Anda di halaman 1dari 12

PERAN PERAWAT DALAM PEMUTUSAN RANTAI INFEKSI SERTA

PENCEGAHAN HAZARD FISIK-RADIASI DAN HAZARD KIMIA


UNTUK TERCAPAINYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN (K3) DI
RUMAH SAKIT

LATAR BELAKANG

Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan


pelayanan yang bermutu, efektif dan efisien untuk menjamin patient safety yang telah
menjadi program pemerintah. Tentunya, sebagai perawat dituntut untuk dapat melindungi dan
menjamin kenyamanan pasien dengan menerapkan patien safety dan berusaha meminimalisir
error atau kesalahan saat bekerja. Tetapi disamping itu, perawat juga harus dapat melindungi
diri saat bekerja, berhati-hati dan memiliki pengetahuan serta keterampilan yang mendukung
agar tidak terjadi kejadian yang idak di harapkan saat bekerja.

Rumah Sakit sebagai sarana yang memberi pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat memiliki peran penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Salah satu bahaya yang ada di rumah sakit adalah infeksi
nosokomial. Infeksi nosokomial dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung
pada kematian pasien. Beberapa kejadian mungkin tidak menyebabkan kematian namun
menyebabkan pasien dirawat lebih lama di Rumah Sakit. Hal Ini dapat menyebabkan pasien
membayar lebih mahal karena masa perawatan akan lebih lama disebabkan infeksi,
sedangkan pihak Rumah Sakit juga akan mengeluarkan biaya besar ketika petugas kesehatan
terkena infeksi saat bekerja sehingga terjadi kekurangan pekerja.

Kementerian Kesehatan melakukan revitalisasi Program Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi (Program PPI) di Rumah Sakit yang merupakan salah satu pilar menuju
Patient safety dengan harapan kejadian infeksi di Rumah Sakit dapat diminimalkan serendah
mungkin. Tetapi pada realitanya, masih banyak perawat yang tidak mempunyai pengetahuan
dan keterampilan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, hazard fisik, dan hazard
kimia. Padahal peran dari perawat dalam pemutusan rantai infeksi sangatlah besar.

1
Menurut penelitian WHO (World Health Organization) rumah sakit yang berasal dari
14 negara yang berada di empat kawasan (regional) WHO, ditemukan bahwa sekitar 8.7%
penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami infeksi nosokomial rumah sakit (Soedarto,
2016). Hal ini menunjukkan bahwa angka terjadinya infeksi di rumah sakit cukup tinggi. Tak
hanya pasien, tenaga medis dan pengunjung yang ada di Rumah Sakit juga sangat berisiko
dalam terjadinya infeksi nosokomial. Oleh karenanya, perlu dilakukannya pemutusan rantai
infeksi oleh petugas-petugas kesehatan, terutama perawat karena perawatlah yang paling
sering berkontak dan melakukan interaksi dengan pasien.

Tak hanya infeksi saja, di rumah sakit terdapat bahaya-bahaya lainnya yang dapat
menyerang perawat seperti hazard biologi, hazard fisik, hazard kimia, hazard psikososial,
infeksi, dan masih banyak bahaya-bahaya lainnya. Bahaya (hazard) adalah situasi yang dapat
mempengaruhi angka hidup, kesehatan, dan lingkungan.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi dapat di ambil kesimpulan bahwa


masih tingginya angka risiko terjadinya infeksi dan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
hazard fisik, radiasi dan hazard kimia yang ada di Rumah Sakit. Oleh karena itu maka perlu
dilakukan upaya untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan kecelakaan di Rumah
Sakit dengan ditetapkanya pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dan juga pencegahan
hazard fisik, radiasi dan hazard kimia. Pencegahan dan pengendalian tersebut perlu
diterapkan oleh semua petugas kesehatan dan juga termasuk perawat.

METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan pendekatan studi pustaka.
Data-data diperoleh dari literasi berbagai sumber seperti buku dan jurnal-jurnal. Data-data
yang terkumpul kemudian dibandingkan dan di analisis. Analisis ini dilakukan dengan cara
menemukan peran perawat dalam memutus rantai infeksi dan pencegahan hazard fisik dan
hazard kimia di rumah sakit. Setelah analisa dilakukan, tiap-tiap sumber akan dilihat
perbedaannya dan akan diambil suatu hasil. Hasil dari perbandingan dan analisis tersebut
disatukan dengan pengetahuan yang dimiliki penulis lalu diperolehlah suatu pembahasan
yang terstruktur.

2
HASIL

Berdasarkan data yang telah dibandikangkan dan dianalisis dari sumber buku dan
jurnal adalah diperoleh hasil bahwa perawat memiliki peran yang sangat tinggi dalam
pemutusan infeksi dan pencegahan hazard fisik dan hazard kimia di rumah sakit. Hal ini
disebabkan jumlah perawat yang lebih banyak di rumah sakit dibandingkan jumlah petugas
kesehatan lainnya. Hal lain yang mempengaruhinya adalah perawat adalah petugas kesehatan
yang paling sering berinteraksi dengan pasien. Perawat memantau pasien hampir 24 jam dan
merupakan petugas kesehatan yang paling sering berkomunikasi dengan pasien. Oleh
karenanya, perawat mempunyai peran yang tinggi di dalam pemutusan rantai infeksi dan juga
pencegahan hazard fisik, radiasi, dan kimia. Dalam upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi dan pencegahan hazard fisik, radiasi, dan hazard kimia, perawat dituntut untuk
memberikan pelayanan yang baik serta mampu untuk berperan serta dalam upaya
menurunkan terjadinya suatu infeksi.

Pada jurnal dan buku yang telah di bandingkan di dapatkan hasil bahwa terdapat
beberapa perawat di rumah sakit yang tidak mematuhi peraturan yang seharusnya dapat
mencegah penyebaran infeksi di rumah sakit. Survei kepatuhan cuci tangan yang di dapatkan
di salah satu jurnal menunjukkan pada tahun 2014 di suatu rumah sakit hanya 21,7% petugas
kesehatan yang patuh akan pentingnya cuci tangan disebabkan oleh adanya pendapat bahwa
dengan penggunaan sarung tangan sudah cukup aman. Pada jurnal lainnya yang melakukan
observasi terkait perilaku perawat dalam peberian pelayanan esehatan adalah didapatkan hasil
observasi dari 10 terdapat 6 (60%) perilaku yang tidak sesuai dengan pencegahan dan
pengendalian infeksi antara lain dalam mengganti flabot infus perawat tidak menggunakan
sarung tangan, saat akan melakukan tindakan keperawatan perawat tidak melakukan cuci
tangan terlebih dahulu dan langsung memakai sarung tangan, tidak menggunakan masker saat
akan berinteraksi dengan pasien gangguan sistem pernafasan ataupun bukan, tidak
memperhatikan dalam membuang sampah medis yang sesuai dengan label tempat sampah
tersebut. Kebiasaan mensterilkan alat-alat kesehatan setiap kali habis pakai jarang dilakukan
perawat dan dilakukan hanya membersihkan alatnya menggunakan air saja, hal ini sangat
berbahaya dan bertentangan dengan prinsip patient safety. Hal lainnya yang masih sering
tidak dilakukan adalah tindakan keperawatan yang belum sesuai dengan tekhnik aseptic,
dimana dalam jurnal tersebut masih ditemukan bahwa perawat belum menerapkan teknik
aseptic ketika akan melakukan tindakan.

3
Salah satu cara perawat untuk menerapkan pencegahan infeksi adalah dengan
mematuhi kebijakan manajemen yang telah dibuat oleh tim pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI) yang antara lain adalah kebijakan kewaspadaan infeksi yaitu kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan,
pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen (Depkes, 2008).

