Anda di halaman 1dari 21

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Etika dan Hukum Kesehatan

Oleh :
1. Ilma Widiya Sari NIM. 22020116410051
2. Rita Oktaviani NIM. 22020116410052

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 2


A. Latar Belakang ............................................................................... 2
B. Permasalahan ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5


A. Aspek Medis Dan Keperawatan .................................................... 5
B. Aspek Etik ..................................................................................... 8
C. Aspek Yuridis ................................................................................ 13

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 16

BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 18


A. Simpulan ........................................................................................ 18
B. Saran .............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
World Health Organization (WHO) mengungkapkan resiko infeksi di
rumah sakit atau yang biasa dikenal hospital acquired infections (HAI’s)
merupakan masalah penting di seluruh dunia. Ratusan juta pasien mengalami
kejadian infeksi nosokomial kesehatan setiap tahunnya, yang mengarah
kepada morbiditas, mortalitas, dan kerugian finansial di bidang kesehatan
(WHO, 2002).
Angka kejadian infeksi nosokomial di dunia cukup tinggi yaitu 5%
per tahun atau 9 juta dari 190 juta pasien yang dirawat. Angka kematian
akibat infeksi nosokomial ini juga cukup tinggi yaitu 1 juta per tahunnya.
Survei yang dilakukan WHO terhadap 55 rumah sakit di 14 negara
menunjukkan 8,7% dari rumah sakit tersebut terdapat pasien dengan infeksi
nosokomial. Selain itu survei mengatakan bahwa 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi akibat perawatan di rumah sakit (WHO, 2002).
Rumah sakit merupakan salah satu tempat yang paling mungkin
mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang sangat
tinggi dengan jenis virulen yang mungkin telah resisten terhadap antibiotik.
Dampak dari infeksi nosokomial dapat mengakibatkan meningkatnya biaya
perawatan, lamanya masa rawat di intitusi pelayanan kesehatan, sehingga
dapat menambah pengeluaran klien dan institusi pelayanan kesehatan (Potter
dan Perry, 2005).
Pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
menyatakan bahwa “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh keamanan
dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit”. Salah satu
poinnya yaitu menghindari adanya resiko infeksi nosokomial di rumah sakit,
dan mencegah terjadinya kerugian pada pasien yang diakibatkan kesalahan
dari petugas medis, paramedis atau non-medis.

2
Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit
sangat penting dilakukan karena kejadian infeksi nosokomial
menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Untuk meminimalkan risiko
terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, kegiatannya meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan, monitoring
dan evaluasi (Depkes RI, 2008).
Darmadi (2008) menyatakan bahwa pengendalian infeksi dapat
dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di rumah sakit dan
petugas kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien lebih tinggi
perannya dalam mencegah infeksi nosokomial. Perawat adalah tenaga
profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari lini terdepan
pencegahan dan pengendalian infeksi, karena tugasnya mengharuskan
perawat kontak paling lama dengan pasien.
Perawat sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan di rumah
sakit sangat menentukan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
Jika kita membicarakan peranan perawat dalam pelayanan kesehatan,
khususnya pengendalian dan pencegahan infeksi, maka kita tidak akan lepas
untuk membicarakan tugas dan fungsi dari perawat.
Dalam menjalankan fungsinya terutama di rumah sakit, perawat
mempunyai areal kerja yang berbeda sesuai dengan pembagian unit dalam
rumah sakit. Namun tidak jarang dalam pelaksanaan tugasnya tersebut,
perawat melakukan kesalahan yang memberikan dampak negatif pada pasien.
Oleh karena itu, setiap tindakan perawat sebagai suatu subjek hukum akan
berhadapan dengan konsekuensi hukum berupa pertanggungjawaban secara
hukum pula (Budhiartie, 2009).
Berkaca dari berbagai persoalan hukum yang timbul dalam dunia
praktik keperawatan, tugas dan peran perawat dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi harus memiliki sistem pertanggugjawaban hukum yang
lahir dari setiap tindakan yang dilakukan tersebut. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis akan membahas “Tanggung Jawab Hukum Perawat
dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit”.

