Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH INFEKSI NOSOKOMIAL

DISUSUN OLEH ;

LESFI DHELA SAPUTRI

22.14201.31.09

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIK BINA HUSADA
KATA PENGANTAR

Segala puji dansyukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena
berkat dan rahmatnya lah maka saya bisa menyelesaikan sebuah karya tulis
dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah
berjudul ”INFEKSI NOSOKOMIAL” yang menurut saya dapat memberikan
manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajarinya. Melalui kata pengantar ini
penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi
makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau tidak
berkenan dihati para pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini
dengan penuh rasa berterimah kasih dan semoga Tuhan memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Nosokomial atau juga dikenal dengan nama Health Care
Associated Infekctions yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang
terjadi pada pasien selama perwatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
Kesehatan lainnya dimana Ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam
masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaab pada petugas rumah sakit dan tenaga
Kesehatan terkait proses pelayana Kesehatan di fasilitas pelayanan Kesehatan.
Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik promotive,
preventif, kuratif maupun rehabilatif yang dolakukan oleh penerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat (Menkes RI, 2017).
Infeksi bisa menular dari penderita ke penderita, dari penderita ke petugas
Kesehatan atau sebaliknya, dari penderita ke pengunjung atau sebaliknya yang
disebut sebagai infeksi nosocomial dan yang terjadi pada petugas Kesehatan
termasuk infeksi yang berhubungan dengan pekerjaan (Ibrahim, 2019).
Salah satu metode penyebaran infeksi yang terpenting pada sarana
Kesehatan adalah melalui tangan tugas Kesehatan. Organisme pathogen dari
pasien yang terinfeksi atau dari lingkungan mengkontaminasi tangan petugas
Kesehatan selama aktifitas klinik dan kemudian mengkontaminasi ke pasien
lainnya. Meskipun dalam melakukan asuhan keperawatan seorang petugas
Kesehatan menggunkan sarung tangan (hand gloves) untuk mencegah paparan
cairan tubuh pasien, namun penggunaan sarung tangan saja tidak cukup bila
tidak memperhatikan kebersihan tangan, oleh karena itu, tangan merupakan
prosedur satu satunya yang paling penting untuk mencegah infeksi nosocomial
(WHO, 2009).
Seluruh petugas Kesehatan terutama yang berhubungan langsung dengan
pasien mampu menularkan infeksi nosocomial kepada pasien yang dirawat
dirymah sakit atau fasilitas Kesehatan lainnya, salah satunya petugas
fisioterapi. Menurut keputusan Menteri Kesehatan republic Indonesia Nomor
376/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi fisioterapi. Fisioterapi adalah
bentuk pelayanan Kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penenangan secara manual,
peningkatan gerak, perakatan (fisik, elektroterapeuits, dan mekanis), pelatihan
fungsi, serta komunikasi. Sebagai profesi, fisioterapi memiliki otonomi
mandiri yaitu kebebasan dalam melakukan keputusan keputusan professional
dalam melakukan upaya upaya promotive, preventif, dan penyembuhan serta
pemulihan dalam batas pengetahuan yang didapat sesuai dengan kompetensi
dan kewenangannya.
Lingkup pelayanan fisioterapi diterapkan oada dimensi promotive,
preventif, kuratif dan rehabilatif dengan cakupan pelayanan sepanjang rentang
kehidupan manusia sejak praseminasi sampai dengan ajal. Dengam demikian,
cakupan pelayanan fisipterapi meliputi pelayanan promotive yaitu
mempromosikan kesahatan dan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat
umum, preventif melalui pencegahan terhadap gangguan, keterbatasan fungsi,
ketidakmampuan individu yang berpotensi untuk mengalami gangguan gerak
dan fungsi tubuh akibat factor factor Kesehatan sosial ekonomi dan gaya
hidup, serta pelayanan kuratif dan rehabilatif dengan memberikan intervensi
untuk pemulihan integritas sistem tubuh yang diperlukan untuk pemulihan
gerak, memaksimalkan fungsi, meminimalkan ketidak mampuan, dan
meningkatkan kualitas hidup individu dan kelompoknyang mengalami
gangguan gerak akibat keterbatasan fungsi dan kecacatan (Menkes RI, 2007).
Selama melakukan aktifitas klinis tersebut terutama kegiatan pelayanan
kuratif dan rehabilatif, seorang petugas fisioterapi akan berkontak langsung
dengan pasien.
Jumlah total bakteri yang terdapat pada tangan petugas medis bervariasi
antara 3,9x10 Colony Forming Unit (CFU)/cm hingga 4x10 CFU/cm. Jumlah
ini meningkat sering bertambahnya durasi aktifitas klink (Devi, Andrini, dan
Pamungkas, 2017)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pratami, Apriliana, dan Rukmono
(2013) pada Unit Permatologi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek
Bandar Lampung didapatkan hasil rata rata angka kuman dari tangan tenaga
medis dan paramedis adalah 1,59 CFU/cm dan jenis bakteri yang didapatkan
adalah bakteri pathogen dan non pathogen dengan jenis bakteri paling banyak
adalah bakteri Staphylococcus aureus. Normalnya, bakteri tersebut hidup pada
habitatnya masing masing, misalnya staphylococcus aureus. Bakteri ini
merupakan flora normal pada tangan dapat terjadi karena tangan sering
berkontak langsung dengan daerah tersebut atau daerah yang telah
terkontaminasi bakteri itu sendiri (Pratami, Apriliana, dan Rukmono, 2013).
Bila pada kulit terdapat bakteri lain yang bukan merupakan flora
normalnya maka dapat memungkinkan terjadinya suatu penyakit.
Mikroorganisme pathogen yang berpeluang mengkontaminasi saat terjadinya
kontak langsung maupun tidak langsung yaitu staphylococcus aureus, batang
gram negative, atau ragi (WHO, 2009). Staphycoccus aureus merupakan salah
satu bakteri pathogen penting yang berkaitan dengan virulensi toksin,
invasivef dan ketahanan terhadap antibiotic. Rahmi dkk, (2015); Herlina dkk,
(2015) menyatakan bahwa bakteri S. aureus dapat menyebabkan terjadinya
berbagai jenis infeksi muai dari infeksi kulit ringan sampai dengan infeksi
sistemik (Karimela, Ijong, dan Dien, 2017).

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari infeksi nosocomial?
b. Apa saja factor yang mempengaruhi proses infeksi?
c. Bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial?
d. Bagaimana diagnosis dari infeksi nosocomial?
e. Bagaimana Tindakan pencegahan terhadap infeksi nosocomial?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari infeksi nosocomial
b. Untuk mengetahui factor factor yang dapat memengaruhi proses
infeksi
c. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi nosocomial
d. Untuk mengetahui jenis jenis mikroorganisme penyebab infeksi
nosocomial
e. Untuk mengetahui Tindakan pencegahan infeksi nosocomial
f. Untuk mengetahui cara mendiagnosa infeksi nosocomial
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Infeksi Nosokomial


Infeksi yang terjadi pada penderita penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosocomial. Nosokomial berasal dari
kata Yunani, dari kata nasos yang artinya penyakit dan komeo artinya
merawat. Nosokominon berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nosocomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi
di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosocomial rumah sakit yang disebut
juga sebagai infeksi yang terkait pemberian layanan Kesehatan dalam fasilitas
perawatan Kesehatan (Healthcare-associated infections – HAI). Pada waktu
dirawat dirumah sakit, infeksi baru terjadi dan belum tampak tanda tanda
klinis infeksi. Dalam hal ini penderita tidak sedang berada dalam masa
inkubasi lama dari waktu inkubasi infeksi penyakit. Sebagian esar infeksi
nosocomial secara klinis terjadi antara 48 jam sampai 4 hari sejak penderita
mulai merawat dirumah sakit. Infeksi yang terjadi sesudah penderita pulang
dari rumah sakit bisa dianggap infeksi nosocomial rumah sakit, jika organisme
penyebabnya didapat selama tinggal dirumah sakit.
Menurut Darmadi (2008), rumah sakit sebagai pelayanan medis tidak
mungkin lepas dari keberadaan sejumlah mikroba pathogen. Hal ini
dimungkinkan karena:
a. Rumah sakit merupakan tempat perawatan segala macam penyakit
b. Rumah sakit merupakan gudangnya mikroba pathogen
c. Mikroba pathogen yang pada umumnya sudah kebal terhadap
antibiotic
Infeksi nosocomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya
angka kesakitan dan angka kematian dirumah sakit sehingga dapat menjadi
masalah Kesehatan baru, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju.
Infeksi ini dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelwes dan saat ini
tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian (Nasution, 2012). Di
Indonesia, RSUP 1984 mulai aktif meneliti dan menangani infeksi
nosocomial. Infeksi nosocomial tidak hanya merugikan penderita, tetapi juga
merugikan puhak rumah sakit serta perusahaan atau pemerintah dimana
penderita bekerja (Darmadi, 2008). Penelitian yang dilakukan nasional
nosocomial infektions surveillance (NNIS) dan centeres of disease control and
preventions (CDCP’s) pada tahun 2002 melaporkan bahwa 5 sampai 6 kasus
infeksi nosocomial dari setiap 100 kunjungan ke rumah sakit.

B. Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial


Berikut factor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Hidayat (2006),
yaitu:
1. Sumber penyakit. Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi
berjalan dengan cepat atau lambat
2. Kuman penyebab. Kuman penyebab dapat menentukan jumlah
mikroorganisme, kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan
virulensinya
3. Cara membesarkan sumber dari kuman. Cara membesarkan kuman dapat
menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau memperlambat,
seperti tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran (cahaya), dan lain lain.
4. Cara penularan. Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan
atau udara, dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.
5. Cara masuknya kuman. Proses penyebaran kuman berbeda, tergantung
dari sifatnya kuman dapat masuk melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, kulit, dan lain lain
6. Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat
proses infeksi atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula
sebaliknya, daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk infeksi
C. Proses Terjadinya Infeksi Nosokomial
Penyebab mikroba pathogen ketubuh manusia melalui mekanisme tertentu,
yaitu mekanisme penularan (Mode Of Transmission). Dalam garis basaya,
mekanisme transmisi mikroba pathogen ke pejamu yang rentang (Susceptable
Host) melalui dua cara :
1. Transmisi langsung (Direct Transmission) Penularan langsung oleh
mikroba pathogen ke pintu masuk sesuai dari pejamu. Sebagai contoh
adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, batuk, berbicara, atau saat
transfuse darah yang terkontaminasi mikroba pathogen.
2. Transmisi tidak langsung (Inderect Transmission) Penularan mikroba
pathogen yang penularannya “media perantara” baik berupa barang
barang air, udara, makanan/mimuman, maupun vector.

D. Diagnosis Infeksi Nosokomial


Diagnosis infeksi nosocomial ditetapkan berdasarkan tas gejala klinis
infeksi ditempat dilakukan operasi ditempat terjadinya infeksi
1. Gambaran klinis daerah infeksi
 Ditempat dilakukan operasi terjadi pengeluaran nanah, abses,
atau penyebaran selulitis pada tempat operasi, beberapa bulan
sesudah dilakukannya operasi
 Infeksi pada saluran kencing
 Infeksi pada saluran pernafasan
 Demam septikemik
2. Sebaran infeksi nosokimial
 Sebaran infeksi nosocomial menujukkan bahwa saluran kemih
merupakan sumber utama terjadinyacinfeksi nosocomial,
diikuti oleh saluran pernafasan bagian bawah, tempat
pembedahan, bagian lain saluran pernafasan, serta jaringan
kulit dan jaringan lunak
3. Infeksi nosocomial lainnya
 Infeksi kulit dan jaringan lunak
 Infeksi pencernaan atau gastroenteritis nosocomial pada anak
 Sinusitis
 Endometris dan infeksi organ reproduktif

E. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Pencegahan infeksi adlah mencegah dan mendeteksi infeksi pada pasien
yang beresiko infeksi. Pencegahan infeksi nosocomial dapat diartikan sebagai
suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan
infeksi miroorganisme dari lingkungan rumah sakit (Maryunani, 2011).
a. Aseptik
b. Antiseptik
c. Dekontaminasi
d. Pencucian
e. Strerilisasi
f. Desinfeksi
Berikut ini cara pencegahan infeksi :
a. Mencuci tangan
b. Penggunaan alat pelindung diri
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Nosokomial berasal dari kata Yunani, dari kata nasos yang artinya
penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti rempat untuk
merawat/rumah sait. Jadi, infeksi nosocomial saat ini merupakan salah satu
penyebab meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian dirumah sakit
sehingga menjadi masalah Kesehatan baru, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Infeksi ini dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh
Semmelweis dan saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita
perhatian.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosocomial menurut
Hidayat (2006) adalah antara lain, sumber penyakit, kuman penyebab, cara
pembesaran sumber dari kuman, cara masuknya kuman dan daya tahan tubuh.
Sedangkan factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosocomial menurut
Darmadi (2008), yaitu factor instrinstik, factor keperawatan, dan factor
mikroba
Proses terjadinya infeksi nosocomial terjadi karena transmisi langsung dan
tidak langsung. Sedangkan tahapan terjadinya infeksi yaitu rentan, tahap
inkubasi, tahap klinis, dan tahap akhir penyakit. Tahap akhir penyakit ini
menentukan keadaan penderita karena penderita dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan obat, menjadi pembawa sehingga masih memiliki potensi
sumber penularan atau kematian pencegahan infeksi adalah mencegah dan
mendeteksi pada pasien yang beresiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Darmasi, 2008.
Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya Penganta Jakarta :
Salemba Medika. Hidayat. A. 2006
Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Asuhan Keperawatan
1. Jakarta : Salemba Medika. Potter, P. A and Perry, A. G. 2005
Buku Ajar Fundametal Keperawatan : Kobsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume
1. Penerjemah Yasmin Asih, dkk. Jakarta : Selemba Medika . Maryunani, Anik.
2011.
Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan (KDPK). Jakarta : Trans Info
Media (TIM). Nasutionn, L. 2012.
Infeksi Nosokomial. Medan : Jurnal Falkultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Vol. 39. No. 1 Tahun 2012.
Nugraheni, dkk. 2012
Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Semarang :
Jurnal Falultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Medis Kesehatan
masyarakat Indonesia, Vol. 11 / No. 1, April 2012
Salawati, liza. 2012
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit.
Banda Aceh : Jurnal Kedokteran Syaiah Kuala Volums 12 Nomor 1 April 2012
Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Soedarto 2016

Anda mungkin juga menyukai