Anda di halaman 1dari 18

BAB I

DEFINISI

A. Pengertian
Penyakit infeksi merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
Penyakit menular adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke orang lain secara langsung maupun tidak langsung.
Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit
diantaranya penyakit karena infeksi, dari yang mulai ringan sampai yang terberat,
dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu
pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering
terpapar dengan agen infeksi bahkan keluarga yang menjaga atau pengunjung
pasien. Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang rentan
terhadap penularan penyakit, hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh pasien
yang rentan dan relatif menurun. Penularan penyakit terhadap pasien yang dirawat
di rumah sakit disebut Infeksi Rumah Sakit. Infeksi rumah sakit dapat disebabkan
oleh ketidakpatuhan petugas dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau
penularan dari pasien lain. Penularan dapat melalui kontak dengan lingkungan,
udara, cairan tubuh, makanan, peralatan yang dipakai oleh pasien yang telah
terkontaminasi, vektor dan sebagainya.
Meningkatnya risiko angka kejadian Infeksi Rumah Sakit, baik terhadap
petugas kesehatan atau pasien yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan Rumah
Sakit untuk melaksanakan upaya Pencegahan dan salah satunya adalah
memisahkan atau menempatkan pasien yang dianggap beresiko menularkan dan
dianggap berbahaya dalam ruangan tersendiri (isolasi) dan terpisah dengan pasien
lain. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar dan yang mengalami
penurunan sistem imun dikarenakan penyakit dan pengobatan juga dirawat di ruang
terpisah (isolasi).
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan atau penyebaran
kuman patogen dari sumber infeksi (pasien, petugas, pengunjung) ke orang lain.
Sejak tahun 2007, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menetapkan Kewaspadaan Isolasi ada 2 yaitu Kewaspadaan Standar dengan
menyatukan kewaspadaan universal precaution atau kewaspadaan terhadap darah
dan cairan tubuh untuk mengurangi resiko terinfeksi patogen yang berbahaya
melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Subtance Isolation (BSI) untuk
mengurangi resiko penularan patogen yang berada dalam bahan yang berasal dari
tubuh pasien terinfeksi dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.

1
Dua Lapis Kewaspadaan Isolasi :

A. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan yang terpenting yang dirancang untuk diterapkan secara rutin
dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau
kolonisasi. Kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rutin
dan harus diterapkan terhadap Semua Pasien.
Kewaspadaan standar terdiri dari :
1. Kebersihan tangan/ Hand Hygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan, masker, google
(Kacamata pelindung), Face Shield (Pelindung wajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan Limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Kesehatan karyawan/ Perlindungan petugas kesehatan
8. Penempatan pasien
9. Hygiene respirasi/ Etika Batuk
10. Praktek menyuntik yang aman
11. Praktek untuk lumbal pungsi.

B. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Sebagai tambahan kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis
jenis penyakitnya. Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba
penyebab infeksi. Dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui
maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat
ditansmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan tranmisi :

1. Kontak

Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang


yang rentan/ petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi.
Transmisi kontak tidak langsung, terjadi kontak antara orang rentan
dangan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius atau benda mati di
lingkungan yang terkontaminasi. Seperti ketika mengubah posisi tubuh
pasien, memandikan pasien atau aktivitas perawatan langsung.

2
2. Melalui Percikan (Droplet)

Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien


dengan infeksi diketahui atau suspek mengindap mikroba yang
ditransmisikan melalui droplet (> 5μm). Droplet yang besar terlalu sulit
untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber.
Droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap
atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara selama
prosedur suction dan broncoscopy. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber
dan resipien < 1m. Karena droplet tidak bertahan di udara maka tidak
dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi.

3. Melalui udara (Airborne)

Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan


kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan
melalui udara. Misal varicella zoster.
Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba penyebab
infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil
<5 μm evaporasi dari droplet yang bertahan lama diudara) atau partikel
debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Mikoba tersebut akan terbawa bersama aliran udara >2m dari sumber,
dapat terinhalasi oleh individu rentan diruang yang sama dan jauh dari
pasien sumber mikroba. Tergantung pada faktor lingkungan, misal
penanganan udara dan ventilasi.

