Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit akibat kerja dapat menyerang semua tenaga kerja di rumah sakit
akibat pajanan berbagai bahan berbahaya biologik, kimia, fisik di dalam lingkungan
rumah sakit sendiri. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul atau didapat
pada waktu melakukan pekerjaan (Irianto, 2013). Rumah sakit merupakan salah
satu Institusi Pelayanan kesehatan yang menjadi tempat penyebaran penyakit
infeksi baik buat pasien, tenaga kerja ataupun pengunjung. Petugas di lingkungan
rumah sakit begitu berdampak dengan kontak langsung pada agent penyakit
menyebar lewat darah, sputum, jarum suntik dan sebagainya.

Menurut Suma’mur (2009), Ditempat kerja terdapat faktor-faktor yang


menjadi penyebab penyakit akibat kerja salah satunya adalah faktor biologi seperti
bakteri, viral deases, parasitic diseases dan sebagainya. Survei dari 10 Rumah sakit
di Ghana, 32,9% dari seluruh rawat inap di rumah sakit pemerintah, 2107 pasien
rawat inap ditemukan 184 diidentifikasi menderita HAIs (infeksi nosocomial).
Infeksi Nosokomial yang paling umum terjadi di tempat operasi (32,6%), infeksi
darah (19,5%), infeksi saluran kemih(18,5%), dan infeksi saluran pernafasan
(16,3%). Secara global, infeksi nosocomial adalah yang paling banyak terjadi
selama rawat inap di rumah sakit (A-K Labi et al, 2019)

Penyakit Infeksi masih merupakan penyebab utama tngginya angka


kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial
(Septiari, 2012). Infeksi nosokomial adalah salah satu penyakit yang disebabkan
oleh bakteri yang ada di rumah sakit. Darmadi (2008), menyatakan bahwa tingginya
angka infeksi nosokomial menjadi perhatian di sejumlah rumah sakit di Indonesia.
Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas
mutu pelayanan kesehatan. Infeksi rumah sakit dapat memperpanjang lama rawat,
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta menambah biaya rumah sakit
(Damani, 2003)
Menurut Septiari (2012), infeksi nosokomial menyebabkan 1,4 juta
kematian setiap hari diseluruh dunia. Infeksi ini dapat terjadi pada penderita, tenaga
kesehatan, dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Di negara berkembang
potensi infeksi yang terjadi akibat interaksi di RS 20 kali lipat dibandingkan negara
maju. Hal tersebut menujukan bahwa setiap petugas di rumah sakit harusnya
melakukan kebersihan tangan sebelum melakukan berbagai aktivitas, khusunya
pada pada five moment penting yaitu : sebelum kontak dengan pasien, sebelum
tindakan aseptic, setelah berisiko kontak dengan cairan tubuh, setelah kontak
dengan pasien , dan setelah berada di lingkungan pasien

Tujuan mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien yaitu untuk


menghindarkan pasien dari paparan kotoran dan kuman yang dibawa oleh tenaga
kesehatan lain dari pasien lain sehingga pasien dapat terhindar dari kuman yang
dibawa oleh tenaga kesehatan lain dari kuman yang dapat memperparah penyakit
yang diderita. Mencuci tangan sesudah kontak dengan pasien bertujuan untuk
membersihkan tangan perawat atau tenaga kesehatan lain dari kuman yang didapat
ketika kontak dengan pasien ataupun dengan lingkungan disekitar pasien yang
beresiko terpajan kuman. Hal ini sangat berguna bagi perawat agar tidak terkena
infeksi dan mencegah penularan serta penyebaran kuman kepada orang lain
sehingga five moment cuci tangan haruslah diterapkan oleh tenaga kesehatan
khususnya perawat

Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,70%


dari 55 rumah sakit di 14 negara yang berada di Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara, dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial. Prevalensi infeksi
nosokomial paling banyak di Mediterania Timur dan Asia Tenggara yaitu sebesar
11,80% dan 10% sedangkan di Eropa dan Pasifik Barat masing-masing sebesar
7,70% dan 9% (Kurniawati dkk, 2015). Sementara itu, data dari WHO juga
didapatkan tahun 2005 di Itali diperoleh angka kejadian infeksi nosokomial sebesar
6,7%, tahun 2006 di UK sebesar 9% dan di Perancis sebesar 6,7-7,4%. Begitu pula
di Indonesia, infeksi nosokomial mencapai 15,74% jauh diatas negara maju yang
berkisar 4,8-15,5%. Di rumah sakit Yogyakarta infeksi nosokomial secara umum
sebesar 5,9%. Di rumah sakit DKI Jakarta menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat
inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Ditjen Yankes, 2017).

Sebuah komitmen global dalam upaya menurunkan angka Health Care


Associated Infection (HCAI) oleh World Health Organization (WHO) dengan
mencanangkan program Global Patient Safety Challenge “Clean Care is Safer
Care” sejak tahun 2005. WHO Patient Safety kembali mencanangkan Save Lives:
Clean Your Hands sebagai program lanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan
fokus pelaksanaan Hand Hygiene pada pelayanan kesehatan di seluruh dunia
termasuk Indonesia pada Tahun 2009. Pemerintah juga telah menyusun kebijakan
nasional dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes RI)
Nomor 270 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain dan
Kepmenkes 382 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sebagai pijakan hukum untuk menerapkan
standardisasi pencegahan dan pengendalian di rumah sakit.

Faktor-faktor yang berkontribusi pada rendahnya kepatuhan perawat


adalah karena kurangnya pengetahuan, kurangnya waktu, kelupaan, kurangnya
keterampilan, ketidaknyamanan, iritasi kulit, dan kurangnya pelatihan (Efstathiou
dkk, 2011). Dalam penerapan Hand Hygiene, supervisi adalah salah satu faktor
yang dapat memengaruhi kepatuhan perawat. Perawat yang mendapatkan supervisi
cenderung patuh dibandingkan perawat yang tidak mendapatkan supervisi.
Supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (pergerakan/pengarahan) dalam
fungsi manajemen yang berperan mempertahankan agar segala kegiatan yang telah
diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar (Sitohang, 2016).

Perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu faktor yang


mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan perawat dan pasien dalam
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Penelitian sebelumnya dari Fatmawati,
menemukan jumlah perawat yang melaksanakan prosedur cuci tangan 5 momen 6
langkah ada yang sesuai dengan tahapan, dan ada pula yang tidak sesuai dengan
tahapan yang telah ditetapkan. Didapat informasi bahwa lebih dari 20% perawat
yang bertugas hanya melakukan cuci tangan setelah melakukan tindakan ke pasien
dan tidak melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien. kegagalan dalam
pelaksanaan cuci tangan dipicu oleh keterbatasan fasilitas cuci tangan seperti
wastafel, handuk kertas, pengering tangan dan cairan antiseptik. Namun ketika
sudah ada fasilitas, kendala berikutnya adalah kurangnya kesadaran petugas
perawat untuk melakukan prosedur cuci tangan (Mulyani, 2014).

Pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Tingkat


pendidikan rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan, informasi, dan lain-lain yang baru diperkenalkan (Notoatmodjo,
2007). Penelitian tentang perilaku cuci tangan oleh riska,dkk (2016) menyatakan
bahwa 60% dari 70 responden tidak patuh dalam pelaksanaan cuci tangan
diantaranya adalah yang memiliki pengetahuan kurang mengenai hand hygiene,
75% responden yang tidak patuh dalam pelaksanaan cuci tangan adalah yang
memiliki sikap kurang baik mengenai hand hygiene

Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola pikir berpengaruh
terhadap perilaku seseorang, semakin cukup usia seseorang akan semakin matang
dalam berpikir atau bertindak (Hartono, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Setiawati (2009) dan Damanik (2012) yang menunjukkan bahwa petugas kesehatan
dengan rentang usia dewasa awal (18-40 tahun) lebih banyak tidak taat dalam
melakukan hand hygiene, sehingga diperoleh bahwa petugas kesehatan pada
rentang usia dewasa madya (>40-60 tahun) mempunyai peluang 0,94 kali untuk taat
melakukan hand hygiene dibandingkan dengan petugas kesehatan pada rentang usia
dewasa awal

Menurut Azwar (2009), apa yang telah dialami seseorang akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulasi sosial yang akan
menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau faktor tersebut akan
mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Penelitian Sobur
(2015) menyatakan sikap perawat dalam cuci tangan menunjukkan dimana 81
perawat (75,7%) memiliki sifat positif dan 26 perawat (24,3%) memiliki sikap
negatif.

Penelitian yang dilakukan Rivai & Mulyadi (2010) mengatakan bahwa


masa kerja dapat mempengaruhi pengalaman kerja seseorang, sehingga semakin
lama bekerja diharapkan seseorang memiliki pengalaman kerja semakin banyak.
Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman kerja yang lebih pada
seseorang dibandingkan dengan rekan kerja yang lain. Selain itu faktor organisasi
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku perawat dalam
melaksanakan cuci tangan. Menurut Niela Fauzia (2014) organisasi dapat
mempengaruhi perilaku perawat misalnya dengan adanya pelatihan yang
diterapkan kepada perawat.

Berdasarkan data sekunder yang di peroleh pada bulan april- juni 2018 di
RSUD dr. Rubini mempawah menunjukkan angka kepatuhan cuci tangan “lima
moment” perawat pada pelayanan rawat inap pada bulan April dengan presentase
35,1 %, bulan Mei dengan presentase 38,2 % dan bulan Juni dengan presentase 39,8
% dengan rata- rata yaitu 37,7 %. hal ini menunjukkan bahwa angka kepatuhan
“hand higine five moment” di RSUD dr. Rubini Mempawah masih dibawah standar,
sedangkan standar atau target yang diharapkan yaitu >50% yang menunjukkan
masih minimal nya kepatuhan petugas RSUD dr. Rubini Mempawah dalam
melakukan cuci tangan. Data tersebut dikumpulkan dengan cara menggunakan
lembar observasi berupa format yang berisi item- item yang perlu diamati
menggunakan checklist dengan Angka kepatuhan cuci tangan paling rendah
berasarkan lima momen adalah sebelum kontak dengan pasien dan setelah kontak
dengan lingkungan sekitar pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data sekunder yang didapat dari RSUD dr.Rubini mempawah yang
menunjukkan angka kepatuhan cuci tangan “Five Moment” perawat yang masih
dibawah standar. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahu faktor apa saja yang
mempengaruhi kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat di ruang rawat
inap RSUD dr. Rubini Mempawah pada tahun 2019.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Cuci Tangan
“ Five Moment” Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap Rsud Dr. Rubini
Mempawah pada tahun 2019
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan cuci tangan “Five Moment”
perawat di RSUD dr.Rubini Mempawah Tahun 2019.
b. Untuk mengetahui hubungan Usia yang mempengaruhi kepatuhan
cuci tangan “Five Moment” pada perawat di RSUD. Dr. Rubini
Mempawah Tahun 2019
c. Untuk mengetahui hubungan Tingkat Pendidikan yang
mempengaruhi kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat
di RSUD. Dr. Rubini Mempawah Tahun 2019
d. Untuk mengetahui hubungan Masa Kerja yang mempengaruhi
kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat di RSUD. Dr.
Rubini Mempawah Tahun 2019
e. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan yang mempengaruhi
kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat di RSUD. Dr.
Rubini Mempawah Tahun 2019
f. Untuk mengetahui hubungan Sikap yang mempengaruhi kepatuhan
cuci tangan “Five Moment” pada perawat di RSUD. Dr. Rubini
Mempawah Tahun 2019
g. Untuk mengetahui hubungan Fasilitas yang mempengaruhi
kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat di RSUD. Dr.
Rubini Mempawah Tahun 2019
h. Untuk mengetahui hubungan Pelatihan yang mempengaruhi
kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat di RSUD. Dr.
Rubini Mempawah Tahun 2019
i. Untuk mengetahui hubungan Pengawasan Supervise PPI yang
mempengaruhi kepatuhan cuci tangan “Five Moment” pada perawat
di RSUD. Dr. Rubini Mempawah Tahun 2019

