Anda di halaman 1dari 43

PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN


PERAWAT MENCUCI TANGAN DENGAN HANDSCRUB
DI MAYAPADA HOSPITAL TANGERANG
TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh

FITNAWATI
NIM : 11162035

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PERTAMEDIKA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated
Infection merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara di
dunia, termasuk Indonesia. Healthcare Associated Infection adalah infeksi
yang terjadi selama proses perawatan di rumah sakit atau di fasilitas
pelayanan kesehatan lain, dimana saat masuk pasien tidak ada infeksi atau
tidak dalam masa inkubasi, atau infeksi didapat di rumah sakit tetapi
muncul setelah pulang, juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi
karena pekerjaannya (CDC, 2007).

Healthcare Associated Infection merupakan masalah penting di seluruh


dunia. Infeksi ini terus meningkat dari 1% di beberapa negara Eropa dan
Amerika, sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika.
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah HAIs.
Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia
(Allegranzi., 2009). Menurut data WHO (2012) kejadian infeksi di rumah
sakit sekitar 21% di mana infeksi nosokomial merupakan persoalan serius
yang dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian
pasien.

Di Indonesia infeksi nosokomial mencapai 15,74 % jauh di atas negara


maju yang berkisar 4,8-15,5% (Cantrell,, 2009). Penelitian yang dilakukan
di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
Insiden rate Healthcare Associated Infection di Rumah Sakit Kota
Tangerang tahun 2015 berkisar antara 0,86 – 14,49‰, sedangkan tahun
2016 antara 0,37– 2,62‰.

2
3

Infeksi nosokomial atau Healthcare Associated Infection, adalah infeksi


yang berhubungan dengan asuhan pelayanan kesehatan. Healthcare
Associated Infection merupakan masalah yang menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi ini bisa ditularkan dari
pasien ke petugas maupun sebaliknya, pasien ke pengunjung atau
sebaliknya, serta antar orang yang berada di lingkungan rumah sakit.
Kejadian infeksi tersebut dapat dicegah melalui berbagai macam cara, salah
satunya dengan cara mencuci tangan dengan handscrub melelui sabun dan
air mengalir dan disinfeksi tangan menggunakan cairan berbahan dasar
alkohol (Randle, 2010).

Mencuci tangan dengan handscrub adalah teknik yang sangat mendasar


dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat
menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit. Tangan
adalah media transmisi patogen tersering di Rumah Sakit. Kebersihan
tangan saat ini merupakan indikator kualitas patient safety, karena
kegagalan dalam melakukan cuci tangan merupakan penyebab utama
infeksi nosokomial, penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas
pelayanan kesehatan dan merupakan kontributor terhadap timbulnya wabah
(Pittet, 2008).

Ada lima waktu (Five Moment) yang penting bagi tenaga kesehatan untuk
melakukan kebersihan tangan yaitu sebelum kontak dengan pasien,
sebelum tindakan aseptic, setelah terkena/terpapar cairan tubuh pasien,
setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar
pasien. Hal ini ditujukan untuk mencegah risiko penularan mikroba untuk
pasien dan mencegah risiko transmisi mikroba kepetugas kesehatan dan
lingkungan pasien (WHO, 2009).

Kurangnya kepatuhan dalam membersihkan tangan antara lain karena agent


yang digunakan selama mencuci tangan menyebabkan iritasi dan
kekeringan pada kulit tangan, sehingga membuat perawat kurang nyaman
4

karena wastafel berada pada lokasi yang tidak strategis dan tersedia dalam
jumlah sedikit, kurangnya sabun ataupun kertas tisu, terlalu sibuk (tidak
memiliki cukup waktu), staf yang terlalu sedikit maupun terlalu banyak,
kebutuhan pasien yang harus lebih diprioritaskan dan rendahnya risiko
mendapatkan infeksi dari pasien. Hal ini menggambarkan pula bahwa
pengetahuan, fasilitas yang memadai, pendidikan dan peringatan yang
diberikan untuk pelaksanaan mencuci tangan dengan handscrub belum
cukup untuk menjadikan perawat konsisten dalam mengimplementasikan
secara menyeluruh (Hidayat, 2009).

Perawat perlu terus dimotivasi dan didukung dari manajemen, sehingga


perawat dapat berkontribusi nyata dalam menurunkan angka kejadian
infeksi nosokomial di rumah sakit serta meningkatkan pelayanan
keperawatan pada pasien dan masyarakat. Salah satu strategi untuk
meningkatkan perilaku mencuci tangan adalah memonitor kepatuhan
petugas kesehatan dalam melaksanakan praktik hand hygiene yang
direkomendasikan dan memberikan feedback (Hidayat, 2009).

Banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan cuci tangan di


kalangan perawat. Menurut Hidayat (2009), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi
adalah faktor karakteristik individu (jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan,
masa kerja, tingkat pendidikan), faktor pengetahuan dan faktor motivasi.

Motivasi perawat mencuci tangan adalah salah satu faktor yang


mempengaruhi tingkat kepatuhan perawat untuk mencuci tangan dengan
handscrub. Secara teori, motivasi merupakan suatu keinginan, harapan,
kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Motivasi adalah gaya
pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk
mengerahkan segenap kemampuannya dalam bentuk tenaga, waktu,
keahlian dan keterampilannya untuk melaksanakan kewajiban yang
menjadi tanggung jawabnya (Siagian, 2009).
5

Penelitian Quirina (2015) tentang Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan


Perawat dalam Praktik Hand Hygiene di Ruang Cendana IRNA RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta, menyebutkan bahwa kepatuhan perawat sebagian
besar dalam kategori baik sebesar 97,5% dan Motivasi perawat sebagian
besar baik yaitu 97,5%. Hasil penelitiannya menunjukan ada hubungan
antara motivasi dengan kepatuhan perawat dala praktik hand higiene di
ruang Cendana IRNA I RSUP Dr Sardjito Yogykarta dengan nilai
signifikansi p< 0,05 yaitu sebasar 0,000 dan nilai koefisiaensi sebasar
0,559.

Penelitian Fakhrudin (2017) tentang hubungan motivasi perawat rawat inap


dengan tingkat kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yang
benar di RSI Klaten, juga menyebutkan tingkat kepatuhan perawat dalam
cuci tangan sebagian besar tidak patuh (57,4%) dam sebagian besar perawat
rawat inap memiliki motivasi 6 langkah cuci tangan dengan benar dengan
katagori lemah (52,5%). Hasil penelitiannya diperoleh ada hubungan
motivasi perawat rawat inap dengan tingkat kepatuhan dalam melakukan 6
langkah cuci tangan yang benar di RSI Klaten (p=0,000<0,05).