4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)


Melalui benda – benda yang terkontaminasi seperti makanan, air,
peralatan.

5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus).

Mikroorganisme dapat ditularkan di rumah sakit melalui beberapa cara dan


mikroorganisme yang sama dapat ditularkan dengan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan Isolasi dirancang untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui
cara-cara ini di rumah sakit. Karena faktor agen dan penjamu lebih sulit
dikendalikan, maka intervensi terhadap perpindahan mikroorganisme terutama
diarahkan pada pemutusan rantai penularan/ transmisi.

3
B. Tujuan

Tujuan Penempatan Pasien Isolasi :


1. Penanganan pasien infeksi di ruang isolasi membutuhkan bangunan,
prasarana, peralatan dan lingkungan yang memadai untuk mencegah
penularan terhadap Pasien, Petugas dan Pengunjung.
2. Ruang Isolasi yang memenuhi persyaratan teknis agar tercapai tujuan
penempatan pasien infeksi menular dan meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit yang berfokus Keselamatan Pasien.
3. Mencegah terjadinya Infeksi Pada Pasien dengan penurunan daya tahan tubuh
(immunocompromised).

4
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan ini merupakan petunjuk dalam melaksanakan Isolasi pada Pasien dalam
upaya mencegah terjadinya Infeksi Rumah Sakit pada Pasien, Petugas,
Pengunjung sehingga meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus
pada keselamatan pasien.

A. Ruang Lingkup :

1. Penggunaan Kamar Isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap


yang mengidap Penyakit Infeksi menular yang dianggap mudah menular dan
berbahaya yang dipisahkan berdasarkan cara penularan penyakitnya atau
pada pasien yang memiliki daya tahan tubuh menurun.
2. Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien
dan keluarga.

B. Prinsip :

1. Setiap Pasien dengan Penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya


dirawat terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi
2. Pasien yang rentan infeksi seperti Pasien Luka Bakar, pasien dengan
penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan dan penyakitnya
(immunocompromised), dirawat diruang terpisah (Isolasi) rumah sakit
3. Pelaksanaan Kebersihan tangan diterapkan kepada setiap pengunjung dan
petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar Isolasi
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) diterapkan kepada setiap
Pengunjung dan Petugas Kesehatan terhadap Pasien yang dirawat di kamar
Isolasi
5. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat di ruang rawat inap biasa
6. Pasien yang dirawat di ruang Isolasi, dapat dipindahkan ke ruang rawat inap
biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk
dokter penanggung jawab pasien.

C. Kewajiban dan Tanggung Jawab :

1. Seluruh Staf Rumah Sakit :


Mematuhi Peraturan Yang ditetapkan di kamar Isolasi.
2. Perawat Instalasi Rawat Inap :
a. Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar Isolasi
b. Menjaga terlaksananya peraturan Isolasi yang ditetapkan

5
c. Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar Isolasi atau
Pasien yang dirawat di kamar Isolasi.
3. Dokter Penanggung jawab Pasien :
a. Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien
memerlukan perawatan di ruang Isolasi
b. Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang Isolasi
mendapat Perawatan secara benar.
4. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan :
a. Memastikan peraturan di ruang Isolasi terlaksana dengan baik
b. Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam ruang Isolasi dan
memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya
kembali insiden tersebut.
5. Direktur Rumah Sakit :
a. Memantau dan memastikan peraturan di ruang Isolasi terlaksana dengan
baik
b. Menetapkan Kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap
masalah yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perawatan pasien di
ruang Isolasi.

