Anda di halaman 1dari 9

Penelitian GAMBARAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI

NOSOKOMIAL PADA PERAWAT DI RUANG HCU DAN


RAWAT INAP RUMAH SAKIT X DI BALI
Ni Luh Trisnawati 1, Komang Menik Sri Krisnawati 2, Made Rini Damayanti 3
1
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2
Departemen Manajemen Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali,
Indonesia
3
Departemen Keperawatan Kesehatan Komunitas, Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman,
Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Pendahuluan: Infeksi nosokomial merupakan masalah serius yang dihadapi rumah sakit karena
menimbulkan dampak signifikan. Kejadian infeksi nosokomial dapat berhubungan dengan pelayanan
yang diberikan oleh perawat di rumah sakit. Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif
analitik dengan pendekatan cross-sectional. Responden pada penelitian ini terdiri dari 30 perawat di
Ruang HCU dan rawat inap yang diambil berdasarkan teknik simple random sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan pengisian kuesioner pengetahuan, sikap dan observasi tindakan keperawatan.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan perawat di Ruang HCU memiliki pengetahuan yang
baik (53,3%), sikap yang positif (93,3%) dan tindakan yang sedang (46,7%), sedangkan di ruang
rawat inap didapatkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik (53,3%), sikap yang positif
(86,7%)dan tindakan yang sedang (33,3%) terkait pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan perawat yang bekerja di ruang HCU dan ruang
rawat inap dapat melaksanakan tindakan pencegahan infeksi nosocomial dengan baik sesuai dengan
standar prosedur operasional rumah sakit untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Kesimpulan:
Rekomendasi diberikan kepada perawat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam
mencegah infeksi nosocomial sesuai standar rumah sakit yang berlaku.

Kata Kunci: Infeksi Nosokomial, Pengetahuan, Sikap, Tindakan.

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 11


ABSTRACT
Introduction: Nosocomial infections are serious problems faced by hospitals because they may
cause adverse effects, one of which can reduce the quality of hospital services. The incidence of
nosocomial infection could be related to the services provided by the nurses in the hospital. Methods:
This research uses descriptive analytic design with cross-sectional approach. The respondents of the
study were 30 nurses at the high care unit ward and the inpatient Wards taken by simple random
sampling technique. Data collection was conducted by filling out the questionnaires of knowledge,
attitude and observation of nursing actions. Result: The findings showed that nurses in the HCU
Ward in X Hospital had good knowledge (53.3%), positive attitude (93.3%) and moderate action
(46.7%), while in the inpatient Ward, it was found good knowledge of nurses (53.3%), positive attitude
(86.7%) and moderate action (33.3%) related to the prevention of nosocomial infection. Based on the
result of the research, the researcher suggested to the nurses in HCU Ward and the Inpatient Ward to
perform the precautionary action of nosocomial infection properly in accordance with the Standard
Operational Procedure of hospital to prevent cross infection. Conclusion: It is recommended to
nurses to improve their knowledge, attitude and action in order to prevent nosocomial infection in
order based on hospital standard.

