KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK
MENINGKATKAN STANDAR AKRIDITASI RUMAH SAKIT
TRI AYUNDA /181101019 Email : triayunda85@gmail.com ABSTRAK Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan (Minnesota Department of Health, 2014). Pencegahan memiliki arti mencegah agar tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian memiliki arti meminimalisasi resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian, tujuan utama dari pelaksanaan program ini adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang dirawat (Darmadi, 2008). Metode: metode yang digunakan adalah metode kualitatif, eksplorasi bebas dan literatureview yaitu untuk menggali informasi kebijakan pencegahan pasien safety merupakan upaya yang di lakukann untuk meningkatkan kualitas keselamatan pasien di rumah sakit. Penyeluruhan dalam metode ini adalah tujuh langkah dalam penerapan. keselamatan pasien. Hasil : Hasil dari metode ini adalah untuk kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan standar akriditasi rumah sakit. Tujuan : adalah Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, banyaknya kesalahan dalam menjaga pelayanan mutu keselamatan pasien di rumah sakit maka budaya keselamatan pasien sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keselamatan pasien sehingga menjadikan pelaksaan keselamatan pasien merupakan budaya dalam melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan, Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap keselamatan pasien yaitu dengan membuat peraturan-peraturan rumah sakit yang membuat kualitas keselamatan pasien di rumah sakit meningkat dan angka kejadian kesalahan di rumah sakit. dalam melakukan pengendalian dan pencegahan infeksi. kata kunci : pencegahan dan pengendalian infeksi, keselamatan pasien, standar akriditasi rumah sakit.
LATAR BELAKANG metabolisme,toksin,replikasi intra
selular,atau respon antigen-antibodi (Kamus Infeksi merupakan invasi tubuh oleh Saku Kedokteran Dorland,edisi patogen atau mikroorganisme yang mampu 25.hal :555:1998) menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal Pencegahan dan Pengendalian infeksi dan menyebabkan cedera yang serius di rumah sakit (PPIRS) yang ektif terhadap sel atau jaringan.Penyakit akan menggambarkan mutu pelayanan rumah timbul jika patogen berbiak dan sakit yang baik. Mengingat pentingnya menyebabakan perubahan pada jaringan program Pencegahan dan Pengendalian normal. (Potter & perry .Fundamental infeksi di rumah sakit (PPIRS) tersebut Keperawatan.edisi 4.hal : 933 – 942:2005) maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care Organization Infeksi merupakan infeksi dan (JCAHO) memasukkan kegiatan pembiakan mikroorganisme pada jaringan pengawasan, pelaporan, evaluasi perawatan, tubuh,terutama yang menyebabkan cedera organisasi yang berkaitan dengan sellular lokal akibat kompetisi pencegahan dan pengendalian HAIs menjadi syarat untuk akreditasi rumah sakit yang kesehatan baru, baik di negara berkembang merupakan ukuran kualitas dari pelayanan maupun di negara maju. Oleh karena itu kesehatan di rumah sakit atau fasilitas rumah sakit dituntut untuk dapat kesehatan lainnya (WHO, 2004). Rumah memberikan pelayanan yang bermutu sesuai sakit adalah institusi pelayanan kesehatan dengan standar yang sudah ditentukan dan yang menyelenggarakan pelayanan harus diterapkan oleh semua kalangan kesehatan perorangan secara paripurna yang petugas kesehatan (Darmadi, 2008).Health menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat Care Associated Infection (HAIs) atau inap dan gawat darurat, sesuai dengan yang Infeksi Rumah Sakit merupakan masalah dijabarkan dalam Undang-undang nomor 44 serius bagi semua sarana pelayanan tahun 2009.Rumah sakit sebagai tempat kesehatan di seluruh dunia, termasuk di