Untuk mengubah perilaku perawat agar dapat menerapkan pencegahan dan


pengendalian infeksi adalah kebijakan rumah sakit yaitu mengadakan pelatihan atau seminar
agar perawat mempunyai pegetahuan dan keterampilan dalam melakukan pencegahan dan
pengendalian infeksi. Perawat juga harus mempunyai kesadaran sendiri sebagai petugas
kesehatan untuk dapat melakukan tindakan sesuai prosedur, mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan, dan hal-hal lainnya yang sudah tercantum di SOP (standar
operasional prosedur). Sehingga pada akhirnya, kejadian infeksi dapat ditiadakan atau
setidaknya dapat di minimalisir.

Sedangkan dalam pencegahan hazard fisik, radiasi, dan kimia pada beberapa jurnal
yang telah dianalaisis ditemukan bahwa perawat telah melakukannya dengan cukup baik.
Perawat berhati-hati dalam membuka obat kemasan kaca, perawat memperoleh pencahayaan
yang cukup saat sedang melakukan asuhan, dan perawat mengetahui dengan baik bagaimana
pengoperasian mesin atau teknologi kesehatan yang sering di gunakan. Tetapi pada hazard
fisik, masih banyak kejadia perawat yang tertusuk jarum saat sedang menutup atau membuka
penutup jarum suntik. Hal ini disebabkan perawat yang kurang berhati-hati atau juga bisa
terjadi karena pekerjaan perawat yang banyak sehingga perawat ingin cepat menyelesaikan
tindakannya.

PEMBAHASAN

A. Upaya memutus rantai infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di seluruh dunia.
Infeksi terbanyak menyerang anak di bawah lima tahun adalah infeksi saluran nafas akut
yang sebagian berasal dari komunitas (Community Acquired Pneumoniae) dan sebagian lagi
dari rumah sakit (Hospital Acquired Pneumoniae). Salah satu infeksi yang berasal dari rumah
sakit adalah infeksi nosokomial atau Health Care Associated Infections (HCAIs). Infeksi
nosokomial adalah penyakit infeksi yang pertama muncul dalam waktu antara 48 jam dan

4
empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau
dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini infeksi tersebut
didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dari rumah sakit tersebut dan juga bisa
di sebabkan oleh infeksi akibat kerja pada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan.

Penularan infeksi membutuhkan unsur mikroorganisme penyebab yang dipengaruhi


oleh faktor patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis atau load), reservoir, pintu keluar agen,
transmisi yaitu transport agen dari reservoir ke penderita, pintu masuk agen serta pejamu
rentan yang dipengaruhi oleh umur, status gizi dan imunisasi, penyakit kronis, luka bakar,
trauma atau pembedahan, obat imunosupresan dan faktor lain seperti jenis kelamin, ras
tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

Penyebaran kuman atau infeksi biasanya terjadi saat kuman berpindah dari tangan
perawat yang menyentuh pasien saat sedang melakukan asuhan keperawatan. Infeksi yang
paling umum terjadi adalah infeksi saluran urin dan tempat pembedahan, pneumonia dan
infeksi aliran darah serta sering disebabkan oleh kuman MDR seperti MRSA. Terdapat
beberapa faktor yang mendorong penyebaran mikroba di rumah sakit yakni kurangnya
perhatian pada tindakan pencegahan infeksi dasar, penggunaan alat tanpa disinfeksi,
keterbatasan fasilitas cuci tangan, dan ketidakpatuhan petugas kesehatan saat bekerja.

Upaya memutus rantai infeksi:

Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan pedoma antara lain Pedoman Manajerial


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
serta Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New-emerging dan Re-emerging.
Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit yang disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan
surveilans. Hasil surveilans ini penting untuk perencanaan, penerapan, evaluasi, praktek
pengendalian infeksi dalam mencapai tujuan utama dari program yaitu mengurangi risiko
terjadinya endemi dan epidemi infeksi nosokomial pada pasien.

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dalam Standar Pelayanan


Minimal dan Akreditasi Rumah Sakit menuntut tiap Rumah Sakit harus melaksanakan PPI
secara optimal dalam rangka untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari
risiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Dalam mencapai keberhasilan program PPI ini
tentunya memerlukan keterlibatan dari banyak bidang, seperti klinis, keperawatan,

5
laboratorium, kesehatan lingkungan, farmasi, gizi, sanitasi & housekeeping. Semua bidang
harus dapat bekerja sama dengan baik

Upaya memutus rantai infeksi adalah:

1. Precaution

Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan infeksi
berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang merupakan gabungan
Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation) , serta
Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi penyakit.