Sebagai salah satu pelayanan kesehatan di Mayapada Hospital Tangerang


sangat memperhatikan kebersihan perawatnya dalam melakukan cuci
tangan dengan handscrub. Namun berdasarkan survei awal yang peneliti
lakukan di Mayapada Hospital Tangerang pada tanggal 25 Oktober 2017
terhadap 10 perawat tentang kepatuhan perawat melakukan cuci tangan
diperoleh data bahwa masih ada perawat yang tidak patuh melakukan cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dengan alasan pasien
lupa, sudah menggunakan handscrub, dan tempat untuk cuci tangan yang
jauh.
6

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan


wawancara kepada 10 perawat diperoleh data bahwa 3 orang (30%) mencuci
tangan sebelum tindakan dan 9 orang (90%) mencuci tangan sesudah tindakan.
Perawat yang patuh mencuci tangan sebelum melakukan tindakan Aseptik
sebanyak 4 orang (40%), mencuci tangan setelah menyentuh cairan tubuh
pasien sebanyak 8 orang (80%) dan mencucui tangan setelah meninggalkan
lingkungan pasien sebanyak 6 orang (60%).

Berdasarkan hasil observasi, kepatuhan cuci tangan dengan Handscrub oleh


perawat di Mayapada Hospital Tangerang masih rendah, terlihat masih banyak
perawat yang lupa dan tidak melakukan cuci tangan. Rendahnya kepatuhan
petugas kesehatan di Mayapada Hospital Tangerang dipengaruhi oleh banyak
faktor, beberapa diantaranya yaitu faktor pengetahuan, faktor motivasi dan
faktor lingkungan. Oleh karena itu Mayaapada Hospital perlu lebih
meningkatkan Pelaksanaan program Pencegahan Infeksi (PPI).

Pelaksanaan program Pencegahan Infeksi (PPI) merupakan salah satu bentuk


dari program keselamatan pasien. Ruang lingkup dari PPI meliputi
pencegahan infeksi, pendidikan dan pelatihan, surveilans, dan penggunaan
obat antibiotik secara rasional. Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008
ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk di
dalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana
rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Berdasarkan
laporan PPI, Insiden rate HAIs di Mayapada Hospital tahun 2015 berkisar
antara 0,86 – 14,49‰, sedangkan tahun 2016 antara 0,37 – 2,62‰. Tujuan
dari pelaksanaan PPI adalah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya melalui Pencegahan infeksi, melindungi sumber
daya manusia kesehatan dan masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya,
serta menurunkan angka HAIs.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Oktober


2017, ditemukan sebanyak 6 dari 10 perawat (60%) belum melakukan
7

prosedur cuci tangan dengan Handscrub yang benar dan sesuai dengan SOP.
Alasan mereka belum melaksanakan prosedur cuci tangan dengan Handscrub
adalah pengawasan belum berjalan dengan baik, bekum ada sanksi yang
melanggar dan belum ada teguran secara lisan. Selain itu tingginya tingkat
pekerjaan perawat di ruma sakit menyebabkan langkah prosedur cuci tangan
banyak yang ditinggalkan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci
tangan dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diketahui bahwa masih ada perawat yang
tidak patuh melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dengan alasan pasien lupa, sudah menggunakan handscrub, dan
tempat untuk cuci tangan yang jauh. Ketidakpatuhan perawat Mayapada
Hospital Tangerang dalam cuci tangan dengan handscrub disebabkan karena
motivasi perawat yang masih rendah dan pengawasan yang berjalan dengan
baik.Hasil temuan peneliti antara lain menunjukan bahwa motivasi
melakukan cuci tangan dengan handscrub masih cukup rendah. Perawat
mengaku ada keinginan menerapkan prosedur cuci tangan dengan handscrub
dirumah sakit dengan kesadaran sendiri. Kepatuhan perawat melakukan
prosedur cuci tangan dengan handscrub sudah cukup baik.

Berdasarkan survei dan observasi, maka rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan cuci tangan
dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawar mencuci
tangan dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017.
8

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam cuci tangan dengan
handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017
b. Mengidentifikasi motivasi perawat dalam cuci tangan dengan
handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017
c. Mengidentifikasi sikap perawat dalam cuci tangan dengan
handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017
d. Mengidentifikasi kepatuhan cuci tangan dengan handscrub di
Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017
e. Mengetahui pengaruh pengetahuan perawat dengan kepatuhan cuci
tangan dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun
2017
f. Mengetahui pengaruh motivasi perawat dengan kepatuhan cuci
tangan dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun
2017
g. Mengetahui pengaruh sikap perawat dengan kepatuhan cuci tangan
dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang Tahun 2017

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan keperawatan
Dapat meningkatkan kepatuhan mencuci tangan dengan handscrub
sehingga menurunkan angka infeksi yang terjadi di ruang perawatan dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien maupun
keluarganya.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan wawasan bagi
perkembangan ilmu keperawatan tentang analisis faktor yang
mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan dengan handscrub
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Kepatuhan Cuci Tangan
a. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan yang berasal dari kata patuh menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki definisi suka menurut perintah, taat pada
perintah,sedangkan kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan
aturan dan berdisiplin. Menurut Kelman seperti yang dikutip oleh
Alhamda (2014), perubahan sikap dan perilaku individu dimulai
dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru internalisasi.

Menurut Smet yang dikutip oleh Emaliyawati (2010), kepatuhan


adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku
sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya.
Kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu
memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika
keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja. Kepatuhan
merupakan modal dasar seseorang berperilaku.

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku


yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan
(Green dalam Notoatmodjo, 2012). Menurut Kelman dalam
Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku
individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir
berupa internalisasi. Pada awalnya individu mematuhi
anjuran/instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut
dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak
patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia

9
10

mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan


(compliance).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kepatuhan merupakan perilaku indivdu melakukan kesetian, ketaatan
untuk melakukan apa yang diperintahkan kepadanya untuk
melaksanakan prosedur yang sudah dibuat.

b. Jenis Kepatuhan
Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang
dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku
ditujukan. Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Perilaku
ini terbagi menjadi tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg
(2010) yaitu:
1) Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang
ini sering menggerutu dengan bergumam dan dengan wajah yang
cemberut dapat pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak
masuk kerja.
2) Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu.
Orang tipe ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan
ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan
dukungan yang lainnya.
3) Advoider yang bekerja dengan menghindarkan kesepakatan,
berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat.

