Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang berhubungan dengan

pelayanan kesehatan. Infeksi nosokomial atau saat ini sering disebut Healthcare

Associated Infections (HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia dan

menjadi isu yang menarik untuk diteliti, terutama tentang upaya pencegahan

infeksi tersebut.

Menurut definisi World Health Organization (WHO) (2010), HAIs adalah

infeksi yang terjadi pada pasien dan tenaga medis di rumah sakit yang terjadi

selama proses perawatan ataupun selama bekerja di fasilitas pelayanan

kesehatan. Prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah lebih tinggi

dari negara-negara berpendapatan tinggi. Beberapa penelitian pada tahun 1995-

2010, prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah

berkisar antara 5,7-19,1%, sementara prevalensi di negara-negara

berpendapatan tinggi berkisar antara 3,5-12%. Prevalensi HAIs di Indonesia

yang merupakan bagian dari negara-negara berpendapatan menengah

mencapai 7,1%. Negara berpendapatan rendah dan menengah tidak memiliki

sistem surveilans infeksi nosokomial yang baik dan belum melaporkan data atau

tidak memiliki data yang representatif, oleh karena itu prevalensi HAIs di negara-

negara berpendapatan rendah dan menengah kemungkinan besar tidak

mencerminkan data yang sebenarnya (WHO, 2010).

Healthcare associated Infections tidak hanya terjadi pada pasien, namun

terjadi juga pada tenaga kesehatan ataupun tenaga medis di pelayanan. Infeksi
tidak terlepas dari peran mikroorganisme patogen berupa virus dan bakteri (The

Centers for Disease Control and Prevention/Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit (CDC, 2003). Penyakit yang ditularkan oleh virus seperti

Hepatitis, Influenza, Stomatitis Aphtosa Recrurrent (SAR), Pneumonia,

HumanImmunodeficiency Virus (HIV), Cytomegalovirus, Epstein-Barr virus

danMeasles

Berdasarkan perkiraan WHO pada tahun 2002 terjadi 16000 kasus

Hepatitis C, 66000 kasus Hepatitis B dan 1000 kasus HIV akibat tertusuk jarum

yang terjadi pada tenaga kesehatan diseluruh dunia (Pruss dkk, 2005).

Infeksi bakteri seperti Gonorrhea, Staphylococcus, Streptococcus, Syphilis,

dan Tuberculosis juga mengancam petugas kesehatan. Staphylococcus aureus

merupakan bakteri patogen yang paling banyak menyebabkan infeksi nosokomial

yang penyebarannya dapat melalui saluran oropharyngeal menuju organ

pernafasan (Zuanazzi dkk, 2012).

Data International Nosocomial Infection Control Consortium (INICC)

berdasarkan hasil penelitian di 36 negara di dunia menunjukkan 84,4% infeksi

nosokomial di ICU disebabkan oleh Staphylococcusaureus (Rosenthal dkk,

2012).

Penelitian di Ruang PICU dan NICU di Rumah Sakit Barcelona

menunjukkan bahwa kejadian infeksi nosokomial di ruang PICU adalah 1,7

infeksi perseratus pasien, di ruang NICU 2,7 infeksi perseratus pasien. Kejadian

infeksi yang paling sering terjadi pada kedua ruang rawat tersebut adalah

bakterimia dengan mikroorganisme penyebab yang paling sering adalah bakteri

gram positif.
Di rumah sakit Ciptomangunkusumo Jakarta berdasarkan surveillance

Insiden infeksi nosokomial pada tahun 1999 adalah 1,1%, tahun 2000 0,9%,

surveillance ini juga didapatkan jenis infeksi meliputi infeksi kateter, luka

operasi, saluran kemih dan saluran pernafasan berkisar 0-5,6%. Menurunnya

angka infeksi nosokomial disebabkan kepatuhan perawat dalam menjalankan

kewaspadaan umum terhadap infeksi, namun demikian infeksi nosokomial

tetap memerlukan perhatian khusus dari petugas layanan kesehatan.