Memutus rantai penularan ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam
suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan
yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmission- based Precautions”
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).

Kewaspadaan Transmisi Melalui Kontak bertujuan untuk menurunkan risiko


timbulnya Healthcare Associated Infections (HAIs), terutama risiko transmisi mikroba yang
secara epidemiologi diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak langsung. Kewaspadaan
Transmisi Melalui Droplet ini terjadi ketika partikel droplet berukuran >5µm yang
dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi,
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak <2 m dan mengenai mukosa atau konjungtiva,
untuk itu dibutuhkan APD atau masker yang memadai, bila memungkinkan dengan masker 4
lapis atau yang mengandung pembunuh kuman (germ decontaminator). Jenis transmisi
percikan ini dapat terjadi pada kasus antara lain common cold, respiratory syncitial virus
(RSV), Adenovirus, H5N1,H1N1. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Air-Borne
Precautions) secara epidemiologi dapat terjadi bila seseorang menghirup percikan partikel
nuclei yang berdiameter1-5µm (<5 µm) yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara >2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu
rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber mikroba. Penting mengupayakan
pertukaran udara >12 x/jam (12AirChanges per Hour/ACH)

2. Medication Safety

6
Dalam memberikan obat kepada pasien, perawat dapat menimbulkan medication
error. Medication error adalah suatu kejadian yang seharusnya dapat dicegah yang dapat
mengakibatkan penggunaan obat yang tidak tepat sehingga dapat membahayakan pasien
(NCCMERP, 2017). Perawat dapat mencegah terjadinya medication error jika perawat lebih
teliti saat melakukan pemberian obat dengan memperhatikan setiap faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya medication error. Jika perawat tak menerapkan medication safety,
perawat dapat melukai dirinya saaat bekerja, seperti ketika sedang melakukan injeksi
pemberian suatu obat, setelah menyuntikkan ke pasien tak sengaja jarum suntik tertusuk atau
melukai tubuh perawat. Hal itu bisa menimbulkan infeksi pada perawat karena jarum suntik
yang telah dipakai tak boleh lagi mengenai tubuh seseorang.

B. Upaya mencegah hazard fisik-radiasi

Bahaya fisika adalah bahaya yang berkaitan dengan cahaya, suhu, kebisingan, dan
lain-lain. Bahaya kimia merupakan bahaya yang disebabkan oleh zat-zat kimia yang terpapar
kepada personil. Bahaya Fisika yang dapat terjadi di ruah sakit adalah paparan suhu tinggi
ataupun rendah, kelembaban, radiasi, listrik, dan suara (Wigmore, 2009).

Macam-macam hazard fisika dan upaya pencegahan adalah:


1. Paparan bahan radioaktif.

Pada perawat, upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari hazard fisik adalah
memakai pakaian pelindung, pelindung mata, dan sarung tangan. Pencegahan lainnya adalah
menggunakan kaca pengaman pada bahan-bahan radioktif agar paparan radioktifnya tidak
menyebar.

2. Bahaya jatuh

Upaya yang dapat dilakukan adalah tidak membiarkan lantai yang licin,
Menggunakan tanda peringatan jika lantai basah, desain tangga yang aman, penggunaan
cahaya yang tepat pada tiap ruangan (tidak terlalu terang dan tidak redup), lainnya seperti
melakukan perawatan regular pada lantai, tangga, jalur, pelatihan K3 bagi petugas kesehatan,
dan lain lain. Perbaikan pada progam pembersihan. Pada perawat sendiri, pencegahan untuk
menghindari hazard fisik adalah menggunakan alas kaki yang sesuai agar tidak mudah
terpeleset.

