Anda di halaman 1dari 10

UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT INFEKSI PADA

PERAWAT SAAT BEKERJA DI RUMAH SAKIT


Salsabila Mumtaza Nasution

mumtazanasution@gmail.com

LATAR BELAKANG

Rumah sakit merupakan tempat pengobatan, sarana pelayanan kesehatan yang


menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat. Rumah sakit juga merupakan tempat dari
berbagai macam penyakit yang bisa berasal dari pasien, perawat, dokter, dan pengunjung
yang dapat bersifat karier. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk
memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari
sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas
kesehatan (PMK, 2017).

Perawat dituntut bertanggung jawab menjaga keselamatan klien di rumah sakit


melalui pencegahan penyebaran infeksi. Tetapi pencegahan penyakit juga dilakukan untuk
perawat agar perawat dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan tidak
menyebarkan penyakit kepada pasien. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perawat
dalam pencegahan yang efektif terhadap infeksi yaitu dengan mengharuskan perawat untuk
tetap mewaspadai penularan penyakit dengan cara mengontrolnya. Seperti peralatan yang
terkontaminasi dan benda yang kotor (Darmadi, 2010)

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi merupakan penyebab utama tingginya angka
sakit dan kematian di dunia. Perawat di dalam melakukan kegiatan kerjanya di rumah sakit
akan bertemu dengan berbagai macam pasien dengan berbagai macam penyakit yang menjadi
keluhannya. Penyakit-penyakit yang di derita pasien akan dapat tertular ke perawat saat
perawat tersebut sedang melakukan asuhan keperawatan. Oleh karena itu perawat harus
mempunyai pengetahuan dan dapat melakukan pencegahan penyakit infeksi. Pelatihan
merupakan komponen penting dalam upaya mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Pelatihan mengenai K3 harus diberikan kepada secara berkesinambungan agar
dapat memiliki pengetahuan dan dapat meningkatkan kinerja mereka.
Perawat wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri, disamping
memastikan pasien dalam keadaan aman dan nyaman. Tetapi tak banyak perawat yang
memperhatikan dirinya sendiri saat ketika bekerja di rumah sakit. Sehingga banyak perawat
yang mengabaikan keselamatan dirinya seperti tidak menggunakan alat pelindung diri, tidak
mencuci tangan sebelum dan setelah berkontak dengan pasien, dan masih banyak lagi. Oleh
karena itu diharapkan perawat dapat bertindak tidak hanya untuk pasien saja, tetapi juga
untuk keselamatan dirinya sendiri.

Salah satu profesi dirumah sakit yang terkait langsung dengan pasien adalah perawat.
perawat merupakan pemberi layanan dan asuhan kepada pasien selama 24 jam penuh,
sehingga perawat akan mempunyai kemungkinan besar terkena infeksi. Bila perawat
menjalankan tugas-tugas pelayanannya sesuai dengan SOP, maka tingkat infeksi di rumah
sakit bisa ditekan dibawah standar yang ditetapkan. Namun bila perawat dalam melakukan
tindakan dan asuhan tidak sesuai dengan standar yang ada, maka infeksi akan meningkat,
bahkan dapat menyerang perawat itu sendiri. Peran perawat sangat besar dalam proses
perawatan pasien, memberikan asuhan keperawatan agar dapat mempercepat kepuihan
pasien. Tapi tak hanya itu, perawat di dalam melakukan tugasnnya juga melaksanakan
pengendalian dan pencegahan atau mengurangi resiko penyebaran infeksi nosokomial.

METODE

Di dalam melakukan penulisan ini, saya menggunakan metode pendekatan studi


pustka. Studi pustaka dilakukan yaitu dengan mengumpulkan jurnal-jurnal minimal 8 tahun
terakhir. Setelah jurnal-jurnal tersebut dikumpulkan, jurnal-jurnal tersebut dibaca, dianalisi,
dan dibandingkan. Analisis dilakukan dengan mencari upaya pencegahan penyakit oleh
infeksi pada perawat saat bekerja di rumah sakit. Setelah dilakukan analisi, data dan
informasi pada setiap jurnal akan dibandingkan dan akan digabungkan menjadi satu
pembahan yang utuh dan terstruktur.

HASIL

Berdasarkan dari jurnal-jurnal yang telah di analisi dan dibandingkan terlihat bahwa
masih banyak perawat yang tidak melakukan upaya pencegahan penyakit akibat infeksi saat
bekerja di rumah sakit. Terdapat banyak faktoor-faktoor yang melatarbelakanginya, antara
lain tidak ketersediaannya alat-alat dan fasilitas-fasilitas di rumah sakit tempat perawat
tersebut bekerja, tidak dimilikinya pengetahuan terkait pencegahan penyakit akibat infeksi,
perawat yang cenderung lalai dan mengabaikan pencegahan tersebut, faktor jam kerja yang
terlalu lama yang membuat perawat menjadi malas untuk melakuknanya, dan juga faktor
motivasi. Di dalam melakukan pencegahannya, hal yang sering diabaikan perawat adalah di
dalam menggunakan alat pelindung diri dan mencuci tangan saat sebelum dan sesudah
melakukan tindakan.

