Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Makalah Ini Disusun sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Blok
Keperawatan Anak Pada Semester IV Program Studi Diploma III

KELOMPOK 8

BELA WIDYANINGTYAS 2017.1560

HANAN FIKRI 2017.1580

RENATA EDEN VYSMA 2017.1588

ULFAH ALMALIYA 2017.1594

ANIM HAYATI 2017.1600

AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO PARAKAN

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Makalah Ini Disusun sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Blok
Keperawatan Anak Pada Semester IV Program Studi Diploma III

KELOMPOK 8

BELA WIDYANINGTYAS 2017.1560

HANAN FIKRI 2017.1580

RENATA EDEN VYSMA 2017.1588

ULFAH ALMALIYA 2017.1594

ANIM HAYATI 2017.1600

AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO PARAKAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kasih dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG
DEMAM” makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan blok keperawatan anak pada Semester IV Program Studi Diploma
III.

Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapatkan bimbingan


dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami menyampaikan ucapan terima
kasih. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun.

Kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan hal yang


bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi
mahasiswa keperawatan.

Temanggung, 29 Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I Konsep Dasar Medik

1. Definisi ................................................................................................... 1
2. Klasifikasi ............................................................................................... 1
3. Etiologi ................................................................................................... 3
4. Faktor Predisposisi .................................................................................. 4
5. Tanda dan gejala ..................................................................................... 4
6. Patofisiologi ............................................................................................ 5
7. Pathway................................................................................................... 8
8. Tes Diagnostik ........................................................................................ 10
9. Penatalaksanaan ...................................................................................... 10
10. Komplikasi .............................................................................................. 11
BAB II Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian............................................................................................... 13
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 14
3. Rencana Keperawatan............................................................................. 14
BAB III Penutup

1. Kesimpulan ............................................................................................. 21
2. Saran ....................................................................................................... 22
Daftar Pustaka
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK

1. Definisi
Kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 derajat
celcius. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya
terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah
kejang tanpa deman tidak termasuk dalam kategori ini (Riyadi &
Suharsono, 2010).
Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu
penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9-40,0 derajat).
Kejang demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalista, dan terjadi
pada anak-anak tanpa kacacatan neurologik (Muscari, 2005)
Kejang demam dapat di definisikan dengan bangkitan yang terjadi
akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 derajat celcius),
disebabkan suatu proses ekstrakranium (Sodikin, 2012)
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi
karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi
antara usia 6 bulan- 4 tahun, lumayan kurang dari 15 menit dapat berssifat
umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam (Hidayat &
Aziz, 2008)
2. Klasifikasi Kejang
2.1. Kejang parsial (Fokal, Lokal)
2.1.1. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombinasi
dari hal-hal berikut:
2.1.1.1. Tanda motorik-kedutan pada wajah, tangan, atau
suatu bagian tubuh, biasanya gerakan yang sama
terjadi pada setiap kejang, dan dapat menjadi merata.
2.1.1.2. Tanda dan gejala otomatis-muntah, berkeringat, wajah
merah, dilatasi pupil
2.1.1.3. Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus-
mendengar suara musik, merasa jatuh dalam suatu
ruang, parastesia
2.1.1.4. Gejala-gejala fisik-dejavu (sepertiga siaga), ketakutan,
penglihatan panoramik. (Betz, 2009)
2.1.2. Kejang parsial kompleks
2.1.2.1. Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimaulai
sebagai suatu kejang parsial sederhana
2.1.2.2. Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis-
bibir mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau
gerakan tangan lainnya.
2.1.2.3. Dapat tanpa otomatisme-tatapan kaku.(Betz, 2009)
2.2. Kejang menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonfulsif)
2.2.1. Kejang lena
2.2.1.1. Gangguan kesadaran dan keresponsifan
2.2.1.2. Dicirikan dengan tatapan terpaku yng biasanya
berakhir kurang dari 15 detik
2.2.1.3. Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar
dan mempunyai perhatian penuh.
2.2.1.4. Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan
sering hilang pada usia 18 tahun. (Betz, 2009)
2.2.2. Kejang Mioklonik
2.2.2.1. Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak
dan involunter
2.2.2.2. Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur,
tetapi bila patologis melibatkan hentakan
leher,bahu,lengan atas, dan tungkai secara singkron.
2.2.2.3. Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi
berkelompok
2.2.2.4. Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan
tingkat kesadaran singkat. (Betz, 2009)
2.2.3. Kejang tonik-klonik (grand mal)
2.2.3.1. Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian
tonik, kaku otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara
keseluruhan yang berkhir kurang dari satu menit,
sering didahului oleh suatu aura.
2.2.3.2. Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan
usus
2.2.3.3. Tidak ada respirasi dan sianosis
2.2.3.4. Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik
ekstremitas atas dan bawah
2.2.3.5. Latergi, konfusi, dan ttidur pada fase postictal. (Betz,
2009)
2.2.4. Kejang Atonik
2.2.4.1. Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan
turunnya kelopak mata, kepala terkulai, atau orang
tersebut jatuh ke tanah.
2.2.4.2. Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009)
2.2.5. Status Epileptikus
2.2.5.1. Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh dan
berulang
2.2.5.2. Kesadaran antara kejang tidak didapat
2.2.5.3. Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
2.2.5.4. Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz,
2009)
Kejang demam :
2.1. Kejang demam simpleks
1. Lama kejang <15 menit
2. Kejang bersifat umum tonik dan atau klonik
3. Umumnya akan berhenti sendiri
4. Kejang tidak berulang dalam 24 jam
2.2. Kejang demam kompleks
1. Kejang bersifat focal atau persial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial
2. Lama kejang >15 menit
3. Kejang multiple atau berulang ( > satu kali kejang dalam 24 jam)
3. Etiologi
3.1. Faktor-Faktor Perinatal
Riwayat persalinan sebagai salah satu faktor risiko kejang demam
berkaitan dengan pematangan otak ataupun jejas pada otak akibat
prematuritas dan proses persalinan.
3.2. Malformasi otak congenital: disgenesis, kelainan serebri,
3.3. Faktor Genetika:
3.4. Penyakit Infeksi (ensefalitis, Meningitis)
3.5. Demam
Demam merupakan penyebab kejang yang paling umum terjadi.
Ketika subu tubuh anak meningkat menjadi 39 deraja celcius dalam
waktu singkat, makaresiko kejang pada bayi juga semakin tinggi.
3.6. Gangguan Metabolisme: hipoglikemi, gagal ginjal, hipoksia,
hipokalsemia, hiponatremia, hiperilirubnea, aminosiduria,
hipomagnesemia
3.7. Trauma (perdarahan)
3.8. Neoplasma, Toksin
3.9. Gangguan Sirkulasi
3.10. Penyakit Degeneratif Susunan Saraf
(Riyadi & Suharsono, 2010)
4. Faktor Presdiposisi
4.1. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60%
kasus. Diturunkan secara dominan, tetapi gejala yang timbul tidak
komplet
4.2. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa prenatal dan
perinatal tinggi
4.3. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tetapi kelinan neurologis berat jarang

5. Tanda Gejala
5.1. Sebagian besar aktivitas kejang berhenti saat anak mendapatkan
pertolongan medis, tetapi anak mungkin dalam keadaan tidak sadar
(Muscari, 2005)
5.2. Orang tua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi
kejang tonik-klonik (tonik-kontraksi otot, ekstensi ekstremitas,
kehilangan kontrol defekasi dan kandung kemih, sianosis, dan
kehilangan kesadaran ;klonik-kontraksi dan relaksasi ekstremitas yang
teratur; fase postiktal dikarakteristikan dengan ketidaksadaran
persisten) (Muscari, 2005)
5.3. Sering ditemukan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam
(Muscari, 2005)
5.4. Suhu tubuh mencapai 39 derajat celcius (Dewanto, Suwono, Riyanto,
& Turana, 2009)
5.5. Kepala anak seperti terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang, gejala
kejangbergantung pada jenis kejang (Dewanto, Suwono, Riyanto, &
Turana, 2009)
5.6. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru (Dewanto, Suwono, Riyanto, &
Turana, 2009)
6. Patofisiologi
Pada anak mudah sekali untuk terinfeksi bakteri, virus, dan parasit
yang mengakibatkan reaksi inflamasi dan terjadi demam sehingga menjadi
hipertermi maka terjadi demam. Demam akan menimbulkan proses
peradangan. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang yang dapat
mengakibatkan resiko cedera. Kejang dengan frekuensi lebih dari 15 menit
akan menyebabkan perubahan suplai darah ke otak sehingga terjadi
hipoksia kemudian permeabilitas kapiler meningkat akan mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luarr yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (k+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali in klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dlam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedan potensial membrane yang
disebut potensial membrane dari neuron.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat celcius akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmiter” dan terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajad celcius
sedangkanpada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40 derajad celcius atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
kita simpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga
terjadi epilepsi.
7. Pathway