Keywords: Nosocomial Infection, Knowledge, Attitude, Action

PENDAHULUAN panjang[12].
Pencegahan infeksi nosocomial dapat
Infeksi nosokomial merupakan infeksi dilakukan dengan mengoptimalkan peran
yang didapat dari lingkungan rumah sakit pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
akibat transmisi patogen[9]. Infeksi nosokomial di rumah sakit termasuk perawat. Perawat
pertama kali muncul dalam waktu 72 jam atau merupakan profesi yang berperan penting di
empat hari setelah pasien masuk rumah sakit rumah sakit[21]. Hasmoko[16] menyatakan
atau 30 hari setelah pasien keluar dari rumah bahwa profesi keperawatan merupakan
sakit[20]. Kondisi ini kemudian dapat profesi kunci dalam menentukan kualitas
menyebabkan dampak yang signifikan pelayanan kesehatan. Hal ini didukung
terhadap kesehatan pasien[3]. Prawirohardjo[32] yang menyatakan bahwa
Kejadian Infeksi nosokomial menjadi perawat merupakan profesi yang mendampingi
penyebab tertinggi dalam meningkatkan angka pasien dengan waktu yang lebih lama
mortalitas dan morbiditas pasien dalam dibandingkan dengan petugas pelayanan
menjalani masa perawatan rumah sakit[18]. Di kesehatan lain sehingga diasumsikan menjadi
dunia, persentase infeksi nosocomial prediktor yang mempmiliki pengaruh signifikan
mencapai 9% dan menyebabkan lebih dari 1,4 terhadap pencegahan infeksi nosokomial di
juta jiwa kematian setiap harinya[4]. Penelitian rumah sakit.
sebelumnya di 11 rumah sakit di Indonesia Studi pendahuluan yang dilakukan
pada tahun 2004 juga menunjukkan bahwa Rumah Sakit X menemukan bahwa adanya
9,8% pasien rawat inap mengalami infeksi kejadian infeksi nosocomial sebesar 1,3%
nosokomial[7]. pada tahun 2016. Kondisi ini ditemukan pada
Hingga kini, kejadian infeksi nosokomial unit pelayanan rawat inap dan pelayanan
menjadi fokus utama pelayanan kesehatan. intensif. Hasil studi pendahuluan
Hal ini disebabkan oleh dampak luas yang mendapatkan bahwa ruang HCU merupakan
diakibatkannya. Ojong, Etim, Nlumanze & salah satu bagian dari unit pelayanan intensif
Akpan[29] menyatakan bahwa selain dapat dan memiliki angka kejadian infeksi tertinggi,
menyebabkan morbiditas dan mortalitas, sementara itu kejadian infeksi nosokomial
infeksi nosokomial juga dapat menimbulkan tertinggi kedua ditemukan di ruang unit rawat
perpanjangan hari perawatan pasien di rumah inap. Kejadian infeksi nosokomial di ruang
sakit. Pernyataan serupa juga disebutkan HCU ditemukan rata-rata mencapai 13 kasus
Ghadmgahi, Zighaimat, Ebadi, dan setiap bulan dan di ruang Rawat Inap
Houshmand[14] yang menyatakan bahwa sebanyak 8 kasus setiap bulan. Angka
pasien dengan infeksi nosokomial dapat kejadian infeksi noskomial di Rumah sakit X
memiliki waktu hospitalisasi yang panjang, masih lebih tinggi dibandingkan dengan
angka kematian yang tinggi dan disfungsi Rumah Sakit Umum Pusat yang berada di
organ lebih berat dibandingkan dengan pasien provinsi Bali (0,59%) dan salah satu rumah
lainnya. Kondisi ini kemudian dapat sakit umum daerah di Bali (0,08%).
meningkatkan penderitaan pasien dan Hasil wawancara yang dilakukan pada
menyebabkan adanya pembiayaan lebih besar tenaga keperawatan mendapatkan enam dari
akibat jangka waktu perawatan yang semakin 12 perawat di Ruang HCU dan Rawat Inap

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │12


mengatakan hanya mengetahui moment cuci Observasi non partisipan digunakan dalam
tangan dari sejumlah pelaksanaan penelitian ini. Data yang didapatkan oleh
pencegahan infeksi nosokomial. Hasil peneliti kemudian dianalisis dengan tingkat
observasi terhadap enam dari 12 perawat juga kepercayaan 95%. Penelitian ini juga telah
mendapatkan bahwa perilaku dalam dinyatakan lolos uji kelaikan etik dari Komisi
pencegahan infeksi yang dilakukan oleh Etik Fakultas Kedokteran Universitas
perawat belum sesuai dengan Standar Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Operasional Prosedur (SOP) yang telah
disediakan. Hasil wawancara dengan ketua
HASIL
PPI juga menyatakan bahwa belum
dilakukannya penelitian mengenai gambaran Tabel. 1 Gambaran Karakteristik Perawat
terkait pencegahan infeksi nosokomial yang berdasarkan usia dan lama bekerja (n=15)
dilakukan di Rumah Sakit X di Bali. Gambaran
pencegahan infeksi nosokomial merupakan Rerata
hal yang penting untuk diketahui. Gambaran Ruang SD
(min-maks)
tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk
29,00
melaksanakan program pencegahan infeksi Usia 6.024
(20-39)
nosocomial di rumah sakit sehingga dapat HCU
Lama 4,73
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. 3.058
Bekerja (1-9)
Pada penelitian ini, observasi terkait
pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial 26,20
Usia 2.305
dilakukan sebagai kebaharuan dari penelitian Rawat (24-33)
sebelumnya. Berdasarkan latar belakang Inap Lama 3,40
2.230
tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti Bekerja (1-10)
gambaran pelaksanaan pencegahan infeksi
nosokomial pada perawat di Ruang HCU dan
Rawat Inap Rumah Sakit X di Bali. Tabel. 2 Gambaran Karakteristik Perawat
berdasarkan jenis kelamin dan tingkat
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian Tingkat
Jenis Kelamin
Penelitian ini menggunakan metode Pendidikan
Ruang L P S1 D3
penelitian deskriptif analitik dengan desain
penelitian cross-sectional. % % % %
HCU 13,3 86,7 0 100
Populasi dan Sampel Rawat
Populasi dalam penelitian ini adalah 13,3 86,7 33,3 66,7
Inap
seluruh perawat yang bekerja di Ruang HCU
pendidikan (n=15)
dan Rawat Inap berjumlah 61 orang. Sampel
penelitian dipilih dengan teknik simple random
sampling dengan menggunakan kriteria
sampel minimal yakni sebesar 30 sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
di Ruang HCU usia tertinggi perawat
Instrumen Penelitian adalah 39 tahun, sedangkan di Ruang
Pengumpulan data dilakukan dengan Rawat Inap ditemukan usia 33 tahun.
menggunakan instrumen kuesioner yang telah Selain itu, ditemukan pengalaman terlama
dinyatakan valid dan reliabel. Penelitian ini bekerja perawat yakni 10 tahun. Mayoritas
juga menggunakan lembar observasi perawat di Ruang HCU berjenis kelamin
mengenai pelaksanaan pencegahan infeksi perempuan (13,3%) dan seluruhnya
nosokomial. berpendidikan D3, sedangkan di Ruang
Rawat Inap ditemukan perawat dengan
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Pelaksanaan penelitian diawali dengan
jenis kelamin laki-laki (13,3%), dan 33,3%
melakukan perijinan kepada seluru pihak diantaranya memiliki tingkat pendidikan
terkait. Responden dalam penelitian ini S1 Keperawatan.
kemudian diberikan penjelasan mengenai
maksud dan tujuan penelitian, prosedur Tabel 3. Gambaran Pengetahuan Perawat
penelitian, hak dan kewajiban bila menjadi Mengenai Pencegahan Infeksi Nosokomial di
responden, serta pemberian informed consent Ruang HCU dan Rawat Inap
jika bersedia menjadi responden. Kuesioner
diberikan dengan bantuan asisten penelitian.

