek SA yang kedua
adalah aspek psikologis yang menekankan pada pentingnya kepuasan subjektif usia
sama penting dengan penilaian objektif mengenai kesehatan. Rasa puas akan
dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kebebasan untuk bertindak, rasa kompeten, dan rasa
usia lanjut untuk berinteraksi positif dengan sesama dan aktif dalam kegiatan
kegiatan amal. Aspek sosial juga dapat menjadi faktor protektif terhadap kejadian
mistreatment pada usia lanjut (Cocsco TD, Prina AM, Parales J, Stephan BCM,
Sindroma geriatrik adalah kumpulan tanda atau gejala klinis dari salah satu
atau lebih penyakit yang dialami pasien pada usia lanjut. Kondisi pasien geriatrik
yang paling sering ditangani oleh ahli geriatri antara lain mudah jatuh, delirium,
organ maupun sistem organ.Seringkali, keluhan utama pasien tidak secara langsung
jika terjadi dapat berakumulasi menjadi efek gangguan pada berbagai macam sistem,
baik sistem pendengaran, sistem pencernaan, persendian dan otot serta otak dan
beberapa hal yang perlu diperhatikan.Pertama, faktor resiko dan sistem organ yang
pada pasien.Terakhir adalah manajemen terapi dari manifestasi klinis yang dialami
Immobility
Instability
Intelectual impairment
Infections
Isolation (depression)
Inanition (malnutrition)
Impecunity (poverty)
Iatrogenesis
Insomnia
Immune deficiency
Impotence
Irritable colon
fisiologis tubuh, begitu juga dengan faktor pikologi dan kognitifnya. Pada lansia juga
berbagai macam rasa dari makanan. Hal ini dapat membuat pasien lanjut usia
mengalami gangguan pola makan. Orang lanjut usia juga cenderung memiliki
makanan. Makanan yang tidak terkunyah dengan baik dan langsung ditelan juga
ketidakseimbangan dari asupan energi atau gizi.Ada 3 macam malnutrisi yang dapat
nutrisi.
Ada 4 klasifikasi dari kekurangan nutrisi yaitu wasting (kekurangan berat
badan dibanding tinggi badan), stunting( kekurangan tinggi badan dibanding usia),
underweight (kekurangan berat badan dibanding usia) dan defisiensi vitamin dan
mineral.
Malnutrisi energi protein dapat terjadi sebagai akibat dari asupan yang
fisiologis yang terjadi sering reversibel dengan kembalinya asupan dan aktivitas
seperti biasa. Kakeksia dicirikan dengan tingginya respons fase akut yang
interleukin-I) serta meningkatnya degradasi protein dan otot yang dapat pulih
kondisi penyakit kronik spesifik (Contoh: kanker, infeksi, artritis inflamasi), keadaan
ini dapat timbul pada usia lanjut tanpa penyakit yang jelas.
pasien lanjut usia yang ditangani termasuk lansia dengan gangguan malnutrisi atau
tidak, oleh karena itu diperlukan adanya skrining yang perlu dilakukan pada pasien
usia lanjut. Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, hingga
imunologis
asupan kalori dan kebutuhan energi, merupakan cara yang paling sederhana dan
paling dapat dipercaya untuk menilai malnutrisi. Perubahan berat badan
morbiditas dan mortalitas. Bila kehilangan berat badan >lo% biasanya berkaitan
badan 15-20% atau lebih biasanya secara tidak langsung menunjukkan terdapatnya
malnutrisi berat.
pasien usia lanjut baik yang sedang dirawat dirumah sakit, berada di rumah singgah
orang tua maupun yang tinggal dirumah sendiri. Sensitifitas MNA mencapai 96%
MNA memiliki skor maksimal 30. Interpretasi dari skor MNA adalah sebagai
berikut :
< 17 : undernutrition
• Emotions (depression)
• Alcoholism, anorexia
• Late-life paranoia
• Swallowing problems
• Oral problems
• No money (poverty)
• Wandering (dementia)
• Hyperthyroidism, Hyperparathyroidism
• Eating problems
• Shopping problems
bahkan pada negara yang telah sangat maju, yang berkaitan dengan meningkatnya
risiko penyakit kronik. Sebagai contoh, vitamin B-6, 8-12, dan asam folat dibutuhkan
beberapa studi memperlihatkan bahwa kadar vitamin B yang rendah sering terjadi
pasien lanjut usia yang ditangani termasuk lansia dengan gangguan malnutrisi atau
tidak, oleh karena itu diperlukan adanya skrining yang perlu dilakukan pada pasien
usia lanjut. Skrining dapat menggunakan alat bantu seperti MNA – Mini Nutritional
pasien usia lanjut baik yang sedang dirawat dirumah sakit, berada di rumah singgah
orang tua maupun yang tinggal dirumah sendiri. Sensitifitas MNA mencapai 96%
MNA memiliki skor maksimal 30. Interpretasi dari skor MNA adalah sebagai
berikut :
< 17 : undernutrition
Kekurangan
badan, lesu
b. Dehidrasi,haus b.Air
kekurangan
pigmen,kusut
bayi
B12
besi
(Kozier,B.,& erb,G.2004).
