PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang Undang Nomor 44 tentang rumah sakit menyatakan bahwa
“Setiap pasien mempunyai hak mendapatkan keamanan dan keselamatan
selama dalam perawatan di rumah sakit”. Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan peraturan tentang pencegahan infeksi nosokomial di
lingkungan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Peraturan itu
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270/Menkes/III/2007
tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi atau PPI di Rumah Sakit
dan Fasilitas Kesehatan. Selain itu Keputusan Menkes Nomor 381/Menkes/
III/2007 mengenai Pedoman Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Kesehatan.
Rumah sakit adalah suatu tempat dimana banyak orang yang ingin
mendapatkan perawatan yang baik dan ingin mendapatkan kesembuhan.
Terkadang penyakit yang semula hanya ada satu penyebab penyakit, justru
di rumah sakit tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit
lain dikarenakan infeksi yang didapatkan dari rumah sakit atau biasa disebut
infeksi nosokomial (Darmadi, 2008). Peran perawat sangat besar dalam
proses penyembuhan pasien. Perawat dituntut mempunyai pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang baik selama merawat pasien. Kepatuhan
perawat dalam melaksanakan prosedur tetap tindakan keperawatan,
termasuk didalamnya prosedur mencuci tangan, menjadi salah satu penentu
keberhasilan pencegahan infeksi nosokomial (Costy P, 2013).
Infeksi nosokomial menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di
seluruh dunia (WHO, 2005). Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan
sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (RS)
(Darmadi, 2008). Tenaga medis mempunyai potensi besar untuk menciderai
pasien, oleh sebab itu tenaga medis perlu memperhatikan kebersihan
tangan sebelum melakukan tindakan terhadap pasien (Costy P, 2013).
Angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak
ukur mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun
2008, standar kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit sebesar ≤ 1, 5%.
1
2
Infeksi nosokomial yang paling sering terjadi di rumah sakit adalah phlebitis,
yaitu inflamasi vena akibat pemasangan infus. Kepmenkes no. 129 tahun
2008 ditetapkan sebagai suatu standar minimal pelayanan rumah sakit,
termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat
sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini.
Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah
sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna
meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
HAIs adalah infeksi yang didapatkan pasien selama menjalani
perawatan di rumah sakit (RS). HAIs masih menjadi permasalahan diseluruh
dunia. Angka kejadian HAIs di Indonesia belum diketahui jumlahnya. Data
Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010, proporsi kejadian infeksi
nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien
dari jumlah pasien berisiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit
swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien berisiko
130.047 (35,7%), untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien
dari jumlah pasien berisiko 1.672 (9,1%). Plebitis adalah infeksi yang
tertinggi dirumah sakit swasta atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168
pasien dari jumlah pasien berisiko 124.733 (1,7%) (Depkes RI, 2014).
Hasil survey tim Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar didapatkan data 144 kejadian
infeksi nosokomial selama tahun 2011. Di Instalasi Rawat Inap D terjadi 33
kejadian infeksi nosokomial, dimana 30 kejadian phlebitis dan 3 kejadian
dekubitus. Penyebab dari terjadinya infeksi phlebitis bisa disebabkan oleh
hygiene petugas dan penunggu pasien yang kurang melakukan cuci tangan
dengan benar (Lindayati, 2012).
Hasil penelitian Handoyo, dkk (2006) kejadian phlebitis di bangsal
bedah RSUD Prof Dr. Margono Soekardjo Purwokerto sebesar 31,7%.
Setiap hari di temukan rata-rata 2-4 pasien mengalami phlebitis.
Penanganan phlebitis menjadi sangat penting karena jika tidak diatasi dapat
mengakibatkan sepsis.
Tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan di Amerika
Serikat masih sekitar 50%, di Australia masih sekitar 65%. Sama halnya
dengan program cuci tangan yang sejak tahun 2008 dicanangkan di Rumah
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, rumusan kepatuhan perawat
untuk cuci tangan dengan kejadian infeksi nosokomial di ruang gading RSU
RAA Soewondo Pati.?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara t kepatuhan perawat untuk cuci
tangan dengan kejadian infeksi nosokomial di ruang gading RSU RAA
Soewondo Pati.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mendeskripsikan kepatuhan perawat untuk cuci tangan di
ruang gading RSU RAA Soewondo Pati.
5
E. Keaslian Penelitian
Nama/judul Metode penelitian Hasil penelitian Perbedaan
Angga, 2015 Jenis penelitian Hasil penelitian Perbedaan
Hubungan Antara menggunakan sebanyak 20% perawat penelitian ini
Kepatuhan desain tidak patuh adalah variabel
Prosedur Cuci analitic - melaksanakan cuci dan tempat
Tangan Perawat corelational tangan sesuai prosedur, penelitian
dan Penggunaan dengan angka penggunaan
Sarung Tangan pendekatan sarung tangan sebanyak
dengan Kejadian cross sectional 76%, angka kejadian
Phlebitis menggunakan plebitis 44%. ada
Di RSUD Dr. desain hubungan antara
Soedirman observasional. kepatuhan
Kebumen pelaksanaan cuci tangan
sesuai prosedur dengan
6