Sebelum mengadopsi kepatuhan baru didalam diri orang tersebut


terjadi proses yang berurutan yaitu diawali dengan adanya kesadaran
dimana orang tersebut menyadari dan mengetahui terhadap stimulasi
(objek), kemudian timbul rasa tertarik, menimbang terhadap baik
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Setelah itu mulai mencoba
melakukan sesuatu yang dikehendaki, akhirnya menerima kepatuhan
11

baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap


stimulus

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


1) Faktor Internal
Beberapa faktor yang termasuk faktor internal (Niven, 2010):
a) Karakteristik perawat
Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki
seseorang yang pekerjaanya merawat klien sehat maupun sakit.
Karakteristik perawat meliputi variabel demografi yaitu umur,
jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan
(Clayton, 2006). Tingkat kepatuhan untuk melakukan
Kewaspadaan Universal kususnya berkaitan dengan HIV/AIDS
dipengaruhi oleh faktor individu meliputi jenis kelamin, jenis
pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan, serta
faktor psikologis meliputi sikap, ketegangan dalam suasana
kerja, rasa takut dan persepsi terhadap risiko (Jamaluddin,
2012).

b) Kemampuan
Kemampuan adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas
fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil.
Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan
karyawan yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah.
Kemampuan individu mempengaruhi karateristik pekerjaan,
perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan
secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al,
2009). Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan
keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses
penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan,
motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi
12

kekurangan kemampuan dan keterampilan, meskipun beberapa


keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan
(Ivancevich et al, 2009).

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk


mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang meliputi
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan
intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang
rumit, sedangkan kemampuan fisik mempunyai peranan
penting untuk melakukan tugas yang menuntut stamina,
kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Kemampuan seseorang
bisa berbeda-beda dalam pelaksanan mencuci tangan. Bagi
perawat yang memiliki kemampuan melaksanakan akan
cenderung patuh untuk melakukan cuci tangan (Suryoputri,
2011).

c) Motivasi
Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi
instrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon
instrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Respon
instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif
yang dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau
dorongan. Motivasi diukur dengan perilaku yang dapat
diobservasi dan dicatat (Swansburg, 2010).

Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan


suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Motivasi adalah daya penggerak didalam diri orang untuk
melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan
tertentu (Hamzah, 2008).
13

Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun


pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok
masyarakat yang mau berbuat dan bekerja sama secara optimal
melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan ( Suryoputri, 2011).

Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada teori


holistik dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan manusia.
Individu akan lebih puas bila kebutuhan fisiologis telah
terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai maka
individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan
yang paling mempengaruhi motivasi adalah tingkat kebutuhan
aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan upaya individu
tersebut untuk menjadi seseorang yang seharusnya (Ivancevich
et al, 2007).

Motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi


intrinsik timbulnya suatu proses yang ada didalam diri individu
sendiri, dan motivasi ekstrinsik timbulnya karena adanya
rangsangan dari luar individu. Fungsi dari motivasi dalam
hubungannya dengan perilaku adalah sebagai penggerak untuk
mendorong manusia bertindak menuju kearah perwujudan
suatu tujuan (Hamzah,2008).

Karakteristik umum dari motivasi adalah tingkah laku yang


bermotivasi digerakan dimana pendorongnya kebutuhan dasar,
memberi arah, menimbulkan intensitas bertindak, efektif, dan
merupakan kunci untuk pemuas kebutuhan (Hamzah, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2010) untuk meningkatkan motivasi
seseorang ada dua metode, yaitu metode langsung dengan
pemberian materi atau non materi secara langsung untuk
14

memenuhi kebutuhan misalnya memberikan bonus atau hadiah,


dan metoda tidak langsung berupa fasilitas atau saran dalam
upaya meningkatkan motivasi dalam mencuci tangan.

d) Persepsi
Persepsi setiap orang kususnya perawat tentang pelaksanan
cuci tangan akan diterima, dimaknai, dan diingat secara selektif
sehingga kepatuhan perawat dalam pelaksanan akan berbeda (
Suryoputri, 2011).

e) Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2007) pengetahuan adalah hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, pengecap, peraba). Menurut
Notoatmodjo (2010) pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan baik (skor 76-100%), pengetahuan cukup (skor
56-75%), pengetahuan kurang (skor 0-55%).

f) Sikap
Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya
berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan, dan
motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan
diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh
spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek,
situasi yang berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal
seseorang terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara
individu dan organisasi (Ivancevich et al, 2007).

Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yang menurut


Notoatmodjo (2007) terdiri dari menerima, menanggapi,
menghargai, bertanggung jawab. Sikap juga dapat dibentuk
15

melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang


dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional

2) Faktor Eksternal
Beberapa faktor yang termasuk faktor eksternal antara lain:
a) Karakteristik Organisasi
Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh
filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi
dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi
perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatan yang
konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2010). Ting dan
Yuan (1997 dalam Subyantoro, 2009) berpendapat bahwa
karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan
hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu.

b) Karakteristik Kelompok
Kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran
serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik
kelompok adalah adanya interaksi, adanya struktur,
kebersamaan, adanya tujuan, ada suasana kelompok, dan
adanya dinamika interdependensi (Suryoputri, 2011).

Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran


pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu.
Anggota melaksanakan hal ini melalui hubungan interpersonal.
Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan
interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu
terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok
16

meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya


(Suryoputri, 2011).

c) Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi
karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk
menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif.
Karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan
lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah
seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang
monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi.
Karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis
pekerjaan yang satu dengan yang lainnya, yang bersifat khusus
dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas
yang ada di dalam semua pekerjaan, serta dirasakan oleh para
pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap
pekerjaannya (Saragih, 2012).

d) Karakteristik Lingkungan
Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas
dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung,
dan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat
menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat
menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg,
2010).

e) Pola komunikasi
Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh
perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam
melaksanakan tindakan. Aspek dalam komunikasi ini adalah
ketidakpuasan terhadap hubungan emosional, ketidak puasa
17

terhadap pendelegasia maupun kolaborasi yang diberikan


(Asrin, 2006).

f) Keyakinan
Smet 1994 dalam Saragih (2012) mengatakan bahwa
keyakinaan tentang kesehatan atau perawatan dalam system
pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam
melaksanakan peran dan fungsinya.

g) Dukungan sosial
Dukung sosial menurut Smet 1994 berpengaruh terhadap
kepatuhan seseorang. Variabel sosial yang mempengaruhi
kepatuhan perawat adalah dukungan sosial dari komunitas
internal perawat, petugas kesehatan lain, dukungan dari
pimpinan pelayanan kesehatan serta keperawatan. Dukungan
sosial adalah kenyamanan, perhatian,penghargaan, maupun
bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari
orang lain ataupun kelompok. Bentuk dukungan sosial
(Sarafino,2002) ada lima yaitu :
(1) Dukungan emosi terdiri dari ekspresi seperti
perhatian,empati, yang menyebabkan penerima dukungan
merasa tentram, merasa dicintai, merasa dimiliki, member
bantuan dalam bentuk semangat.
(2) Dukungan penghargaan memberikan penghargaan positif
terhadap seseorang, dukungan ini menyebabkan individu
merasa bernilai. Dukungan ini berguna ketika individu
mengalami stress karena tuntutan tugas yang lebih besar
dari kemampuan yang dimiliki.
(3) Dukungan instrument berupa bantuan secara langsung dan
nyata seperti penyediaan sarana dan prasarana.
18