pengobatan, juga merupakan sarana Indonesia. Penelitian yang dilakukan pelayanan kesehatan yang dapat menjadi National Nosokomial Infections sumber infeksi dimana orang sakit dirawat Surveillance (NNIS) dan Centers of Disease dan ditempatkan dalam jarak yang sangat Control and Prevention’s (CDC’s) pada dekat. Penderita yang sedang dalam proses tahun 2002 melaporkan bahwa 5 sampai 6 asuhan perawatan di rumah sakit, baik kasus HAIs dari setiap 100 kunjungan ke dengan penyakit dasar tunggal maupun rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus HAIs penderita dengan penyakit dasar lebih dari terjadi setiap tahun di Amerika Serikat satu, secara umum keadaan umumnya tidak/ dengan menghabiskan dana 2 milyar dolar. kurang baik, sehingga daya tahan tubuh Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh menurun. Hal ini akan mempermudah World Health Organization (WHO) pada terjadinya infeksi silang karena kuman- tahun 2002 menunjukkan bahwa sekitar kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke 8,7% dari 55 rumah sakit di 14 negara yang dalam tubuh penderita yang sedang dalam mewakili 4 kawasan WHO dengan proses asuhan keperawatan dengan mudah. prevalensi Eropa 7,7%, Timur Tengah 9,0%, Infeksi yang terjadi pada setiap penderita Asia Tenggara 10% dan pasifik barat 11,8% yang sedang dalam proses asuhan (Depkes RI, 2008). Di Indonesia sendiri, keperawatan ini disebut infeksi nosokomial baru terdapat data HAIs dari 10 RSU atau saat ini dikenal sebagai Health Care pendidikan. Didapatkan angka kejadian Associated Infection ( HAIs). HAIs dapat HAIs yang cukup tinggi, berkisar antara 6- terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan 16 % dengan rata-rata 9,8 %. Infeksi yang juga setiap orang yang datang ke rumah paling umum terjadi adalah Infeksi Daerah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan Operasi (IDO). Hasil penelitian lain kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh menunjukkan bahwa angka kejadian IDO melalui petugas kesehatan, orang sakit, pada RS di Indonesia bervariasi antara 2-18 pengunjung yang berstatus karier atau % dari keseluruhan prosedur pembedahan karena kodisi rumah sakit.Infeksi yang (Depkes RI, 2008). Kerugian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan yaitu ditimbulkan akibat infeksi ini dari segi Rumah Sakit, saat ini merupakan salah satu ekonomi adalah lamanya rawat inap yang penyebab meningkatnya angka kesakitan tentunya akan membutuhkan biaya yang (morbidity) dan angka kematian (mortality) lebih banyakdari perawatan normal bila di rumah sakit. HAIs dapat menjadi masalah tidak terkena HAIs. Selain itu lamanya rawat inap juga dapat berdampak tidak Tujuan dalam penulisan ini untuk langsung terhadap ekonomi pasien seperti melakukan kebijakan untuk pengendalian kehilangan pekerjaan, kesempatan bekerja, infeksi dirumah sakit untuk akriditasi rumah dan sebagainya. Pihak rumah sakit pun akan sakit. Tujuan dari metode ini adalah lebih besar mengeluarkan biaya untuk Terciptanya budaya keselamatan pasien di pelayanan dan tidak jarang berakibat rumah sakit, banyaknya kesalahan dalam kematian ( Kompas.com, 2009). Mengingat menjaga pelayanan mutu keselamatan pasien besarnya dampak HAIs terhadap beban di rumah sakit maka budaya keselamatan kesehatan, ekonomi, dan sosial, adalah hal pasien sangat dibutuhkan untuk yang penting untuk melakukan tindakan- meningkatkan keselamatan pasien sehingga tindakan pencegahan dan pengendalian menjadikan pelaksaan keselamatan pasien infeksi (PPI) di fasilitas kesehatan yang merupakan budaya dalam melaksanakan ternyata efektif dalam penyelamatan nyawa kegiatan asuhan keperawatan, Meningkatnya dan biaya. Haley (1985) melaporkan bahwa akuntabilitas rumah sakit terhadap PPI yang efektif dapat mereduksi HAIs keselamatan