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │13


Pengetahuan Perawat PEMBAHASAN
Ruang Baik Sedang Kurang Gambaran Pengetahuan Perawat
f % f % f %
Pengetahuan berfungsi sebagai
HCU 8 53,3% 4 26,7% 3 20,0%
informasi spesifik dan menjadi sebuah dasar
Rawat
8 53,3% 4 26,7% 3 20,0% terbentuknya perilaku individu[13]. Penelitian
Inap
ini didukung oleh Salawati, Taufik dan
Putra[37]. bahwa 51,9% perawat diketahui
Tabel 4. Gambaran Sikap Perawat Mengenai memiliki pengetahuan baik. Temuan serupa
Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang menemukan 57% perawat memiliki
HCU dan Rawat Inap pengetahuan rentang sedang hingga tinggi
mengenai pencegahan infeksi
Sikap Perawat nosokomial[38]. Terdapat beberapa faktor
Ruang Positif Negatif yang dapat mempengaruhi tingkat
F % f % pengetahuan yakni pendidikan,
HCU 14 93,3 1 6,7 lingkungan dan pengalaman.
[2,5,6,19,28,34,38,40,41].
Rawat Inap 13 86,7 2 13,3
Hasil penelitian di Ruang HCU
menunjukkan mayoritas (53,3%) perawat
berpengetahuan baik mengenai
Tabel 5. Gambaran Tindakan Perawat pencegahan infeksi nosokomial.
Mengenai Pencegahan Infeksi Berdasarkan hasil isian kuesioner
Nosokomial di Ruang HCU dan Rawat ditemukan bahwa delapan perawat yang
Inap berpengetahuan baik rerata memberikan
jawaban benar pada beberapa domain
Tindakan Perawat
penilaian pengetahuan seperti faktor-
Sangat Baik Sedang Kurang
Ruang faktor yang mempengaruhi (40%), domain
Baik
f % F % F % f % cara penyebaran infeksi nosokomial (40%)
HCU 2 13,3 3 20,0 7 46,7 3 20,0 dan domain universal precaution (66,7%).
Rawat 3 20,0 Mayoritas perawat (53,3%)
3 20,0 4 26,7 5 33,3
Inap ditemukan memiliki berpengetahuan baik
mengenai pencegahan infeksi nosocomial
Hasil penelitian ini menunjukkan di unit rawat inap. Ditemukan delapan
bahwa di Ruang HCU dan di Rawat Inap perawat dengan pengetahuan baik rerata
ditemukan bahwa masing-masing perawat memberikan jawaban benar pada domain
di ruangan tersebut yang memiliki cara penyebaran infeksi nosokomial
pengetahuan baik (53,3%), pengetahuan (53,3%) yang diartikan perawat
sedang (26,7%) dan hanya 20,0% yang mengetahui cara penyebaran infeksi
tergolong pengetahuan kurang. Selain itu nosokomial seperti adanya kesalahan
di Ruang HCU ditemukan bahwa perawat dalam melakukan kebersihan tangan, dan
yang mempunyai sikap positif (93,3%) dan prinsip sterilitas alat. Perawat juga
sikap negatif (6,7%), sedangkan di Rawat dinyatakan mengetahui bahwa cuci
Inap ditemukan perawat yang mempunyai tangan yang tidak optimal dapat
sikap positif (86,7%) dan sikap negatif mempengaruhi penyebaran infeksi
(13,3%). nosokomial. Benson, Narinder, Deodhar,
Penemuan ini juga menunjukkan Jairus, dan Panu[8] menyatakan bahwa
bahwa di Ruang HCU, ditemukan perawat proses cuci tangan yang tidak optimal
menunjukkan tindakan pencegahan infeksi dapat meningkatkan risiko penyebaran
nosocomial sangat baik (13,3%), baik infeksi nosokomial.
(20%), sedang (46,7%) dan kurang (20%), Perawat di ruang Rawat Inap juga
sedangkan di ruang Rawat Inap diketahui memiliki pengetahuan baik
ditemukan perawat yang menunjukkan mengenai prinsip universal precaution
tindakan pencegahan infeksi nosocomial (66,7%) seperti mencuci tangan setelah
sangat baik (20%), baik (26,7%), sedang melakukan tindakan, mekanisme
(33,3%) dan kurang (20%). pembuangan jarum suntik, penggunaan