tersebut sebaiknya dikerjakan pada setiap pasien agar gambaran status nutrisi
frekuensi dan jumlah yang seimbang harus dapat dilakukan pada wawancara
konsumsi serat yang memadai juga dapat dilihat dari riwayat makanan.Jenis
vs non-esensial), jenis asam lemak (esensial vs non-esensial, lemak jenuh atau tak
terakhir perlu ditilik lebih jauh; baik frekuensi konsumsi, maupun jumlah yang mampu
itu yang perlu diperhatikan pula, daya ingat pasien.Ada baiknya melibatkan keluarga
atau perilaku rawat yang ikut mengantar pasien agar data dapat diverifikasi tanpa
landasan data menyusun asuhan gizi yang optimal kepada klien bertujuan untuk
yang terkait dengan masalah asupan makanan atau faktor lain yang dapat me
interpretasi data yang sistematis dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah gizi
dan penyebabnya, bukan hanya pengumpulan data awal tetapi juga merupakan
a. Antropometri
Secara antropometrik, dapat dilakukan pengukuran indeks massa tubuh
(IMT) yakni dengan mengukur berat badan (kg) dibagi tinggi badan (meter) kuadrat.
Nilai normal untuk perempuan 17-23 kg/m2 sedangkan untuk laki-laki 18-25 kg/m2.
Hal yang harus diperhatikan adalah saat mengukur tinggi badan. Pada kebanyakan
usia lanjut, tinggi badan saat pengukuran cenderung menyusut dibandingkan saat
berusia dewasa muda. Selain itu, jika terdapat kifosis atau skoliosis akibat kelainan
meliputi pengukuran berat badan (B), tinggi badan (TB), tinggi lutut (TL), panjang
depa (PD), tinggi duduk (TD), lingkaran lengan atas (LiLA), tebaI lemak, lingkar
c. Letakkan mikrotoa di lantai yang rata dan menempel pada dinding yang
tegak lurus, tarik pita meteran keatas sampai menunjukkan angka not,
f. HasiI pengukuran dibaca pada skala (garis merah) dengan ketelitian 0,1 cm
Cara pengukuran :
a. Posisikan lansia berdiri tegak pada permukaan tanah/ lantai yang rata
e. Pada waktu mengukur TB, punggung, tumit, pantat, dan belakang kepala
menempel pada tembok, posisi kepala tegak dan pandangan mata lures ke depan,
tanpa pegas
nol
d. Hasil pengukuran dibaca pada skala dengan ketelitian 0,1 cm
Cara Pengukuran :
membawa beban atau benda apapun, dan tanpa alas kaki (sandal, sepatu)
a. Lansia yang diukur harus memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan
sepanjang mungkin dalam posisi lurus mendatar/ horizontal dan dan tidak dikepal
b. Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan karena sakit atau
Cara Pengukuran :
c. Pembacaan dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm mulal dari bagian ujung jari
Tinggi lutut sangat erat hubungannya dengan tinggi badan sehingga sering
lekukan tulang belakang tidak dapat berdiri karena lumpuh atau sebab lainnya
b. Alat Pengukuran :
Penggaris kayu /stainless steel dengan mata pisau menempel pada sudut
Cara pengukuran :
a. Lansia diukur dalam posisi duduk atau berbaring / tiduran di atas lantai
atau kasur dengan permukaan rata / flat tanpa menggunakan bantal atau alas
b. Segitiga kayu diletakkan pada kaki kiri antara tulang kering dengan tulang
tertinggi dari tulang lutut. Pembacaan dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1
cm.
a. Bila lansia tidak dapat berdiri tegak dan atau merentangkan kedua
tangannya sepanjang mungkin dalam posisi lurus lateral dan tidak dikepal.
b. Jika salah satu atau kedua pergelangan tangan tidak dapat diluruskan
Alat Pengukuran :
a. AIat ukur antropometer terdiri dari bangku duduk dari kayu de gan panjang,
lebar, dan tinggi masing-masing 40 cm bagi Iansia laki-laki dan 35 cm bagi lansia
perempuan.