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan
masukan bagi Rumah Sakit khususnya perawat untuk menangani
masalah keptuhan dalam mencuci tangan serta pengembangan ilmu
pengetahuan dan bahan informasi
1.4.2 Manfaat Aplikatif
a. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
peneliti mengenai Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Cuci
Tangan Five Moment Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap Rsud Dr.
Rubini Mempawah pada tahun 2019
b. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
tentang Kepatuhan Cuci Tangan Five Moment Pada Perawat.
Informasi ini berguna sebagai dasar untuk melakukan
pengantisipasian terhadap masalah infeksi nosokomial. Hasil
penelitian ini dapat menambah referensi bacaan di perpustakaan,
menambah informasi mengenai penelitian dan sebagai input untuk
melakukan penelitian-penelitian selanjutnya
1.5 Keslian Penelitian
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

Nama, Judul penelitian Tujuan penelitian Metode penelitian Hasil penelitian Perbedaan
Tahun,
Esti Hubungan Sikap Penelitian ini penelitian ini adalah Hasil penelitian Variable terikat
Suhartini, Dengan Kepatuhan bertujuan untuk non eksperimental sikap perawat dalam penelitian yaitu
2017 Perawat dalam Hand mengetahui dengan rancangan hand hygiene five penerapan hand
Hygiene Five Hubungan Sikap penelitian descriptive moment di ruang hygine five moment
Moment di Ruang Dengan Kepatuhan correlational studies. rawat inap kelas III perawat, variable
Rawat Inap Kelas Perawat dalam Analisa data yang RSUD Sleman bebas yaitu sikap
Iii RSUD Sleman Hand Hygiene Five digunakan adalah uji menunjukkan ada dan kepatuhan
Moment di Ruang korelasi gamma hubungan antara perawat dalam
Rawat Inap Kelas sikap dengan penerapan hand
Iii RSUD Sleman kepatuhan perawat hygine five moment
dalam hand hygiene
five moment di Sampel penelitian
ruang rawat inap yang digunakan
kelas III RSUD adalah 60 perawat
dari ruang rawat
inap kelas III
RSUD Sleman.
Nastiti Faktor-Faktor Yang Penelitian ini Penelitian ini Hasil penelitian Variable terikat
Agustanti, Mempengaruhi bertujuan untuk menggunakan desain menunjukkan penelitian yaitu
2017 Kepatuhan Hand mengetahui Faktor- analitik korelasi Terdapat hubungan penerapan hand
Hygiene 5 Moment Faktor Yang dengan pendekatan faktor supervisi, hygine five moment
Pada Bidan di Mempengaruhi cross sectional fasilitas, motivasi pada bidan,
Ruang Bersalin dan Kepatuhan Hand pada bidan di ruang variable bebas yaitu
Ruang Bougenvil Hygiene 5 Moment bersalin dan ruang supervisi, fasilitas,
RSUD Dr Pada Bidan di bougenvil RSUD dr motivasi yang
Soedirman Ruang Bersalin dan Soedirman mempengaruhi
Kebumen Ruang Bougenvil Kebumen Tahun kepatuhan hand
RSUD Dr 2017 hygine five moment
Soedirman pada bidan
Kebumen
Sampel penelitian
31 bidan di ruang
Bersalin dan ruang
Bougenvile RSUD
dr Soedirman
Kebumen
Latifah Faktor – Faktor Penelitian ini Desain Penelitian hasil penelitian Variable terikat
Ratnawatia, Yang Berhubungan bertujuan untuk yang digunakan tersebut didapatkan penelitian yaitu
Sondang Dengan Kepatuhan mengetahui faktor- adalah diskriptif data bahwa tingkat penerapan hand
Sianturi, Perawat Dalam faktor yang korelasional dengan pengetahuan hygine five moment
2018 Menerapkan Hand berhubungan pendekatan cross perawat di Rumah perawat, variable
Hygiene dengan kepatuhan sectional. sakit X sudah baik bebas yaitu tingkat
perawat untuk sehingga perawat pengetahuan
menerapkan hand relatif patuh dalam perawat dalam
hygiene di Rumah menerapkan hand penerapan hand
Sakit X Cibubur hygiene didalam hygine five moment
pekerjaannya sehari-
hari
Sampel penelitian
82 orang dengan
menggunakan
teknik total sampel
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Kerja


a. Definisi Kesehatan Kerja
Menurut Notoatmodjo (2011), kesehatan kerja adalah aplikasi
kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik,
kantor, dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja
adalah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut.
Berdasarkan penelitian oleh Lovita (2016), Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah sistem yang berhubungan semua unsur yang berada
dalam aktivitas kerja, diantaranya melibatkan orang yang melakukan
pekerjaan, bahan kerja atau benda-benda atau barang-barang yang
dikerjakan, alat-alat kerja yang digunakan berupa mesin dan peralatan
lainnya. Selain itu K3 juga menyangkut lingkungan kerja baik manusia
maupun benda dan barang di area pekerjaan
b. Tujuan Kesehatan Kerja
Menurut Suma’mur (2009), hakekat dan tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yaitu:
1) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja seoptimal
mungkin, pada pekerja/buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, dan
pengusaha; dengan dimaksud untuk tujuan menyejahterakan tenaga
kerja
2) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, yang
berlandaskan pada perbaikan daya kerja dan produktivitas faktor
manusia

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016, tujuan


umum dari sistem manajemen K3RS adalah terwujudnya
penyelenggaraan K3RS secara optimal, efektif, efisien, dan
berkesinambungan. Sedangkan tujuan khususnya adalah
1) Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman, dan nyaman
bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit sehingga proses
pelayanan berjalan baik dan lancer.
2) Mencegah timbulnya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), Penyakit
Akibat Kerja (PAK), penyakit menular dan penyakit tidak menular
bagi seluruh sumber daya rumah sakit.

2.2 Penyakit Akibat Kerja


a. Definisi Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,


alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,
penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made
disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang
menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan
kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun
diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan
pekerjaan.( Hebbie Ilma Adzim, 2013)

b. Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja,


salah satu penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja khususnya di
rumah sakit disebabkan oleh faktor biologi (suma’mur, 2009).
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan sangat rentan bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman
pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien,
benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta dapat menginfeksi pekerja
misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
2.3 Hand Hygine
a. Definisi Hand Hygine
Kebersihan tangan merupakan hal paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan
semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh
mikoorganisme pada kulit, di mana mikroorganisme ini diperoleh dari
kontak dengan pasien dan lingkungan (Kemenkes RI, 2011). Cuci tangan
adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua
belah tangan dengan memakai sabun dan air (Depkes, 2007)
b. Tujuan Cuci Tangan

Tujuan dilakukannya cuci tangan menurut Sumurti (2008) adalah:


1) Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan.
2) Mencegah infeksi silang (cross infection).
3) Menjaga kondisi steril.
4) Melindungi diri dan pasien dari infeksi.
5) Memberikan perasaan segar dan bersih
Tujuan lain dilakukannya cuci tangan menurut maryunani (2013)
adalah:

1) Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan


2) Mencegah penularan penyakit
3) Tangan bersih dan bebas kuman

c. Indikasi Cuci Tangan


Menurut WHO (2005) dalam bukunya ‘Guidelines on Hand Hygiene
in Health Care, Five Moments Hand Higiene adalah:
1) Sebelum kontak dengan pasien.
2) Sebelum tindakan aseptik.
3) Setelah kontak dengan cairan tubuh.
4) Setelah kontak dengan pasien.
5) Setelah kontak dengan lingkungan pasien
Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI (2005) adalah :
1) Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya: menyuntik,
pemasangan kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan.
2) Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung.
3) Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka.
4) Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan
mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan
kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau
ekresi.
5) Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi
dengan mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis
merupakan mikroorganisme penting. Benda ini termasuk pengukur
urin atau alat penampung sekresi.
6) Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yang
terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang
bermakna secara klinis atau epidemiologis.
7) Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi.
8) Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada
pasien yang tidak infeksius.

d. Cara mencuci tangan menurut maryunani (2013) adalah:


1) Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun.
2) Bersihkan telapak, pergelangan tangan, sela-sela jari dan punggung
tangan.
3) Setelah itu keringkan dengan lap bersih

2.4 Faktor Hand Hygine


Penelitian yang dilakukan Damanik, dkk (2012), menyatakan bahwa
faktor yang berpengaruh pada tindakan cuci tangan adalah: Pengetahuan,
ketersediaan tenaga kerja, dan masa kerja. Agustanti (2017) mengatakan
bahwa motivasi, supervise dan fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi
tindakan hand hygine. Selain itu, menurut WHO juga mengemukakan
faktor – faktor yang mempengaruhi cuci tangan yaitu:
a. Pengetahuan
Orang yang mempunyai pengetahuan baik cenderung lebih memiliki
prilaku cuci tangan yang baik. Namun begitu seseorang dengan
pengetahuan baik belum tentu memiliki kapatuhan cuci tangan yang baik.
b. Sikap
Sikap yang positif terhadap tindakan kesehatan tidak selalu terwujud
dalam suatu tindaka , namun tergantung pada situasi saat itu sikap akan
diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain.
c. Status pekerjaan
Seseorang yang bekerja di kesehatan baik dokter, perawat, bidan,
apoteker, analis atau yang lainnya cenderung sering melakukan cuci
tangan sehingga merupakan suatu kebiasaan, berbeda dengan pekerja
lain yang jarang melakukan cuci tangan.
d. Jenis kelamin
Lelaki cenderung malas menjaga kebersihan dalam berbagai aspek
di bandingkan oleh wanita.
e. Mempunyai alergi dengan produk pembersih
Hal yang paling sering menyebabkan kontak alergi adalah bau wangi
dan bahan pengawet.
f. Ketersediaan sarana cuci tangan
Ketersediaan sarana yang terjangkau oleh perawat atau tenaga
kesehatan lain nya akan memudahkan dalam praktik cuci tangan itu
sendiri.
2.4.1 KERANGKA TEORI
Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan teori perilaku dari
Lewrance Green dikutip dari Notoadmodjo (2010)

1. Faktor Predisposing
a. Karakteristik individu ( Usia,
Jenis kelamin, Tingkat
pendidikan, Masa kerja)
b. Pengetahuan
c. Sikap
d. Persepsi
e. Keyakinan
f. Nilai-nilai, tradisi

2. Enabling factor
a. Fasilitas
Kepatuhan perawat
b. Pelatihan
melakukan hand higine
five moment

3. Reinforcing factor
a. Kebijakan direktur
b. Pengawasan Supervise PPI

Gambar 2.1
Notoadmojo 2010
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan variabel-variabel apa saja yang akan diteliti dalam penelitian ini,
yaitu usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap dan persepsi
tentang hand hygiene serta fasilitas, pelatihan, pengawasan, dan perilaku
penerapan hand hygiene. Adapun kerangka konsep penelitian ini yaitu :

1. Usia
2. Tingkat Pendidikan
3. Masa Kerja
Kepatuhan perawat
4. Pengetahuan tentang hand higine
melakukan hand higine
5. Sikap tentang hand higine
five moment
6. Fasilitas
7. Pelatihan
8. Pengawasan Supervise PPI

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen, dimana variabel independen
terdiri dari : Usia, Tingkat Pendidikan, Masa Kerja, Pengetahuan, Sikap,
Fasilitas, Pelatihan, Pengawasan Supervise PPI dan variabel
dependennya adalah Kepatuhan perawat melakukan hand higine five
moment
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variable Definisi Cara Ukur Alat Hasil Skala


Operasional Ukur
1. Perilaku Kegiatan/tindakan Pengisian Lembar 1.Baik Ordinal

hand responden terkait lembar observasi 0.Kurang

hygiene penerapan hand observasi


hygiene sesuai oleh peneliti
prosedur di tempat
kerjanya
2. Usia Lamanya waktu Pengisian Kuesioner 1.Usia dewasa Ordinal
hidup responden kuesioner awal (18-40)
dihitung oleh 2.Usia dewasa
mulai dari tanggal responden madya (> 40)
lahir sampai ulang (Damanik,
tahun terakhir saat 2012)
penelitian dilakukan
3. Tingkat Pendidikan formal Pengisian Kuesioner 1.Pendidikan Ordinal
pendidikan terakhir yang kuesioner D3
dijalankan oleh oleh Keperawatan
responden responden 2.Pendidikan
sarjana atau
NERS
4. Masa Kerja Lamanya masa kerja Pengisian Kuesioner 1.< 2 tahun Ordinal
responden dihitung kuesioner 2.≥ 2 tahun
dari tanggal pertama oleh (Damanik,
bekerja sampai responden 2012)
sekarang
5. Pengetahuan Hal yang diketahui Pengisian Kuesioner 1.Baik Ordinal
tentang hand dan dipahami kuesioner 0.Kurang
higine responden oleh
mengenai hand responden
hygiene
6 Sikap Ungkapan Pengisian Kuesioner 1.Positif Ordinal
tentang hand perasaan,keyakinan, kuesioner 0.Negatif
higine dan kecenderungan oleh
responden untuk responden
melakukan suatu
tindakan dalam
penerapan hand
hygiene
7. Fasilitas Ketersediaan Pengisian Kuesioner 1.Tersedia Ordinal
fasilitas pendukung kuesioner 0.Tidak
yang dibutuhkan oleh tersedia
responden dalam responden
menerapkan
hand hygiene
8. Pelatihan Kegiatan yang Pengisian Kuesioner 1.Ya Ordinal
pernah dilakukan kuesioner 0.Tidak
oleh Responden oleh
untuk menambah responden
keterampilan dan
pengetahuan terkait
hand hygiene

9. Pengawasan Kegiatan Pengisian Kuesioner 1.Ya Ordinal


Supervisi pemantauan yang kuesioner 0.Tidak
PPI dilakukan oleh
pihak PPI terhadap oleh
responden terkait responden
penerapan hand
higine
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini merupakan desain penelitian
kuantitatif, yaitu dengan jenis penelitian cross sectional karena penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kepatuhan perawat dalam melakukan hand
hygiene dan determinannya pada perawat di ruang rawat inap di Rumah Sakit
Umun Dokter Rubini Mempawah Tahun 2019.

4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umun Dokter Rubini Mempawah pada bulan April-Juni 2019

4.3 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap
yang berinteraksi langsung dengan pasien di Rumah Sakit Umun Dokter
Rubini Mempawah.