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │14


APD, dan pembuangan sampah yang baik rungan bertindak dari individu, beberapa
dan benar. Kondisi ini dapat disebabkan respon tertutup terhadap stimulus ataupun
oleh tingkat pendidikan perawat yang obyek tertentu[42] Hasil penelitian ini
tinggi yang kemudian meningkatkan didukung oleh penelitian Pasambo dan
pengetahuan yang dimiliki perawat. Rusmawati[30] bahwa sikap perawat di
Kulsum dan Jauhar[22] menyatakan bahwa ruang rawat inap dan medik sentral
individu dengan tingkat pendidikan yang seperti ICU memiliki sikap yang positif
baik cenderung menampilkan yaitu sebesar 100%. Hal serupa juga
pengetahuan yang dimiliki. ditemukan dimana sebagian besar (64%)
Berdasarkan hasil isian sebaran perawat memiliki sikap positif terhadap
kuesioner yang dilakukan di Ruang HCU, pencegahan infeksi nosokomial[44]. Hasil
ditemukan 20% jawaban tidak tepat pada penelitian ini disebabkan oleh beberapa
domain sumber infeksi nosokomial. faktor yang dapat mempengaruhi sikap
Sementara itu di ruang Rawat Inap yaitu pengaruh orang lain yang dianggap
ditemukan 26,7% perawat tidak tepat penting dan budaya kerja[1,24,36].
dalam memberikan jawaban pada domain Hasil penelitian di Ruang HCU
sumber infeksi nosokomial terkait pasien, menunjukkan bahwa mayoritas perawat
pengunjung dan cairan yang (93,3%) memiliki sikap positif dalam
terkontaminasi dapat berperan sebagai pencegahan infeksi nosokomial.
agen penyebar infeksi. Hal ini diartikan Berdasarkan isian kuesioner ditemukan
perawat belum mengetahui peran bahwa dari 14 perawat yang bersikap
keluarga dapat menyebarkan infeksi saat positif, rerata perawat memberikan
berkunjung, sehingga perawat tidak jawaban yang benar pada beberapa
mampu mengedukasi pengunjung atau domain seperti penggunaan APD (20%).
keluarga dalammenerapkan tindakan Perawat di Ruang HCU memiliki
aseptik saat berkunjung ke ruangan kewajiban dalam menggunakan APD, hal
pasien. Nugraheni dan Winarni[27] ini dikarenakan ruang HCU adalah ruang
menemukan hasil wawancara dan yang merupakan salah satu bagian dari
observasi praktik teknik aseptik petugas unit pelayanan intensif yang memerlukan
kesehatan dan pengunjung masih kurang pemantauan ketat dengan fokus
seperti kebiasaan cuci tangan saat tercapainya keseimbangan hemodinamik
memegang pasien, penggunaan APD bagi pasien sehingga perawat dituntut untuk
pengunjung untuk masuk ruangan khusus memiliki sikap baik dalam menggunakan
seperti HCU. APD[33].
Hasil penelitian mengenai masih Mayoritas perawat (53,3%) di ruang
terdapatnya jawaban salah pada perawat HCU juga diketahui telah memahami
dapat disebabkan karena rumah sakit pentingnya dekontaminasi alat setelah
belum pernah mengadakan pelatihan digunakan yang direndam dengan clorin
serta seminar mengenai pencegahan 0,5%. Hal tersebut disebabkan oleh
infeksi nosokomial. Hasil ini sesuai kebiasaan yang dimiliki yang dapat
dengan pernyataan ketua PPI, dimana mempengaruhi sikap perawat. Perawat
Tim PPI RS belum dapat melaksanakan yang membiasakan diri menerapkan
program pendidikan dan pelatihan dengan standar operasional prosedur dalam
baik. Pendidikan dan pelatihan mengenai bekerja memiliki sikap positif terhadap
pencegahan infeksi nosokomial dapat penerapan prinsip-prinsip kerja sesuai
meningkatkan pengetahuan perawat standar operasional prosedur yang
mengenai pencegahan infeksi nosokomial. ditetapkan[25].
Hal ini dikarenakan ketika mengikuti Hasil penelitian di Rawat Inap juga
pendidikan dan pelatihan, perawat menunjukkan bahwa mayoritas (83,7%)
menerima informasi baru sehingga perawat memiliki sikap positif. Hasil isian
memiliki pengetahuan yang baik. kuesioner menunjukkan perawat yang
memiliki sikap positif rerata menjawab
Gambaran Sikap Perawat benar pada domain penggunaan APD
(20%) dan dekontaminasi (53,3%). Hal ini
Sikap diartikan sebagai kecende- dapat disebabkan adanya pengaruh dari