Cara Pengukuran
lantai
b. Lansia duduk dengan posisi tubuh tegak , kepala dan tulang belakang/
e. Kedua kaki tanpa atau dengan alas kaki dirapatkan ke dinding bangku dan
Sangat
< 17,0 Kurus
17,0-18,4 Kurus
18,5-25,0 Normal
25,1-27,0 Gemuk
dapat berdiri atau bongkok ) dapat merujuk pada tabel BB/TL, BB/PD, BB/TD
(terlampir),
c. Lingkar perut
dengan berpuasa pada malam hari sebelum pemeriksaan dan pada hari
berdiri tegak dengan kedua tangan di samping dan kaki rapat. Tepi tulang iga yang
terendah dan Krista iliaka pada garis aksila tengah (mid- axillary line) diberi tanda
dengan pena. Pita pengukur non elastic diletakkan melintang di pertengahan antara
sentral jika lingkar perut pada laki-laki > 90 cm dan perempuan > 80 cm.
b. Biokimia
yang memberikan informasi mengenai status gizi guna menegakkan diagnosis gizi.
kadar albumin juga dapat diperiksa dalam urin. Nilai albumin juga dapat dipakai
sebagai baku status gizi seseorang walaupun waktu paruhnya di plasma cukup lama
yakni 21 hari. Transferin dan prealbumin dengan waktu paruh yang lebih singkat (9
hari dan 14 hari) lebih akurat dalam menentukan kondisi status nutrisi namun harga
yang mendadak, pemberian insulin yang berlebihan. Selain itu glukosa dapat juga
Walaupun kadar Hb normal untuk usia lanjut di Indonesia belum ada, namun
nilai normal yang ditetapkan WHO yakni 11, 0 g/dl – 13,0 g/dl untuk perempuan dan
12,0 g/dl – 14,0 g/dl untuk laki-laki dapat dipergunakan sebagai patokan.Hemoglobin
airan, pemberian natrium yang berlebihan, kehilangan air bebas yang terjadi
Komplikasi dari ganguan nutrisi yang dapat terjadi pada geriatri, di antaranya:
- Depresi
a. Anoreksia merupakan penurunan nafsu makan pada lanjut usia dipengaruhi oleh
seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan konsumsi makanan pada awal usia
fisik yang menurun, menurunnya pengeluaran energi istirahat, dan/ atau hilangnya
penyakit yang mendasari, dicirikan dengan berkurangnya massa otot dengan/ tanpa
dari stimulan nafsu makan dan agen promotor sintesis protein pada otot.
massa otot dan kekuatan otot. Umumnya, sarkopenia diiringi inaktivitas fisik,
penurunan mobilitas, cara berjalan yang lambat, dan ednurans fisik yang lemah.
Sarkopenia yang terjadi karena proses penuaan adalah sarkopenia primer. Pada
Inaktivitas fisik akan mengakibatkan kelemahan otot dan lebih lanjut lagi akan
menurunkan level aktivitas fisik, kehilangan massa otot, dan kekuatan otot serta
serta kapasitas fungsional pada usia lanjut. Hal ini mengakibatkan usia lanjut yang
renta (frail) namun masih dapat berjalan dan tidak tergantung pada orang lain akan
menjadi usia lanjut yang tidak dapat berjalan dan mengalami ketergantungan.
pengelompokan tipe serat otot. Studi menunjukkan bahwa penurunan motor neuron
setelah dekade ketujuh dengan kehilangan alfa motor neuron hingga 50%. Alfa
motor neuron tersisa akan memperluas cakupan motor unit-nya dengan menangkap
serat yang mengalami denervasi. Penurunan jumlah alfa motor neuron dan jumlah
motor unit akan mengakibatkan penurunan kerja otot yang terkoordinasi dan
Reinervasi berperan terhadap diferensiasi dan distribusi serat otot, yaitu tipe I
(tipe lambat, serat oksidatif) dan serat tipe II (tipe cepat, serat glikolitik). Area serat
tipe II berkurang pada usia 20 tahun hingga 50% sedangkan tipe I berkurang 1%-
25%. Ditemukan pula adanya perubahan serta tipe otot I yang akan mengakibatkan
kehilangan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari seperti bangun
dari kursi atau menaiki tangga. Adanya deposisi lemak dalam serat otot turut
Selama proses penuaan, jumlah sel satelit dan kemampuan rekrutmen berkurang
dengan penurunan serat tipe II yang lebih besar dibandingkan serat tipe I. Sel satelit
merupakan stem cell miogenik yang dapat berdiferensiasi menjadi serat otot baru
dan sel satelit baru jika diaktivasi selama proses regenerasi. Proses regenerasi
dapat menajdi tidak seimbang dan jumlah serat otot tipe II dapat menurun setelah
kerusakan. Otot pada usia lanjut rentan terhadap kerusakan dan sembuh lama
setelah trauma.