Etiologi :
Proses Peningkatan
InfekNsi Inflamasi Inflamasi suhu tubuh
bakteri, virus,
parasit
Kenaikan
Kebutuhan oksigen Demam
metabolisme basal
meningkat 20%
10-15%

MK :
Peningkatan
HIPERTERMIA
sirkulasi oksigen di
otak

Ketidakseimbangan
membrane sel
neuron Etiologi : factor
Ketidakseimbangan perinatal , kelainan
potensial membran serebri
Disfungsi Na+ dan ATP ASE
K+

Kurang informasi mengenai


MK :
Pelepasan muatan penyakit, pengobatan dan
DEFISIEN
listrik meluas ke penanganan
SI
sel oleh
PENGETA
neurotransmiter KEJANG DEMAM HUAN

Kompleks Simpleks

>15 menit dan berulang > satu <15 menitdan tidak


kali dalam 24 jam berulang dalam 24 jam
Vasokontriksi Penurunan Aktifitas
pembuluh kesadaran motorik
darah meningkat

Respon
Gangguan MK : RESIKO menelan Spasme otot
perfusi darah CEDERA menurun
dan oksigen
ke otak Pada otot
Hipersaliva
pernafasan

Hipoksia
MK :
RESIKO Sesak nafas,
ASPIRASI takipnea
Permeabilitas
kapiler
MK : POLA NAFAS
meningkat
TIDAK EFEKTIF

Resiko MK :
kerusakan sel RESIKO
neuron otak KETIDAK
EFEKTIF
AN
Pada daerah
PERFUSI
medial lobus
JARINGA
temporalis yang
N OTAK
berlangsung lama

Matang di
kemudian hari

Terjadi serangan
epilepsy yang
spontan
8. Tes Diagnostik
8.1. EEG biasanya normal, kemungkinan menunjukan seperti gangguan
kejang
8.2. Pungsi Lumbal dapat dilakukan untuk menyingkirkan meningitis
8.3. CT (Computed Tomography) dan MRI (magnetic resonance image)
dapat dilakukan untuk mengetahui adanya abnormalitas(Muscari,
2005)
9. Penatalaksanaan
Prinsip manajemen penatalaksanaan dari kejang demam terdiri dari
memberantas kejang segera mungkin, pengobatan penunjang, memberikan
pengobatan rumat, serta mencari dan mengobati faktor penyebab.
Melalui penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis dari kejang
demam baik dan tidak perlu menjadi penyebab dari kematian pada anak.
Saat merawat anak dengan kejang demam ada 4 hal yang perlu dikerjakan,
yaitu memberantas kejang dengan segera, pemberian obat penunjang,
memberikan pengobatan rumatan, dan mencari serta mongobati faktor
penyebab.
Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan melalui rute intravena. Efek pengobatan ( 3 detik
sampai 5 menit) tidak ada efek toksisk yang serius bila diberikan secara
perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Jika tidak tersedia
dapat diberikan fenobarbital diberikan dengan rute intramuscular. Hasil
terbaik bila tersedia fenobarbital yang dapat diberikan dengan rute
intravena dengan dosis 5 mg/kgbb dengan kecepatan 30 mg/menit.
Sebelum mengobati kejang, lakukan terlebih dahulu tindakan
penunjang, seperti semua pakaian yang ketat dibuka, berikan posisi kepala
miring agar tidak terjadi aspirasi isi lambung. Bebaskan jalan napas agar
oksigenasi terjamin dan bila diperlukan pasang intubasi ( trakeostomi),
selain itu pengisapan lendir juga dilakukan secara teratur dan pemberian
oksigen. Pengawasan secara ketat dari tanda-tanda vital, seperti tekanan
darah, suhu, nadi, pernapasan, tingkat kesadaran, dan fungsi jantung.
Setelah kejang dapat diatasi harus disusul dengan pengobatan
rumatan, pengobatan rumat ini tergantung dari keadaan penderit.
Pengobatan ini terbagi dalam 2 bagian, pengobatan profilaksis intermitern
dan profilaksis jangka panjang.
Pengobatan profilaksis intermitern, terutama untuk mencegah
terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita
kejang demam sederhana, diberikan obat campuran antikonvulsan dan
antipiretik, yang harus diberikan pada anak bila menderita demam ulang.
Profilaksis intermitern sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak
untuk menderita kejang demam sederhana sangat kecil atau samapi usia 4
tahun. Sikap tidak segera memberikan antipiretik segera setelah kejang
merupakan faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian kejang
demam berulang.
Profilaksis jangka panjang berfungsi untuk menjamin terdapatnya
dosis terapeutik yang stabil dan cukup dalam darah penderita untuk
mencegah terjadinya kejang berulang dikemudian hari.
Pada sebagian besar kejang demam sudah berhenti saat anak dibawa
ke rumah sakit. Tetapi bila kejang terus berlanjut, pemberian diazepam
(valium) dan penurunan suhu dengan pemberian asetaminofen. (Sodikin,
2012)