pasien yaitu dengan membuat hingga 32 %, di mana sebelumnya HAIs peraturan- peraturan rumah sakit yang merupakan 10 besar penyebab kematian. membuat kualitas keselamatan pasien di Program pencegahan dan pengendalian rumah sakit meningkat dan angka kejadian infeksi rumah sakit telah di laksanakan di kesalahan di rumah sakit. Menurunkan beberapa Rumah Sakit di Indonesia sejak angka kejadian kesalahan di rumah sakit tahun 1985. Heryati (2002) menemukan dengan cara meningkatkan keselamatan bahwa peran kepala ruangan (Interpersonal, pasien. Membuat program-program informasional, dan pengambilan keputusan), mengenai keselamatan pasien sehingga tidak berhubungan secara bermakna dengan terjadi pengulangan dalam kelalaian prestasi kerja perawat pelaksana. Kepala mengenai keselamatan pasien. menurunkan ruangan yang berperan interpersonal yang angka infeksi dirumah sakit. baik akan meningkatkan keberhasilan sebesar 4,286 kali dibandingkan yang METODE berperan interpersonal kurang baik Jenis dan rancangan dalam metode ini (Handiyani, Allenidekania, Eryando, 2004). adalah kualitatif, eksplorasi bebas dan WHO pada tahun 2002 melaporkan bahwa literatureview yaitu untuk menggali prevalensi infeksi nosokomial tertinggi informasi tentang kebijakan pencegahan dan terdapat di Intensive Care Unit (ICU) dan di pengendalian infeksi untuk meningkatkan ruang rawat bedah dan ortopedi. Unit kerja akriditasi rumah sakit. pasien safety bedah merupakan unit kerja fungsional di merupakan upaya yang di lakukan untuk rumah sakit yang paling beresiko terjadinya meningkatkan kualitas keselamatan pasien infeksi. Hal ini dapat di mengerti karena unit di rumah sakit. Penyeluruhan dalam metode kerja inilah yang paling banyak melakukan ini adalah tujuh langkah dalam penerapan. tindakan medis invasive terutama adanya keselamatan pasien. Penerapan metode ini tindakan mendis invasive terapeutik adalah meningkatkan mutu pelayanan (Darmadi,2008). kesehatan dan Keselamatan Pasien di rumah TUJUAN sakit. Dalam metode ini ditemukan data meliputi data melalui observasi dan studi dokumentasi mendalam mengenai peran informasi, motivasi reinforcement dan pelaksanaan tujuh langkah menuju peran belajar melalui observasi dengan keselamatan pasien. Dalam pengambilan modelling), dan (2) pengenalan konsep self data ditemukan dalam pengambilan efficacy yang dibedakan dari outcome keputusan keselamatan pasien. Hal ini dapat expectation. Model Integratif selanjutnya dicapai dengan membandingkan hasil menawarkan konsensus beberapa observasi tentang kebijakan pencegahan dan determinan terbatas untuk meramalkan, pengendalian infeksi untuk meningkatkan mengubah atau memperkuat perilaku yaitu kualitas keselamatan pasien dirumah sakit. kehendak (intention), sikap (attitude), persepsi norma, self efficacy, keyakinan berperilaku dan kontrol perilaku (Fishbein, HASIL 2008). Teori yang digunakan untuk merancang instrumen eksploratif Psikologi sosial perubahan perilaku Pendekatan Integratif dan mengembangkan berakar pada banyak teori yang secara garis strategi intervensi pada studi implementasi besar dibedakan menjadi Social Learning perubahan perilaku adalah suatu Integrative Theory (Rotter dan Bandura) dengan banyak Theoretical Framework (Michie et al., modelnya (Health Belief Model, Theory of 2005). Theoretical Domain Framework Reasoned Action, Planned Behaviour (TDF) dikembangkan untuk memenuhi Theory) serta Model Tahapan (Stage) yang kebutuhan integrasi dan kesederhanaan menunjukkan proses dinamis bertahap berbagai model perubahan perilaku sehingga dalam perubahan perilaku melalui fase pre- implementatif dan bermanfaat sebagai dasar kontemplasi – fase kontemplasi – fase investigasi problem implementasi. Dua preparasi – fase aksi – fase pemeliharaan kekuatan utama TDF adalah kelengkapan (Noar et al., 2007). Model Integratif cakupan teoritis dan kapasitasnya untuk (Fishbein, 2008) diperkenalkan sebagai menemukan keyakinan yang mampu integrasi seluruh model dalam Teori Sosial signifikan memediasi perubahan perilaku. Kognitif yang memberikan kelengkapan Hal ini memberikan dasar konseptual telaah faktor- faktor pengaruh perubahan perilaku problem implementasi, pengembangan yang tidak dapat dijelaskan secara desain intervensi peningkatan praktik menyeluruh oleh setiap teori dasarnya bila profesional pelayanan kesehatan serta diterapkan individual. Model Integratif pemahaman proses perubahan perilaku yang psikologi perubahan perilaku mampu menyertai (Cane et al., 2012 ; Francis et al., memprediksikan kehendak berperilaku tanpa 2012). Tatalaksana perubahan perilaku mengabaikan faktor personal seperti emosi, profesional tenaga kesehatan dalam kompulsi dan lain-lain determinan irasional. organisasi RS selanjutnya dipahami Terdapat 2 kontribusi mayor Model berdasarkan perspektif perubahan Integratif dalam menjelaskan perilaku terkait manajemen organisasi(Teori Change kesehatan yang tidak dapat dijelaskan oleh Management dari Kurt Lewin). Perubahan satu per satu akar teori yaitu (1) penguatan merupakan hal penting pada suatu organisasi berbagai sumber informasi untuk untuk terus berkembang dan memenangkan mendapatkan ekspektasisecara langsung kompetisi secara positif. Kurt Lewin maupun melalui modifikasi (khususnya menyampaikan ‘a three stage theory of change’, proses perubahan terjadi melalui al., 2012). tahapan ‘Unfreeze, Change (transisi, movement), dan Refreeze’. Kunci penyelesaian masalah organisasi adalah PEMBAHASAN memberikan resolusi problem sosial lokal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi kesulitan pengobatan maupun beban Rumah Sakit (PPI RS) telah menjadi isu pembiayaan kesehatan. Identifikasi dan penting dalam manajemen RS pada dekade pengendalian penyebaran patogen MDRO terakhir ini. Secara Internasional tingkat secara efektif sangat penting dan menjadi kejadian hospital acquired infections -HAIs salah satu pilar pengendalian resistensi (infeksi RS-IRS), lebih spesifik yang antimikroba untuk mencapai luaran klinis menyangkut pasien yaitu infeksi yang baik dan efisiensi pembiayaan. (Siegel nosokomial, telah menjadi alat pemasaran et al., 2006) Methicillin-resistant jitu untuk menaikkan performa dan daya Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan saing RS memperoleh pasar pelanggannya. bakteri S.aureus yang resisten terhadap Kinerja PPI RS menjadi salah satu indikator antibiotika -laktam, termasuk penting dalam upaya peningkatan mutu penicillinase-resistant penicillins pelayanan RS yang berfokus pada (methicillin, oxacillin, nafcillin) dan keselamatan (safety) bagi pasien, petugas sefalosporin (Maranan et al., 1997). Patogen maupun lingkungan RS (WHO, ini bertanggung jawab terhadap banyak 2011).Pencegahan dan Pengendalian Infeksi HAIs yang sulit diobati dan transmisi RS sesungguhnya telah dikembangkan lama silangnya digunakan sebagai indikator di dunia maju sejak pertengahan abad-18 luaran ketepatan clean care di pelayanan. ketika Semmelweis dan Nightingale Tangan merupakan vektor utama memperkenalkan higiene dan sanitasi di RS. pemindahan patogen secara langsung Isu ini mengemuka kembali, lebih maupun tidak langsung. Insidensi hospital fokusbpada praktik pelayanan di RS secara acquired infections (HAIs) MRSA pada modern sampai dengan saat ini, diinisiasi pasien yang sebelumnya tidak saat outbreak infeksi S.aureus yang terjadi di mengkolonisasi patogen ini banyak RS di Amerika Utara dan Inggris yang dihubungkan dengan mutu clean care, dipublikasikan secara luas tahun 1950-an khususnya kebersihan tangan. Hal ini karena (American Health Assc., 1958). Kejadian S.aureus