3. Sitokin
yang terjadi secara kronik dan gradual, terutama IL-6 dan IL-1. Jalur ubiquitin-
proteasom merupakan jalur penting degradasi protein pada sel otot skeletal. Jalur ini
melibatkan beberapa proses enzimatik dan diinduksi oleh sitokin inflamasi seperti
TNF-alfa dan IL-6, hormon kortisol dan angiotensin serta reactive oxygen species
(ROS). Kadar sitokin yang tinggi mengakibatkan penurunan massa otot melalui
4. Disfungsi mitokondria
Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik yang rendah. Adanya kerusakan
kumulatif maupun mutasi pada DNA mitokondria otot (mDNA), termasuk adanya
otot, sintesis ATP, dan kematian serat otot serta hilangnya massa otot.
Asupan nutrisi terganggu akibat beberapa sebab seperti anoreksia terkait usia,
gangguan gigi mulut, gangguan menelan, dan sebagainya. Hal ini dapat
penurunan bermakna pada kekuatan dan massa otot. Efek anabolik berupa sintesis
protein otot distimulasi oleh asam amino esensial dan non esensial, terutama asam
amino esensial rantai cabang leusin. Efek ini kemungkinan diperoleh melalui
stimulasi translasi mRNA melalui aktivasi ribosom protein 56 dan mekanisme lain
6. Genetik
daily living) memiliki faktor herediter. Gen growth/ differentiation factor 8 (GDF 8),
antigen 1 (MYOD1) dipikirkan sebagai gen terkait kekuatan otot ekstremitas bawah.
Gen lain seperti ciliary neutrophic factor gene variant (CTNF A alel) mungkin terkait
perencanaan makanan sesuai kondisi patologisnya. Ada beberapa hal yang penting
diingat : laju perburukan status nutrisi, kondisi kesadaran, kemampuan atau faal
menelan, daftar pustaka maupun pantangan terhadap jenis makanan tertentu, status
dapat diatasi dengan pemberian diet yang lebih enak bagi pasien, seringkali
berupa diet tinggi lemak dan protein. Pada pasien-pasien ini risiko hiperkolesterol
rendah. Makanan porsi kecil dan sering harus dianjurkan. Studi terbaru
menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalori dapat dicapai bila terapi nutrisi
dibarengi dengan program olah raga/ aktivitas yang agresif dan proaktif.
Pada pasien geriatri dengan penurunan IMT yang nyata perlu dilakukan
makanan dalam waktu relatif singkat mengarahkan pada penyebab keganasan atau
2017).
pada sepsis, infeksi berat lainnya, atau imobilisasi. Pada kondisi yang kroni, tentu
harus dipertimbangkan kemungkinan sirosis hati atau penyakit hati kronis lainnya.
Penatalaksanaan yang sesuai harus diberikan sejalan dengan penyebabnya.
Pemberian infus albumin tidak selalu bermanfaat menaikkan kadar albumin plasma
(Heriawan, 2017).
dipikirkan. Pada pasien dengan kesadaran yang berubah atau menurun, perlu
mengatasi hal tersebut. Posisi bahu dan kepala yang lebih tinggi akan mencegah
menjadi bubur saring, bubur biasa, nasi tim dan akhirnya nasi biasa. Hal ini tentu
bertujuan untuk memperbaiki massa otot sehingga aktivitas dapat berjalan lebih
baik
terdapat bukti bahwa suplemen vitamin C dan zink pada usia lanjut dengan ulkus
merupakan zat gizi yang sangat perlu mendapat perhatian pada usia lanjut.
juga meningkat pada usia lanjut. Meskipun tinggal di negara tropis, seringkali para
usia lanjut kurang terpajan sinar matahari daripada orang dewasa muda. Selain
itu, pada proses menua, kemampuan kulit membentuk previtamin D-3 dari sinar
makan dan aktivitas akan membuat steoporosis sebagai masalah besar yang kian
meningkat pada usia lanjut. Dengan transisi nutrisi menuju diet tinggi lemak dan
rendah serat, perlu dijaga dan ditingkatkan asupan buah, sayuran, dan biji-bijian
utuh yang akan sangat membantu mengontrol peningkatan insidensi penyakit kronik.
Menariknya, kebutuhan terhadap zat besi dan vitamin A pada usia lanjut, lebih
rendah daripada dewasa muda. Pada usia lanjut terdapat penurunan klirens
vitamin A lewat hepar dan jaringan perifer lainnya. Cadangan zat besi pada usia
lanjut terakumulasi dan tingginya kadar feritin serum berkaitan dengan makin
Mengkoreksi status nutrisi tak lepas dari besaran jumlah energi yang harus
diberikan. Pada 24 jam pertama jika disertai dehidrasi maka pemberian cairan dan
kkal/kg/hari untuk pasien laki-laki. Penambahan 13 kkal untuk setiap kenaikan suhu
1◦C tetap berlaku. Jika aktivitas pasien ringan maka penambahan 5% dari basal juga
berlaku; sedangkan untuk aktivitas sedang harus ditambah 10% dari kebutuhan
Presentase karbohidrat sebaiknya tetap mengacu pada laju keseimbangan 60% dari
energi total; protein 20-25% dan sisanya lemak. Jumlah protein antara 0,8-2,0
dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun dengan berat
badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk perempuan adalah 1850
kkal.
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa).
Menambah makanan cair lain /susu bila lansia tidak biasa menghabiskan
makanannya
Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana dihindari, bila
terdapat penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam amino yang esensial.
Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun gula)
Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak sekali dalam sehari.
terjadinya hipertensi.
diatur merata dalam satu hari,sehingga dapat makan lebih sering dengan porsi
yang kecil.
2.9.1 Intervensi
b. Sajikan makanan yang mudah dicerna dalam keadaan hangat, tertutup dan
kelebihan BB.
d. Berikan penkes : kebiasaan diet, aktivitas cairan dan makanan yang mengandung
KESIMPULAN
tidak sekedar gizi kurang dan gizi buruk ; berbagai aspek harus ditilik, mulai dari
berkala.Peran dukungan keluarga dan pelaku rawat amat penting dan sebaiknya
Makanan merupakan bagian yang paling penting dalam kehidupan sebagian lansia
dan saat-saat bersantap menjadi bagian penting yang dialami manula setiap
Heriawan, 2017. Kedokteran Usia Lanjut Dialektika Senja. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. Januari 2017, hal. 31-35.
Kemenkes. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia, Katalog Dalam Terbitan,
Setiati, S. 2014. Geriatri Medicine, Sarkopenia, Frailty, dan Kualitas Hidup Usia
Lanjut. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Setiati, S. 2013. Geriatri Medicine, Sarkopenia, Frailty, dan Kualitas Hidup Usia
Lanjut. eJKI: vol.1.No.3, Desember 2013.
Chodzko-Zajko, Ringel, Miller R. Biology of aging and longevity. In: Halter BJ,
Ouslander JG Tiinneti ME, Studenski S, Higj KP, Asthana K, editors.
Hazzard’s geriatric medicines and gerontology. 6th ed. New York: McGraw-
Hill Health Professions Divisons; 2009.
Warner HR, Sierra F, Thompson LV. Biology of aging. In: Fillit HM, Rockwood K,
Woodhouse K, editors. Brocklehurst’s textbook of geriatric medicine and
gerontology. 7th ed. New York: Saunders; 2010.
Cocsco TD, Prina AM, Parales J, Stephan BCM, Brayne C. Lay perspectives of
successful ageing: a systematic review and meta-ethnography. BMJ Open
2013;3:200-70.
Chavarro-Cavarjal, D., Ortiz, C.R., Tement, R.S., Arciniegas, A.J., Gutierrez, C.C.
Salina Juma, MD, Mary-Margaret Taabazuing, MD, FRCPC, and Manuel Montero-
Odasso, MD, PhD FRCPC, AGSF. 2016. Clinical Frailty Scale in an Acute
Medicine Unit: a Simple Tool That Predicts Length of Stay. Canadian geriatric
Pacala JT, Sullivan GM, eds. Geriatrics Review Syllabus: A Core Curriculum in
Geriatric Medicine. 7th ed. New York, NY: American Geriatrics Society; 2010;
and GRS Teaching Slides Web site
http://www.frycomm.com/ags/teachingslides.