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │15


orang lain yang dianggap penting seperti kategori sedang.
kepala ruangan yang berperan dalam Hasil observasi di Ruang HCU
membentuk sikap perawat dalam bekerja. Rumah Sakit di Bali menunjukkan 93,3%
Kepala ruangan merupakan pemimpin lini perawat belum optimal dalam
pertama dan memiliki otoritas di ruangan melaksanakan enam langkah cuci tangan.
dalam penyelenggaraan asuhan Hasil observasi mengenai langkah cuci
keperawatan melalui standar pelayanan tangan juga menunjukkan 66,7% perawat
dan berpengaruh terhadap sikap tidak melakukan poin-poin langkah cuci
perawat[43]. tangan seperti menggosok punggung jari-
Perawat di Ruang HCU dan Rawat jari bagian atas dengan telapak tangan,
Inap Rumah Sakit X di Bali diketahui posisi jari seperti menyambung,
memiliki sikap positif. Hal ini dapat menggosok ibu jari kiri dengan telapak
disebabkan karena perawat telah memiliki tangan kanan dengan cara diputar yang
pemahaman yang baik mengenai infeksi dilakukan bergantian dan menggosok
nosokomial. Mayoritas perawat bersikap ujung jari tangan kanan pada telapak
positif merupakan modal awal untuk tangan kiri dengan cara diputar yang
meningkatkan kualitas mutu pelayanan dilakukan bergantian. Sedangkan pada
kesehatan[35]. Selama penelitian, poin five momentcuci tangan, terdapat
terjadinya sikap positif dikarenakan peran beberapa momen yang tidak dilakukan
kepala ruangan sebagai pemimpin lini oleh perawat, seperti sebelum kontak
utama yang menjadi contoh bagi perawat dengan pasien, sebelum melakukan
lainnya. Ketika kepala ruangan memiliki prosedur dan setelah kontak dengan
kepemimpinan efektif yang baik, lingkungan pasien. Selain poin cuci
mayoritas perawat memiliki pencegahan tangan, hasil observasi dalam penelitian
yang baik[3,15]. ini menemukan sebanyak 53,3% perawat
di Ruang HCU sering tidak menggunakan
Gambaran Tindakan Perawat alat pelindung diri dengan tepat, seperti
mengganti handscoon saat melakukan
Tindakan diartikan sebagai tindakan dari satu pasien ke pasien
mekanisme dari suatu pengamatan yang lainnya.Pengunaan APD penting
muncul dari persepsi sehingga ada respon dilakukan di ruang High Care Unit,
untuk mewujudkan suatu tindakan dan dikarenakan lebih banyak dilakukan
dapat dikatakan sebagai respon seorang tindakan pemeriksaan diagnostik dan
individu terhadap stimulus yang berasal pengobatan yang bersifat invasif,
dari dalam dan luar individu tersebut[39]. sehingga resiko terjadinya infeksi
Hasil ini serupa dengan temuan [31]
nosokomial lebih tinggi .
sebelumnya oleh Zhou, Li, Tan, Huang Hasil penelitian mengenai belum
dan Pi[46] yang menyatakan bahwa hanya dilaksanakannya tindakan yang sesuai
53,12% dari total tenaga perawat yang rekomendasi dalam mencegah infeksi
melakukan tindakan kewaspadaan nosokomial di Ruang HCU Rumah Sakit
universal. Penelitian lain juga menemukan di Bali dapat menjadi cerminan bahwa
bahwa sebesar 42% perilaku perawat tingginya angka infeksi yang terjadi di
dalam mencegah infeksi nosokomial Ruang HCU dapat disebabkan oleh salah
masih berada dalam rentang sedang satunya adalah tindakan cuci tangan yang
hingga kurang[38]. Kondisi ini disebabkan kurang optimal. Ruang HCU merupakan
oleh beberapa faktor yang dapat ruang pelayanan intensif yang seharusnya
mempengaruhi tindakan yaitu menerapkan prinsip-prinsip pencegahan
pengetahuan, sikap dan ketersediaan secara benar. Akan tetapi, tingginya
sarana dan prasarana[10,17,26,37,45]. angka infeksi di Ruang HCU tidak
Hasil penelitian di Rumah Sakit X di semata-mata disebabkan oleh tindakan
Bali menemukan mayoritas perawat perawat yang belum optimal. Hal tersebut
berpengetahuan baik dan bersikap positif, dapat dikaitkan dengan keberadaan ruang
akan tetapi hasil observasi non partisipan HCU sebagai unit pelayanan intensif
menunjukan tindakan pencegahan infeksi dengan lingkungan dan karakteristik yang
nosokomial oleh perawat mayoritas pada berbeda.

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │16


Hasil yang sama juga didapatkan yaitu dengan supervisi keperawatan secara
melalui observasi di ruang Rawat Inap rutin. Bagi Perawat diharapkan untuk
bahwa mayoritas (86,7%) perawat belum melakukan tindakan pencegahan infeksi
melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan benar sesuai SOP rumah
sakit untuk mencegah terjadinya infeksi silang.
nosokomial secara optimal. Perawat juga
Peneliti selanjutnya dapat melakukan
diobservasi tidak melakukan beberapa penelitianlanjutan dengan mempertimbangkan
point sesuai rekomendasi sebesar 80%. faktor-faktor lain yang mempengaruhi
Hasil observasi pada poinfive moment pengetahuan, sikap dan tindakan perawat
cuci tangan, terdapat beberapa momen dalam pelaksanaan pencegahan infeksi
cuci tangan yang juga tidak dilakukan oleh nosokomial.
perawat di ruang Rawat Inap.
Ruang Rawat Inap merupakan unit
pelayanan dengan tingkat infeksi kedua di DAFTAR PUSTAKA
Rumah Sakit di Bali. Hal tersebut dapat
dikaitkan dengan hasil observasi peneliti 1. Aditi, SG. 2012. Pengetahuan dan
bahwa perawat belum menerapkan sikap mahasiswa akper terhadap
tindakan pencegahan infeksi nosokomial pencegahan infeksi nosokomial
secara optimal dimana ditemukan flebitis. Students e-Journal, 1(1), 29.
berdasarkan observasi di Ruang Rawat 2. Ahmadi, HA & Uhbiyati, N. 2007. Ilmu
Inap sebanyak 33,3% perawat tidak pendidikan. Rineka Cipta.
menggunakan alat pelindung diri dengan 3. Antonio, S., Anggaraeni, R., & Noor,
tepat. Hal ini juga sesuai dengan teori NB. 2014. Determinan pencegahan
Dharmadi[11] yang menyatakan bahwa infeksi nosokomial di ruang rawat
petugas kesehatan khususnya perawat inap rumah sakit stella maris
dapat menjadi sumber utama kejadian makassar. Penelitian tidak
infeksi nosokomial. Faktor lain yang dipublikasikan. Bagian Manajemen
memungkinkan terjadinya angka infeksi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan
nosokomial tertinggi kedua adalah Masyarakat Universitas Hasanuddin
lingkungan pasien dan karakteristik pasien diaksesmelalui
yang meliputi usia, perubahan sistem http://repository.unhas.ac.id/handle/1
imun pasien, dan penyakit dasar yang 23456789/10654, Juni 2017.
menyertai[23]. Akan tetapi, faktor tersebut 4. Arfiana, Tim PPI. 2012. Pencegahan
tidak diteliti dalam penelitian ini. dan Pengendalian Infeksi. (online),
(http://www.rspkujogja.com/, diakses
KESIMPULAN 10 november 2016).
5. Asadollahi, M.,
Hasil penelitian ini menunjukkan Bostanabad, M.A., Jebraili, M.,
sebagian besar perawat yang bekerja di Mahallei, M., Rasooli, AS., &
Ruang HCU dan Rawat Inap Rumah Sakit X Abdolalipour, M. 2015. Nurses'
(53,3%) memiliki pengetahuan baik mengenai knowledge regarding hand hygiene
pencegahan infeksi nosokomial, mayoritas and its individual and organizational
perawat di Ruang HCU dan Rawat Inap predictors. Journal of caring sciences,
Rumah Sakit di Bali (90%) mempunyai sikap
positif mengenai pencegahan infeksi
4(1), 45.
nosokomial dan sebanyak 40% perawat di 6. Bai, HJ. 2015. Knowledge and
Ruang HCU dan Rawat Inap Rumah Sakit di Practice of Health Care Workers on
Bali menunjukkan tindakan dalam kategori Infection Control Measures. Asian
sedang dalam pencegahan infeksi nosokomial. Journal of Nursing Education and
Research, 5(4), 518.
7. Balaguris. 2009. Infeksi nosokomial.
SARAN Http://infeksi-noskomial.html. Diakses
pada tanggal 31 maret 2017.
Bidang manajemen keperawatan
Rumah Sakit X diharapkan dapat melakukan
tindakan-tindakan pengawasan untuk
8. Benson, R., Narinder, V., Deodhar,
meningkatkan pelaksanaan pencegahan D., Jairus, R., & Panu, A. 2015. A
infeksi nosokomial oleh perawat salah satunya study assessing knowledge of hand