merupakan flora transientkulit yang tersebut menyadarkan para Profesional dapat dieradikasi dengan praktik kebersihan Kesehatan dan Institusi Kesehatan (termasuk tangan yang baik (Wertheim et al., 2005). Perhimpunan RS), secara global, akan risiko Efektivitas kewaspadaan kontak yang dan impact pelayanan kesehatan yang banyak diteliti hubungannya dengan demikian besar bagi keselamatan pasien penyebaran MDRO meliputi baik MRSA serta menginisiasi kegiatan surveilans yang maupun MDRO lain (vancomycin-resistant terus berkembang ke arah kegiatan Enterococci, extended spectrum - lactamase pengendalian infeksi secara integratif enterobacteriaceae, dan lain-lain), tidak dankomprehensif (American Health Assc., memberikan bukti hubungan yang konsisten 1958 ; Gaynes, 1997 ; Cooper et al., 1999 ; disebabkan berbagai sebab metodologis. Marimuthu et al., 2014 ). Bukti penelitian (Cohen et al., 2011; D’Agata et dari negara maju menyebutkan bahwa HAIs dapatmengakibatkan rentang peningkatan berisi antara lain komponen IRS (tahun mortalitas 18,7% – 75,1%, rentang 2014). Program dasar PPI RS di Indonesia pemanjangan waktu perawatan di RS (length dikembangkan berdasarkan Pedoman of stay) 3,9 – 12 hari serta kisaran Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS pembengkakan biaya kesehatan sebesar dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain $593 - $40,000 per kasus (Roberts et al., (Depkes, 2007; revisi 2011) meliputi 2003 ; Chen et al., 2005 ; Taconelli et al., pencegahan transmisi infeksi melalui 2009 ; Madani et al., 2009). Upaya penerapan kewaspadaan standar dan pencegahan dan pengendalian infeksi yang kewaspadaan isolasi, pengendalian resistensi baik akan mampu mencegah dan antibiotika melalui penggunaan antibiotika mengendalikan lebih kurang 40% kejadian dan disinfektan secara bijaksana, surveilans HAIs dan dengan demikian merupakan infeksi RS yang berfokus pada studi faktor penting dalam upaya peningkatan epidemiologi dan analisis risiko, mutu pelayanan dan Keselamatan Pasien di pengelolaan peralatan dan kebersihan RS. Dua faktor risiko penting yang dapat lingkungan, perlindungan dan profilaksis dicegah atau dikendalikan adalah transmisi petugas serta edukasi staf. Penyiapan silang melalui kontak tenaga kesehatan sumber daya manusia yang kompeten dalam maupun peralatan dan penggunaan bidang PPI difasilitasi melalui berbagai antibiotika secara tidak rasional (Gilio et al., pelatihan dan lokakarya berjenjang mulai 2000 ; Roberts et al., 2003 ; MacKenzie et tingkat dasar sampai dengan tingkat lanjut al., 2007). Di negara sedang berkembang, secara berkesinambungan (Sulistomo et al., termasuk Indonesia,yang dibutuhkan dan 2009 ; KARS, 2011 ; JCI, 2014). Pada era belum terbangunnya paradigma keterbukaan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam sistem mutu di pelayanan kesehatan (UU No 40, 2004 tentang SJSN) dan Badan (Rosales et al., 1998 ; Allegranzi et al., 2011 Penyelenggara Jaminan Sosial (UU No 24, ; WHO Patient Safety, 2011a ; 2011b). Di 2011 tentang BPJS) yang ditargetkan Indonesia, secara Nasional, telah dimulai mencapai cakupan universal bagi seluruh pembangunan sistematik kerangka pikir dan rakyat Indonesia di tahun 2019, perlu pengorganisasian upaya PPI RS oleh disiapkan perangkat pendukung Kementerian Kesehatan. Upaya ini dibangun komprehensif upaya PPI RS untuk melalui penyusunan struktur organisasi dan pengendalian risiko transmisi infeksi secara tatakelola PPI di RS (dijabarkan dalam optimal. Pada era tersebut, analogi dengan Pedoman Manajerial PPIRS–KepMenKes yang sekarang terjadi di negara maju, impact No. 270/Menkes/SK/III/2007; revisi 2011), setiap risiko kejadian IRS yang merupakan pengembangan Pedoman Program Nasional ‘kejadian tidak diharapkan’ (KTD), menjadi yang sudah disiapkan sampai