3
B. PERMASALAHAN
Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan
kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Menurut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011), infeksi merupakan salah
satu penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir. Selain itu,
menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita.
Resiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi
nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. Infeksi ini terus
meningkat lebih dari 1% di beberapa Negara Eropa dan Amerika, sampai
lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika (Kemenkes RI, 2011).
Pada Seminar Sehari Patient Safety dan Pencegahan Pengendalian
Infeksi, 7 November 2011 di Jakarta, Menteri Kesehatan (Menkes)
mengatakan, orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit, seperti
pasien, petugas kesehatan, penunggu/pengunjung sangat berisiko terinfeksi
Health-care Associated Infections (HAIs). Dengan pelaksanaan program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), permasalahan tersebut
diharapkan dapat diatasi sebagai bentuk dari patient safety.
Berdasarkan uraian kasus yang telah dipaparkan, maka permasalahan
yang muncul adalah “Bagaimana Tanggung Jawab Perawat dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit?”.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ASPEK MEDIS DAN KEPERAWATAN


Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection
(HAI) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di
rawat di rumah sakit (WHO, 2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi
nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Sebelum dirawat, pasien
tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi
nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah
dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial,
karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien
ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan suatu upaya
yang ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat
pelayanan kesehatan (Minnesota Department of Health, 2014). Pencegahan
memiliki arti mencegah agar tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian
memiliki arti meminimalisasi resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian,
tujuan utama dari pelaksanaan program ini adalah mencegah dan
mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan
transmisi mikroba yang berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang
dirawat (Darmadi, 2008).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) pada dasarnya merupakan
tanggung jawab semua pihak yang ada di dalam lingkungan rumah sakit.
Darmadi (2008), menyebutkan bahwa dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan. Hal
ini disebabkan oleh petugas perawatan (perawat) selalu bersama pasien
selama 24 jam penuh.

5
Seorang perawat yaitu seorang yang berperan dalam perawatan atau
memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan
proses pemenuhan dan perawatan professional adalah perawat yang
bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai
dengaan kewenangannya (Depkes, 2002).
Perawat merawat pasien secara kontinu, 24 jam sehari,
membantu pasien melakukan apa yang akan mereka lakukan untuk diri
mereka sendiri jika mereka mampu. Peran perawat adalah cara untuk
menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan
pendidikan formulanya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah
untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara
professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap setiap
peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan
(Mubarak, 2006). Potter dan Perry (2005) menyatakan peran perawat
adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembuatan keputusan klinik,
sebagai pelindung atau advokat kepada klien, manajer kasus, rehabilitator,
pemberi kenyamanan, komunikator dan sebagai pendidik.
Dalam Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan Lainnya (Kemenkes 2008) tugas
perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari IPCN
(Infection Prevention and Control Nurse) dan IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut :
1. IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
a. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi
yang terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
b. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.
c. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite
PPI.

6
d. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan
tentang PPI di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
e. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite
PPI memperbaiki kesalahan yang terjadi.
f. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan
infeksi dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
g. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi
konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang
diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
h. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap
limbah, laundry, gizi, dan lain-lain dengan menggunakan daftar
tilik.
i. Memonitor kesehatan lingkungan
j. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang
rasional.
k. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans
infeksi yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
l. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.
m. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
PPI.
n. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan
prinsip PPI.
o. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit
tentang PPIRS.
p. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan
keluarga tentang topic infeksi yang sedang berkembang di
masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
q. Sebagai coordinator antara departemen/unit dalam mendeteksi
mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.

7
2. IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)
a. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di
unit inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN
ketika pasien pulang.
b. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan
di unit rawatnya masing-masing.
c. Memberikan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi
nosokomial pada pasien.
d. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB,
penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing,
konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum faham.
e. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam
menjalankan Standar Isolasi

B. ASPEK ETIK
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar
dan David (1978) berarti kebiasaan, model perilaku atau standar
yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan
istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau
dorongan yang mempengaruhi perilaku (Suhaemi, 2002). Kode etik adalah
suatu pernyataan formal mengenai suatu standar kesempurnaan dan nilai
kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang digunakan oleh semua
anggota kelompok, mencerminkan penilaian moral mereka sepanjang
waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk tindakan profesional
mereka. Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang
membina profesi tertentu baik secara nasional maupun internasional.

8
Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar
perawat, dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai
dan menghormati martabat manusia. Tujuan kode etik keperawatan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau
pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi
keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi
keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan
tugasnya.
3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya
diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan keperawatan
agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional
keperawatan. Memberikan pemahaman kepada masyarakat
pemakai/pengguna tenaga keperawatan akan pentingnya sikap profesional
dalam melaksanakan tugas praktek keperawatan.
Perawat dalam melaksanakan tugas secara professional berdasarkan
pada kode etik profesi. Berikut ini adalah kode etik yang diuraikan oleh
International Council of Nurses (1973) :
1. Tanggung Jawab Utama Perawat
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatnya
kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan
mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab
tersebut, perawat harus meyakini bahwa :
a. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat adalah
sama.
b. Pelaksanaan praktek keperawatan dititik beratkan terhadap kehidupan
yang bermartabat dan menjungjung tinggi hak asasi manusia.
c. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok, dam masyarakat, perawat
mengikut sertakan kelompok dan institusi terkait.

9
2. Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat
Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam
menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan lingkungan
kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di masyarakat,
menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan inidividu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien atau klien. Perawat dapat
memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat memberikan
keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan atau
pengadilan.
3. Perawat dan Pelaksanaan praktek keperawatan
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan
melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan
yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk
menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota
profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar
profesi keperawatan.
4. Perawat dan lingkungan Masyarakat
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap mempunyai
inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah
kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
5. Perawat dan Sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman
sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar
keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila
dalam masa perawatannya merasa terancam.
6. Perawat dan Profesi Keperawatan
Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan
pelaksanaan standar praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.
Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan
dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat,

10
sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam
memelihara kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi
pelaksanaan praktek keperawatan.
Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan
Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui
Musyawarah Nasional PPNI VIII di Balikpapan pada tahun 2010. Dalam
bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian
untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah Air, persatuan perawat
Indonesia menyadari bahwa Perawat Indonesia yang berjiwa Pancasila dan
berlandaskan pada UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan
kewajiban dalam bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab,
berpedoman kepada dasar-dasar seperti tertera di bawah ini :
1. Perawat dan Klien
a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai
harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh
oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya,
adat-istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan.
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika
diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
2. Perawat dan Praktik
a. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang
keperawatan melalui belajar terus menerus.
b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang
tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan
serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

11
c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang
akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi
seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan
memberikan delegasi kepada orang lain.
d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan selalu menunjukkan perilaku professional
3. Perawat dan Masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk
memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi
kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
4. Perawat dan Teman Sejawat
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama
perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam
memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
b. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis
dan ilegal.
5. Perawat dan Profesi
a. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
b. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan
profesi keperawatan.
c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun
dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya
asuhan keperawatan yang bemutu tinggi.

12
C. ASPEK YURIDIS
Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek
hukum yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik
secara perorangan maupun kelompok, hukum mengatur perilaku hubungan
baik antara manusia yang satu dengan yang lain, antar kelompok manusia,
maupun antara manusia dengan kelompok manusia (Praptianingsih, 2006).
Perawat memiliki kewajiban untuk mampu memberikan jaminan
pelayanan keperawatan yang profesional kepada masyarakat. Kondisi
demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi hukum
dalam praktik keperawatan. Dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi, perawat juga tidak terlepas dari pertanggugjawaban
hukum yang lahir dari setiap tindakan yang dilakukan tersebut. Berikut ini
adalah dasar hukum yang melandasi tanggung jawab perawat dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi :
1. Undang-Undag RI Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
a. Pasal 28 ayat 3
Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan
standar prosedur operasional.
b. Pasal 37
Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban :
memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik,
standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
a. Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya
memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun
sosial.

13
b. Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang
setinggi-tingginya.
c. Pasal 5 ayat 2
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
d. Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
e. Pasal 53 ayat 3
Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien
dibanding kepentingan lainnya.
f. Pasal 54 ayat 1
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif.
3. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
a. Pasal 43 ayat 1
Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
b. Pasal 43 ayat 2
Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka
kejadian yang tidak diharapkan.
c. Pasal 43 ayat 3
Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh Menteri.

14
d. Pasal 43 ayat 4
Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pasal 43 ayat 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pasal 8 Ayat 2
Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut :
a. Ketepatan identifikasi pasien;
b. Peningkatan komunikasi yang efektif;
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
f. Pengurangan risiko pasien jatuh.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 270/MENKES/SK/III/2007
tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 382/MENKES/SK/III/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Pelayanan Kesehatan Lainnya
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor
HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

15
BAB III
PEMBAHASAN

Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan


kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Kemenkes,
2011). Selain itu, dampak dari infeksi nosokomial dapat mengakibatkan
meningkatnya biaya perawatan, lamanya masa rawat di intitusi pelayanan
kesehatan, sehingga dapat menambah pengeluaran klien dan institusi pelayanan
kesehatan (Potter dan Perry, 2005). Jika hal tersebut terjadi, maka akan
bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang berbunyi “Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau”.
Kemenkes (2011) menyebutkan permasalah infeksi di rumah sakit
diharapkan dapat diatasi dengan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI). Program ini dilaksanakan sebagai bentuk dari patient safety atau
keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien wajib diterapkan di rumah sakit,
sesuai dengan isi Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit yaitu “Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan
pasien”.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan. Rumah sakit perlu mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Hingga pada akhirnya rumah sakit memiliki sasaran yang akan dicapai, yaitu
pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan seperti yang tercantum
pada Pasal 8 Ayat 2 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011.
Perawat sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan di rumah
sakit sangat menentukan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
dikarenakan perawat merawat pasien secara kontinyu selama 24 jam. Pelaksanaan
tanggung jawab tersebut berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan pada Pasal 37 yang berbunyi “Perawat dalam melaksanakan

16
Praktik Keperawatan berkewajiban : memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai
dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar
prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.Berdasarkan
kode etik Persatuan Perawat Nasional Indonesia maka dalam melaksanakan
pencegahan dan pengendalian infeksi perawat harus senantiasa bertindak
melindungi klien memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi”.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, tanggung jawab
perawat juga didasarkan pada kode etik keperawatan. Dalam hal ini, perawat
bertindak melindungi klien dan senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Tanggung jawab perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
270/MENKES/SK/III/2007 terdiri dari dua unsur, yaitu IPCN (Infection
Prevention and Control Nurse) dan IPCLN (Infection Prevention and Control
Link Nurse). Untuk pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
dan pelayanan kesehatan lainnya diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 382/MENKES/SK/III/2007.
Secara garis besar, tanggung jawab dari IPCN adalah memonitor kejadian
infeksi yang terjadi di lingkungan kerjanya dan memonitor pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi. Sedangkan tanggung jawab dari IPCLN
adalah mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit
masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN, memberikan motivasi
dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan pengendalian infeksi
pada setiap personil di unit masing-masing

17
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan suatu upaya
yang ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat
pelayanan kesehatan. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) pada
dasarnya merupakan tanggung jawab semua pihak yang ada di dalam
lingkungan rumah sakit dan tenaga keperawatan merupakan pelaksana
terdepan. Hal ini disebabkan oleh petugas perawatan (perawat) selalu
bersama pasien selama 24 jam penuh.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, tanggung jawab
perawat juga didasarkan pada kode etik keperawatan. Dalam hal ini, perawat
bertindak melindungi klien dan senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini kami berharap kepada semua tenaga
kesehatan terutama perawat bisa lebih mengetahui tentang infeksi nosokomial
pada manusia dan lebih profesional dalam menangani pasiennya nanti.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budhiartie, A. 2009. “Pertanggungjawaban Hukum Perawat dalam


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit”. Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. Volume 11. Nomor 2.
Halaman 45-51. Diakses pada 25 Agustus 2016 dari online-
journal.unja.ac.id.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial : Problematika Dan Pengendaliannya.


Jakarta. : Penerbit Salemba Medika.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Manajerial


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Pelayanan
Kesehatan Lainnya. Nomor 270/MENKES/SK/III/2007. Jakarta :
Kemenkes.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan
Lainnya. Nomor 382/MENKES/SK/III/2007. Jakarta : Kemenkes.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Program Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi Nosokomial Merupakan Unsur Patient Safety.
Diakses pada 25 Agustus 2016 dari www.depkes.go.id

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Standar Pelayanan Minimal


Rumah Sakit. Nomor 129/MENKES/SK/II/2008. Jakarta : Kemenkes.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Keselamatan Pasien Rumah Sakit.


Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011. Jakarta : Kemenkes.

19
Potter, P.A, Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC.

Praptianingsih, S. 2006. Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan.


Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Republik Indonesia. 2009. Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan. Jakarta : Seretariat Negara Republik Indonesia.

Republik Indonesia. 2009. Undang – Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah


Sakit. Jakarta : Seretariat Negara Republik Indonesia.

Republik Indonesia. 2014. Undang – Undang No 38 Tahun 2014 tentang


Keperawatan. Jakarta : Seretariat Negara Republik Indonesia.

Suhaemi, M, E. 2002. Etika Keperawatan Aplikasi Pada Praktik. Jakarta : EGC.

World Health Organization (WHO). 2002. Prevention of Hospital-Acquired


Infections. 2nd Edition. Malta : World Health Organization. Diakses pada
25 Agustus 2016 dari apps.who.int.

20

Anda mungkin juga menyukai