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │17


hygiene in nosocomial infection Nosocomial Infection. International
prevention at a tertiary health care Journal of Scientific Research, 4(7).
hospital. Journal of Patient Safety & 19. Kalantarzadeh, M., Mohammadnejad,
Infection Control, 2(3), 84-85. E., Ehsani, SR., & Tamizi, Z. 2014.
9. Brooker, C.2008. Ensiklopedia Knowledge and practice of nurses
Keperawatan. Jakarta: EGC. about the control and prevention of
10. Damanik, SM. 2012. Kepatuhan Hand nosocomial infections in emergency
Hygiene di Rumah Sakit Immanuel departments. Archives of Clinical
Bandung. Students e-Journal, 1(1), Infectious Diseases, 9(4).
29. 20. Kementrian Kesehatan, RI. 2011.
11. Darmadi (2008). Infeksi Nosokomial, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Problematika Dan Pengendaliannya. Pelayanan Intensive Care Unit (ICU)
Jakarta: Salemba Medika. Di Rumah Sakit.
12. Departemen Kesehatan RI. 2010. 21. Kiblasan, JIA., Eltayef, HE., Briones,
Pedoman Pencegahan dan GV., Garcia, MDN., & Elwahaishi, SS.
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit 2015. Correlational study on nursing
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan process self-efficacy and personal
Lainnya. Jakarta: FKM UI. attributes of libyan nurses’ in
13. Finkelman, A., & Kenner, C. 2013. misurata, libya. International Journal
Professional nursing concepts. USA: of Nursing Science, 5(3), 97-102.
Jones & Bartlett Publishers. 22. Kulsum, U., & Jauhar, M. 2014.
14. Ghadmgahi, F., Zighaimat, F., Ebadi, Pengantar Psikologi Sosial. Cetakan
A., & Houshmand, A. 2011. Pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka
Knowledge, attitude and self-efficacy Publisher.
of nursing staffs in hospital infections 23. Liang, SY., & Mackowiak, PA. 2007.
control. Journal Mil Med, 13(3), 167- Infections in the elderly. Clinics in
172. geriatric medicine, 23(2), 441-456.
15. Handiyani, H., Allenidekania, A., & 24. McCance, T., & McCormack, B. 2016.
Eryando, T. 2004. Hubungan Peran The Person-centred Practice
Dan Fungsi Manajemen Kepala Framework. Person-Centred Practice
RuanganDenganKeberhasilan in Nursing and Health Care: Theory
Pelaksanaan Program Pengendalian and Practice, 36.
Infeksi Nosokomial. Jurnal 25. Nenomataus, AI. 2012. Keterkaitan
Keperawatan Indonesia, 8(2), 54-61. Motivasi Diri dengan Kinerja Perawat
16. Hasmoko, EV. 2008. Analysis of the dalam Pemberian Asuhan
Factors Influencing Nurse’s Clinical Keperawatan kepada Pasien di
WorkPerformanceBasedon Ruang HCU (High Care Unit)
Implementing the Management (Doctoral dissertation, Program Studi
Development System of Clinical Work Ilmu Keperawatan FIK-UKSW).
Performance at Inpatient Room of 26. Notoatmodjo S. 2011. Kesehatan
Panti Wilasa Citarum Hospital, Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:
Semarang. Doctoral dissertation. Rineka Cipta.
Program Pascasarjana Universitas 27. Nugraheni, R., & Winarni, S. 2012.
Diponegoro. Infeksi Nosokomial di RSUD
17. Herpan, Y., & Wardani, Y. 2013. Setjonegoro Kabupaten Wonosobo.
Analisis Kinerja Perawat dalam Media Kesehatan Masyarakat
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Indonesia, 11(1), 94-100.
RSU PKU Muhammadiyah Bantul 28. Nursalam. 2008. Konsep dan
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Masyarakat (Journal of Public Health), Keperawatan. Jakarta: Salemba
6(3). Medika.
18. Joshi, P., Bhaisora, M., Rawat, D., 29. Ojong, IN., Etim, MI., Nlumanze, FF.,
Sharma, G., Thakur, B., Badwal, S., & Akpan, MI. 2014. The practice of
... & Sorte, MD. 2016. Nurses hand washing for the prevention of
Knowledge Related to Prevention of nosocomial infections among nurses