dengan tanggung jawab RS yang risiko strategi monitoring dan evaluasi melalui pembiayaannya tidak selalu dapat penetapan Standar Pelayanan Minimal RS dimasukkan dalam paket jaminan kesehatan. (SPM), tahun 2009, kewajiban pemenuhan Apabila hal ini tidak dapat diantisipasi standar PPI di RS berdasarkan Akreditasi secara proporsional oleh manajemen RS, KARS 2012 serta disempurnakan dengan beban biaya risiko tersebut dapat menjadi penetapan Indikator Kinerja Terpilih (IKT) sumber in-efisiensi pengelolaan RS. RS Badan Layanan Umum (BLU) yang Permasalahan utama RS di Indonesia pada umumnya menyangkut kesiapan infra sebagian besar kolonisasi patogen di tangan struktur, terkait keterbatasan berbagai dapat dihilangkan dan dengan demikian sumber daya dan yang lebih utama adalah rantai transmisi infeksi efektif diputuskan belum terbangunnya awareness (Rosenthal et al., 2005 ; Gould et al., 2007; (kepedulian). Kesadaran seharusnya berawal Allegranzi and Pittet, 2009 ; Huls et al., dari pola pikir dan perilaku pelayanan yang 2012 ; McLaws, 2015).Kebersihan tangan berkehendak (komitmen) kuat merupakan cara sederhana namun efektif memprioritaskan pentingnya pencegahan mencegah HAIs Kepatuhan sivitas RS infeksi RS sebagai bagian utama dalam menerapkan standar kebersihan pembentukan budaya mutu pelayanan tangan secara tepat merupakan indikator berfokus pada keselamatan. Perubahan budaya bersih dalam pelayanan kesehatan paradigma seluruh sivitas RS, tanpa kecuali, (clean care). Berdasarkan pemikiran ini, agar fokus berorientasi kepada keselamatan diasumsikan bahwa budaya kebersihan bagi semua dalam setiap perilaku keseharian tangan dapat menjadi pintu masuk pelayanan di setiap area tugas dalam perubahan perilaku profesional kesehatan kerangka kesinambungan untuk peduli pada mutu Berbagai penelitian pelayanan(continuum of care) merupakan berbasis RS di banyak negara telah tantangan tersendiri. International Patient dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor Safety Goals (Sasaran Internasional yang mempengaruhi kepatuhan petugas Keselamatan Pasien - SKP) menetapkan kesehatan dalam menerapkan standar penurunan kejadian infeksi terkait pelayanan kebersihan tangan secara tepat dan di RS/fasilitas kesehatan (HAIs) sebagai dampaknya pada penurunan angka HAIs. sasaran ke- 5 dari 6 sasaran cakupannya. Suatu review sistematik tentang strategi Identifikasi dan manajemen risiko infeksi pengembangan praktik kebersihan tangan seharusnya diterapkan pada setiap tahap berdasarkan pendekatan perilaku pelayanan dengan pola pendekatan Infection menunjukkan peranan faktor pengetahuan, Control Risk Assesment (ICRA) (KARS, kepedulian, pengawasan dan dorongan 2011). Kebersihan tangan (hand hygiene) perubahan perilaku merupakan hal penting merupakan aktivitas kunci dalam yang mempengaruhi namun tidak cukup PPIdisebabkan transmisi kontak, khususnya untuk mencapai perubahan perilaku praktik kontak tangan (antara petugas-pasien, kebersihan tangan petugas kesehatan. petugas-petugas, pasien-pasien dan Diperlukan kombinasi pendekatan berbeda pasien/petugas- lingkungan sekitar) menjadi dan kreatif yang melibatkan determinan lain cara transmisi utama sebagian besar agen seperti lingkungan sosial, sikap, manfaat patogen di RS. Berbagai penelitian individu/pribadi dan niat spesifik untuk menunjukkan bahwa penerapan standar mencapainya (Huls et al., 2012). Secara kebersihan tangan secara adekuat di RS, general, disimpulkan bahwa faktor utama khususnya di ruang perawatan, dapat yang mempengaruhi ketaatan petugas dalam menurunkan angka kejadian HAIs secara praktik kebersihan tangan dapat bersumber signifikan. Kebersihan tangan merupakan pada individu, kelompok, institusi sampai metode sederhana dan paling efektif dalam dengan regulasi Nasional. Penelitian- mengendalikan