(4) Dukungan informasi terdiri dari arahan, saran ataupun


penilaian tentang bagaimana melakukan sesuatu.
(5) Dukungan kelompok dukungan yang dapat menyebabkan
individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari
suatu kelompok.

d. Aspek Kepatuhan
Berdasarkan urian faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Cuci
Tangan Five Moment, maka peneliti mengambil 3 indikator penting
menurut Niven (2010) yang mempengaruhi kepatuhan adalah sebagai
berikut:
1) Disiplin
Para dokter, perawat, bidan dan seluruh jajaran tenaga kesehatan di
rumah sakit, klinik bersalin, maupun puskesmas merupakan
kelompok yang paling beresiko menularkan maupun tertular
penyakit infeksi. Oleh karena itu bagi kalangan medis wajib
mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan. Bahkan
ketika memeriksa pasien yang satu beralih untuk memeriksa pasien
yang lain maka dokter, perawat dan bidan harus mencuci tangan
terlebih dahulu. Pasien boleh mengingatkan bila menemukan para
petugas kesehatan lalai mencuci tangan. Bukan untuk mencari
kesalahan namun sebagai salah satu upaya mengurangi resiko
infeksi nosokomial yakni infeksi silang dari pasien ke pasien, dan
akibat dari tercemarnya alat medis yang digunakan. Selain itu juga
merupakan salah satu upaya perlindungan diri bagi tenaga
kesehatan. Minimal petugas kesehatan membersihkan tangannya
dengan suatu larutan khusus untuk membersihkan kuman dan
kotoran dari tangan. Meskipun tangan sudah di bersihkan dengan
larutan khusus, tetap ada ketentuan untuk mencuci tangan sesuai
standar yang berlaku.
19

2) Kesadaran
Salah satu upaya pencegahan infeksi di rumah sakit, perawat harus
memiliki kesadaran melakukan tindakan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan mencuci tangan merupakan salah
satu penerapan perawat dalam pencegahan infeksi nasokomial,
dimana kebersihan tangan adalah suatu prosedur tindakan
membersihkan tangandengan menggunakan sabun atau antiseptik
dibawah air mengalir atau denganmenggunakan hand scrub yang
bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulitsecara mekanis
dan mengurangi "umlah mikroorganisme sementara
3) Tanggung Jawab
Tanggung jawab perawat mencuci tangan berarti keadaan yang
dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukkan bahwa
perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti
dan kegiatan perawat dilaporkan mampu menjaga kebiasaan
mecuci tangan sesuai prosedur. Klien merasa yakin bahwa perawat
bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan
keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya. Kepercayaan
tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien
merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang
terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang
berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki
integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan
kompetensi.

e. Pengukuran Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu
dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur
indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat
diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan
penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang
batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat
kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator merupakan suatu
20

variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk


menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan
mutu. Di samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama
dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas,
mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur
(Al-Assaf, 2010).

Menurut Depkes RI (2008) kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga yaitu:


1) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah
ataupun aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut
dilakukan dan semuanya benar.
2) Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan perintah
dan aturan hanya sebagian dari yang ditetapkan, dan dengan
sepenuhnya namun tidak sempurna.
3) Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak
melaksanakan perintah atau aturan sama sekali.

Untuk mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat atau terukur


maka perlu ditentukan angka atau nilai dari tingkat kepatuhan
tersebut, sehingga bisa dibuatkan rangking tingkat kepatuhan
seseorang. Menurut Departemen Kesehatan (2008) tingkat kepatuhan
dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu :
1) Patuh : 75% – 100%
2) Kurang patuh : 50% - < 75%
3) Tidak patuh : < 50%

2. Cuci Tangan Handscrub


a. Pengertian Cuci Tangan
Menurut Saefuddin, et.al. (2006), mencuci tangan adalah
membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari
sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.
21

Sementara itu menurut Perry & Potter (2006), mencuci tangan


merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi.

Cuci tangan merupakan proses membuang kotoran dan debu secara


mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.
Sedangkan menurut Saefuddin, et.al., (2006), mencuci tangan
merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan
tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil
spesimen. Infeksi yang diakibatkan dari pemberian pelayanan
kesehatan atau terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini
berhubungan dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering
termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter,
2006)

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk


menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan benar-
benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba
ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berada
pada kuku, tangan dan lengan (Darmadi, 2008). Cuci tangan harus
dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan
tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran
penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci
tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
22

Gambar 2.1 Cuci Tangan Five Moment


Sumber : Kemenkes RI (2012)

Cara cuci tangan dengan handrub menurut WHO (2009) adalah sebagai
berikut:
23

b. Tujuan Cuci Tangan


Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk :
1) Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan
2) Mencegah infeksi silang (cross infection)
3) Menjaga kondisi steril
4) Melindungi diri dan pasien dari infeksi
5) Memberikan perasaan segar dan bersih.

c. Indikasi Cuci Tangan


Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI (2009) adalah:
1) Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya: menyuntik,
pemasangan kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan
2) Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung
3) Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka
4) Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan
mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan
kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau
ekresi.
5) Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi
dengan mikroorganisme virulen atau secara epidemiology
merupakan mikroorganisme penting. Benda ini termasuk
pengukur urin atau alat penampung sekresi
6) Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien
yang terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme
yang bermakna secara klinis atau epidemiology.
7) Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi
8) Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada
pasien yang tidak infecsius.
24

d. Keuntungan Cuci Tangan


Menurut Puruhito dalam Darmadi (2008), cuci tangan akan
memberikan keuntungan sebagai berikut:
1) Dapat mengurangi infeksi nosokomial
2) Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih
bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan
3) Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci
tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi nosokomial.

e. Kewaspadaan Untuk Perawat Dalam Melakukan Cuci Tangan


Steril
Air mengalir berdasarkan gravitasi dari ujung jari ke siku. Jadi,
mempertahankan tangan tetap tinggi sehingga memungkinkan air
mengalir dari area yang kurang ke yang paling terkontaminasi. Bila
perawat ingin menggunakan sarung tangan steril di area reguler,
perawat tidak perlu menyikat atau mengeringkan tangan dengan
handuk steril. Dengan penyabunan dan penggosokan yang dilakukan
dua kali sesuai prosedur akan menjamin tangan bersih. Pada situasi ini
perawat dapat menggunakan handuk kertas untuk pengeringan.
Pengeringan dimulai dari area yang paling bersih ke area yang kurang
bersih. Pengeringan mencegah kulit kering dan memudahkan
menggunakan sarung tangan (Perry & Potter, 2006).