│ BIMIKI | Volume 6 No 1 | | Januari – Juni 2018 │18


in general hospital Ikot Ekpene, Akwa 39. Sarwono, S. (2004). Sosiologi
Ibom State, Nigeria. Nigeria Archives of Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Applied Science Research, 6(1), 97- 40. Suganya, MV., & Thomas, PM. 2014.
101. Education on Prevention of Nosocomial
30. Pasambo, Y., & Rusmawati. 2015. Infections Among Staff Nurses at
Gambaran sikap dan perilaku perawat Neonatal Intensive Care Unit in Sri
terhadap pencegahan infeksi Ramakrishna Hospital,
nosokomial di ruang medik sentral Coimbatore. Narayana Nursing Journal,
(ugd, icu, ok) rsud pangkep. JIK.SH 3(3), 33-35.
2(1),733-745. 41. Sugeng, S. 2017. Hubungan
31. Potter, PA., & Perry, AG. 2005. Buku pengetahuan dan sikap perawat
Ajar Fundamental Keperawatan: dengan pencegahan infeksi nosokomial
Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: di ruang rawat inap
EGC, 1. rumah sakit paru dr. Ario wirawan
32. Prawirohardjo, S. 2010. Panduan salatiga jawa tengah. Jurnal
Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Teknologi Keperawatan, 2(1), 66-78.
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber 42. Sunaryo, MKes. 2004. Psikologi
Daya Terbatas. Jakarta: YBP. Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
33. Puspasari, Y. 2015. Hubungan 43. Wahyuni, S. 2007. Analisis
Pengetahuan, Sikap dengan Praktik kompetensi kepala ruang dalam
Perawat dalam Pencegahan Infeksi pelaksanaan standar manajemen
Nosokomial Diruang Rawat Inap pelayanan keperawatan dan
Rumah Sakit Islam Kendal. FIKkeS, pengaruhnya terhadap kinerja
8(1). perawat dalam mengimplementasikan
34. Rahmawati, R., & Susanti, M. 2014. model praktik keperawatan
Pengetahuan dan sikap perawat profesional di instalasi rawat inap
pencegahan infeksi nosokomial dalam BRSUD Banjarnegara (Doctoral
pelaksanaan cuci tangan. Journals of dissertation, Program Pasca Sarjana
Ners Community, 5(2). Universitas Diponegoro).
35. Rairikar, S. V., & Bhandari, S. R. 44. Wardani, Y. 2013. Analisis Kinerja
(2016). Knowledge and attitude of Perawat dalam Pengendalian Infeksi
paramedical staff and hospital support Nosokomial di RSU PKU
staff towards HIV infection. Hospital, Muhammadiyah Bantul Yogyakarta.
2(1), 0-017. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal
36. Saam, ZMS, & Wahyuni, S. 2013. of Public Health), 6(3).
Psikologi Keperawatan. Jakarta: 45. Yanti, LF. 2014. Faktor-faktor yang
Rajawali Pers. mempengaruhi perilaku perawat
37. Salawati, L., Taufik, NH., & Putra, A. terhadap pencegahan infeksi
2014. Analisis Tindakan Keselamatan nosokomial di ruang rawat inap kelas ii
dan Kesehatan Kerja Perawat dalam dan iii rsau dr. Ernawan antariksa tahun
Pengendalian Infeksi Nosokomial di 2013. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(1).
Ruang ICU RSUD dr. Zainoel Abidin 46. Zhou, YP., Li, ZJ., Tan, ML., Huang,
Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Syiah SH., and Pi, YQ. 2013. Current status
Kuala, 14(3), 128-134. of hand hygiene of medical staff and its
Sarani, H., Balouchi, A., correlation with nosocomial infections
Masinaeinezhad, N., & Ebrahimitabs, E. [J]. Chinese Journal of
2016. Knowledge, Attitude and Practice atedNosocomiology,14,
to Zabol University063.
of Medical
of Nurses about Standard Precautions
for Hospital-Acquired Infection in
Teaching Hospitals
Sciences8(3),
science, (2014).
193.Global journal of health

Anda mungkin juga menyukai