Peningkatan HAIs berdampak pada lama hari dirawat dirumah sakit,

kematian, komplikasi, dan biaya. Peneliti yang mengkaji tentang peningkatan

biaya akibat HAIs menyebutkan dampak HAIs menyebabkan tambahan biaya

hingga 28.800 USD untuk setiap pasien (Ruben dkk, 1999). Dampak HAIs

mengakibatkan Length of Stay (LOS) yang menjadi lebih panjang 1-6 hari

(Griffiths, 2008), peneliti lain mendapatkan LOS yang lebih lama hingga 18.2

hari (Chen dkk, 2005). Peningkatan lama waktu perawatan (LOS) berdampak

pada penggunaan alat yang meningkat, perawatan pasien penyakit berat

meningkat, peningkatan beban kerja staf dan peningkatan sumber daya

lainnya yang itu semua berdampak dalam manajemen rumah sakit

(Rosenthal dkk, 2011).

Kumpulan hasil penelitian tentang patient safety ditemukan dari 872

kejadian yang dilaporkan, 53% terjadi kejadian yang tidak diinginkan (KTD),

45% kejadian nyaris cedera dan 2% tidak termasuk KTD ataupun kejadian

nyaris cedera. Laporan secara umum menunjukkan sedikit atau tidak ada

kejadian yang membahayakan pasien. Namun demikian, 13% KTD yang

memiliki dampak serius yang menyebabkan kecacatan berat ataupun

kecacatan permanen (Hiival dkk). Banyak penelitian yang menunjukkan


rendahnya kepatuhan terhadap penggunaan APD. Data hasil penelitian

Aarabi dkk pada tahun 2008 menyatakan hanya 33,9% dari 250 tenaga

medis yang patuh terhadap standar operasional prosedur pemakaian masker.

Hasil penelitian Ganczak dan Szych pada tahun 2007 mendeskripsikan

hanya 5% perawat bedah yang taat dalam menggunakan sarung tangan,

masker, baju pelindung dan kacamata pelindung secara rutin. Penelitian di

Amerika yang dilakukan oleh Akdukman, dkk pada tahun 1999 didapatkan

kepatuhan pemakaian sarung tangan hanya 28%. Data tersebut

menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan dalam penggunaan APD.

Kepatuhan yang masih rendah terhadap standar operasional prosedur

penggunaan APD merupakan masalah yang komplek, karena dipengaruhi

oleh multifaktor di antaranya faktor individu, organisasi, strategiefektif, pasien

dan keluarga serta lingkungan luar melalui aturan-aturan yang mengikat (JCI

2011 sitasi Pincock dkk, 2012).

Murniati (2013) memaparkan kejadian HAIs 5-10% dari pasien yang

dirawat di RS, 32% diantaranya dapat dicegah. Sekitar 5-10% infeksi ini

dipengaruhi oleh lingkungan, dan 90-95% dipengaruhi oleh perilaku. Salah

satu cara untuk mencegah dan mengendalikan penularan penyakit dari

pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya adalah penerapan Universal

Precaution (wiryawan,2007). Universal Precaution yaitu tindakan

pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk

mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa

darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal

dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Dasar

Kewaspadaan universal ini meliputi, pengelolaan alat kesehatan, cuci


tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri

diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darahsertacairan

infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah

perlukaan, dan pengelolaan limbah (DepkesRI, 2003). Menurut CDC

(CentralDisease Control) 2011), komponen utama kewaspadaan universal

meliputi :hand hygine, penggunaan APD, praktik injeksi aman, penanganan

peralatan atau permukaan dilingkungan pasien yang potensial

terkontaminasi dan respiratoryhygine/etika batuk. Dalam menggunakan

kewaspadaan universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien

sama dengan menggunakan prinsip ini, tanpa memandang penyakit atau

diagnosanya dengan asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.

Hasil data di RSUD. RAA. Soewondo Pati menyebutkan bahwa

infeksi berupa phlebitis pada tahun 2017 semester I sebesar 2,75% dan

semester II sebesar 3,48% yang artinya terjadi kenaikan sebesar 2,33%.