WHO merekomendasikan bahwa berkenaan dengan reaksi kulit,


handrubbing dengan produk berbasis alkohol lebih baik ditoleransi
daripada mencuci tangan dengan sabun dan air. Dalam sebuah studi
terbaru yang dilakukan di antara ICU HWs, tolerabilitas kulit jangka
pendek dan penerimaan dari formulasi pencuci tangan berbahan
alkohol, WHO direkomendasikan secara signifikan lebih tinggi
daripada orang-orang yang mencuci tangan dari produk lain. WHO
25

merekomenasikan dalam beberapa situs di mana produksi lokal telah


terjadi adalah sebagai berikut:
1) Untuk menghindari kontaminasi dengan organisme membentuk
spora, 338 botol sekali pakai sebaiknya digunakan meskipun
botol sterilizable dapat digunakan kembali dapat mengurangi
biaya produksi dan pengelolaan limbah. Untuk mencegah
penguapan, kontainer harus memiliki kapasitas maksimum 500
ml di bangsal dan 1 liter di ruang operasi, dan mungkin masuk
ke dalam dispenser di dinding. Kebocoran bebas botol saku
dengan kapasitas tidak lebih dari 100 ml juga harus tersedia dan
didistribusikan secara individual untuk petugas kesehatan, tetapi
harus ditekankan bahwa penggunaan produk ini harus terbatas
pada perawatan kesehatan saja. Produksi atau re-filling unit
harus mengikuti norma-norma tentang cara membersihkan dan
mensterilkan botol (misalnya autoklaf, mendidih, atau disinfeksi
kimia dengan klorin). Autoklaf dianggap prosedur yang paling
cocok. Botol Reusable tidak boleh diisi ulang sampai mereka
telah benar-benar dikosongkan dan kemudian dibersihkan dan
didesinfeksi.

2) Pembersihan dan desinfeksi proses untuk botol pencuci tangan


berbahan reusable: botol kosong harus dibawa ke titik sentral
untuk diproses ulang dengan menggunakan prosedur operasi
standar. Botol harus dicuci dengan deterjen dan air keran untuk
menghilangkan sisa cairan. Jika tahan panas, botol harus termal
didesinfeksi direbus. Bila mungkin, desinfeksi panas harus
dipilih dalam preferensi untuk desinfeksi kimia, karena
disinfeksi kimia tidak hanya dapat meningkatkan biaya tetapi
juga perlu langkah tambahan untuk flush sisa-sisa disinfektan.
26

3) Desinfeksi kimia harus mencakup merendam botol dalam


larutan yang mengandung 1000 ppm klorin selama minimal 15
menit dan kemudian dibilas dengan steril water, botol harus
dibiarkan kering sepenuhnya terbalik, di rak botol. Botol kering
harus ditutup dengan tutup dan disimpan, dilindungi dari debu,
sampai penggunaan.

f. Macam-macam dan Cara Cuci Tangan


Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa tipe,
yaitu cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan
surgical (surgical hand washing) dan cuci tangan operasi (operating
theatre hand washing). Cara atau prinsip-prinsip cuci tangan yang
efektif dengan sabun atau handsrub yang berbasis alkohol
menggunakan 6 langkah (WHO, 2013):
1) Basahi kedua telapak anda dengan air mengalir, lalu beri sabun ke
telapak usap dan gosok dengan lembut pada kedua telapak tangan
2) Gosok masing- masing pungung tangan secara bergantian.
3) Jari jemari saling masuk untuk membersihkan sela-sela jari.
4) Gosokan ujung jari (buku-buku) dengan mengatupkan jari tangan
kanan terus gosokan ke telapak tangan kiri bergantian.
5) Gosok dan putar ibu jari secara bergantian
6) Gosokkan ujung kuku pada telapak tangan secara bergantian dan
menggosok kedua pergelangan tangan dengan cara diputar dengan
telapak tangan bergantian setelah itu bilas dengan menggunakan air
bersih dan mengalir, lalu keringkan.

g. Waktu Cuci Tangan


Rekomendesi dari WHO (2013) dan kampanye cuci tangan dari
Canadian Patient Safety campaign 2012, cuci tangan di pelayanan
kesehatan harus dilakukan dengan lima waktu: (1) sebelum
menyentuh/memeriksa pasien: (2) Sebelum dan setelah melakukan
27

procedur aseptik/pembersihan; (3) Setelah terpapar cairan tubuh


pasien; (4) menyentuh /memeriksa pasien; (5) Setelah menyentuh
sekeliling pasen.

WHO (2013) menekankan pentingnya cuci tangan untuk kepentingan


keselamatan pasien dengan moto “bersihkan tangan terlebih dahulu
(Clean your hand initiative)”, karena tangan petugas kesehatan sebagai
salah satu penyebab penyebaran penyakit infeksi, keadaan ini
merupakan masalah yang dihadapi oleh berbagai Negara. Kejadian
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
masalah besar dan mengancam keselamatan pasien, maka sangat
penting bagi komunitas pelayanan kesehatan untuk melakukan upaya
pencegahan infeksi dengan mencuci tangan dengan baik.

Pada penelitian ini yang di ukur adalah sikap cuci tangan dengan cara
tanya jawab dengan responden dan observasi langsung kepatuhan cara
cuci tangan terhadap responden waktu mencuci tangan dengan sabun.

B. Penelitian Terkait
1. Penelitian Nym Sri Ayu. 2014 tentang Analisis Faktor-Faktor Yang
berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Cuci Tangan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
rancangan observasional analitik dan model pendekatan subjek adalah
cross sectional. Metode pengambilan sampel yaitu nonprobability
sampling dengan 27 subjek penelitian. Pengumpulan data dengan
kuesioner dan lembar observasi.

Berdasarkan uji statistik Spearman Rank, menunjukkan bahwa ada


hubungan yang positif kuat antara pengetahuan dan kepatuhan dalam
melakukan cuci tangan(p=0,000 r=0,655).Untuk hubungan sikap dengan
kepatuhan perawat dalam penelitian ini tidak dapat dianalisis karena
28

responden memiliki sikap yang tergolong positif. Terdapat hubungan yang


positif kuat antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan
cuci tangan(p=0,000 r=0,691), Dukungan sosial memiliki hubungan yang
positif rendah dengan kepatuhan perawat melakukan cuci tangan (p=0,045
r=0,389). Berdasarkan temuan diatas disarankan kepada perawat ruangan
memiliki kesadaran untuk melakukan cuci tangan,dan tim PPI lebih
meningkatkan pemberian informasi tentang cuci tangan melalui
poster,informasi audio dan supervisi

2. Penelitian Ningsih Dewi Sumaningrum (2015) tentang Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Mencuci Tangan Handrub Pada
Saat Pemasangan Infus di Rumah Sakit X di Jawa Timur. Pnelitian ini
bertujuan menganalisis hubungan antara umur, jenis kelamin, masa kerja,
pendidikan, pengetahuan, unit kerja, fasilitas, tanggung jawab, kehadiran
kepala ruangan dengan kepatuhan perawat mencuci tangan handrub pada
saat pemasangan infus di Rumah Sakit X di Jawa Timur. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.
Besar populasi pada penelitian ini adalah 110 orang perawat. Jumlah
sampel yang didapat dengan menggunakan teknik simple random
sampling sebanyak 53 orang perawat yang bekerja di ruang rawat inap.
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kepatuhan perawat mencuci
tangan handrub,sedangkan variabel independen adalah umur, jenis
kelamin, masa kerja, pendidikan, pengetahuan, unit kerja, fasilitas,
tanggung jawab, kehadiran kepala ruangan.