3. Terluka karena benda tajam,

7
Pengambilan darah pasien memiliki bahaya fisik menggunakan jarum suntik yang
berdampak tertusuk jarum suntik. perilaku perawat yang kurang berhati-hati dan tidak
menggunakan alat pelindung diri berdampak mudah tertular penyakit Hepatitis, AIDS, dan
HIV. Upaya untuk menghindari perawat terluka karena benda tajam adalah dengan mencegah
menggunakan benda tajam dan runcing seperti jarum suntik jika tidak diperlukan dan
penyimpanan benda tajam yang baik. Rumah sakit dapat mengadakan pelatihan pekerja dan
prosedur kerja yang aman. Perawat menggunakan pelindung diri seperti sarung tangan.
Perawat hati-hati dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan benda tajam dan
runcing, seperti menutup dan membuka jarum suntik dengan hati-hati.

4. Terluka karena benda kaca yang pecah, penggunaan mesin dan alat.

Dalam mencegah terjadinya kecelakaan perawat akibat terluka karena benda kaca
adalah hati-hati di dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan benda kaca. Pada
obat yang terlindung dengan kaca seperti ampul dan vial, perawat harus mematahkan leher
obat dengan hati-hati dan menggunakan sarung tangan, lainnya obat yang terlindungi dan alat
yang terbuat dari kaca harus di simpan pada tempat terlindungi agar tidak mudah terjatuh dan
pecah yang dapat melukai perawat. Perawat juga harus mengetahui bagaimana menggunakan
peralatan dan teknologi secara aman untuk mencegah terjadinya bahaya fisik yang
mengancam perawat.

5. pencahayaan

Potensi bahaya fisika yang teridentifikasi yaitu pencahayaan, dengan melakukan


perawatan terhadap pasien pada siang hari. Dapat terjadi resiko bahaya kelelahan mata,
keluhan pegal dan efisiensi kerja menurun. Dari peraturan Kepmenkes RI No
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit,
pencahayaan ruang pasien 100-200 lux dengan warna cahaya sedang.

Upaya pengendalian bahaya fisik berupa pencahayaan yaitu aktivitas kerja melakukan
perawatan terhadap pasien pada siang hari adalah memperoleh penerangan yang cukup dan
sesuai. Untuk pengendalian resiko yaitu gunakan pencahayaan yang baik agar penglihatan
bisa melihat dengan jelas pada objek, untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyakit
akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.

C. Upaya mencegah hazard kimia

8
Efek paparan kimia dapat berupa ruam kulit akut dan kesulitas bernafas hingga
penyakit kronis seperti kanker, gangguan reproduksi, gangguan pencernaan, dan lain-lain
(Hodgkinson and Prasher, 2006). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1087/MENKES/ VIII/2010 dijelaskan bahwa Rumah Sakit harus mengidentifikasi seluruh
jenis bahan kimia yang digunakan di Rumah Sakit, mengadakan evaluasi terhada B3, Rumah
Sakit harus menyediakan tempat penyimpanan khusus B3 yang bersih, aman dan tidak
terkontaminasi, Rumah Sakit harus menyiapkan APD yang sesuai dan layak pakai, Rumah
Sakit juga diharuskan melakukan pengendalian penggunaan B3 di Rumah Sakit, Rumah Sakit
harus melakukan seleksi rekanan dalam pengadaan B3, Rumah Sakit harus memberikan
pendidikan kepada staf terkait B3, Rumah Sakit harus memiliki sistem pengolahan limbah
B3, serta Rumah Sakit diharuskan melakukan pemantauan dan pengawasan terkait
pengelolaan B3.

Adapun macam-macam hazard kimia dan upaya dalam mencegah dan


pengendalian hazard kimia adalah:

1. Obat

Dalam menyiapkan obat kepada pasien, perawat dapat terpapar obat berbahaya.
Dalam mencegah terpaparnya bahan-bahan kimia maupun obat berbahaya, perawat dapat
menggunakan pelindung diri seperti sarung tangan dan masker.

2. bahan kimia

Potensi bahaya kimia yang teridentifikasi yaitu disinfektan, dengan melakukan


pembersihan ruangan. Dapat terjadi resiko bahaya keracunan, cedera mata dan infeksi. Dari
Undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, BAB III Pasal 3 ayat 1
memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Serta Permenkes No 66 Tahun 2016
tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit BAB III Standar Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja,bahwa bahaya kimia yaitu disinfektan berada di semua area dan pekerja
yang paling beresiko yaitu petugas kebersihan dan perawat.