Sementara itu dari survey pendahuluan dengan tehnik wawancara kepada

kapala ruang dilingkungan rumah sakit didapatkan data dari 35 orang

perawat hanya 20 orang yang melakukan prosedur pemakaian APD.

Sosialisasi, dan pelatihan penerapan sasaran keselamatan pasien terutama

pada pengurangan resiko infeksi dengan melakukan cuci tangan,

penggunaan sarung tangan dan masker juga sudah dilakukan.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan tim KKPRS. Evaluasi

penerapan sasaran keselamatan pasien pada perawat juga sudah dilakukan

oleh Tim KKPRS, dan hasil wawancara mengatakan masih ada beberapa

perawat yang belum memahami penerapan sasaran keselamatan pasien

pada pengurangan resiko infeksi, terlihat dari masih ada perawat saat
melakukan tindakan keperawatan ada yang tidak menggunkan sarung

tangan dan penggunaan masker tidak sesuai dengan semestinya dengan

standar operasional prosedur di rumah sakit. Perawat juga mengatakan

penggunaan sarung tangan terkadang membuat perawat tidak merasa

nyaman dan sedikit merepotkan saat akan melakukan kegiatan rutinitas ke

pasien. Pemakaian masker juga tidak selalu sering diganti setelah

melakukan tindakan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengambil

judul hubungan motivasi dan kepatuhan perawat dalam pemakaian APD

terhadap kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap umum RSUD. RAA.

Soewondo Pati

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah

“Apakah ada hubungan motivasi dan kepatuhan perawat dalam pemakaian

APD terhadap kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap umum RSUD.

RAA. Soewondo Pati”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan motivasi dan kepatuhan perawat dalam

memakai APD terhadap kajadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap

umum RSUD. RAA. Soewondo Pati.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik perawat dalam pamakaian


APD.
b. Mengetahui motivasi perawat tentang pemakaian APD
c. Mengetahui kepatuhan perawat dalam pemakaian APD
d. Mengetahui hubungan motivasi dan kepatuhan perawat dalam

pemakaian APD.

D. Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan di ruang rawat inap umum RSUD. RAA.
Soewondo Pati. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu
bulan dan berfokus pada masalah motivasi dan kepatuhan perawat
dalam pemakaian APD. Peneliti melakukan observasi dan wawancara
langsung dengan perawat di ruang rawat inap umum (ruang Gading)
RSUD. RAA. Soewondo Pati.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis yaitu :

Memperkaya literatur tentang upaya pencegahan penularan infeksi di

bidang pelayanan kesehatan terutama didalam penggunaan APD.

2. Manfaat praktis yaitu:

a. Rumah Sakit

1) Sebagai bahan evaluasi tentang kepatuhan dalam menggunakan

APD di RSUD. RAA. Soewondo Pati

2) Sebagai dasar dalam menentukan strategi yang akan dilakukan

RSUD. RAA Soewondo Pati untuk meningkatkan kepatuhan staf

untuk menggunakan APD.

b. Peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam

pemakaian APD untuk mencegah infeksi nokomial


c. Pasien

Peningkatan pelayanan yang berkualitas dalam hal pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial.

d. Peneliti berikutnya.

Meningkatkan kewaspadaan dalam upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial.

e. Institusi pendidikan

Sebagai acuan dan bahan pembanding penerapan praktis teori dan

kenyataan di lapangan.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan dan motivasi perawat dalam pemakaian APD


terhadap kejadian infeksi nosokomial di RSUD. RAA. Soewondo Pati belum
pernah dilakukan. Namun beberapa penelitian tentang faktor yang berhubungan
dengan perilaku dan kepatuhan perawat dalam penerapan kewaspadaan
universal/beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan adalah:

NO PELITI /JUDUL METODE HASIL


1 Bima Satria Nusantara, Desain penelitian Motivasi kerja perawat
2016, Hubungan yang digunakan dengan kategori tinggi
Motivasi Kerja Dengan dalam penelitian ini sebanyak 37
adalah penelitian non responden dengan
Kepatuhan Perawat
eksperimental presentase 94,9% dan
Dalam Penggunaan (korelasi) dengan kategori sedang
Alat Pelindung Diri menggunakan sebanyak 2 responden
(APD) Pada Perawat Di pendekatan cross dengan presentasi 5,1%
Ruang Rawat Inap sectional di Rumah Sakit Paru
Rumah Sakit Paru Jember masih ada 10
Jember. responden
tidak patuh dalam
menggunakan alat
pelindung diri dengan
presentase 25,6% dan
sebanyak 29 reponden
patuh dengan
presentase 74,4%. Hasil
uji statistik
menunjukkan nilai p
value = 0,130. Ha ditolak
atau Ho gagal ditolak
jika nilai p
value ≥ a (0,05). Hasil uji
statistik menunjukkan p
value ≥ a, dimana 0,130
≥ 0,05
yang berarti bahwa tidak
ada hubungan yang
signifikan antara
motivasi kerja
dengan kepatuhan
penggunaan alat
pelindung diri (APD) di
ruang rawat inap
Rumah Sakit Paru
Jember.
2 Yunita Jenis penelitian Hasil Penelitian
Hubungan deskripitif korelasi menunjukkan bahwa
pengetahuan sikap dengan pendekatan ada hubungan
dengan praktik perawat cross sectional pengetahuan, sikap
dalam pencegahan dengan praktik perawat
infeksi nosokomial dalam pencegahan
diruang rawat inap infeksi nosokomial
Rumah Sakit Islam diruang rawat inap
Kendal Rumah Sakit Islam
Kendal dengan nilai p
value 0,002 dan 0,017.
3 Aarabi dkk pada tahun Metode descriptif Penelitian ini
2008 mengungkapkan hanya
Health care personnel 33,9% dari 250 tenaga
compliance with kesehatan yang patuh
standards of eye and terhadap penggunaan
face protection and masker dan 46,4% yang
mask usage in menggunakan pelindung
operating room wajah.

4 Aditya Sekti Wibowo, Desain penelitian ini Jenis kelamin


Maria Suryani 2015. menggunakan desain perempuan 43 orang
Hubungan karakteristik penelitian cross (78,2%), berpendidikan
perawat dengan sectional dengan D3 sebanyak 33 orang
penggunaan sarung teknik total sampling. (60%),usia perawat 29
tangan pada tindakan tahun sebanyak 10
ivasif di ruang rawat orang (18,2%), lama
inap RSUD dr. H. kerja perawat 3 tahun
Soewondo Kendal sebanyak 12 orang
(21,8%).Hasil analisis
bivariat menunjukkan
tidak ada hubungan
antara umur (p=0,121),
tingkat pendidikan
(p=0,23), dan jenis
kelamin (p=0,136)
denganpenggunaan
sarung tangan pada
tindakan invasif,
terdapat hubungan yang
signifikan antara lama
kerja (p=0,000) dengan
penggunaan sarung
tangan pada tindakan
invasif
5 Angga, 2015 Jenis penelitian Hasil penelitian
Hubungan antara menggunakan desain sebanyak 20% perawat
prosedur kepatuhan analitik-corelational tidak patuh
cuci tangan dan dengan pendekatan melaksanakan cuci
penggunaan sarung cross- sectional tangan sesuai prosedur,
tangan dengan menggunakan desain angka penggunaan
kejadian phlebitis di observasional sarung tangan sebanyak
RSUD.Dr.Soedirman 76%, angka kejadiaan
Kebumen phlebitis sebanyak 44%.
ada hubungan antara
antara kepatuhan
pelaksanaan cuci tangan
sesuai prosedur dengan
kejadian phlebitis
(p=0,026), dan ada
hubungan antara
penggunaan sarung
tangan dengan kejadian
phlebitis (p=0,001)
(p<0,05)

Anda mungkin juga menyukai