3. Hasil uji korelasi untuk umur p=0.522, menunjukan tidak ada hubungan
antara umur dengan kepatuhan perawat cuci tangan handrub, untuk jenis
kelamin p=0.725 menunjukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kepatuhan perawat cuci tangan handrub, untuk masa kerja p=
0.079 menunjukan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan
kepatuhan perawat cuci tangan handrub, untuk pendidikan p=0.000,
menunjukan adahubungan antara pendidikan dengan kepatuhan perawat
29

cuci tangan handrub,untuk pengetahuan p=0.001 menunjukkan ada


hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawatcuci tangan
handrub, untuk unit kerja p=0.967 menunjukkan tidak ada hubungan
antara unit kerja dengan kepatuhan perawat cuci tangan handrub, untuk
fasilitas p=0.243 menunjukkan tidak ada hubungan antara fasilitas dengan
kepatuhan perawat cuci tangan handrub, untuk tanggung jawab p=0.6
menunjukkan tidak ada hubungan antara tanggung jawab dengan
kepatuhan perawat cuci tangan handrub, untuk kehadiran kepala ruangan
p=0.692 menunjukkan tidak ada hubungan antara kehadiran kepala
ruangan dengan kepatuhan perawat cuci tangan handrub.

C. Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan teori perubahan perilaku dari L.
Green dan Model theory planned behavior yang dapat mempengaruhi
kepatuhan cuci tangan.
Cuci Tangan Handscrub
a. Tujuan Cuci Tangan
Faktor-faktor Kepatuhan b. Indikasi Cuci Tangan
1) Faktor Internal c. Keuntungan Cuci
a. Kemampuan Tangan
b. Motivasi d. Kewaspadaan
c. Persepsi
d. Pengetahuan
Karakteristik e. Sikap
Perawat
2) Faktor Eksternal
1. Jenis Kelamin
a. Karakteristik Kepatuhan
2. Usia
3. Pendidikan Organisasi Sikap
4. Mas kerja b. Karakteristik
Kelompok
c. Karakteristik Aspek Kepatuhan
Pekerjaan a. Disiplin
d. Pola komunikasi b. Kesadaran
e. Keyakinan c. Tanggung Jawab
f. Dukungan sosial

Skema 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Kemenkes RI (2012) dan Niven (2010)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep membahas ketergantungan antar variabel atau visualisasi
hubungan yang berkaitan atau dianggap perlu antara satu konsep dengan
konsep lainnya atau variabel satu dengan variabel lainnya untuk melengkapi
dinamika situasi atau hal yang sedang atau akan diteliti (Notoadmojo, 2012).

Kerangka konsep diatas terbatas pada dua variabel yang akan diteliti, yaitu
variabel bebas atau variabel independen yakni pengetahuan, motivasi dan
sikap. Variabel dependen yakni kepatuhan cuci tangan. Kerangka Konsep
penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor-faktor yang
mempengaruhi Kepatuhan cuci
1. Pengetahuan tangan
2. Motivasi 1. Patuh
3. Sikap perawat 2. Tidak patuh

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

30
31

B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian.Hasil dari penelitian
pada hakekatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
dirumuskan (Notoatmodjo, 2012). Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesa
dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara peneliti, patokan dugaan atau
pemikiran sementara yang kebenarannya akan di buktikan dalam penelitian
tersebut. Dalam penelitian ini diajukan hipotesa sebagai berikut :

1. Ha : Ada pengaruh pengetahuan, motivasi dan sikap perawat dengan


kepatuhan cuci tangan dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang
Tahun 2017
2. Ho : Tidak ada pengaruh pengetahuan, motivasi dan sikap perawat dengan
kepatuhan cuci tangan dengan handscrub di Mayapada Hospital Tangerang
Tahun 2017

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran

Variable Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
ukur
(Dependen) Dikategorikan
berdasarkan Cut
Kepatuhan Cuci of Poin by
tangan mean/median
Responden
Perilaku Perawat dalam
Mengisi kuesioner
melakukan cuci tangan 1. Kurang
Kuesioner B dengan Nominal
dengan handscrub Jika skor ≤
menggunakan
secara teratur dan benar (43,6)
skala likert
2. Baik
Jika skor >
(43,6)
(Independen) Pemahaman akan Dikategorikan
manfaat dan fungsi berdasarkan
Responden
Pengetahuan perawat tentang cuci
Mengisi kuesioner
perawat tangan dengan 1. Baik
Kuesioner C dengan Nominal
handscrub Skor 60-100%
menggunakan
skala likert
2. Kurang
Skor 0-59%
32

Motivasi perawat Dorongan atau Dikategorikan


kekuatan dari diri berdasarkan Cut
perawat baik dalam of Poin by
maupun luar untuk mean/median
Responden
merespon dan
Mengisi kuesioner
melaksanakan tugas 1. Kurang
Kuesioner D dengan Nominal
pekerjaannya terutama Jika skor ≤
menggunakan
terkait dengan cuci (43,0)
skala likert
tangan handscrub
2. Baik
Jika skor >
(43,0)
Sikap perawat Respon perawat Dikategorikan
dengan cara terus berdasarkan Cut
menerus of Poin by
menyenangkan atau mean/median
Responden
tidak menyenangkan,
Mengisi kuesioner
baik bersifat positif, 1. Kurang
Kuesioner E dengan Nominal
netral, atau negatif Jika skor ≤
menggunakan
terhadap obyek tertentu (52,0)
skala likert
2. Baik
Jika skor >
(52,0)
BAB IV
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk
melaksanakan penelitian. Desain penelitian memberikan prosedur untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun atau
menyelesaikan masalah dalam penelitian. Desain penelitian merupakan
dasar dalam melakukan penelitian (Malhotra, 2007).

Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
metode analitik yaitu suatu penelitian yang mencoba menggali bagaimana
dan mengapa fenomena itu terjadi, selanjutnya melakukan analisis dinamika
kolerasi antar fenomena tersebut (Sulistyaningsih, 2014).

Menurut Notoatmodjo (2012), penelitian cross sectional adalah suatu


penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor resiko
atau variabel independen dengan efek atau variabel dependen yang
diobservasi atau pengumpulan datanya sekaligus pada suatu saat yang sama.
Oleh karena itu penelitia ini menggunakan rancangan cross sectional.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah k pengetahuan, motivasi


dan sikap perawat yang diukur bersamaan dengan variabel dependen yaitu
kepatuhan mencuci tangan perawat.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2012). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di Mayapada
Hospital Tanggerang sebanyak 80 orang.

33
34

2. Sampel
Sampel adalah bagian atau wakil populasi yang di teliti (Arikunto, 2012).
Sedangkan menurut Hidayat (2008) sampel adalah bagian populasi yang
diteliti atau sebagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
1) Jumlah Sampel
Jumlah sampel adalah banyaknya individu, subyek atau elemen dari
populasi yang diambil sebagai sampel. Jika ukuran sampel yang di
ambil terlalu besar atau terlalu kecil maka akan menjadi masalah
dalam penelitian (Notoatmojo, 2012). Peneliti menetapkan jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang.
2) Teknik Pengambilan Sampling
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian
(Nursalam, 2008). Peneliti melakukan pengambilan sampel dengan
cara total sampling. Alasan pengambilan sampel dengan total
sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100, sehingga
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

Peneliti melakukan pengambilan sampel dengan cara purposive


sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi yaitu (Prasetyo &
Jannah, 2008):
a. Kriteria inklusi.
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan
atau layak untuk diteliti (Sugiyono, 2012). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah:
1) Perawat yang bekerja dengan masa kerja 1 tahun
2) Perawat bersedia menjadi sampel penelitian
b. Kritria eksklusi
Adalah kriteria inklusi yang karena keadaan tertentu dikeluarkan
dari kriteria inklusi yaitu perawat tiba-tiba menolak karena kondisi
Perawat yang kurang membaik (sakit) atau pindah ke rumah sakit
lain.
35

C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Mayapada Hospital Tanggerang Banten.

D. Waktu Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Januari 2018.

E. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan
permohonan izin ke Direktur Rumah Sakit mendapatkan persetujuan.
Kemudian kuesioner dibagikan kepada responden dengan menekankan pada
masalah etika. Menurut Hidayat (2008), dalam melakukan penelitian peneliti
harus memperhatikan masalah etika penelitian ini yang meliputi:
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Informend consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya. Pada penelitian ini peneliti memberikan lembar
persetujuan kepada semua responden, kemudian responden menandatangani
lembar persetujuan tanpa ada yang menolak.
2. Tanpa nama (anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan. Pada penelitian ini lembar tersebut hanya diberi nomor kode
tertentu.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari
hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
Hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset. Pada
36

penelitian ini, peneliti menjaga kerahasiaan data responden adalah dengan


cara menyimpan informasi yang berhubungan dengan responden dengan
baik dan tidak memberitahukan kepada siapapun kecuali seizin responden.
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data adalah alat yang dipakai untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Notoatmojo,
2010). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah menggunakan data primer dan data sekunder, yang terdiri dari :
1. Data Primer
Data primer akan didapatkan melalui penyebaran sejumlah pertanyaan
dalam bentuk kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah
tersusun dengan baik, sudah matang dan dimana responden tinggal
memberikan jawaban atau tanda tanda tertentu. Alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data pada penelitian ini berupa lembaran kuesioner, yaitu
pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, motivasi dan sikap dan
kepatuhan perawat dengan jenis skala pengukuran yang dipakai dalam
bentuk skala Likert, yaitu skala yang mempunyai empat gradasi atau
interval yaitu Sangat tidak setuju (STS) hingga sangat setuju (SS).
2. Data Sekunder
Data Sekunder didapatkan dengan cara mengambil data jumlah perawat di
Mayapada Hospital.

G. Prosedur Pengumpulan Data


Sebelum melakukan penelitian dikumpulkan data dengan cara menggunakan
data sekunder yang didapat dari Mayapada Hospital tentang jumlah perawat,
gambaran wilayah penelitian dan pencarian data-data lain yang relevan
dalam mendukung penelitian ini. Langkah pengumpulan data penelitian ini
dilakukan dengan cara :
37

1. Membuat surat permohonan izin pengambilan data dan izin


penelitian di Mayapada Hospital yang dikeluarkan olek BAAK
PERTAMEDIKA
2. Mengajukan izin penelitian kepada penanggung jawab Mayapada
Hospital , untuk mengadakan penelitian.
3. Mengadakan pengkajian data yang relevan yang dapat mendukung
penelitian ini.
4. Memberikan penjelasan singkat tentang rencana kegiatan penelitian
dan tujuan penelitian kepada perawat yang bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
5. Responden diberi lembar persetujuan menjadi responden
6. Responden diberikan kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk
yang telah diberikan
7. Mengarahkan respoden untuk mengisi semua item kuesioner yang
telah disiapkan dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti
dapat ditanyakan kepada peneliti.
8. Langkah terakhir setelah kuesioner dikumpulkan dilakukan
pengolaha data dan analisa data

H. Validitas Dan Reabilitas Instrumen


1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidtan atau kesyahan suatu instrumen. Suatu instrument dikatakan
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkannya dan
mengungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2008).
Untuk menguji validitas variable tindakan yang berupa skor dalam skala
ordinal (tingkatan) digunakan teknik korelasi product moment.

rhitung

Keterangan:
t = Nilai t hitung
38

r = Koefisien korelasi hasil r hitung


n = Jumlah responden
Untuk tabel t α = 0,05

Uji Validitas dilakukan di Mayapada Hospital Tangerang dengan


menggunakan 30 responden. Responden yang dijadikan uji validitas tidak
dikutsertakan lagi pada penelitian. Berdasarkan uji statistik ini maka dapat
disimpulkan bahwa instrumen penelitian dikatakan valid jika diperoleh
nilai rhitung, lebih besar dari rtabel pada taraf signifikan 0,05 (Riwidikdo,
2007). Jika hasil nilai r hitung ≥ r tabel, berarti valid demikian sebaliknya,
jika hasil nilai r hitungnya < r tabel berarti tidak valid. Dalam penelitian
ini jumlah responden yang dilibatkan dalam uji coba sebanyak 30 orang
sehingga nilai r table : 0,361..

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Kepatuhan


∑Pertanyaan
Variabel ∑Pertanyaan Nilai r hitung
Valid
Kepatuhan 15 15 0,432 – 0,805
Sikap 15 15 0,486 – 0,835
Motivasi Kerja 15 15 0,474 – 0,830
Pengetahuan 10 10 0,580 – 0,887

2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat di percaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan
metode Cronbach alpha yang dapat digunakan untuk instrumen multiscale
sperti skala Likert.

Standar yang digunakan dalam menentukan reliable atau tidaknya suatu


instrument penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung
diwakili dengan nilai Alfa dengan r table pada taraf kepercayaan 95% atau
39

tingkat signifikan 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alfa-Cronbach


diukur berdasarkan skala alfa 0 sampai dengan 1. Apabila skala alfa
tersebut dikelompokkan kedalam 5 kelas yang sama, maka ukuran
kemantapan alfa dapat dipresentasikan seperti table berikut:

Tabel 4.2 Reabilitas Berdasarkan Nilai Alfa


Alfa Tingkat Reabilitas
0,00 s.d 0,19 Sangatrendah/tidakreliabel
0,20 s.d 0,39 Kurangreliabel
0,40 s.d 0,59 Cukupreliabel
0,60 s.d 0,79 Tinggi/Reliabel
0,80 s.d 1,00 SangatTinggi/Sangatreliabel
Sumber: Sugiyono (2012)

Hasil Uji Reliabilitas kuesioner ditujukan pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Reliabilitas

No Variabel Nilai Cronbach's Keterangan


Alpha
1 Kepatuhan 0,902 Reliabel
2 Sikap 0,888 Reliabel
3 Motivasi kerja 0,857 Reliabel
4 Pengetahuan 0,919 Reliabel

Hasil perhitungan reliabilitas, menunjukan bahwa semua pernyataan


pada kuesioner dinilai reliabel karena nilai Cronbach's Alpha > 0.6.

I. Pengolaan Data
Pengolahan data merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat penting.
Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa setelah data dikumpulkan dengan
kuesioner tahap selanjutnya adalah pengolahan data agar analisa yang
dihasilkan memberikan informasi yang benar. Adapun tahapan pengolahan
data tersebut sebagai berikut:
40

1. Editing
Editing merupakan upaya memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Peneliti mengecek kembali
setiap data dan jawaban dari setiap pertanyaan pada kuesioner yang telah
dikumpulkan.

2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode sangat penting
dilakukan bila pengolahan data dan analisa data menggunakan komputer.
Dalam pembuatan kode dibuat pula daftar kode dan artinya dalam suatu
buku (kode book) untuk mempermudah melihat kembali lokasi dan arti
suatu kode dari suatu variabel. Peneliti memberikan kode pada setiap item
untuk mempermudah dalam pengolahan data yang menggunakan
perangkat lunak komputer yaitu perangkat lunak.

3. Entry
Entry data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan
kedalam master tabel atau data base komputer dengan menggunkan
program perangkat lunak, kemudian membuat ditribusi frekuensi
sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi. Peneliti
memasukan setiap data ke dalam data set yaitu variabel view dan data
view sebelum data tersebut diolah.

4. Cleaning
Pada tahap ini data yang telah ada diperiksa kembali untuk memastikan
bahwa data bersih dari kesalahan. Pada penelitian ini peneliti mengkoreksi
kembali data-data yang telah dientry dan mengubah setiap kesalahan atau
kekeliruan yang terjadi pada saat melakukan entry data. Peneliti
memeriksa kembali data yang telah di entry ke dalam komputer dengan
mencocokan data yang ada pada kuesioner.
41

5. Processing
Tahap ini merupakan tahap akhir dari pengolahan data, data yang sudah
ada akan diproses dengan komputer. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan dua analisis data yaitu analisis univariat dan analisis
bivariat. Peneliti akan memproses kembali setiap data sesuai dengan
tujuan yang diinginkan yaitu menganalisis data univariat dan bivariat.

J. Analisa Data
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan
untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau
variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak
(Sugiyono, 2012).

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,


variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar, maka uji statistic
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-
S). Hasil Uji Normalitas adalah
Hasil Uji Normalitas Kepatuhan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 55
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 6.33342293
Most Extreme Absolute .122
Differences Positive .122
Negative -.037
Kolmogorov-Smirnov Z .129
Asymp. Sig. (2-tailed) .425
Sumber : Olah Data Komputerisasi, 2017
42

Hasil uji normalitas setelah transformasi dengan logaritma natural di atas,


dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi telah terdistribusi
secara normal karena nilai signifikansi residual 0.452 atau lebih besar dari
0.05 yang berarti bahwa H0 diterima.

2. Analisis univariat
Analisa univariat digunakan untuk melakukan analisis terhadap distribusi
frekuensi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
(Notoatmodjo, 2012). Variabel yang dianalisis univariat antara lain
pengetahuan, motivasi, sikap dan kepatuhan perawat. Analisis yang
digunakan yaitu proporsi dari masing-masing kategori pada variabel yang
diteliti. Alasan menggunakan peresentase

Rumus:
P= x100%

Keterangan:
P :Frekuensi
:Jumlah yang didapat
:Jumlah sampel
Alasan analisis univariat menggunakan mean, median dan persentase
adalah pengelompokkan data ke dalam beberapa kelas dimaksudkan agar
ciri-ciri penting data tersebut dapat terlihat gambaranmya. Frekuensi ini
akan memberikan gambaran yang khas tentang bagaimana rentang usia,
pendidikan, masa kerja, pengetahuan, motivasi dan sikap dan kepatuhan
mencuci tangan perawat di Mayapada Hospital.

3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel
yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang di lakukan dengan uji Chi-
square yaitu uji statistik yang di gunakan untuk menguji signifikasi dua
variabel (Hastono, 2011). Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan
antara dua variabel yaitu motivasi dan pengetahuan, motivasi dan sikap.
43

Untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen dengan


uji Chi Square dengan menggunakan program SPSS for window 18.0,
untuk mengetahui kebermaknaan nilai p value apakah H0 diterima atau
ditolak. Rumus Chi Square:

Keterangan :
X² = statistik Chi Square
0 = nilai observed
E = nilai ekspektasi
∑ = jumlah

Pada penelitian kesehatan uji signifikan dilakukan dengan menggunakan


batas kemaknaan (alpha)=0,05 dan 95% confidence interval. Dengan
ketentuan bila:
a. P value ≤ 0,05 berarti Ha diterima P value ≤ α). Uji statistik
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.
b. P value > 0,05 berarti Ha ditolak (P value > α). Uji statitik
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan.

Alasan menggunakan uji Chi Square karena kedua variabel memilki


hubungan atau pengaruh dua buah nominal dan mengukur kuatnya
hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya (C =
Coefisien of contingency). Alasan lainnya hubungan kedua variabel
memiliki jenis data kategori. Selain itu dilakukan juga penghitungan Odds
Ratio (OR) untuk melihat risiko terjadinya outcome, sebagai pengaruh
adanya variabel bebas. Perubahan satu unit variabel bebas akan
menyebabkan sebesar nilai OR pada variabel terikatnya

Anda mungkin juga menyukai