10. Komplikasi
10.1. Kerusakan neurrotresmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel ataupun membaran sel yang menyebabkan
kerusakan pada neuron
10.2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjjadi
matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan
10.3. Kelainan anatomi di otak (Wulandari & Erawati, 2016)
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan
kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4
bulang – 5 tahun
10.4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai
demam
10.5. Kemungkinan mengalami kematian
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1.1. Riwayat penyakit
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya
demam yang dialami oleh anak (suhu rektal diatas 38˚C). Demam ini
dialatar belakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial
seperti tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian
status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa.
Anak masih menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa seperti
bermain dengan teman sebaya, pergi sekolah.
1.2. Pengkajian fungsional
Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah
terjadi penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau
dibuktikan dengan tes Glascow Coma Scala skor yang dihasilkan
berkisar antara 5-10 dengan tingkat kesadaran dari apatis sampai
somnolen atau mungkin dapat koma. Kemungkinan ada gangguan
jalan nafas yang dibuktikan dengan peningkatan frekuensi pernapasan
>30 x / menit dengan irama cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk
menutup faring. Pada kebutuhan rasa aman dan nyaman anak
mengalami gangguan kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan
keamanan terjadi ancaman karena anak mengalami hilang kesadaran
yang tiba-tiba yang berisiko terjadinya cedera fisik maupun fisiologi.
Untuk pengkajian pola atau fungsi yang lain kemungkinan belum
terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman seperti
penurunan personal hygine, aktifitas, intake nutrisi.
1.3. Pengkajian tumbuh kembang anak
Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Ini dipahami dengan catatan kejang yang dialami
anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang
dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau
penyakit yang melatar belakangi timbulnya kejang seperti tonsilitis,
faringitis segera dapat diatasi. Kalau kondisi tersebut tidak teerjadi
anak dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya
berat badan yang kurang karena ketidak cukupan asupan nutrisi
sebagai dampak anoreksia, tinggi badan yang kurang dari umur
semestinya sebagai akibat penurunan asupan mineral.

Selain ganggungan pertumbuhan sebagai dampak kondisi diatas anak


juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih
banyak berdiam diri bersama ibunya kalau disekolah, tidak mau
berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat dirumah sakit anak terlihat
pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada disekitar, jarang
menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan
perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar
seperti meloncat dan berlari. (Riyadi & Sukarmin, 2009)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Resiko aspirasi
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
gangguan serebrovaskular/penyakit neurologis (kejang)
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan napas terganggu
5. Resiko cedera berhubungan dengan penyakit ( aktivitas kejang )
6. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
(Herdman & Kamitsuru, 2015)

3. Intervensi Keperawatan
Dx 1: Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perawatan demam selama
3x24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dari berat
menjadi ringan dengan kriteria hasil :
1. Suhu : 36˚C - 37˚C
2. Tidak ada perubahan warna kulit
3. Keseimbangan antara intake dan output cairan

Intervensi :