Alat pelindung diri merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau
tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi
tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung diri tidak
menghilangkan bahaya ataupun mengurangi bahaya yang ada. peralatan ini hanya
mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga
kerja dengan bahaya (Suma’mur, 2009). Kurangnya penerapan kewaspadaan universal di
rumah sakit dapat terjadi karena tidak tersedianya sarana dan fasilitas untuk menjamin
kesehatan lingkungan di rumah sakit dan personal. Ketersediaan fasilitas merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan termasuk faktor pemungkin (Green, 1990).

Alat pelindung diri yang menjadi komponen utama Personal Precaution beserta
penggunaannya yang biasa digunakan pekerja khususnya perawat sebagai kewaspadaan
standar (standard precaution) dalam melakukan tindakan keperawatan menurut Departemen
Kesehatan RI, 2007 yang bekerjasama dengan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia
(PERDALIN). Dalam meningkatkan upaya tindakan pencegahan infeksi diperlukan
pengetahuan perawat dalam menggunakan alat pelindung diri (APD) agar terhindar dari
resiko penularan penyakit baik dari pasien ke perawat maupun sesama pasien.

Utje (1993 dikutip dalam Lindawati 2010) menyatakan bahwa cara penularan melalui
tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang paling utama terhadap infeksi
nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara langsung karena tangan yang
kurang bersih atau secara tidak langsung melalui peralatan yang invasif. Dengan tindakan
mencuci tangan secara benar saja kejadian infeksi nosokomial dapat mencapai 50% apalagi
jika tidak mencuci tangan. Peralatan yang kurang steril, air yang terkontaminasi kuman,
cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering meningkatkan risiko infeksi nosokomial.
Pada penjelasan paraghrap diatas, selain mengabaikan alat pelindung diri, pada jurnal-
jurnal yang telah dibaca diketahui perawat juga cenderung mengabaikan mencuci tangan saat
sebelum dan setelah melakukan tindakan. Hal itu diakibatkan oleh belum membudayanya
kebiasaan cuci tangan dan tidak adanya pengethuan dan kesadaran mengenai pentingnya
mencuci tangan dalam menghindari penyakit. Selain itu, kesibukan yang dialami perawat
akibat kurangnya jumlah SDM di rumah sakit juga dapat menjadi faktor penghalang tidak
terlaksanakannya tindakan pencegahan mencuci tangan tersebut.

PEMBAHASAN

Dalam UU No. 1/1970 tentang keselamatan kerja dan UU No. 36/2009 tentang
kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan kerja, ditegaskan bahwa tempat kerja
wajib menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki risiko
bahaya kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit. Rumah sakit sebagai industri jasa
termasuk dalam katagori tersebut sehingga wajib menyelenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit.

Program ini bertujuan untuk melindungi pasien, tenaga medis dan para medis, serta
masyarakat dari kemungkinan kemungkinan terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Terjadinya infeksi nosokomial paling besar oleh karena faktor manusia karena kurangnya
pengetahuan, keterampilan dan kurangnya kesadaran dari direksi untuk melaksanakan
peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS
sebagai pengeluaran yang mubazir, demikian juga dikalangan medis dan para medis banyak
yang menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam memenuhi Standard Oprational Prosedure
(SOP) kerja. Penyebab lain adalah dari peralatan dan hygiene dan sanitasi lingkungan.

Salah satu infeksi yang paling banyak terjadi di rumah sakit adalah Healthcare
Associated Infections. Healthcare Associated Infections (HAIs) atau infeksi nosokomial
adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien dirawat di rumah sakit (WHO,
2016). Menurut (Kemenkes, 2017) infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen, dengan / tanpa disertai gejala klinik. Infeksi terkait pelayanan
kesehatan (Healthcare Associated Infections) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika
masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit
tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Angka kejadian HAIs yang diperoleh dari berbagai sumber menunjukkan angka
kejadian yang tinggi. Menurut data WHO tahun 2016 kejadian HAIs terjadi pada 15% dari
semua pasien rawat inap. HAIs menjadi penyebab sekitar 4 – 56% penyebab kematian
neonatus, dengan tingkat kejadian sekitar 75% terjadi di Asia Tenggara dan Subsahara Afrika
(WHO, 2016).

Untuk melindungi perawat saat bekerja di rumah sakit, terdapat upaya-upaya


pencegahan penyakit akibat infeksi yang dapat di terapkan, yakni:

1. penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

Dalam meningkatkan upaya tindakan pencegahan infeksi, diperlukan pengetahuan


dan sikap perawat dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) agar terhindar dari risiko
penularan penyakit baik dari pasien ke perawat. Alat pelindung diri sangat efektif dalam
melindungi perawat saat bekerja di rumah sakit, dan juga dalam mencegah penyakit tertular
dan kecelakaan akibat kerja pada perawat.

Menurut Geller (2001) kepatuhan pelaksanaan standar operasional prosedur


penggunaan APD masih rendah disebabkan karena budaya keselamatan yang belum cipta
dalam lingkungan kerja. Budaya keselamatan dipengaruhi oleh faktor perilaku,faktor
lingkungan dan faktor orang. Keberhasilan upaya pencegahan infeksi yang dilakukan oleh
perawat bedah salah satunya penggunaan APD yang wajib dipakai selama berada di kamar
operasi, yang tujuannya tidak hanya untuk perlindungan petugas itu sendiri dalam
melakukan tindakan yang aman tetapi juga untuk keselamatan pasien. Keberhasilan ini sangat
dipengaruhi oleh ketaatan individu pada aturan yang berlaku atau kepatuhan. Upaya
pencegahan infeksi yang dilakukan oleh perawat bedah salah satunya dengan penggunaan
APD yang wajib dipakai ketika mereka bekerja di kamar operasi.

Kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam


tindakan operasional mencakup: mencuci tangan, menggunakan alat pelindung diri (sarung
tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik keselamatan kerja, perawatan
pasien, penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien dan kebersihan
lingkungan. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
yang berkontak langsung dengan pasien, saat memakai dan melepas sarung tangan bedah
steril, saat pada situasi yang membuat tangan dapat terkontaminasi seperti saat memegang
instrumen kotor, menyentuh membran mukosa pasien, cairan darah, cairan tubuh lain,
melakukan kontak yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil sampel
darah, saat memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar masuk unit isolasi.
Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh agar tidak memasuki
hidung atau mulut perawat, juga menahan cipratan yang keluar sewaktu perawat berbicara,
bersin ataupun batuk agar tidak menularkannya ke pasien. Masker dilepas setelah pemakaian
selama 20 menit secara terus-menerus atau masker sudah tampak kotor atau lembab.

2. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan

Kebiasaan cuci tangan petugas kesehatan termasuk perawat merupakan perilaku


mendasar sekali dalam upaya mencegah cross infection (infeksi silang). Hal ini mengingat
rumah sakit sebagai tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun
tidak menular (Musadad, Lubis, Kasnodihardjo, 1993).

3. Praktik keselamatan kerja

Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian alat tajam seperti jarum
suntik. Hal ini meliputi: hindari menutup kembali jarum suntik yang telah digunakan. Bila
terpaksa dilakukan, maka gunakan teknik satu tangan untuk menutup jarum, hindari melepas
jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai, hindari membengkokkan, menghancurkan
atau memanipulasi jarum suntik dengan tangan serta masukkan instrumen tajam ke dalam
wadah yang tahan tusukkan dan tahan air.

4. Penggunaan antiseptik

Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan dan juga dilakukan pada
tindakan pembedahan, pembersihan permukaan kulit dan juga tindakan-tindakan lainnya.
Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan kembali
dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi. Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua
tindakan pencegahan dan pengendalian yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan
infeksi. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat tersebut. Dengan
merendam dalam larutan kloron 0,5 % selama 10 menit. Langkah ini dapat menonaktifkan
HBV, HCV dan HIV serta dapat mengamankan perawat yang membersihkan alat tersebut.
Setelah melakukan langkah dekontaminasi, selanjutnya adalah pembersihan. Proses
pmbersihan dapat dilakukan dengan menggunakan sabun cair dan air untuk membunuh
mikroorganisme. Gunakan pelindung saat membersihkan alat. Sterilisasi harus dilakukan
untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh lainnya dan
jaringan.

5. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Pengelolaan Linen

Peralatan perawatan pasien selalu memegang prinsip: mencegah segala bentuk


pajanan ke permukaan kulit dan membran mukosa kulit, maka seluruh peralatan perawatan
pasien dilakukan pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi sesuai prosedur yang benar, sebelum
dipakai lagi. Pengelolaan alat-alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam keadaan steril dan siap pakai
(Depkes, 2003).