4.4 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proporsional yaitu sampel yang diambil mengikuti perbandingan banyaknya
anggota antar subpopulasi, atau dari setiap subpopulasi diambil sampel
sebanding jumlah anggota yang ada dalam subpopulasi tersebut

4.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

1. Alat Penelitian

Pada Penelitian ini menggunakan lembar kuisioner dan observasi sebagai

alat penelitian yang diisi oleh peneliti dengan menggunakan lembar check

list ( √).

a. Lembar kuisioner
Lembar kuisioner yang berkaitan dengan faktor kepatuhan perawat

melakukan hand higine five moment di ruang rawat inap RSUD

dr.Rubini Mempawah meliputi Usia, Tingkat Pendidikan, Masa Kerja,

Pengetahuan, Sikap, Fasilitas, Pelatihan, Pengawasan Supervise PPI

b. Lembar Observasi Kepatuhan perawat melakukan hand higine five

moment

Lembar observasi Kepatuhan perawat melakukan hand higine five

moment di ruang rawat inap RSUD dr.Rubini Mempawah adalah

lembar observasi dari WHO ( Measuring Hand Hygiene Adherence :

Ovrcoming the Challenges ) yang didesain untuk petugas kesehatan.

Lembar observasi ini menilai Kepatuhan perawat melakukan hand

higine five moment. Kepatuhan perawat melakukan hand higine five

moment dinilai dalam lembar observasi adalah :

1) Sebelum kontak dengan pasien

2) Sebelum melakukan tindakan aseptic

3) Setelah kontak dengan pasien

4) Setelah kontak dengan cairan dan tubuh pasien

5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien dan

c. Uji
Daftar pustaka

Adzim, HI. (2013). Penyakit Akibat kerja.

Azwar, S. (2009). Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar


Offset, Yogyakarta, Indonesia

Damanik, Sri Melfa., dkk. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit
Immanuel Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran

Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. (2017). Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi di RSJS Magelang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(Online), diakses dari http://yankes.kemkes.go.id/read-persiapan-menuju-
akreditasi-internsional---1381.html pada tanggal 29 Maret 2019 pukul
12.24

Fauzia, N. (2015). Pengaruh Faktor Individu, Organisasi dan Perilaku terhadap


kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Hand Hygiene. Jurnal Aplikasi
Manajemen , 13: 566-568.

Kemenkes RI. (2011). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah


Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya

Kurniawati, A. F., Satyabakti, P., & Arbianti, N. (2015). Perbedaan risiko multidrug
resistance organism (MDROS) menurut faktor risiko dan kepatuhan hand
hygiene. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(3), 277–289.

Lovita, A. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) PT. Kubota
Indonesia (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Semarang). Diakses dari
repository.unimus.ac.id/25/1/Full%20Skripsi%201.pdf.

Maryunani, Anis. (2013). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat . Jakarta: Trans Info
Media.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja rumah
sakit. Jakarta: Anonim.

Mulyani. (2014). Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam


Langkah Lima Moment.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu


Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan masyarakat: Ilmu & seni edisi revisi 2011.
Jakarta: PT Rineka Cipta

Septiari, Betty. (2012). Infeksi Nosokomial. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiawati. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketaatan Petugas


Kesehatan Melakukan Hand Hygiene dalam Mencegah Infeksi Nosokomial
di Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Magister
Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.

Sudrajat, Fedi., Purwanti, Ery., dan Nurlaila. (2015). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Hand
Hygiene Sebelum Tindakan Keperawatan di RSUD Dr. Soedirman
Kebumen. Program STudi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah. Gombong.

Suma’mur. (2009). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: PT Toko


Gunung Agung.

Sobur, S. (2015). Hubungan Sikap Dan Kepatuhan Cuci Tangan Pada Perawat
Rawat Inap RSUD Kota Semarang tahun 2015.
<jurnal.unimus.ac.id/index.php/pe rawat/article/view/423>
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

nd
WHO. (2002). Prevention of Hospital-acquired Infections A Practical Guide 2
Edition.

WHO. (2007). Standard Precautions in Health Care.

WHO. (2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global
Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care.

Zubaedah, Siti. (2009). Evaluasi Implementasi Program Observasi Keselamatan di


Service Department PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta Tahun
2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Universitas Indonesia. Depok.

Anda mungkin juga menyukai