Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


TIDAR KOTA MAGELANG
NOMOR /SK/RSUD/ /2019
TENTAN
G
PEMBERLAKUAN PANDUAN KEWASPADAAN ISOLASI DI
LINGKUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA
MAGELANG

PANDUAN KEWASPADAAN ISOLASI


DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAGELANG

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
RSUD Tidar Kota Magelang sebagai salah satu sarana kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang
sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu RSUD Tidar Kota Magelang dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Penyebaran infeksi yang terjadi antar pasien di Rumah Sakit dapat
dikurangi dengan cara isolasi fisik pada pasien yang beresiko (protective
isolation) atau pada pasien dengan infeksi (isolasi sumber –source
isolation). Isolasi proteksi dilakukan pada pasien dengan penyakit kulit
deskuamasi yang beresiko tinggi terpapar Methycilin Resistent S. aureus,
pasien dengan cystic fibrosis dan pasien dengan neutropenia.
Pedoman isolasi terbaru CDC terdiri dari 2 lapis kewaspadaan.
Lapisan pertama dinamakan Standard Precautions yang merupakan
kombinasi antara Universal Precaustions (UP) dengan Body Substance
Isolations (BSI). Kewaspadaan lapir pertama bertujuan untuk menurunkan
resiko penularan dari infeksi yang sudah atau belum diketahui dan
diperlukan untuk semua pasien apapun diagnosanya, yang sudah
diketahui, termasuk penyakit infeksi. Standard Precautions ditujukan pada
darah, semua cairan tubuh sekresi dan eksresi (kecuali keringat), baik yang
nyata tercampur darah ataupun tidak, kulit yang terluka dan membrane
mukosa.

1
Kewaspadaan standar merupakan dasar dari prosedur pengendalian
infeksi dan harus diaplikasikan pada semua pasien tanpa kecuali. Isolasi
pasien hanyalah salah satu unsur dari suatu kebijakan pengendalian
infeksi, selain kebersihan lingkungan, pemakaian sarung tangan, apron
dan masker serta yang terpenting prosedur cuci tangan yang baik dan
benar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu layanan RSUD Tidar Kota Magelang melalui
pencegahan dan pengendalian infeksi, yang dilaksanakan oleh semua
unit di RSUD Tidar Kota Magelang melalui kewaspadaan isolasi.
2. Tujuan Khusus
a. Menggerakkan segala sumber daya yang ada di RSUD Tidar Kota
Magelang secara aktif dan efisien dalam pelaksanaan pencegahan
dan pengendalian infeksi
b. Mengurangi penyebaran penyakit dengan isolasi fisik baik pada
pasien yang berisiko maupun pada pasien yang terinfeksi
c. Menurunkan angka kejadian infeksi di RSUD Tidar Kota Magelang
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di RSUD Tidar Kota Magelang.

2
BAB II
KEWASPADAAN ISOLASI

Pada upaya melakukan kewaspadaan isolasi (isolation precaution).


Terdapat dua kewaspadaan yaitu Kewaspadaan Standar (Standard
Precautions) dan Kewaspadaan Berbasis Transmisi (Transmission-Based
Precautions). Kewaspadaan Standar adalah strategi primer untuk mencegah
transmisi mikroorganisme pada pasien, tenaga kesehatan dan lainnya pada di
rumah sakit. kewaspadaan ini diaplikasikan untuk smeua pasien karena
mikroorganisme seringkali ditemukan pada pasien dengan infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui. Sebagai tambahan, lebih banyak
pasien dengan gejala klinis infeksi.
Transmisi agen infeksius pada fasilitas kesehatan membutuhkan tiga
elemen, yaitu sumber agen infeksius (pasien, tenaga kesehatan, pengunjung,
peralatan atau lingkungan yang terpapar), host yang rentam dengan portal of
entry agen infeksius dan mode transmisi agen infeksius. Pada bagian ini akan
dibahas interrelasi antara ketiga agen tersebut.
A. Sumber agen infeksius
Agen infeksius ditransmisikan selama pelayanan kesehatan terutama
dari tenaga medis, tetapi lingkungan sekitar pasien juga memiliki kaitan
dengan transmisi. Reservoir manusia termasuk pasien, tenaga medis,
aggota keluarga pasien dan pengunjung. Masing-masing individu ini dapat
memiliki infeksi yang aktif, mungkin dalam periode asiptomatik atau
inkubasi dari penyakit infeksius, atau dapat juga secara transien atau
kronis terkolonisasi oleh mikroorganisme patogen, terutama pada saluran
pernafasan dan pencernaan. Flora endogen pasien (seperti bakteri pada
saluran pernafasan dan pencernaan) juga merupakan sumber Healthcare
Associated Infections.
B. Host yang rentan
Infeksi adalah hasil dari interrelasi yang kompleks antara host yang
potensial dan agen infeksius. Kebanyakan dari faktor yang mempengaruhi
infeksi dan timbulnya infeksi dan beratnya penyakit sangat berkaitan
dengan host. Bagaimanapun, karakteristik dari interaksi host agen terkait
dengan pathogenisitas, virulensi dan antigenisitas sama pentingnya
dengan dosis infeksius, mekanisme produksi penyakit dan rute paparan.
Terdapat spectrum outcome yang dapat terjadi setelah paparan dari
agen infeksius. Beberapa orang yang terpapar mikroorganisme pathogen
terjadi penyakit yang siptomatik, sementara yang lain menjadi sakit berat

3
bahkan meninggal. Beberapa individu cenderung terkolonisasi transien
atau permanen, tetapi tetap asiptomatik. Beberapa perkembangan dari
kolonisasi menjadi penyakit simptomatik, baik segera setelah terpapar
atau setelah melalui periode kolonisasi asimptomatik.
Status imunitas pada saat paparan agen infeksius, interaksi antara
pathogen dan faktor virulensi intrinsik agen merupakan prediktor penting
pada outcome individual. Faktor host seperti usia yang ekstrim dan
penyakit yang mendasari (seperti diabetes), human immunodeficiency
virus/acquaired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), keganasan dan
transplantasi organ dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
seperti juga asam lambung, kortokosteroid, obat anti penolakan organ,
agen antineoplasma, dan obat immunosupressan). Prosedur pembedahan
dan terapi radiasi melemahkan pertahanan kulit dan sistem organ lain
yang terkait.
Peralatan invasif seperti kateter urin, endotracheal tube, kateter vena
sentral atau kateter arteri dan implant sintetik memfasilitasi
perkembangan heathcare associated infection dengan memungkinkan
pathogen potensial untuk melewati pertahanan tubuh local dengan
menyediakan permukaan biofilm yang dapat memfasilitasi adesi
mikroorganisme dan melindungi dari aktivitas antimikroba. Beberapa
infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasive dikarenakan
transmisi dalam fasilitas pelayanan kesehatan, dapat juga timbul dari
flora endogen pasien.
C. Mode transmisi agen infeksius
Beberapa jenis pathogen dapat menyebabkan infeksi, termasuk
bakteri, virus, jamur, parasite dan prions. Mode transmisi dapat bervariasi
tergantung tipe organisme dan beberapa agen infeksius dapat
ditransmisikan lebih dari satu rute: beberapa ditransmisikan secara
primer melalui kontak langsung maupun tidak langsung (contoh: virus
Herpes simplex, respiratory syncytial virus, staphylococcus aureus),
sementara yang lain melalui droplet (virus influenza, B. Pertussis) atau
rute airborne (M. tuberculosis). Agen infeksius yang lain, seperti virus
bloodborne (virus hepatitis B dan C) dan HIV jarang ditransmisikan pada
fasilitas kesehatan, melalui paparan percutan atau membrane mukosa.
Jadi, tidak semua agen infeksius ditransmisikan dari orang ke orang.
Pada fasilitas kesehatan, mikroorganisme ditransmisikan melalui
beberapa rute, dan mikroorganisme yang sama dapat ditransmisikan
melalui lebih dari satu rute. Terdapat lima rute transmisi:

4
1. Kontak
a. Kontak langsung
Kontak langsung terjadi ketika mikroorganisme dipindahkan dari
orang yang terinfeksi pada orang lain tanpa melalui perantara objek
atau orang yang terkontaminasi. Contoh:
1) Darah atau cairan tubuh yang mengandung darah pasien secara
langsung memasuki tubuh tenaga kesehatan melalui kontak
dengan membrane mukosa atau luka pada kulit
2) Tungau dari pasien dengan scabies memasuki kulit tenaga
kesehatan ketika kontak dengan kulit pasien tanpa memakai
sarung tangan
3) Tenaga kesehatan terkena infeksi herpes pada jari tengah setelah
kontak dengan virus herpes simplex ketika melakukan perawatan
oral pada pasien tanpa menggunakan sarung tangan.
b. Kontak tidak langsung
Kontak antara host yang rentan dengan objek yang terkontaminasi,
biasanya objek yang ada disekitar host, seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, pembalut luka, atau tangan tenaga medis
yang terkontaminasi.
Contoh:
1) Tangan dari tenaga kesehatan dapat mentransmisikan pathogen
setelah menyentuh tubuh pasien yang terinfeksi atau
terkolonisasi atau setelah menyentuh objek sekitar, bila tidak
melakukan hand hygiene sebelum menyentuh pasien yang lain.
2) Alat kesehatan (thermometer elektronik, alat monitoring gula
darah) dapat mentransmisikan pathogen bila alat yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh digunakan
bersama-sama pasien tanpa dibersihkan dan didesinfeksi
sebelum digunakan antar pasien.
3) Mainan yang digunakan bersama oleh pasien anak dapat menjadi
sarana transmisi virus respirasi (respiratory syncytial virus) atau
bakteri pathogen (Pseudonomas aeruginosa)
4) Instrumen (endoskopi atau alat operasi) yang tidak dibersihkan
secara adekuat antar pasien, atau yang memiliki defek
manufaktur yang mempengaruhi efektifitas pembersihan, dapat
mentransmisikan bakteri atau virus pathogen.

5
Baju, seragam, jas laboratorium atau jubbah isolasi yang
digunakan untuk alat perlindungan diri petugas, dapat terkontaminasi
dengan pathogen potensial setelah merawat pasien yang terkolonisasi
atau terinfeksi dengan agen infeksius (contoh: MRSA, VRE, C.
Difficille). Walaupun baju yang terkontaminasi tidak secara langsung
berperan dalam transmisi, tetapi terdapat kemungkinan untuk
perpindahan agen infeksius pada pasien.
2. Droplet
Transmisi droplet merupakan bentuk transmisi kontak, dan
beberapa agen infeksius ditransmisikan melalui rute droplet juga
dapat ditransmisikan secara langsung maupun tidak langsung.
Bagaimanapun, berbeda dengan transmisi kontak, droplet
respiratorius membawa pathogen infeksius ketika berpindah secara
langsung dari saluran pernafasan individu infeksius menuju ke
permukaan mukosa host yang rentan, umumnya pada jarak pendek.
Droplet respirasi dikeluarkan ketika seseorang batuk, bersin atau
berbicara atau elama prosedur suctioning, intubasi endotracheal,
batuk yang diinduksi oleh fisioterapi dada atau selama resusitasi
jantung paru.
Jarak maksimum dari transmisi droplet belum diketahui,
walaupun pathogen yang ditransmisikan melalui rute droplet belum
pernah ditransmisikan melalui udara dalam jarak jauh seperti
pathogen airborne. Berdasarkan epidemiologi, jarak yang beresiko
untuk tertular infeksi melalui rute droplet adalah ≤ 3 kaki mengelilingi
pasien. Menggunakan jarak ini sebagai acuan penggunaan masker
terbukti efektif dalam mencegah transmisi agen infeksius melalui rute
droplet. Bagaimanapun juga, studi eksperimental dengan smallpox
dan investigasi selama outbreak global SARS pada tahun
2003menyatakan bahwa droplet dari pasien dari 2 jenis infeksi ini
dapat mecapai jarak 6 kaki dari sumbernya. Sehingga disimpulkan
bahwa jarak tempuh droplet tergantung pada kekentalan dan
mekanisme dimana droplet respiratori dilontarkan dari sumbernya,
densitas dari sekresi respirasi, faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban, dan kemampuan pathogen untuk mempertahankan
infektifitas pada jarak tersebut. Jadi, jarak ≤ 3 kaki dari sekeliling
pasien adalah contoh paling baik dari yang disebut “jarak pendek dari
pasien” dan tidak seharusnya digunakan sebagai kriteria akhir untuk
menyatakan kapan harus digunakan dalam jarak 6-10 kaki dari

6
pasien, atau selama memasuki kamar pasien, terutama bila mencegah
infeksi dari pathogen yang sangat virulen (higly virulen).
Ukuran droplet masih dalam tahap pembahasan. Secara umum,
droplet didefinisikan berukuran < 5 µm. Droplet nuclei, partikel yang
merupakan pecahan dari droplet utuh, dihubungkan dengan transmisi
airborne dan didefinisikan berukuran ≤ 5 µm, refleksi dari
pethogenisitas tuberculosis paruyang tidak dapat disamakan dengan
organisme lain. Observasi dari dinamika partikel telah
memperlihatkan bahwa kisaran ukuran droplets, termasuk yang
berdiameter 30 µm atau lebih, dapat tetap tersuspensi dalam udara.
Hal ini mempengaruhi rekomendasi untuk mencegah transmisi. Bila
partikel airborne yang mengandung pathogen dapat tetap infeksius
dalam jarak yang jauh, membutuhkan kamar isolasi infeksi airborne
(Airborne infection isolation room) untuk mencegah penyebarannya.
Organisme yang ditransmisikan melalui rute droplet, dimana tidak
infeksius dalam jarak jauh, tidak membutuhkan penanganan udara
dan ventilasi yang khusus. Contoh agen infeksius yang ditransmisikan
melalui rute droplet yaitu Bordetella pertussis, influenza virus,
adenovirus, rhinovirus, Mycoplasma pneumonia, SARS-associated
coronavirus (SARS-CoV), group A streptococcus, dan Neisseria
meningtidis. Walaupun respiratory syncytial virus ditransmisikan
melalui rute droplet, kontak langsung dengan sekresi respiratori yang
terinfeksi dapat menjadi mode transmisi utama sehingga kewaspadaan
standard plus kontak mencegah transmisi pada fasilitas pelayanan
kesehatan.
Pada kejadian yang lebi hjarang, pathogen yang tidak
ditransmisikan secara rutin melalui rute droplet didispersikan pada
udara dalam jarak pendek. Contohnya, walaupun S. aureus
kebanyakan ditransmisikan melalui rute kontak, infeksi virus saluran
pernafasan atas diasosiasikan dengan peningkatan disperse S. aureus
dari hidung ke udara pada jarak 4 kaki pada kondisi outbreak, dan
dikenal sebagai “cloud baby” dan “cloud adult” phenomenon.
3. Air borne
Transmisi airborne dapat timbul akibat penyebaran droplet nuclei
airborne atau partikel kecil pada rentang ukuran yang dapat
direspirasi yang mengandung agen infeksius yang tetap infektif pada
waktu yang lama dan jarak jauh (contoh: sporran dari Aspergillus spp.
Dan Mycobacterium tuberculosis). Mikroorganisme yang dibawa pada

7
benda ini dapat terdispersi di udara melalui jarak yang jauh dan dapat
diinhalasi oleh individu yang rentan walaupun tidak kontak langsung
(face to face contact) atau dalam ruangan yang sama dengan individu
infeksius.
Pencegahan penyebaran pathogen yang ditransmisikan melalui
rute airborne membutuhkan penanganan sistem udara dan ventilasi
yang khusus (contoh, Airborne infection isolation room) untuk
menampung dan kemudian secara aman menyingkirkan agen
infeksius. Agen infeksius tersebut antara lain Mycobacterium
tuberculosis, rubeola virus (measles), dan varicella-zoster virus
(chickenpox). Sebagai tambahan, virus variola (smallpox) dapat juga
ditransmisikan melalui udara dan AAIR (Airborne infection isolation
room). Dapat direkomendasikan untuk agen ini juga walaupun rute
droplet dan kontak merupakan rute transmisi yang lebih sering pada
virus smallpox ini. Sebagai tambahan pada Airborne infection isolation
room, proteksi respiratori dengan N95 yang disertifikasi oleh NIOSH
(National Institute for Occupational Safety and Health) atau respirator
dengan level yang lebih tinggi, direkomendasikan untuk tenaga medis
yang memasuki AAIR untuk mencegah masuknya infeksius agen
seperti M. Tuberculosis.
Untuk agen respiratori infeksius yang lain seperti influenza,
rhinovirus dan bahkan beberapa virus gastrointestinal (norovirus dan
rotavirus), terdapat beberapa evidence bahwa pathogen tersebut dapat
ditransmisikan melalui partikel aerosol kecil. Transmisi tersebut
diketahui menempuh jarak lebi hdari 3 kaki, tetapi pada ruangan
pasien ternyata didapatkan bahwa agen ini tidak viable untuk
menempuh jarak jauh. AAIRS tidak diperlukan secara rutin untuk
mencegah pada agen ini.

D. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab
infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun
dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan
melalui udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:
1. Kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (airborne)

8
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vector (lalat, nyamuk, tikus)
Suatu infesi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Ewaspadaan
berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi dengan kewaspadan standar seperti kebersihan tangan dengan
mecuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun,
antiseptic berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila
kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat
kemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle
untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.
1. Kewaspadaan Transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs.
Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak
langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/abrasi orang yang rentan/petuga dengan kulit pasien
terinfeksi atau kolonisasi. Missal perawat membalikkan tubuh pasien,
memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka
basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat
oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang
rentan dengan benda yang terkontaminasi mikrba infeksius di
lingkungan, instrument yang terkontaminasi, jarum, kassa, tangan
terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui
mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan
pasien. Kewaspadaan transmisi kontak ini juga merupakan cara
transmisi tambahan melalui droplet besar pada pathogen infeksi
saluran nafas, misalnya parainfluenza, RSV, SARS, H5N1.
Kewaspadaan ini diterapkan pada pasien dengan infeksi atau
terkolonisasi (ada mikroba pada pasien tanpa gejala infeksi) yang
secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara
kontak langsung atau tidak langsung. Petugas harus menahan diri
untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat memakai sarung tangan
terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan

9
dengan perawatan pasien, missal: pegangan pintu, tombol lampu,
telepon.
2. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap
pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang
dapat ditransmisikan melalui droplet (>5µm). droplet yang besar
terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1
m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak konjuntiva atau
mukosa membrane hidung/mulut, orang rentan dengan droplet
partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau
carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama
prosedur suction, bronchoscopy. Dibutuhkan jarak dekat antara
sumber dan resipien < 1 meter. Karena droplet tidak bertahan di udara
maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi.
Mikroba pada transmisi jenis ini misalnya Adenovirus.
Transmisi droplet langsung dimana droplet mencapai mukosa
membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak yaitu droplet
mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke mukosa
membrane. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi
droplet langsung, misalnya pada Respiratory synctitial virus (RSV).
Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi
endotracheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada dan resusitasi
kardiopulmoner.
3. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Airborne precautions)
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai
tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau
telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting
dan ditransmisikan melalu jalur udara. Seperti misalnya transmisi
partikel terinhalasi (Varicella zoster) langsung melalui udara.
Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara
mikroba penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet
nuclei atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2 meter dari sumber,
dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh
dari pasien sumber mikroba tergantung pada faktor lingkungan.

10
Tabel 1. KASUS YANG MEMBUTUHKAN KEWASPADAAN ISOLASI

Evidence
Resistensi
Rute Penyebaran Waktu Kategori
Infeksi Antibiotik Faktor Variabel
transmisi di Rumah Isolasi Resiko
a
Sakit

Varicella Airborne Sering Sedikit  Ante-natal/ Sampai Tinggi


Post-natal/ vesikel Tinggi
Neonatus
 Pasien onkologi Menjadi
atau krusta
immunocompro
mised
Clostridium Fecal-oral Sedang Sedikit Fecal Diare Medium
dificille incontinence berhenti
selama 48
jam
Diare Fecal-oral Sering Sedikit Fecal Diare Medium
(Infektif) incontinence berhenti
selama 48
jam
Hepatitis B Bloodborn Jarang Hindari paparan Tidak Rendah
e dengan darah diperluka
dan cairan tubuh n kecuali
dengan
perdarah
an yang
tidak
terkontrol
HIV/AIDS Bloodborn Tergantung Rujukan Rendah/
e organisme/infeks mikrobiol tinggi
i yang spesifik ogis
Campak airborne Sering Sedikit  Ante-natal/ 14 hari Tinggi
Post-natal/
Neonatus Tinggi
 Pasien onkologi
atau
immunocompro
mised

Meningitis Droplet Jarang Sedikit  Batuk : tenaga 24 jam Medium


(Undiagnos kesehatan haru setelah
ed atau memamkai pemberia
meningococ masker pada n terapi
cus) jarak 3 kakai antibiotik

11
dari pasien a yang
sampai dengan efektif
24 jam setelah
pemberian
terapi Rendah
antibiotika
yang efektif
 Tanpa batuk
MRSA Kontak Sering Serius  Penyakit kulit Tidak Tinggi
deskuamasi dapat
(eczema, ditentuka
prioriasis) atau n
kolonisasi Medium
sputum Rendah
 Kolonisasi > 1
tempat
 Karier nasal Tidak
ditemuka
n lagi
pada
screening
 Tuberculo Airborne Sering Sedikit 2 minggu Tinggi
sis (BTA
positif) Airborne Sering Serius Merujuk pada Sampai Tinggi
 Tub kebijakan BTA
ercu tuberculosis negatif
losis
MDRTB(ata
u high
probability
Respiratory Droplet Sering Situasi non Sampai Medium
Syncytial dan epidemic gejala
Virus kontak Situasi epidemic hilang
Avian Airborne Sering Serius Dewasa : Tinggi
Influenza Droplet 7 hari
dan bebas
kontak panas
Anak
(<12
tahun ):
21 hari
bebas
panas

12
Tabel 2. JENIS KEWASPADAAN DIKAITKAN DENGAN RUTE TRANSMISI

Kewaspadaan Kondisi Pathogen


Standart Semua pasien
Penyakit bloodborne HIV, Hepatitis B dan C
Kontak Diare E. Coli
Clostridium dificille
Rotavirus
Norovirus

Infeksi kulit dan jaringan Scabies


lunak Streptococcus grup A( dewasa)
Staphylococcus aureus

MRSA
Organisme resisten Virus herpes simplex
antibiotika
Influenza
Pseudomonas aeruginosa
Infeksi saluran nafas SARS
Respiratory Syncytial Virus
(indirek melalui mainan)
Droplet Meningitis Neisseria menigitides
Haemophillus influenzae

Infeksi saluran Influenza virus, adenovirus


pernafasan Difteri
Mycoplasma
Pertusis
Respiratory Syncytial Virus

Rubella
Infeksi dengan rash Streptococcus grup A (anak)

mumps
Lainnya

13
Airborne Infeksi saluran Mycobacterium tuberculosa
pernafasan Avian influenza

Varicella-zooster
Infeksi dengan rash Measles

Rotavirus (partikel kecil aerosol)


Diare Norovirus (partikel faeces,
vomitus)

14
Tabel 3. KOMPONEN KEWASPADAAN PENCEGAHAN INFEKSI

Standart Kontak Droplet Airborne


Penempata Tempatkan di ruang Tempatkan di Tempatkan di ruang
n pasien rawat terpisah, bila ruang rawat rawat terpisah yang
tidak mungkin, terpisah, bila mempunyai:
kohorting. Bila tidak tidak mungkin, 1. Tekanan negatif
mungkin, kohorting. Bila 2. Pertukaran udara
pertimbangkan tidak mungkin, 6- 12 x/jam
epidemiologi buat pemisah 3. Pengeluaran udara
mikrobanya dan dengan jarak > 1 terfiltrasi sebelum
populasi pasien. meter antar udara mengalir ke
Tempatkan dengan tempat tidur dan ruang atau tempat
jarak > 1 meter antar jarak dengan lain di RS
tempat tidur. Jaga pengunjung. Usahakan pintu ruang
agar tidak ada Pertahankan pasien tertutup. Bila
kontaminasi silang ke pintu terbuka, ruang terpisah tidak
lingkungan dan tidak perlu memungkinkan,
pasien lain. penanganan tempatkan pasien
khusus terhadap dengan pasien lain
udara dan yang mengidap
ventilasi. mikroba yang sama,
jangan dicampur
dengan infeksi lain
(kohorting) dengan
jarak > 1 meter.
Transport Batasi gerak, Batasi gerakdan Batasi gerakan dan
pasien transport pasien transportasi transport pasien
hanya kalau perlu untuk batasi hanya kalau
saja. Bila diperlukan droplet dari diperlukan saja. Bila
pasien keluar pasien dengan perlu untuk
ruangan, perlu mengenakan pemeriksaan, pasien
kewaspadaan agar masker pada dapat diberikan
resiko minimal pasien dan masker bedah untuk
transmisi ke pasien menerapkan mencegah penyebaran
lain atau lingkungan. etika batuk. droplet nuklei.
Cuci Ya Ya Ya Ya
tangan
Sarung Hanya Memakai sarung Hanya jika akan Jika akan menyentuh
tangan jika akan tangan lateks bersih menyentuh darah, cairan tubuh
menyentu non-sterilsaat masuk darah, cairan dan benda yang
h darah, ke ruang pasien. tubuh dan benda terkontaminasi dan
cairan Ganti sarung tangan yang bila melakukan
tubuh dan setelah kontak terkontaminasi. tindakan .

15
benda dengan bahan
yang infeksius (faeces,
terkontam cairan drain).
inasi. Lepaskan sarung
tangan sebelum
keluar dari kamar
dan cuci tangan
dengan antiseptik.
masker Selama Selama prosedur yang Pakailah bila Kenakan masker
prosedur memungkinkan bekerja dalam respirator (N95/
yang kotaminasi dengan radius 1 meter Kategori N pada
memungki darah dan cairan terhadap pasien efisiensi 95%) saat
nkan tubuh. (kontak erat). masuk ke ruang
kontamin Masker pasien atau suspek TB
asi seyogyanya paru. Orang yang
dengan melindungi rentan seharusnya
darah dan hidung dan tidak boleh masuk ke
cairan mulut, dipakai ruang pasien yang
tubuh. saat memasuki diketahui atau suspek
ruang rawat campak, cacar air,
pasien dengan kecuali petugas yang
infeksi saluran telah imun. Bila
nafas. terpaksa harus
masuk, maka harus
mengenakan masker
respirator untuk
pencegahan. Orang
yang telah pernah
sakit campak atau
cacar air tidak perlu
memakai masker.
Kacamata Selama Selama prosedur yang Bila melakukan Bila melakukan
(googles) prosedur memungkinkan tindakan dengan tindakan dengan
yang kontaminasi dengan kemungkinan kemungkinan timbul
memungki darah dan cairan timbul aerosol. aerosol.
nkan tubuh.
kontamin
asi
dengan
darah dan
cairan
tubuh.
Selama Pakai gaun bersih, Bila melakukan Bila melakukan
prosedur tidak steril saat tindakan dengan tindakan dengan
yang masuk ke ruang kemungkinan kemungkinan timbul
memungki pasien untuk

16
nkan melindungi baju dari timbul aerosol. aerosol.
kontamin kontak dengan
asi pasien, permukaan
dengan lingkungan, barang di
darah dan ruang pasien, cairan
cairan diare pasien,
tubuh. ileostomy, colostomy,
luka terbuka.
Lepaskan gaun
sebelum keluar
ruangan. Jaga agar
tidak ada
kontaminasi silang ke
lingkungan dan
pasien lain. (Apron)
bila gaun permeabel ,
utnuk mengurangi
penetrasi cairan.
Tidak dipakai sendiri.
Peralatan Bila memungkinkan Tidak perlu Transmisi pada TB
untuk peralatan non-kritikal penanganan sesuai dengan
perawatan dipakai untuk 1 udara secara pedoman TB CDC
pasien pasien atau pasien khusus karena “Guideline for
dengan infeksi mikroba tidak Preventing of
mikroba yang sama. bergerak jarak Tuberculosis in
Bersihkan dan jauh. Healthcare Facilities”.
desinfeksi sebelum
dipakai untuk pasien
lain.

17
Tabel 4. PERIODE INKUBASI PADA PENYAKIT INFEKSI

Penyakit Periode inkubasi Durasi infeksius


Varicella 13-21 hari 1-5 hari sebelum muncul rash
sehingga vesikel mengalami krustasi
Measles 7-18 hari Dari awal gejala prodromal hingga 4
hari setelah muncul pembengkakan
Mumps 12-25 hari 1 minggu sebelum dan hingga 9 hri
setelah muncul pembengkakan
Rubella 14-23 hari 7 hari sebelum hingga 4 hari setelah
muncul rash
RSV 3-7 hari 3 hari sebelum muncul gejala ingga
asiptomatis
Influenza 1-5 hari 1 hari sebelum hingga 4 hari setelah
muncul gejala klinis
Avian Influenza 1-4 hari Dewasa: 7 hari bebas panas
Anak-anak (<12tahun): 21 hari bebas
panas
Pertussis 7-10 hari 21 hari setelah muncul paroxysmal
Rotavirus 1-3 hari Dari muncul gejala hingga 5 hari
setelah resolusi
Herpes Simplex 2-11 hari Infeksi primer: 3-4 minggu
Virus Infeksi sekunder: 3-5 hari
Hepatitis A 15-50 hari 7 hari setelah muncul jaundice
Penyakit 2-10 hari 24 jam setelah pemberian terapi
Menigococcal adekuat
Difteri 2-5 hari Mendapat terapi: 3 hari
Tidak mendapat terapi: 28 hari

E. MANAJEMEN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR/SUSPEK


1. PENEMPATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR/SUSPEK
Untuk kasus/suspek penyakit menular melalui udara:
a. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan
tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi
secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat
tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis
(kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur
harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan
penghalang fisik seperti tirai atau sekat.

18
b. Jika memungkinkan , upayakan ruangan tersebut dialiri udara
bertekanan negative dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem
pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara
partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk
ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit.
c. Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan sistem
penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negative di
dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas
angina di jendela sedemikian rupa agar aliran udara ke luar gedung
melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke
area publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan
menempatkan sedikit bedak tabur di bawah pintu dan amati apakah
terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan, kipas angina tambahan di
dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
d. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai
perlunya tidakan pencegahan ini.
e. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang
sesuai (gambar ruang isolasi).
Pertimbangan pada saat penempatan pasien:
a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap
lingkungan, misalnya luka lebar dengan cairan yang merembes keluar,
diare, perdarahan tidak terkontrol.
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui
udara ke kontak, misalnya luka dengan infeksi kuman gram positif.
c. Kamar terpisah atau kohort engan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya ada TBC
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne luas, misalnya varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak,
gangguan mental)
f. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan, dapat dilakukan sistem
kohorting. Bila pasien infeksi dicampur dengan pasien non infeksi,
petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah
transmisi infeksi infeksi.

19
Keluarga pendamping psien di rumah sakit harus diedukasi oleh petugas
agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi
untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun
kepada pasien lain. Kewaspadaan seperti yang dijalankan oleh petugas
kecuali pemakaian sarung tangan.
2. TRANSPORT PASIEN INFEKSIUS
a. Transport pada pasien infeksius harus dibatasi, bila perlu saja.
b. Bila mikroba pasien virulen, hal yang perlu diperhatikan:
1) Pasien dipakaikan APD (masker, gaun)
2) Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien
tersebut sehingga dapat menjalankan kewaspadaan berdasarkan
transmisi yang sesuai
3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar
tidak terjadi transmisi kepada orang lain
c. Pada pasien dengan diagnose SARS atau Flu Burung
1) Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk
pelayanan kesehatan penting
2) Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi
kemungkinan terpajannya staff, pasien lain atau pengunjung
3) Bila memungkinkan, pasien memakai masker bedah. Petugas
kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung dan sarung
tangan.

3. PEMINDAHAN PASIEN YANG DRAWATN DI RUANG ISOLASI


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dri ruangan isolasi hanya
untuk keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu
tempat yang akan menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika
perlu dipindahkan dari ruangan/area isolasi dalam rumah sakit, apsien
harus dipakaikan masker dan gaun semua petugas yang telribat dalam
transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian
pula bila pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan.
Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika
pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya
ambulans tersebut harus dibersihkan dengan desinfektan.

20
4. PEMULANGAN PASIEN
a. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu
masa penularan
b. bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara / airborne haris diisolasi di
dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas
waktu penularan atau sampai diagnose alternative dibuat atau hasil
uji diagnose menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan
penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan
diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindugan diri.
c. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan
tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan
cara penularan infeksi yang diderita pasien
d. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar harus dilakukan
setelah pemulangan pasien.

5. PEMULASARAAN JENAZAH
a. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
b. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika
pasien tersebut meninggal dalam masa penularan
c. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang
tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
d. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah
e. Segera pindahkan ke kamar jenazah setelah meninggal dunia
f. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk
melakukannya sebelum jenazah dimasukkan dalam kantong jenazah
dengan menggunakan APD
g. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus
diperhatikan ketika seseorang dengan penyakit menular meninggal
dunia
h. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
i. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
j. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan
dipemulasaran jenazah.

21
6. FASILITAS KAMAR ISOLASI
a. Akomodasi
1) Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam di dalam
ruangan
2) Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi
3) Sediakan peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien, seperti
stetoskop, thermometer dan tensimeter
4) Bila karena keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan untuk
pasien lain, maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan
didisinfeksi sebelum digunakan
5) Tempat tidur tunggal dengan fasilitas cuci tangan
6) Fasilitas toilet
7) Cek kebersihan ruangan sebelum pasien dimasukkan
8) Minimalisasi furnitur dan peralatan yang tidak diperlukan,
terutama bila potensial sebagai sarana reservoir mikroorganisme
seperti hiasan, karpet, taplak, dll.
b. Kelengkapan Pra Ruang Isolasi
1) Sabun cuci tangan
2) Handrub berbasis alkohol
3) Apron plastik
4) Sarung tangan sekali pakai
5) Masker/baju khusus/goggles (kaca mata) bila diperlukan
6) Tempat sampah medis dengan plastik kuning
7) Keranjang tertutup untuk tempat barang re-use
c. Kelengkapan Ruang Isolasi
1) Sabun cuci tangan
2) Wastafel
3) Handrub berbasis alkohol
4) Kantong sampah plastik kuning (medis) dan hitam (non medis)
d. Tata Laksana
1) Pasang tanda peringatan di pintu
2) Pintu harus dalam keadaan selalu tertutup
3) Sediakan lembar catatan di pintu masuk atau nurse station
4) Semua petugas kesehatan yang masuk area isolasi harus mengisi
lembar catatan tersebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut,
tersedia data yang dibutuhkan

22
5) Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang
lengkap sesuai dengan kewaspadaan berbasis transmisi
6) Cuci tangan dengan handrub berbasis alkohol sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan isolasi
8) Bila melakukan prosedur invasive, lakukan antispetin and scrub
e. Prosedur Management Limbah, Linen dan Kebersihan Lingkungan
Ruangan
1) Pindahkan semua perabotan yang tidak penting, terutama yang
potensial sebagai tempat kolonisasi mikroorganisme seperti hiasan,
karpet, taplak, dll.
2) Linen dikumpulkan dalam plastik kuning, ditandai infeksius
kemudian dikirim ke unit laundry dan ditangani sebagai linen yang
kotor dan terkontaminasi
3) Letakkan tempat sampah dengan injakan kaki
4) Perlakukan semua sampah sebagai sampah infeksius, diletakkan
dalam kantong kuning
5) Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi
seluruh permukaan
6) Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah/disinfektan) yang
dibutuhkan di dalam ruangan pasien
7) Alat kebersihan harus dibersihkan setelah setiap selesai
penggunaan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke
laundry untuk dicuci dengan air panas
8) Bersihkan peralatan makan dengan air sabun panas.

7. TATA CARA
a. MEMASUKI RUANGAN
1) Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
2) Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis
alkohol
3) Pakai APD
4) Masuk ruangan dan tutup pintu

b. MENINGGALKAN RUANGAN
Di pintu keluar, lepaskan APD dengan urutan yang benar:
1) Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam tong sampah medis

23
2) Kaca mata atau pelindung wajah: letakkan dalam peralatan bekas
pakai
3) Gaun: dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukkan ke
dalam tempat cucian
4) Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis
alkohol
5) Tinggalkan ruangan
6) Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di
belakang telinga. Jangan memegang bagian depan masker
7) Setelah keluar ruangan, gunakan kembali handrub berbasis
alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir
8) Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di kamar ganti
sebelum meninggalkan ruangan dan mengenakan pakaian dan
rumah

24
BAB III
PENUTUP

Demikian panduan kewaspadaan isolasi RSUD Tidar Kota Magelang


dibuat untuk dapat menjadi acuan bagi pihak manajemen dan setiap petugas
dalam meningkatkan kesadaran akan kewaspadaan isolasi dalam upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Tidar Kota Magelang.

DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR
KOTA MAGELANG

SRI HARSO

25

Anda mungkin juga menyukai