Menurut Tietjen (2004) bahwa pengelolaan alat kesehatan bekas pakai bertujuan
untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat
kesehatan tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Ketidaksterilan alat yang digunakan
dapat berakibat buruk bagi pasien dan petugas kesehatan sendiri, seperti laporan dari
Amritsar, India yang mengatakan bahwa alat operasi yang tidak steril mengakibatkan 15
pasien katarak menjadi buta (Anonimous, 2014). Manajemen linen yang baik merupakan
salah satu upaya untuk menekan kejadian infeksi nosokomial. Selain itu pengetahuan dan
perilaku petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat penting (Anonimous, 2004).

6. Pemberian vaksinasi bagi perawat

Di dalam melakukan tindakan agar dapat mempunyai kekebalan tubuh, perawat


dianjurkan untuk mendapat vaksinasi seperti hepatitis B, apabila memungkinkan hepatitis A,
influenza, campak, dan vaksin-vaksin lainnya

PENUTUPAN

1. Kesimpulan

Perawat memiliki tanggung jawab di dalam merawat pasiennya. Bekerja di rumah


sakit tentunya memiliki risiko terpapar penyakit, oleh karenanya sebagai perawat tak hanya
melindungi keselamatan pasien, tetapi juga melindungi keselamatan dirinya. Pada fasilitas
kesehatan, terdapat upaya yang dilakukan untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yaitu pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan
dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit (PPIRS) sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.

Untuk perawat ada beberapa hal yang dapat diupayakan agara perawat dapat terhindar
dari penyakit akibat infeksi saat bekerja di rumah sakit, yaitu menggunakan alat pelindung
diri, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, praktik keselamatan kerja,
penggunaan antiseptik, Pemrosesan Peralatan Pasien dan Pengelolaan Linen, dan pemberian
vaksinasi bagi perawat

2. Saran

Penulis berharap agar kedepannya perawat dapat tidak hanya melindungi keselamatan
dirinya saja, tetapi juga keselamatan dirinya sendiri. Dan penulis juga berharap agar para
perawat mempunyai pengetahuan lebih terkait upaya mencegah penyakit akibat infeksi agar
dapat melaksanakannya di dalam tindakan dan asuhan keperawatan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Arini, M. (2016). Health Belief Model pada Kepatuhan Hand Hygiene di Bangsal Berisiko
Tinggi Healthcare Acquired Infections (HAIs) (Studi Kasus Pada Rumah Sakit X). Jurnal
Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (2): 129-135.

Astuti, L., Yanza, A. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Masa Kerja Perawat Dengan
Pencegahan Infeksi Nsokmial Pada Perawatan Luka Post Operasi. Jurnal Ilmiah Multi
Science Kesehatan, 10, 58-67.

Ginting, M., Lubis, R. P. (2019). Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Pada
Pasien Yang Menggunakan Kateter Urine Di Ruangan Interna RSU Martha Friska Multatuli.
JURNAL DARMA AGUNG HUSADA, 4( 2), 105-109.

Liza Salawati, L., Taufik, N. H., Putra, A. (2014). Analisis Tindakan Keselamatan Dan Kerja
Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang ICU RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA, 14 (3), 128-134.

Masloman, A. P., Kandou, G. D., Tilaar Ch. R. (2015). Analisis Pelaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano. JIKMU, 5(2),
238-249.

Romiko. (2020). Analisi Kepatuhan Perawat Terhadap Pencegahan Dan Pegendalian Infeksi
Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. JURNAL MASKER MEDIKA, 8, 201-215.

Salawati, L. (2012). Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA, 12, 47-52.

Sapardi, V. S, Machmud, R., Gusty, R. P. (2018). Analisi Pelaksanaa Manajemen


Pencegahan Dan Pengendalian Healthcare Assoociated Infections Di RS Ibnu Sina. Jurnal
Endurance, 3(2), 358-366.

Santoso, H., Nugroho, W., Nurlailis, S., dkk. (2016). Strategi Kemandirian Tenaga
Keperawatan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ponorogo: Forum
Ilmiah Kesehatan

Simamora, R. H. (2011). ROLE CONFLICT OF NURSE RELATIONSHIP WITH


PERFORMANCE IN THE EMERGENCY UNIT OF HOSPITALS RSD DR. SOEBANDI
JEMBER. The Malaysian Journal of Nursing, 3(2), 23-32.
Simamora, R. H. (2020). Pelatihan Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Efikasi diri
Perawat dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien. JURNAL ILMIAH KESEHATAN
MASYARAKAT: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 12(1), 49-54.

Sudarmo, Helmi, Z. N., Marlinae, L. (2016). Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Terhadap
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Untuk Pencegahan Penyakit Akibat
Kerja. Jurnal Berkala Kesehatan, 1(2), 88-95

Anda mungkin juga menyukai