1. Monitor suhu dan warna kulit anak


R : Untuk mengetahui adanya peningkatan atau penurunan suhu
tubuh
2. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan
cairan yang tak di rasakan
R : mengetahui balance cairan
3. Beri pakaian anak yang tipis dan bahan yang halus seperti katun
R : pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas
dari tubuh ke lingkungan. Bahan katun akan menghindari iritasi
kulit pada anak
4. Berikan Water Tappid Sponge
R : menurunkan suhu tubuh pasien
5. Edukasi pada pasien dan keluarga pasien untuk meningkatkan
intake cairan dan nutrisi yang adekuat
R : agar tidak terjadi dehidrasi
6. Kolaborasi untuk pemebrian antipiretik dan cairan IV
R : antipiretik akan menurunkan suhu tubuh

Dx 2: Resiko aspirasi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan aspirasi selama


3x 24 jam diharapkan masalah status pernapasan: kepatenan jalan
napas dapat teratasi dari resiko berat menjadi tidak beresiko dengan
kriteria hasil:

1. Pasien tidak tersedak


2. Pernapasan pasien tidak terganggu
3. Tidak ada spasme otot
4. Pasien mampu menelan

Intervensi: (Pencegahan aspirasi)

1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, kemampuan menelan


R : mengetahui tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
menelan pasien
2. Pertahankan (kepatenan) jalan napas
R : agar kebutuhan oksigen terpenuhi
3. Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil
R : menghindari tersedak
4. Bila kejang : baringkan pasien terlentang dengan kepala
dimiringkan, pasang spatel atau tangkai sendok yang sudah
dibalut kain atau kasa diantara rahang bawah dan rahang atas,
longgarkan pakaian klien, hisap lender dengan suction jika
perlu.
R : untuk menangani kejang

Dx 3: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


gangguan serebrovaskular/penyakit neurologis (kejang)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan kejang selama


3x24 jam diharapkan masalah keperawatan perfusi jaringan:
serebral dapat teratasi dari berat menjadi ringan dengan kriteria
hasil :
1. Tidak mengalami penurunan kesadaran
2. Tidak ada aktifitas kejang berulang
3. Suhu tubuh 36C-37C
4. Frekuensi pernafasan 16-20x/menit

Intervensi :

1. Monitor tingkat kesadaran pasien

R : mengetahui tingkat kesadaran pasien

2. Berikan dan sesuaikan kepala tempat tidur untuk


mengoptimalkan fungsi serebral

R : untuk mengoptimalkan fungsi serebral

3. Pertahankan jalan napas yang paten

R : agar kebutuhan oksigen terpenuhi

4. Edukasi dengan keluarga pasien untuk memanggil tenaga


kesehatan jika dirasa tanda akan terjadinya kejang

R : agar mendapatkan penanganan yang tepat

5. Kolaborasi dengan pemberian terapi obat anti kejang sesuai


kebutuhan

R : agar tidak terjadi kejang berulang

Dx 4 : Resiko cedera berhubungan dengan penyakit (aktifitas kejang)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan manajemen kejang dan


manajemen lingkungan selama 3x24 jam diharapkan status control
resiko dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Pasien terbebas dari cedera
2. Menggunakan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
3. Tidak terjadi kejang berulang
4. Pasien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah
cedera

Intervensi :

1. Kaji sifat dan penyebab timbulnya kejang

R : mengetahui penyebab kejang

2. Monitor tingkat obat anti epilepsi dengan benar

R : untuk menghindari kejang berulang

3. Lindungi anak selama kejang dengan menyingkirkan barang


berbahaya disekitar tempat tidur anak

R : menghindari resiko cidera pada anak

4. Pertahankan jalan nafas pasien

R : agar kebutuhan oksigen pasien terpenuhi

5. Edukasi kepada keluarga pasien dan lingkungan untuk selalu


menemani pasien dan pasang side rail tempat tidur serta
sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

R : agar pasien selalu merasa aman dan nyaman

Dx 5: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan napas


terganggu

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas efektif selama
3x24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan
kriteria hasil :

1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal 16-20x/menit


2. Irama pernafasan teratur
3. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
4. Tidak ada spasme otot pernafasan

Intervensi :

