Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

Lanjut Usia (Lansia) merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress

lingkungan.1 Lansia merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh

setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat

dihindari.2 Seseorang tergolong lansia apabila telah mencapai usia 60 tahun ke atas.3

Prevalensi lansia menurut Badan Pusat Statistik tahun 2019 terdapat 9,60 %

atau sekitar 25,64 juta penduduk lansia di Indonesia. KEMENKES RI tahun 2015

menjelaskan berdasarkan jenis kelamin penduduk lansia di Indonesia bahwa perempuan lebih

banyak di bandingkan laki-laki menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah

perempuan. Populasi yang tinggi pada lansia menyebabkan tuntutan perawatan yang

lebih besar sehingga menambah beban ekonomi penduduk usia produktif untuk

membiayai penduduk lansia. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia yang

meningkat membutuhkan pengembangan di bidang pelayanan lansia dan perlu

mempertimbangkan kebutuhan lansia seiring dengan menurunnya metabolisme tubuh

agar memberikan rasa nyaman dan aman bagi lansia baik secara fisik maupun

psikologis.4,5

Secara global, populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan.

Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari populasi lansia di

dunia setelah tahun 2100. Struktur aging population merupakan cerminan dari
semakin tingginya rata-rata Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia.

Tingginya Usia Harapan Hidup merupakan salah satu indikator keberhasilan

pencapaian pembangunan nasional terutama di bidang kesehatan. Sejak tahun 2004 -

2015 memperlihatkan adanya peningkatan Usia Harapan Hidup di Indonesia dari 68,6

tahun menjadi 70,8 tahun dan proyeksi tahun 2030-2035 mencapai 72,2 tahun. Hasil

proyeksi penduduk 2010-2035, Indonesia akan memasuki periode lansia (aging),

dimana 10% penduduk akan berusia 60 tahun ke atas, di tahun 2020.3

Proses menua adalah proses yang fisiologis yang akan dialami pada setiap

orang. Dampak dari proses menua ini adalah kemunduran fisik yang akan

menimbulkan masalah kesehatan umum yang akan mengganggu kualitas hidup

lansia.5 Secara individu pengaruh proses penuaan dapat menimbulkan berbagai

macam masalah baik secara fisik, biologis, mental, dan sosial ekonomi. Proses

penuaan berlangsung secara alamiah dan berkesinambungan yang menyebabkan

terjadinya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada jaringan dan organ

tubuh. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan dan fungsi tubuh secara keseluruhan.

Semakin bertambahnya usia, fungsi tubuh juga mengalami kemunduran sehingga

lansia lebih mudah terganggu kesehatanya, baik kesehatan fisik maupun kesehatan

jiwa.2,6,7

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang berusia lebih dari 60 tahun serta

mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas, daya cadangan

fisiologis menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional. Arti lansia dengan

geriatri berbeda, menurut Pudjiastuti menjelaskan lansia bukan penyakit namun


merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Hawari menjelaskan

keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseoarang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan yang dimaksud berkaitan

dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara

individual sehingga penderita geriatri berbeda dengan penderita dewasa muda

lainnya, baik dari segi konsep kesehatan maupun segi penyebab, perjalanan, maupun

gejala dan tanda penyakitnya sehingga, tatacara diagnosis pada penderita geriatri

berbeda dengan populasi lainnya. Aspek di bidang kesehatan serta kedokteran gigi

pada lansia mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi, pencegahan, diagnosis,

pengobatan, dan rehabilitasi.8,9,10


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia
Lanjut Usia (Lansia) merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress

lingkungan.1 Lansia merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh

setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat

dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menjadi lansia

adalah proses alami yang tidak dapat dihindari. Semakin bertambahnya usia, fungsi

tubuh juga mengalami kemunduran sehingga lansia lebih mudah terganggu

kesehatannya, baik kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa.2

World Health Organization mengklasifikasikan Lansia dalam Lengkong11,

yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age): kelompok usia 45 – 59 tahun

b. Usia lanjut (elderly): kelompok usia 60 – 74 tahun

c. Lansia tua (old): kelompok usia 75 – 90 tahun

d. Lansia sangat tua (very old): kelompok usia > 90 tahun

Depkes RI mengklasifikasikan lansia dalam Nisa12, yaitu:

a. Pralansia: Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.


b. Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

c. Lansia risiko tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

d. Lansia potensial: Lansia yang mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.2 Penuaan
Menua (menjadi tua) adalah suatu preoses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (

termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Menjadi tua bukanlah

suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu poses perbuhan menjadi bertambahnya

kepekaan atau berkurangnya bata kemampuan beradaptasi.13

Proses menua adalah proses yang fisiologis yang akan dialami pada setiap

orang. Dampak dari proses menua ini adalah kemunduran fisik yang akan

menimbulkan masalah kesehatan umum yang akan mengganggu kualitas hidup

lansia.5 Menurut Darmojo dalam Simbolon, secara individu pengaruh proses penuaan

dapat menimbulkan berbagai macam masalah baik secara fisik, biologis, mental, dan

sosial ekonomi. Proses penuaan berlangsung secara alamiah dan berkesinambungan

yang menyebabkan terjadinya perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada


jaringan dan organ tubuh. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan dan fungsi tubuh

secara keseluruhan.7

2.3 Pasien Geriatri


Geriatri berasal dari kata geros yang berarti usia lanjut dan iatreia yang berarti

merawat/merumat. Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan

pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pelayanan kesehatan untuk kondisi atau

gangguan yang terjadi pada usia lanjut.13

Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus

sehingga berbeda dengan kelompok umur lainnya. Sifat penyakit dan tingkat

kesehatan pada geriatri tidak sama dengan golongan populasi usia lainnya. Pasien

geriatri memiliki ciri yaitu usia lebih dari 60 tahun, multipatologi, tampilan klinis

tidak khas, polifarmasi, penurunan fungsi organ, perubahan status fungsional dan

gangguan nutrisi.13

2.3.1 Sindrom dan Karakteristik Pasien Geriatri


Sindrom geriatri merupakan sekumpulan kondisi klinis pada orang tua yang

dapat meningkatkan risiko perburukan kesehatan, kualitas hidup dan dikaitkan

dengan kecacatan. Tampilan klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri

tidak terdiagnosis. Sindrom geriatri meliputi immobility (imobilisasi/keadaan kurang

bergerak, tirah baring lama), instability (gangguan keseimbangan), incontinence

(inkontinensia urin/keluarnya urin tidak terkendali), isolation (depresi), immuno-


deficiency (penurunan imunitas), infection (infeksi), inanition (kurang gizi),

intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium),

impaction (konstipasi), insomnia (gangguan tidur), impotence (impotensi), iatrogenic

disorder (gangguan iatrogenic) dan impairement of hearing, vision and smell

(gangguan pendengaran, penglidhatan dan penciuman).14

Karakteristik pasien geriatri menurut Solomon yang dikenal sebagai “The 13

I”, terdiri dari:14,15



Immobility (imobilisasi): Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak

bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh

menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik,

psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.

Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,

ketidakseimbangan, dan masalah psikologis.



Instability: nstabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor

tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada

pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).

Keadaan ini dapat disebabkan oleh banyak hal, namun jika dilihat keseluruhan

riwayat pasien, hal utama yang mungkin menyebabkan pasien jatuh adalah

dari factor intrinsik (lemah, gangguan penglihatan, ataupun tekanan darah

yang tinggi yang menyebabkan timbulnya nyeri kepala). Prinsip dasar

tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah:
mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,

memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan,

penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah

lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai

yang tidak licin.



Intelectual impairement: Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan

intelektual pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia

adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh

penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.

Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup

berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau

mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien

menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas.



Incontinence (inkontinensia urin): Inkontinensia urin didefinisikan sebagai

keluarnya urin yang tidak dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu

sehingga menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin

merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia

lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65 tahun

mengalami inkontinensia urin.



Gangguan depresi: pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus

tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap sebagai
bagian dari proses menua. Prevalensi depresi pada pasien geriatri yang

dirawat mencapai 17,5%.12 Deteksi dini depresi dan penanganan segera

sangat penting untuk mencegah disabilitas yang dapat menyebabkan

komplikasi lain yang lebih berat.



Infeksi: infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun

pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih,

pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,

multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena infeksi.

Hal ini terjadi akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid

kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi,

menurunnya daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya

mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi

biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering

tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering

tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 360C lebih

sering dijumpai.

Insomnia: merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien

geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan

sulit memertahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang usia lanjut di komunitas

mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap terjaga
sepanjang malam, 19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19% mengalami

kesulitan untuk tertidur.



Inanition (malnutrisi): Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang

terjadi pada usia lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis

yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan

fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan

berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien,

kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan

menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.



Impairement of hearing, vision, and smell (gangguan pendengaran,

penglihatan dan penciuman): Gangguan pendengaran sangat umum ditemui

pada geriatri. Prevalensi gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat

dari 21% pada kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85

tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk semua

umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri. Gangguan

penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status

fungsional, fungsi sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan

pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas

fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas.


-
Otosklerosis: terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan

gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga

bagian dalam, juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural.


-
Penyakit Ménière: penyakit telinga bagian dalam yang menyebabkan

gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan pusing.

2.3.2 Penyakit Sistemik Pada Pasien Geriatri


Fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses penuaan sehingga

penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia. Selain itu masalah

degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit

menular. Hasil Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit

Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi, artritis, stroke, Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus (DM). Sedangkan penyakit menular yang

diderita adalah tuberkulosis, diare, pneumonia dan hepatitis.3,16

Tabel 2.1. Masalah Kesehatan Lanjut Usia16

Prevalensi
No. Masalah Kesehatan
55-64 tahun 65-74 tahun ≥75 tahun

1 Hipertensi 45,9 57,6 63,8

2 Artritis 45 51,9 54,8

3 Stroke 33 4,61 67

4 PPOK 5,6 8,6 9,4


5 DM 5,5 4,8 3,5

6 Kanker 3,2 3,9 5

7 Penyakit Jantung Coroner 2,8 3,6 3,2

8 Batu Ginjal 1,3 1,2 1,1

9 Gagal Jantung 0,7 0,9 1,1

10 Gagal Ginjal 0,5 0,5 0,6

2.3.3 Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien Geriatri


Kesehatan gigi atau sekarang sering disebut sebagai kesehatan mulut adalah

kesejahteraan rongga mulut, termasuk gigi geligi dan struktur jaringan–jaringan

pendukungnya yang bebas dari penyakit dan rasa sakit dan serta jaringan–jaringan

pendukungnya berfungsi secara optimal yang akan menjadikan rasa percaya diri serta

hubungan interpersonal dalam tingkatan paling tinggi. Keberadaan penyakit gigi dan

mulut akan dapat mempengaruhi kesehatan umum, walaupun tidak menyebabkan

kematian secara langsung.17

Menurut Sariningsih dalam Widayagdo, rongga mulut merupakan bagian dari

kepala, berbentuk sebuah rongga atau ruangan yang dibatasi oleh bibir, pipi, tulang

rahang, jaringan dasar mulut serta langit-langit (palatum). Rongga ini dilapisi oleh

jaringan lunak yang disebut selaput lendir mulut (mukosa). Sama seperti kulit,

membran mukosa berfungsi untuk melapisi dan melindungi jaringan yang ada di
bawahnya. Perbedaannya yaitu membran mukosa mulut menghasilkan suatu cairan

yang disebut saliva. Saliva ini berfungsi menjaga rongga mulut selalu lembab.18

Mukosa mengalami perubahan pada struktur, fungsi dan elastisitas jaringan

mukosa mulut seiring bertambahnya usia. Gambaran klinis jaringan mukosa mulut

lansia tidak berbeda jauh dengan individu muda, tetapi riwayat adanya trauma,

penyakit mukosa, kebiasaan merokok, dan adanya gangguan pada kelenjar ludah

dapat mengubah gambaran klinis dengan karakteristik penuaan mukosa mulut.

Mukosa mulut terlihat pucat dan kering, hilangnya stippling pada gingiva, terjadinya

edema, elastisitas jaringan berkurang, jaringan mudah mengalami iritasi dan rapuh,

kemunduran lamina propria, epitel mengalami penipisan, keratinisasi berkurang,

vaskularisasi berkurang sehingga mudah atropi, serta penebalan serabut kolagen pada

lamina propia.18

2.4 Kualitas Hidup Lansia


Kualitas hidup adalah sejauh mana seseorang dapat merasakan dan menikmati

terjadinya segala peristiwa penting dalam kehidupannya sehingga kehidupannya

menjadi sejahtera. Hardiwinoto menyebutkan bahwa kesejahteraan menjadi salah satu

parameter tingginya kualitas hidup lanjut usia sehingga mereka dapat menikmati

kehidupan masa tuanya. WHOQOL (World Health Organization Quality of Life)

Group menyebutkan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik,

kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan aspek lingkungan. Kondisi kesehatan fisik

secara keseluruhan mengalami kemunduran sejak seseorang memasuki fase lansia


dalam kehidupan, ditandai dengan munculnya berbagai gejala penyakit yang belum

pernah diderita pada usia muda. Secara umum, pada usia tersebut terjadi

perubahanperubahan pada lanjut usia baik psikososial, fisiologis, maupun mental.

Fisik yang berfungsi baik memungkinkan lanjut usia untuk mencapai penuaan yang

berkualitas. Namun, ketidaksiapan lanjut usia menghadapi keadaan tersebut akan

berdampak pada rendahnya pencapaian kualitas hidupnya. Perubahan psikologis

berasal dari kesadaran tentang perasaan rendah diri apabila dibandingkan dengan

orang yang lebih muda, kekuatan, kecepatan, dan keterampilan. Usia yang bertambah

menyebabkan kegiatan sosial pun semakin berkurang sehingga proses pengunduran

diri pada masa usia lanjut di lingkungan sosial dan ketidakaktifan lansia dalam

aktivitas sosial akan berdampak pada penurunan kualitas hidupnya. Renwick &

Brown mengemukakan bahwa individu tinggal di dalam suatu lingkup lingkungan

yang disebut sebagai tempat tinggal, sehingga kualitas hidup berkaitan dengan

dimana lingkungan tempat individu tersebut tinggal.19


2.4.2 Penilaian OSCAR (Oral, Systemic, Capability, Autonomy, Reality)
Tabel 2.2. Penilaian Kondisi Gigi dan Mulut dengan OSCAR21,22

Faktor Penilaian Alat Ukur


Bagaimana kondisi kesehatan rongga
mulut pasien geriatri?
- Gigi - Pemeriksaan
- Protesa intra oral
O Oral - Periodonsium - Pemeriksaan
- Kondisi Pulpa radiografis
- Mukosa Oral
- Saliva
Bagaimana kondisi medis pasien geriatri
dan pengobatan sistemik yang sedang dia
jalani? - Anamnesis
- Perubahan fisiologis rongga mulut - Pemeriksaan
S Systemic
lansia Penunjang
- Diagnosis Medis
- Farmakologi
Bagaimana tingkat kemampuan fungsional
- Penilaian
dan mobilitas pasien geriatri?
ADL
C Capability - Kemampuan fungsional
- Penilaian
- Kemampuan merawat diri sendiri
Risiko Jatuh
- Kebersihan rongga mulut
Apakah pasien geriatri mampu mengambil
keputusan?
A Autonomy - Kemampuan mengambil keputusan - Wawancara
- Kebebasan dalam
mencari/menentukan alternatif
Apakah kesehatan rongga mulut menjadi
prioritas untuk ditangani terlebuh dahulu?
- Prioritas diri kesehatan rongga
- Status
mulut
R Reality Pasien
- Kemampuan finansial pasien
Geriatri
- Kemampuan pasien untuk
mengikuti tahap perawatan gigi
- Harapan hidup pasien Geriatri
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Pemeriksaan Subyektif

3.1.1 Anamnesis

Pasien geriatri perempuan berusia 67 tahun datang ke Klinik Integrasi III

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Moestopo

(Beragama) pada tanggal 27 November 2020 dengan keluhan gigi atas depan kiri

terasa tidak nyaman ketika makan makanan yang keras, terkadang terasa nyeri di

kepala sebelah kiri, rasa nyeri hanya sebentar, mulai terasa sejak 1 bulan yang lalu.

Pasien tidak pernah minum obat untuk menghilangkan rasa nyeri karena rasa nyeri

dapat hilang sendiri. Pasien menyikat gigi 2 kali sehari setiap mandi dengan sikat gigi

bulu sedang. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

Pekerjaan sehari-hari yang dilakukan pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien tidak

memiliki penyakit sistemik dan alergi. Pasien tidak memiliki riwayat jatuh, tidak

berkacamata. Semua kegiatan dilakukan mandiri tanpa bantuan siapapun.


3.1.2 Peniliaian Resiko Jatuh Pasien Geriatri Bedasarkan Skala Resiko Jatuh

Ontario Modified Stratify

Jatuh adalah kejadian yang tidak disadari dimana seseorang terjatuh dari

tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah yang bisa disebabkan oleh

hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang berlebihan. Keselamatan usia lanjut

berdampak pada kualitas hidup, aktivitas sosial, dan ekonomi berupa aktif

bermasyarakat, serta menurunkan beban biaya ketergantungan bagi keluarga,

masyarakat, maupun pemerintah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara usia dan aktivitas seharihari dengan risiko jatuh pasien usia lanjut.23

Usia yang tertinggi adalah 76-80 tahun yang termasuk kategori usia old

menurut WHO. Usia tua akan mengalami penurunan dalam kemampuan melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga fleksibilitas yang dimiliki akan semakin

menurun dan menyebabkan risiko jatuh yang lebih besar. Hasil menyatakan bahwa

usia lanjut wanita memiliki skor risiko jatuh tinggi yang lebih banyak daripada usia

lanjut laki-laki dan juga skor jatuh akan semakin meningkat dengan bertambahnya

usia.23

Risiko jatuh pada usia lanjut meningkat seiring dengan bertambahnya faktor

risiko jatuh yaitu, usia, kondisi patologis, dan faktor lingkungan. Usia lanjut

mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan

perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot,

elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dalam hal apapun. Penurunan fungsi

dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan kemampuan mempertahankan


keseimbangan tubuh usia lanjut. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan

ganggaun keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh manusia, diantaranya efek

penuaan, kecelakaan, maupun karena faktor penyakit.23

Langkah – langkah dalam melakukan pencegahan dan pengurangan dengan

kasus pasien resiko jatuh yaitu:24

1. Standar Resiko Rendah

▪ Posisi tempat tidur rendah dan ada pengganjal (rem) pada roda tempat

tidur

▪ Ada pengaman di samping tempat tidur dengan/atau sisi pengaman

▪ Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah

▪ tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya terjepit atau menggantung

▪ Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi dan dibantu bila

membutuhkan bantuan

▪ Memiliki akses untuk untuk menghubungi petugas kesehatan yang

mudah dijangkau

▪ Menjelaskan kepada pasien kegunaan alat – alat medis dan non medis

yang berada di sekitarnya.


▪ Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung resiko

▪ Penerangan lampu yang cukup pada ruangan.

▪ Dokumen tentang data pasien harus terjaga untuk memudahkan

pemberi layanan kesehatan lainnya untuk mengetahui status kesehatan

pasien tersebut.
2. Standar Resiko Tinggi

▪ Memberikan tanda pengenal berupa gelang identitas pada pasien

dengan warna kuning.

▪ Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh

▪ Pemberiaan informasi kepada pasien dan keluarga tentang protokol

pencegahan pasien jatuh.

▪ Membantu pasien saat akan melakukan mobilisasi

▪ Penempatan tempat tidur disesuaikan dengan perkembangan pasien.

▪ Alat yang tidak dibutuhkan dipindahkan atau dijauhkan dari

lingkungan pasien

Risiko jatuh tersebut biasanya terjadi pada saat pasien lansia melakukan

perawatan di rumah sakit yang akan mengakibatkan peningkatan dalam durasi rawat

inap. Penggunaan alat screening (penilaian) untuk pasien dengan risiko jatuh sangat

dibutuhkan, salah satu jenis penilaian yang sangat sering digunakan adalah OMS

(Ontario Modified Stratifiy). OMS (Ontario Modified Stratifiy) merupakan suatu alat

ukur untuk melihat tingkat keparahan pada pasien risiko jatuh yang memiliki 6

parameter yaitu riwayat jatuh, status mental, penglihatan, kebiasaan, transfer tempat

serta mobilitas.25
Tabel 3.1. Peniliaian Resiko Jatuh Pasien Geriatri Bedasarkan Skala Resiko Jatuh Ontario
Modified Stratify
Parameter Skrining Jawaban Keterangan Nilai Skor
Apakah pasien datang ke rumah sakit 0
Ya / Tidak
Riwayat karena jatuh? Salah satu
Jatuh Jika tidak,apakah pasien mengalami jawaban ya = 6
Ya / Tidak
jatuh dalam 2 bulan terakhir ini?
Apakah pasien delirium? (tidak dapat 0
membuat keputusan, pola pikir tidak Ya / Tidak
terorganisir, gangguan daya ingat)
Status Apakah pasien disorientasi? (salah Salah satu
Mental menyebutkan waktu, tempat, atau Ya / Tidak jawaban ya = 14
orang)
Apakah pasien mengalami agitasi?
Ya / Tidak
(ketakutan, gelisah, dan cemas)
Apakah pasien memakai kacamata? Ya / Tidak 0
Apakah pasien mengeluh ada
Ya / Tidak Salah satu
Penglihatan penglihatan buram?
jawaban ya = 1
Apakah pasien mempunyai katarak,
Ya / Tidak
galukoma, degenerasi makula?
Apakah terdapat perubahan perilaku 0
Kebiasaan
berkemih? (Frekuensi, urgensi, Ya / Tidak Ya = 2
berkemih
inkontinensia, nokturia)
Transfer Mandiri (boleh menggunakan alat bantu 0 0
(dari jalan)
tempat Memerlukan sedikit bantuan (1 orang) 1
tidur ke atau dalam pengawasan Jumlahkan nilai
kursi dan Memerlukan bantuan yang nyata (2 2 transfer dan
kembali ke orang) mobilitas.
tempat Jika nilai total 0
Tidak dapat duduk dengan seimbang, 3
tidur) – 3 maka skor =
perlu bantuan total
0
Mandiri (boleh menggunakan alat bantu 0
Jika nilai total 4
jalan)
– 6 maka skor =
Berjalan dengan bantuan 1 orang (verbal 1 7
Mobilitas
/ fisik)
Menggunakan kursi roda 2
Immobilisasi 3
TOTAL SKOR 0
Keterangan :
Skor Risiko
0–5 Rendah
6 – 16 Sedang
17 – 30 Tinggi

Dari tabel Penilaian risiko jatuh pasien geriatri, pasien memiliki risiko jatuh

yang rendah, dengan skor = 0.

3.1.3 Penilaian ADL ( Activity Daily Learning)

ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari yang merupakan

aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain: ke toilet, makan,

berpakaian (berdandan), mandi dan berpindah tempat. ADL adalah keterampilan

dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya

secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk

memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai peribadi dalam keluarga dan

masyarakat. Istilah ADL mencangkup perawatan diri (seperti berpakaian, makan dan

minum, toileting, mandi, berhias dan menyiapkan makanan, menulis, mengelola uang

dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling ditempat tidur, bangun dan duduk,

transfer/begeser dari sat tempat ke tempat lain). Pengukuran ADL akan lebih mudah

dinilai dan divaluasi secara kuantitatif dengan sistem skor yang sudah banyak

dikemukakan berbagai penulis.20


Tabel 3.2. Penilaian ADL (Activity Daily Leaning)
Ketergantungan Mandiri
Aktifitas (Skor 0) (Skor 1)
No. Skor : 0 DENGAN bantuan, arahan, asisten TANPA bantuan, arahan atau asisten
atau 1 pribadi atau dirawat total oleh orang pribadi
lain
1. Mandi Membutuhkan bantuan lebih dari satu Mandiri atau membutuhkan bantuan
bagian tubuh, dibantu untuk keluar hanya sedikit bagian seperti
Skor : 1 masuk kamar mandi. Total membersihkan punggung, area genital
dimandikan atau hambatan ekstremitas
2. Berpakaian Membutuhkan bantuan untuk Mengambil pakaian dari lemari dan
berpakaian sebagian atau total memakaikan ke diri sendiri. Butuh
Skor : 1 dipakaikan. bantuan untuk memakai sepatu
3. Ke toilet Membutuhkan bantuan untuk Berkemih, membersihkan area genital
berkemih, membersihkan area genital secara mandiri
Skor : 1 atau menggunakan pispot.
4. Berpindah Membutuhkan bantuanuntuk Berpindah tempat tidur-kursi-tempat
berpindah dari tempat tidur ke kursi tidur secara mandiri atau dengan
Skor : 1 atau butuh bantuan orang lain dalam menggunakan alat bantuan.
segala aktifitas.
5. BAB & Sebagain atau total tidak dapat Dapat mengendalikan BAB & BAK
BAK mengendalikan BAB & BAK

Skor : 1
6. Makan Membutuhkan bantuan sebagian atau Mengambil makanan dari piring dan
total untuk menyuapi diri atau disuapi ke mulut tanpa bantuan.
Skor : 1 diberikan secara parenteral. Persiapan makanan dapat dilakukan
oleh orang lain.
Skor 0 – 2 : lansia bergantung penuh dengan orang lain
Total skor : 6 3 – 4 : lansia ringkih
5 – 6 : lansia mandiri
Berdasarkan tabel Penilaian ADL (Activity Daily Leaning) pasien merupakan

lansia mandiri, dengan skor = 6.


3.2 Pemeriksaan Objektif

3.2.1 Pemeriksaan Fisik

Suhu : 36°C

Tekanan darah : 148/80 mmHg

3.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral

Wajah : Simetris, tidak ada pembengkakan

Sirkum Oral : TAK

Pipi : TAK

Bibir : Simetris

Kelenjar Limfe :

− Servikal : kanan: tidak teraba, tidak sakit.

kiri: tidak teraba, tidak sakit

− Submandibula : kanan: tidak teraba, tidak sakit

kiri: tidak teraba, tidak sakit

− Submental : tidak teraba, tidak sakit

Sendi temporomandibular : (sakit/tidak sakit, clicking/ krepitasi)

kanan: Tidak sakit

kiri: Tidak sakit

Lain-lain : TAK
3.2.3 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : Sedang

Mukosa Labial : TAK

Mukosa Bukal : TAK

Gingiva : kemerahan di gingiva bagian labial regio 23 dan palatal regio

22, lesi ulser di gingiva bagian labial regio 22

Palatum durum : Torus palatinus kecil

Palatum molle : TAK

Lidah : Coated tongue dan fissure tongue

Dasar mulut : TAK

Lainnya : TAK
Tabel 3.3. Odontogram rahang atas
11 Goyang derajat 1, Atrisi Sisa Akar, Goyang derajat 1, Atrisi 21
12 Missing Goyang derajat 1 22
13 Missing Abfraksi 23
14 Missing Missing 24
15 Missing Missing 25
16 Missing Missing 26
17 Missing Missing 27
18 NON NON 28
Tabel 3.4. Odontogram rahang bawah
48 Missing Missing 38
47 Missing Missing 37
46 Missing Missing 36
45 Sisa Akar, Goyang derajat 1 Missing 35
44 Goyang derajat 1, karies mesioproksimal Sisa Akar 34
43 Missing Missing 33
42 Missing Missing 32
41 Missing Missing 31

Oklusi :-

Diastema : Ada (gigi 21-23)

Gigi anomali : Tidak Ada

Lain-lain : Resesi gingiva RA dan RB

D: 4 M: 23 F: 0

Berdasarkan pemeriksaan odontogram ditemukan gigi 12, 13, 14, 15, 16, 17,

48, 47, 46, 43, 42, 41, 23, 24, 25, 26, 27, 38, 37, 36, 35, 33, 32, 31 missing. Gigi 11,

21, 22, 45, 44 goyang derajat 1. Gigi 34, 45, 21 sisa akar. Gigi 18, 28 tidak tumbuh.

Gigi 11, 21 atrisi. Gigi 44 karies mesioproksimal.


3.3 Pemeriksaan Penunjang

3.3.1 Interpretasi Laboratorium Darah

Tabel 3.5. Hasil Pemeriksaan Lab


No. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
1 Hemoglobin 11,3 Pria : 13-18 g/dl
Wanita : 12-16
2 Leukosit 6.100 3200-10.000 mm3
3 Trombosit 360.000 170.000-380.000 mm3
4 Hematokrit 30% Pria :40-50 %
Wanita :35-45
5 Eritrosit 3,4 Pria :4,4-5,6 106
Wanita :3,8-5,6
6 Basophil 0 0-2 %
7 Eosinophil 0 0-6 %
8 Neutrophil 56 36-73 %
9 Monosit 9 0-11 %
10 Limfosit 35 15-45 %
11 MCV 87 80-100 fl
12 MCH 33 28-34 pg/sel
13 MCHC 38 32-36 g/dl
14 GDS 91 70-150 mg/dl

Pemerikaan penunjang yang dilakukan adalah pemerikaan darah rutin dan

gula darah sewaktu. Didapatkan dari hasil pemeriksaan darah bahwa nilai

hemaglobin, hematokrit dan eritrosi di bawah normal dan MCHC di atas normal.

Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu pasien normal.

3.4 Rujukan

Periodonsia :I
Bedah Mulut : II

Konservasi : III

Prostodonsia : IV

Penyakit Mulut :V

3.5 Rencana Perawatan

I. Periodonsia

− Dilakukan perawatan scaling dan root planing pada rahang atas dan rahang

bawah untuk menghilangkan kalkulus

II. Bedah Mulut

− Dilakukan pencabutan sisa akar gigi 21, 34, dan 45

III. Konservasi

− Dilakukan restorasi komposit klas II pada gigi 44

IV. Prostodonsia

− Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan pada rahang atas dan bawah

V. Penyakit Mulut

− KIE untuk variasi normal torus palatinus, fissure tongue dan coated tongue,

dan pemberian obat untuk ulser


BAB 4
PEMBAHASAN

Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontologi dan kedokteran yang

mempelajari kesehatan pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif. Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang berusia lebih

dari 60 tahun serta mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan gejalanya tidak khas,

fungsi faal menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional. Pada penilaian

resiko jatuh pasien menunjukkan hasil yang rendah dan untuk activity daily learning

dapat disimpulkan bahwa pasien adalah lansia mandiri.26

Terdapat beberapa skema perencanaan perawatan yang sangat berguna untuk

lansia, salah satunya adalah OSCAR yaitu “Penilaian Gigi Geriatri Lima Poin”.

Akronim ini memandu praktisi untuk mempertimbangkan 5 bidang utama rencana

dan manajeman kesehatan rongga mulut yaitu oral, sistemik (systemic), kemampuan

(capability), autonomi (autonomy), realitas (reality). Setiap pasien memerlukan

penilaian menyeluruh dari rongga mulut (oral) dan riwayat kesehatan (systemic)

untuk memberikan perawatan yang aman dan tepat, untuk lansia dengan kebutuhan

kompleks, dengan mempertimbangkan kemampuan pasien dalam merawat diri

(capability) dan menyetujui perawatan (autonomy) sangat penting untuk

merencanakan perawatan yang tepat. Pasien geriatri juga perlu pertimbangan

tambahan seperti harapan hidup dan perawatan paliatif atau akhir kehidupan

(reality).21,22
Seorang perempuan berusia 67 tahun datang ke Klinik Integrasi III Rumah

Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Moestopo (Beragama)

pada tanggal 27 November 2020 dengan keluhan utama gigi atas depan kiri terasa

tidak nyaman ketika makan makanan yang keras, terkadang terasa nyeri di kepala

sebelah kiri, rasa nyeri hanya sebentar, mulai terasa sejak 1 bulan yang lalu. Pasien

tidak pernah minum obat untuk menghilangkan rasa nyeri karena rasa nyeri dapat

hilang sendiri. Pasien menyikat gigi 2 kali sehari setiap mandi dengan sikat gigi bulu

sedang. Dari hasil penilaian OSCAR pada pasien ini, keadaan oral pada pasien ini

menunjukkan bahwa pasien memiliki kebersihan mulut yang kurang baik. Dari hasil

pemeriksaan klinis rongga mulut pasien, terdapat torus palatinus kecil, gigi 12, 13,

14, 15, 16, 17, 48, 47, 46, 43, 42, 41, 23, 24, 25, 26, 27, 38, 37, 36, 35, 33, 32, 31

missing. Gigi 11, 21, 22, 45, 44 goyang derajat 1. Gigi 34, 45, 21 sisa akar. Gigi 18,

28 tidak tumbuh. Gigi 11, 21 atrisi. Gigi 44 karies mesioproksimal. Gigi 11, 21, 22,

23, 45, 44, 34 resesi gingiva. Masalah kesehatan rongga mulut yang ditemukan pada

pasien berdasarkan pemeriksaan intra oral ini adalah sebagian besar gigi di dalam

mulut pasien memiliki kondisi yang kurang baik. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

karena OH pasien yang buruk. Para lansia seringkali mengabaikan kebersihan gigi

dan mulutnya, mereka sering mengeluh sakit gigi, gigi goyang dan hal yang dapat

menyebabkan gigi tanggal. Kondisi yang terjadi pada rongga mulut pasien lansia ini

antara lain, kehilangan gigi dan periodontitis karena faktor usia, dan pola kebiasaan

buruk pasien yang tidak pernah merawat giginya ke dokter gigi. Jaringan periodontal

juga mengalami perubahan akibat proses penuaan. Penyakit jaringan periodontal yang
dialami oleh pasien ini adalah periodontitis hingga gigi goyang yang mengakibatkan

gigi tanggal, sehingga mengganggu fungsi pengunyahan, hal ini mampu membuat

seseorang menjadi sulit untuk mengonsumsi makanan yang dapat mempengaruhi

status gizi pada lansia. Kehilangan gigi juga mempengaruhi kualitas hidup lansia,

semakin banyak jumlah gigi yang hilang maka kualitas hidup individu akan semakin

menurun. Kehilangan gigi terutama pada regio posterior juga mempengaruhi

perubahan pada seseorang secara psikososial. Kehilangan gigi dapat disebut sebagai

prediktor terkuat kualitas hidup yang berhubungan dengan rongga mulut.27,28,29 Gigi

pada pasien ini mengalami atrisi. Atrisi adalah hilangnya substansi gigi secara

bertahap pada permukaan oklusal, insisal dan proksimal gigi karena proses

pengunyahan, hal ini juga dapat disebabkan oleh kontak prematur.28 Pasien lansia ini

juga mengalami resesi gingiva yang menyebabkan akar gigi terbuka, resesi gingiva

adalah proses terjadinya penurunan gingiva yang dapat mengekspos akar gigi.

Sensitivitas gigi dapat meningkat ketika terjadi resesi gingiva dan sensitivitas gigi

akan semakin meningkat setelah akar terpapar. Jika tidak dilakukan perawatan, resesi

gingiva dapat menyebabkan karies akar, gigi goyang hingga kehilangan gigi.

Terbukanya akar gigi juga dapat disebabkan oleh karena metode menyikat gigi yang

salah dan faktor ini diperberat dengan penggunaan bulu sikat gigi yang kasar. Resesi

gingiva merupakan masalah yang sering dikeluhkan, umumnya penderita mengeluh

giginya terlihat lebih panjang. Hal ini terjadi karena posisi marginal gingiva menjauhi

cemento enamel junction (CEJ), sehingga permukaan akar yang semula tertutup

menjadi terbuka. Pada proses penuaan (aging), insidens resesi gingiva semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.30 Pada pemeriksaan ekstra oral pasien

tidak ditemukan adanya kelainan.

Hasil evaluasi sistemik pada pasien ini menunjukkan bahwa keadaan umum

pasien normal, dengan tekanan darah berdasarkan umur pasien geriatri memiliki

tekanan darah normal yaitu 148/80mmHg.31 Pasien tidak memiliki penyakit sistemik

dan riwayat penyakit sistemik yang diturunkan dari keluarga. Hasil pemeriksaan

darah lengkap pada lansia ini menunjukkan kadar leukosit, trombosit, basophil,

eosinophil, neutrophil, monosit, limfosit, MCV, MCH, dan gula darah sewaktu

dengan jumlah normal. Hasil pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit di

bawah normal. Nilai MCHC di atas normal. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan

tersebut pasien dinyatakan pasien suspect anemia. Seseorang lansia dikatakan

menderita anemia apabila konsentrasi hemoglobin pada orang tersebut lebih rendah

dari nilai normal hemoglobin yang sesuai dengan jenis kelamin dan umur dari orang

tersebut. Oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO: World Health Organization) telah

ditetapkan batasan anemia yaitu untuk wanita lansia apabilah konsentrasi

hemoglobinnya di bawah 12 gr/dL (7,5 mmol/L) dan untuk pria lansia apabilah

konsentrasi hemoglobinnya di bawah 13 gr / dL (8,1 mmol / L). Anemia pada lanjut

usia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain genetik, defisiensi

vitamin, defisiensi besi, dan penyakit lain. Penyebab anemia yang paling umum pada

lanjut usia adalah penyakit kronik, termasuk inflamasi kronik, keganasan, dan infeksi

kronik. Sedangkan Menurut hasil studi NHANES III (National Health and Nutrition
Examination Study), terdapat 3 penyebab utama anemia pada usia lanjut, yaitu

inflamasi atau penyakit kronik, defisiensi nutrisi atau kehilangan darah dan anemia

yang tidak dapat dijelaskan. Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul

setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul

setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1-2 bulan. Anemia penyakit

kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit atau kondisi seperti infeksi kronik

misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial, inflamasi kronik misalnya artritis,

reumatoid, demam reumatik, Iain-lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung

kongestif dan idiopatik. Defisiensi nutrisi atau kehilangan darah merupakan penyebab

kedua tersering untuk anemia pada lanjut usia. Penyebabnya antara lain perdarahan

gastrointestinal yang dipicu oleh gastritis karena pemakaian obat-obatan anti

inflamasi non steroid, kanker kolon, divertikel dan angiodisplasia. Kehilangan darah

kronis akibat kanker traktus urogenital, hemoptisis kronik dan kelainan perdarahan

juga dapat mengakibatkan defisiensi besi. Lanjut usia dapat kekurangan besi karena

pemasukan maupun penyerapan besi yang tidak adekuat. Tanpa kehilangan darah,

anemia baru dapat terjadi dalam beberapa tahun. Proses menua akan berjalan searah

dengan menurunnya kapasitas fungsional, baik pada tingkat seluler maupun tingkat

organ. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan intemal yang

berubah cenderung membuat orang usia lanjut sulit untuk memelihara kestabilan

status fisik. Lansia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan

akan makin banyaknya distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai

"penyakit degeneratif”. Dengan banyaknya distorsi dan penurunan cadangan sistem


fisiologis akan terjadi pula gangguan terhadap sistem hematopoiesis. Anemia sering

memiliki onset berbahaya pada lansia. Meskipun penurunan akut pada hemoglobin

akan menyebabkan gejala deplesi volume, seperti pusing dan jatuh, onset lambat

anemia lebih baik ditoleransi, dengan gejala berkembang sebagai mekanisme

kompensasi yang gagal. Lansia tidak dapat meningkatkan denyut jantung dan cardiac

output seperti halnya orang muda, dengan dyspnea, kelelahan, dan kebingungan

menjadi lebih umum sebagai gejala anemia yang memburuk. Ada beberapa

tanda-tanda pada pemeriksaan fisik yang spesifik untuk anemia ringan atau sedang.

Konjungtiva pucat biasanya dicatat ketika tingkat hemoglobin turun di bawah 9 g per

dL (90 g per L) . Pada orang dengan beberapa penyakit kronis, dokter mungkin

mengabaikan gejala anemia atau atribut terhadap proses penyakit yang mendasarinya.

Pemeriksaan darah lengkap atau pengukuran hematokrit akan mengkonfirmasi

diagnosis anemia.32 Pasien akan dirujuk ke dokter penyakit dalam untuk dirawat

terkait penyakit anemia.

Hasil evaluasi capability dari penilaian kemampuan pasien dalam merawat

diri berdasarkan penilaian ADL (Activity Daily Leaning) pasien merupakan lansia

mandiri, dengan skor = 6 bahwa pasien dapat merawat dirinya secara mandiri dalam

aktivitas hariannya seperti mandi, makan, berpakaian, ke toilet, BAB dan BAK.

Pasien tidak memerlukan asisten dan alat bantu jalan (tongkat atau kursi roda) untuk

berpindah tempat.33,34 Dari penilaian risiko jatuh pasien geriatri berdasarkan Ontario

Modified Stratify, pasien memiliki risiko jatuh yang rendah, dengan skor = 0. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien adalah lansia mandiri. Hasil dari anamnesis pasien tidak

mengalami gangguan penglihatan dan tidak berkacamata.

Hasil evaluasi autonomy dari penilaian untuk menyetujui perawatan

menunjukkan bahwa pasien tidak bergantung kepada orang lain.34 Pasien dapat

memberikan persetujuan medis sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Pasien dapat

mendengar dengan jelas dan dapat mengerti apa yang disampaikan kepada dirinya

dengan baik. Dilihat dari keadaan umum pasien yang baik, serta pasien masih

termasuk golongan lansia mandiri maka yang diperlukan adalah edukasi pasien

terkait kondisi klinis intraoral dan penyakit sistemik seperti tetap menjaga pola

makan, mencukupi asupan nutrisi, keamanan di dalam dan sekitar rumah, menjaga

kebersihan mulut, melakukan perawatan gigi berupa pembersihan karang gigi,

pencabutan gigi, penambalan gigi dan pembuatan gigi tiruan serta rujukan ke dokter

penyakit dalam untuk tindak lanjut terkait anemia.

Hasil evaluasi reality dari penilaian harapan hidup dan perawatan paliatif atau

akhir kehidupan pasien geriatri menunjukkan bahwa pasien memiliki kesadaran yang

tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut.34 Hal ini ditunjukkan dari kesediaannya

untuk dirawat gigi dan mulut. Pasien geriatri ini memiliki harapan hidup yang baik

bila melakukan perawatan medis dan perawatan paliatif terkait kondisi intra oral dan

penyakit sistemik.
BAB 5

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis pasien perempuan berusia 67 tahun termasuk pasien

geriatri berdasarkan kategori usia. Berdasarkan hasil penilaian OSCAR, OH pasien

buruk karena terdapat banyak gigi yang hilang, karies dan gigi yang tersisa dalam

keadaan buruk. Penilaian resiko jatuh menggunakan penilaian Ontario Modified

Stratify menujukkan hasil resiko jatuh yang rendah serta penilaian Activity Daily

Learning menunjukkan hasil pasien lansia mandiri namun tetap perlu diperhatikan

lingkungan di sekitarnya. Penilaian darah lengkap mendapatkan hasil hemoglobin,

hematokrit dan eritrosit yang lebih rendah dari normal dan nilai MCHC yang lebih

tinggi dari normal sehingga pasien dicurigai memiliki penyakit anemia. Pasien juga

perlu dirujuk ke dokter penyakit dalam untuk perawatan suspect anemia dari hasil

pemeriksaan darah lengkap. Pasien lansia ini dapat menerima edukasi dan persetujuan

perawatan yang diberikan terkait kondisi rongga mulut dan sistemik serta pasien

memiliki harapan hidup yang baik karena kesadaran yang tinggi terhadap perawatan

gigi dan mulut.


Daftar Pustaka

1. Pudjiastuti. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC. 2003. Hal 3.

2. Sofia R, Gusti Y. Hubungan Depresi dengan Status Gizi Lansia di Panti


Sosial. Jurnal Ilmiah Sains, Teknologi, Ekonomi, Sosial dan Budaya.
2017. 1(1):54-60.

3. Anonim. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia; 2016.

4. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. Badan Pusat
Statistik. 2019: 10-14.

5. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di
Indonesia. Infodatin. 2016: 3-4.

6. Ratmini, Arifin. Hubungan Kesehatan Mulut dengan Kualitas Hidup


Lansia. Jurnal Ilmu Gizi. 2011. 2 (2): 139-147.

7. Simbolon BH. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Gigi


Tiruan pada Lansia. Jurnal Keperawatan. 2015. 11(2):334-351

8. Penninx dkk. Anemia is Associated with Disability and Decreased Physical


Performance and Muscle Strength in the Elderly. JAGS. 2004;52(5): 719-724

9. Kemenkes RI. Penyelanggaraan Pelayanan Geriatri Di Rumah Sakit. 2014: 1-2

10. Muhith A. Siyoto S. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Andi Offset. 2016: 1-2

11. Lengkong PEO, Pangemanan DHC, Mariati NW. Gambaran Perilaku dan
Cara Merawat Gigi Tiruan Sebagian Lepasan pada Lansia di Panti
Werdha Minahasa Iduk. Jurnal e-GiGi. 2015. 3(1).

12. Nisa K. Brain Gym Effects on the Change of Cognitive Function and
Insomnia to Improve Qualiy of Life in Elderly in Panti Tresna Werda
Natar Lampung Selatan. Seminar Nasional Sains & Teknologi VI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung. 2015. 564-
678
13. Wahdini S. Peran Akupunktur dalam penatalaksanaan pasie geriatric. 2014;
2(2): 133-137

14. Dini AA. Sindrom Geriatri (Imobilitas, Instabilitas, Gangguan Intelektual,


Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan Pendengaran). Medula.
2013; 1(3): 117-125

15. Sheiham A. Oral Health, General Health and Quality of Life. Bulletin of the
World Health Organization. 2005. 83 (9); 641-720.

16. Anonim. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

17. Widayagdo A, Nugroho C. Kondisi Rongga Mulut pada Lansia


Kabupaten Brebes. Indonesian Oral Health Journal. 2017. 2(1):9-16.

18. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien
Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan
Pelayanan Kedokteran di Indonesia. 2013; 1(3): 235-242

19. Rohmah AIN, Purwaningsih, Ariyah K. Kualitas Hidup Lanut Usia. Jurnal
Keperawatan. 2012;3(2): 12-132

20. Pashmdarfard M, Azad A. Assessment tools to evaluate Activities of Daily


Living (ADL) and Instrumental Activities of Daily Living (IADL) in
older adults: A systematic review. 2020; 34(33): 1-16

21. Chávez EM, Wong LM, Subar P, Young DA, Wong A. Dental Care for
Geriatric and Special Needs Populations. Dent Clin N Am. 2018;62(2):
245–267

22. Ettinger RL. Treatment planning concepts for the ageing patient. 2015; 60:(1):
71-85

23. Deniro AJN , Sulistiawati NN, Widajanti N. Hubungan antara Usia dan
Aktivitas Sehari-Hari dengan Risiko Jatuh Pasien Instalasi Rawat Jalan
Geriatri. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2017; 4(4): 199-203.

24. Marpaung SHS. Pelaksanaan Peningkatan Keselamatan Pasien dengan


Sasaran Pengurangan Resiko Pasien Jatuh di Rumah Sakit. Literature
riview. 2018. 1-7
25. Curto AV. Bapp SC. Tiedmann A. Treacy D. Lord SR. Sherrington C. External
Validation of Approaches to Prediction Falls During Hospital Rehabilitation
Stays and Development of a New Simpler Tool. J Rehabil Med. 2018;56: 216-
222.
26. Sari DS, Arina YMD, Ermawati T. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi
Mulut dengan Status Kebersihan Rongga Mulut pada Lansia. Jurnal
IKESMA. 2011; 11(1): 45
27. Senjaya AA. Gigi Lansia. J Skala Husada. 2016;13(1): 72-80.

28. Pindobilowo. Pengaruh Oral Hygiene Terhadap Malnutrisi Pada Lansia

(Kajian Pustaka). JITEKGI. 2018;14(1): 1-5.

29. Rizkillah MN, Isnaeni RS, Fadilah RPN. Pengaruh Kehilangan Gigi Posterior

Terhadap Kualitas Hidup Pada Kelompok Usia 45-65 Tahun. Padjadjaran J

Dent Res Student. 2018: 2(2): 1-7.

30. Krisyudhanti E. Status Kesehatan Gigi & Mulut Masyarakat Kabupaten Timor

Tengah Utara Berdasarkan Format Pemeriksaan WHO Oral Health Surveys

Basic Methods 5TH Edition. Jurnal Kesehatan Gigi. 2019;6(1): 35-44.

31. Suhartini, Ermawati T, Hamzah Z, Meilawati Z. Profil Tekanan Darah pada

Lansia di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Warta Pengabdian. 2018;

2(4): 170-176.

32. Octarindo S. Karakteristik Penderita Anemia pada Lansia di Bagian Penyakit

Dalam RS Muhammadiyah Palembang Periode 1 Juni 2012 - 1 Juni 2013.

Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang; 2014.

33. Maryam, R. Siti, dkk. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba

Medika. 2008.
34. Chávez EM, Wong LM, Subar P, Young DA, Wong A. Dental Care for

Geriatric and Special Needs Populations. Dent Clin N Am. 2018;62(2):

245–267.

Anda mungkin juga menyukai