Upaya pengendalian bahaya kimia berupa disinfektan yaitu adalah harus


memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada di area kerja untuk mengantisipasi adanya
bahaya pada bahan kimia yang tersedia diruangan tersebut dan perhatikan penggunaan bahan
kimia sesuai prosedur.

9
KESIMPULAN

a. Kesimpulan

Pemutusan mata rantai penularan infeksi merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan
petugas kesehatan terutama perawat di dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan
dalam Standar Prosedur Operasional. Pemutusan mata rantai penularan infeksi tersebut
dilakukan melalui Kewaspadaan Isolasi, yaitu Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan
Transmisi.

Sedangkan dalam pencegahan hazard fisik-radiasi, dan kimia, banyak upaya


pencegahan yang dapat dilakukan perawat. Upaya yang dapat dilakukan seperti berhati-hati
dalam melakukan tindakan saat pemberian injeksi, obat, dan tindakan lainnya yang
mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Perawat juga harus memperhatikan kondisi
lingkungan seperti pencahayaan, suara, keadaan lantai, dan lain-lainnya.

b. Saran

Melihat begitu besar peran perawat dalam pemutusan rantai infeksi dan pencegahan
hazard fisik-radiasi, dan hazard kimia, perawat harus mempunyai kepatuhan, kedisiplinan
dalam melakukan tindakan sesuai dengan SOP dan perawat harus mempunyai kesadaran diri
akan pentingnya pemutusan rantai infeksi dan pencegahan hazard fisik-radiasi, dan hazard
kimia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, C., Nugraha, A.,Siregar, D., dkk. (2020). Penyebab Medication Error Pada Fase
Administrasi Di Rumah Sakit X. Nursing Current, 8(1), 96-106.

Alifariki, L., O. (2019). Hubungan Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi Terhadap Perilaku Perawat Dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari. MALAHAYATI NURSING
JOURNAL, 1(2), 148-159

Estri, B., A., Putri, I., M., Rosida , L, dkk. (2019). Pengendalian dan Pencegahan Infeksi
(PPI). Yogyakarta: Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Herman, M., J., Handayani, R., S. (2016). Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Pemerintah
dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Indonesia. Jurnal Kefarmasian
Indonesia , 6(2), 137-146

Ibrahim, H., Damayati, D., S., Amansyah, M., dkk. (2017). Gambaran Penerapan Standar
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Haji
Makassar. Public Health Science Journal, 9(2), 160-173 .

Indragiri, S. (2018). Manajemen Risiko K3 Menggunakan Hazard Identification Risk


Assessment and Risk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan, 9(1), 39-52.

Pitoyo, J., Hamarno, R., Sa’adah, T., E. (2017). Kepatuhan Perawat Menerapkan Pedoman
Keselamatan Kerja dan Kejadian Cedera Pada Perawat Instrumen Di Instalasi Bedah
Sentral. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 6(2), 65-70.

Putri, O., Z., Hussin, T., M., Kasjono., H., S. (2017). Analisis Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Akademik UGM. Jurnal Kesehatan, 10(1), 1979-7621.

Ramdan, I., M., Rahman, A. (2017). Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
pada Perawat. JKP, 5(3), 229-241.

Rejeki, Sri. (2016). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan

11
Simamora, R. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan Menggunakan
Media Audiovisual terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal Keperawatan
Silampari, 3(1), 342-351.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs


Through Clinical Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Syahidah, H., N., Musfiroh, I. (2018). Aspek Keamanan dan Keselamatan Kerja Dalam
Produksi Sediaan Farmasi. Farmaka, 16(1), 13-20.

Yolanda, N., Tualeka, A., R. (2014). Analisis Hubungan Faktor Pekerjaan Dengan Stress
Kerja Bidan Di Ruah Sakit Syamrabu Bangkalan. The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health, 3(2), 138–147.

12

Anda mungkin juga menyukai