HAIs karena dengan penelitian yang telah dihasilkan pada melakukan kebersihan tangan secara tepat, umumnya menyarankan pentingnya studi implementasi pada setting berbeda secara transmisi mikroba yang berasal dari sumber spesifik untuk memaksimalkan efek di sekitar penderita yang sedang dirawat intervensi yang diprogramkan agar dapat (Darmadi, 2008). dicapai tingkat kepatuhan dan konsistensi praktik kebersihan tangan yang ditargetkan REFERENSI dalam kerangka budaya mutu dan Azwar, A 2010, Pengantar administrasi keselamatan pelayanan di RS (safety for services) (Pittet et al., 2007). Berdasarkan kesehatan, edk 3, Binarupa Aksara, indikasi saat wajib kebersihan tangan WHO (5 moment for hand hygiene), data evaluasi Tangerang periode 2013-2014 menunjukkan tingkat kepatuhan kebersihan tangan pada ‘saat-1’ KARS, 2012, Standar akreditasi rumah sakit 6. (sebelum kontak pasien) menempati tingkat Dedi, Uus, Fitriyani 2013, ‘Analisis terendah (64-85%). Hal ini menggambarkan sikap dan perilaku kebersihan tangan oleh Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan petugas di RS lebih dimotivasi oleh semangat memproteksi keselamatan pribadi pada Rumah Sakit Islam Karaw. (provider safety) dari pada semangat kepedulian untuk keselamatan pasien. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kecenderungan peningkatan ketepatan praktik pada Maret dan Agustus 2014 (2009) Undang-Undang Republik diasumsikan karena RS sedang menghadapi, Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 berturut-turut survei akreditasi Nasional (KARS) dan Internasional (JCI).Fluktuasi tentang Kesehatan. Indonesia ketepatan praktik juga bervariasi di antara berbagai kategori profesi, menggambarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlunya pendekatan spesifik untuk masing- masing (PPI RSUP Dr Sardjito, 2014). (2014) Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
KESIMPULAN 2014 tentang Pusat Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang ditujukan Masyarakat. Indonesia. untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan Simamora, R. H. “Buku Ajar Keselamatan (Minnesota Department of Health, 2014). Pencegahan memiliki arti mencegah agar Pasien Melalui Timbang Terima Pasien tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian memiliki arti meminimalisasi Berbasis Komunikasi Efektif: SBAR.” resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian, (2018).\ tujuan utama dari pelaksanaan program ini adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan Shobirin (2016) ‘Hubungan Penerapan Penyelenggaraan Komite Medik di
Manajemen Puskesmas dan Komitmen Rumah Sakit
Kerja Petugas dengan Mutu Pelayanan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Pengobatan di Poli Umum Puskesmas Tahun 2004, Praktek Kedokteran. Kabupaten Bangkalan’, Jurnal R.H. Simamora. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Penelitian Administrasi Publik, 2(2), pp. Identifikasi Pasien. Uwais Inspirasi 513–526. Available Indonesias Stephen P. Robbins, T. A. J. (2008) Perilaku R.H. Simamora. (2019). The Influence Of Organisasi. 12th edn. Jakarta: Salemba Training Handover based SBAR Empat Communication for Improving Patients Sumarni (2017) ‘Analisis Implementasi Patient Safety . Indian Journal of Public Health Safety Terkait Peningkatan Mutu Research & Development Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit’, R.H. Simamora. (2019). Documentation of Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, Patient Identification into the Electronic Samra, R. et al. (2016) ‘How to Monitor Patient System to Improve the Quality of Nursing Safety in Primary Care? Healthcare Serices. International Journal of Professionals’ Views’, Journal of the scientific & Technology Research Royal Society of Medicine