1. Monitor frekuensi dan irama pernapasan

R : mengetahui frekuensi dan irama pernapasan pasien

2. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea dengan tepat

R : menjaga kepatenan jalan napas

3. Berikan posisi pasien dengan posisi kepala ekstensi

R : dengan posisi ekstensi diharapkan dapat mencegah


terjadinya lidah jatuh ke belakang, dan agar jalan nafas longgar

4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian terapi


oksigen
R : agar kebutuhan oksigen terpenuhi

Dx 6 : Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pendidikan kesehatan


selama 1 x 30 menit diharapkan pengetahuan proses penyakit
meningkat dari pengetahuan terbatas menjadi pengetahuan sedang
dengan kriteria hasil:

1. Keluarga pasien dapat memahami proses perjalan dari penyakit


2. Keluarga pasien mampu melakukan penanganan dan perawatan
dirumah
3. Keluarga pasien mampu mengetahui komplikasi dari penyakit

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit


dan penanganan penyakit (kejang)
R : dengan mengkaji pada keluarga diharapkan mampu
menangani gejala-gejala yang menyebabkan kejang
2. Berikan informasi keluarga tentang kejadian kejang dan dampak
masalah, serta beritahukan cara perawatan dan pengobatan yang
tepat
R : agar keluarga mengetahui cara perawatan dan pengobatan
yang benar
3. Edukasi kepada keluarga untuk memantau yang terjadi akibat
kejang
R : Agar keluarga mengerti bahaya dari kejang
4. Informasikan kepada keluarga tentang bahaya yang terjadi
akibat pertolongan yang salah
R : agar keluarga mengerti akibat dari pertolongan yang salah
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara
usia 6 bulan- 4 tahun, lumayan kurang dari 15 menit dapat berssifat umum
dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam.
Biasanya terjadi karena faktor-faktor perinatal seperti pematangan
otak ataupun jejas pada otak akibat prematuritas dan proses persalinan.
Malformasi otak congenital: disgenesis, kelainan serebri, Faktor Genetika:
Penyakit Infeksi, demam, gangguan metabolisme dan Penyakit
Degeneratif Susunan Saraf.
Beberapa diagnosa yang muncul yaitu hipertermia, resiko cedera
ketidakefektifan pola nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
dan resiko aspirasi.
Penatalaksanaan yaitu lakukan terlebih dahulu tindakan penunjang,
seperti semua pakaian yang ketat dibuka, berikan posisi kepala miring agar
tidak terjadi aspirasi isi lambung. Bebaskan jalan napas agar oksigenasi
terjamin dan bila diperlukan pasang intubasi ( trakeostomi), selain itu
pengisapan lendir juga dilakukan secara teratur dan pemberian oksigen.
Pengawasan secara ketat dari tanda-tanda vital, seperti tekanan darah,
suhu, nadi, pernapasan, tingkat kesadaran, dan fungsi jantung.
Setelah kejang dapat diatasi harus disusul dengan pengobatan
rumatan, pengobatan rumat ini tergantung dari keadaan penderita.
Pengobatan ini terbagi dalam 2 bagian, pengobatan profilaksis intermitern
dan profilaksis jangka panjang.
Komplikasi yang bisa terjadi pada kejang demam yaitu kerusakan
neurrotresmitter, epilepsi, kelainan anatomi di otak mengalami kecacatan
atau kelainan neurologis karena disertai demam, kemungkinan mengalami
kematian.
2. Saran
2.1. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen
demam pada anak untuk mencegah kejang demam
2.2. Anjurkan orang tua untuk melakukan manajemen anak demam untuk
mencegah terjadinya kejang demam
Daftar Pustaka

Betz, C. L. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri (5 ed.). Jakarta: EGC.


Dewanto, G., Suwono, W. J., Riyanto, B., & Turana, Y. (2009). Panduan Praktis
Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Hidayat, A., & Aziz, A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Muscari, M. E. (2005). Keperawatan Peditrik (3 ed.). Jakarta: EGC.
Riyadi, S., & Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR.
Wulandari, D., & Erawati, M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wangner, C. M. (2013).
Nursing Interventions Classfication (NIC). (I. Nurjannah & R. D.
Tumanggor, Eds.) (6th ed.). Indonesia: Mocco Media.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Nursing
Diagnoses : Devinitions & Classifications 2015-2017. (M. Ester, Ed.) (10th
ed.). Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC). (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.)
(5th ed.). Indonesia: Mocco Media.
Riyadi, S., & Sukarmin. (2009). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK.
(Sumitro, Ed.) (1st ed.). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai