Anda di halaman 1dari 9

Peran Perawat dalam Memutus Rantai Infeksi di Rumah Sakit

Yosepine Megawati
yosepinemegawati28@gmail.com
LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk di
Indonesia. Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan Healthcare-
associated infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit
tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Perkembangan infeksi rumah sakit
(Health Care Associated infection) sampai saat ini meningkat, mulai dari yang sifatnya
sederhana sampai dengan yang kompleks, melibatkan berbagai faktor. Untuk dapat
melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit, perlu
memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Kemampuan untuk mencegah
transmisi infeksi di rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama
dalam pemberian pelayanan yang bermutu.

Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki
kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan
pekerjaan karena mencakup setiap aspek penanganan pasien. Saat ini, masalah infeksi makin
banyak mendapat perhatian para ahli karena di samping dapat meningkatkan morbilitas
maupun mortalitas, juga menambah biaya perawatan dan obat - obatan, waktu dan tenaga
yang pada akhirnya akan membebani pemerintah atau rumah sakit, personil rumah sakit
maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijaksanaan
pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan peningkatan efisiensi pelayanan
kesehatan.

Perawat berperan penting sebagai pemutus rantai infeksi untuk menurunkan angka
kejadian infeksi yang didapat di rumah sakit (HAIs). Perawat merupakan tenaga kesehatan
yang berhubungan langsung dengan pasien dan dapat menjadi media transmisi infeksi baik
bagi perawat maupun pasien. Perawat mencegah terjadinya infeksi dengan cara memutuskan
rantai penularan infeksi (Craven & Hirnle, 2007). Perilaku perawat dapat ditunjukkan dengan
peningkatan kinerja dan kepatuhan perawat dalam melakukan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi. Efstathiou, Papastavrou, Raftopoulos, dan Merkouris (2011)
menyatakan perubahan perilaku perawat dipengaruhi oleh pengetahuan dan kepatuhan
perawat terhadap pelaksanaan standard precaution.
METODE

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode riset
yang sifatnya memberikan penjelasan dengan menggunakan analisis. Menurut Sugiyono
(2011), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan dengan tri-anggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau
kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

HASIL

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.

Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah sakit,
perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Kemampuan untuk
mencegah transmisi infeksi di rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan
pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu.

Perawat berperan penting sebagai pemutus rantai infeksi untuk menurunkan angka kejadian
infeksi yang didapat di rumah sakit (HAIs). Perawat merupakan tenaga kesehatan yang
berhubungan langsung dengan pasien dan dapat menjadi media transmisi infeksi baik bagi
perawat maupun pasien. Perawat mencegah terjadinya infeksi dengan cara memutuskan
rantai penularan infeksi

Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi tersebut tidak menimbulkan
sub klinis. Gejala yang ditimbulkan terkadang bersifat lokal (di tempat masuknya
mikoorganisme) atau sistematik (menyebar keseluruh tubuh). Berikut adalah beberapa gejala
yang timbul berdasarkan penyebabnya : Bakteri, Virus dan Jamur.

Secara umum proses atau tahap infeksi adalah sebagai berikut: Tahap inkubasi, Tahap
Prodomal, Tahap Sakit klien, Tahap Pemulihan.

Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam memutus rantai infeksi penularan di rumah sakit,
yaitu: Menjaga Kebersihan Tangan, Menggunakan APD ( Alat Pelindungan Diri), Melakukan
dekontaminasi peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pengelolaan, dan
penatalaksanaan linen, dan melakukan perlindungan kesehatan pada petugas – petugas di
rumah sakit.

PEMBAHASAN

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika
patogen berkembang biak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter Perry
Fundamental Keperawatan Edisi 4). Rantai Penularan Penyakit adalah rangkain sejumlah
faktor yang memungkinkan proses penularan suatu penyakit dapat berlangsung.

Gejala dari infeksi bervariasi, bahkan ada kondisi dimana infeksi tersebut tidak
menimbulkan sub klinis. Gejala yang ditimbulkan terkadang bersifat lokal (di tempat
masuknya mikoorganisme) atau sistematik (menyebar keseluruh tubuh). Berikut adalah
beberapa gejala yang timbul berdasarkan penyebabnya :

1. Bakteri : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian
tubuh mana yang diinfeksi. Jika seseorang terkena infeksi bakteri di tenggorokan,
maka ia akan merasakan nyeri tenggorokan, batuk, dan sebagainya. Jika mengalami
infeksi bakteri pada perncernaan, maka ia akan merasakan gangguan pencernaan
seperti diare, konstipasi, mual atau muntah.
2. Virus : gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus, bagian tubuh
yang terinfeksi, usia, dan riwayat penyakitnya. Gejala dari infeksi virus dapat
mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Gejala yang sering timbul biasanya flu,
gangguan pencernaan, bersin - bersin, hidung berair dan tersumbat, pembesaran
kelenjar getah bening, pembengkakan tonsil, atau bahkan turunya berat badan.
3. Jamur : Kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian tubuh lain
yang dapat terinfeksi seperti paru - paru dan otak. Gejala infeksi yang disebabkan oleh
jamur antara lain gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa bakar, dan kulit bersisik.

Secara umum proses atau tahap infeksi adalah sebagai berikut:

1. Tahap inkubasi adalah waktu yang diperlukan dari saat masuknya pathogen
(penyebab penyakit) ke dalam tubuh sampai mulai menimbulkan gejala pertama kali.
2. Tahap Prodomal adalah interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise,
demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan
penyakit ke orang lain
3. Tahap Sakit klien adalah memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap
jenis sakit
4. Tahap Pemulihan adalah interval saat munculnya gejala akut infeksi

Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam memutus rantai infeksi penularan di rumah sakit,
yaitu:

1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu
bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci
tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada
saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai
sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama:
Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak pasien;
- Sebelum tindakan aseptik;
- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Kriteria memilih antiseptik:

- Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara


luas (gram positif dan gram negative, virus lipofilik, bacillus dan tuberkulosis,
fungiserta endospore)
- Efektifitas
- Kecepatan efektifitas awal
- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
- Tidak menyebabkan iritasi kulit
- Tidak menyebabkan alergi

Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak
terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke
lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.

2. Alat Perlindungan Diri (APD). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD
sebagai berikut:
 Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
 APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
 Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membrane mukosa dari
resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
 Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
 Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
 Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan sambil
menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

Pelepasan APD. Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:

- Lepaskan sepasang sarung tangan


- Lakukan kebersihan tangan
- Lepaskan apron
- Lepaskan perisai wajah (goggle)
- Lepaskan gaun bagian luar
- Lepaskan penutup kepala
- Lepaskan masker
- Lepaskan pelindung kaki
- Lakukan kebersihan tangan
3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi infeksi untuk
menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (seperti
sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat
pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a) Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah sehingga
merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi dapat
mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b) Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang berkaitan
dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet. Pengelola perlu mengetahui dan
memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif, pemrosesan alat,
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan bagi petugas yang
menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
c) Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang
merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan
dan peralatan non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat
yang terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk setiap kali memegang
tempat sampah atau memindahkan sampah).
4. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya
perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan
konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada
pasien, petugas dan pengunjung.
5. Pengelolaan Limbah
Tujuan Pengelolaan Limbah
- Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar
fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera.
- Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.
6. Penatalaksanaan Linen
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi
adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati.
Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan
membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standard.
7. Perlindungan Kesehatan Petugas
Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga
kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus mempunyai kebijakan
untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien,
yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan
pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang bersangkutan.

PENUTUP

Peran interpersonal, peran pengambilan keputusan, dan fungsi pengorganisasian merupakan


variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku perawat dalam memutus
rantai infeksi. Pelatihan merupakan variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan
perilaku perawat dalam memutus rantai infeksi. Faktor yang paling dominan memengaruhi
perilaku perawat dalam memutus rantai infeksi adalah fungsi pengorganisasian. Untuk
memutus rantai infeksi pasien maupun petugas kesehatan lainnya harus rajin dan rutin
mencuci tangan. Selain di anjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan petugas kesehatan juga di wajibkan memakai alat pelindung diri ketika melakukan
tindakan medic kepada pasien. Sehingga dengan begitu rantai infeksi akan berkurang
sehingga dapat mencapai keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Ananingsih, P. D., & Rosa, E. M. (2016). Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene pada

Petugas di Klinik Cito Yogyakarta. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen

Rumah Sakit, 5(1), pp. 16-24

Damanik, S. M. dkk. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel

Bandung. Jurnal Unpad, 1(1), pp. 1-13

Dewi, F. (2016). Memutus Rantai Infeksi Melalui Fungsi Pengorganisasian Kepala Ruang

Rawat. Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume 19 No.2

Fauzia, Neila et all.,(2014). KepatuhanStandar Prosedur OperasionalHand Hygiene

pada Perawat diRuang Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya.

28(1)

Hendrawan, M. (2013). Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Perilaku Perawat

Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial. Fakultas Kesehatan: Universitas

Muhammadiyah Malang.

Hermawan, I. (2019). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan

Mixed Methode. Kuningan: Hidayatul Quran

Nurani, R. R., S., & Hidajah, A. C. (2017). Gambaran Kepatuhan Hand Hygiene pada

Perawat Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Jurnal Berkala

Epidemiologi, Vol. 5 No 2, hlm, 218- 230

Nurseha, D. (2013). Pengembangan Tindakan PencegahanInfeksi Noaokomia lOleh

Perawat di Rumah Sakit Berbasis Health Belief Model. Jurnal Ners. 8(1):64-71.\

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang

Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Salawati, Liza. (2012). Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang Intensif Care Unit

Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 12(1):47-52

Simamora, R. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan Menggunakan

Media Audiovisual terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal

Keperawatan Silampari, 3(1), 342-351.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs

Through Clinical Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Anda mungkin juga menyukai