6
BAB III
TATA LAKSANA

Panduan ini merupakan panduan untuk pelaksanaan Isolasi Pasien yang dirawat di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya sehingga rumah sakit benar-benar dapat
menjalankan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terkait Pelayanan
Kesehatan (Healthcare Associated Infections).
Berikut adalah tata laksana :

A. Syarat Kamar Isolasi


Syarat – syarat dari kamar Isolasi adalah :
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus baik
3. Penerangan harus cukup baik
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk
observasi pasien dan pembersihannya
5. Tersedianya WC dan Kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat linen kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot pasien harus dicuci menggunakan desinfektan.
Ruang Perawatan Isolasi ideal terdiri dari :
1. Ruang ganti umum
2. Ruang bersih dalam
3. Nurse station
4. Ruang rawat pasien
5. Ruang dekontaminasi
6. Kamar mandi petugas.

B. Kategori Ruang Isolasi


Kategori Ruang Isolasi berdasarkan transmisi :
1. Isolasi untuk transmisi kontak
a. Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang
mudah ditularkan melalui kontak langsung
b. Pasien perlu kamar tersendiri
c. Petugas memakai masker bila mendekati pasien, jubah dipakai
bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap
menyentuh badan infeksius

7
d. Kebersihan tangan sesudah melepas sarung tangan dan
sebelum merawat pasien lain
e. Alat – alat yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan
seperti pada isolasi airborne.
f. Isolasi kontak diperlukan pada bayi baru lahir dengan
Konjungtivitis gonorhoea, Infeksi kulit oleh Streptococcus grup A,
Herpes simpleks virus, Rabies, Rubella, MRSA (Methicillin-
resistant Staphylococcus aureus), VRE (Vancomycin-resistant
Enterococci), ESBL (Extended Spectrum beta-lactamase),
Resisten E coli ISK, Clostridium difficile, Norovirus, RSV
(Respiratory Syncytial Virus), Pseudomonas aeruginosa.
g. Ruang Isolasi Jenis S : bisa dengan memaksimalkan ventilasi
alamiah atau bantuan dengan wall fan dan exhaust fan.

2. Isolasi untuk transmisi droplet


a. Tujuannya untuk mencegah penyebaran patogen yang
dikeluarkan pasien saat batuk, bersin, dan bicara yang dapat
diteruskan melalui transmisi kontak tidak langsung
b. Penempatan pasien dalam kamar terpisah, petugas kesehatan
memakai APD : masker, gaun, sarung tangan untuk mencegah
transmisi droplet, misal pada pasien Pertusis, TBC, Influenza, dll.

Gambar 1 : Ruang Isolasi untuk Transmisi Kontak dan Droplet

8
3. Isolasi untuk transmisi airborne
a. Tujuan isolasi ini adalah mencegah penyebaran semua penyakit
menular yang ditularkan melalui udara
b. Pasien ditempatkan di kamar tersendiri dan petugas yang
berhubungan dengan pasien harus memakai APD seperti
Respirator Partikulat (N95), gaun, sarung tangan, goggle,
masker bedah bagi pasien dan pengunjung
c. Petugas mematuhi aturan pencegahan yang ketat
d. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit
Tuberkulosis, Antraks, Cacar, Difteri, Varicella, MERS coV
e. Pergantian udara lebih dari 12 kali per jam. Udara harus dibuang
keluar atau diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA
(High-Efficiency Particulate Air)
f. Di ruang Isolasi jenis N, tekanan negatif dalam ruang rawat dan
ante room.

Gambar 2 : Ruang Isolasi untuk Transmisi Airborne

Di RSUD dr. Doris Sylvanus belum tersedia ruangan isolasi yang


memiliki tekanan negatif sesuai persyaratan, namun sudah
menyediakan ruangan tersendiri untuk pasien yang sudah diketahui
maupun diduga infeksi Flu Burung atau MERS coV di ruang Isolasi
khusus Aster.

9
4. Isolasi untuk protektif (khusus)
a. Tujuannya untuk mecegah kontak antara patogen yang
berbahaya dengan pasien yang memiliki daya tahan tubuh
rendah atau menurun (immunocompromised)
b. Pasien harus ditempatkan dalam ruangan yang memudahkan
terlaksananya tindakan pencegahan transmisi infeksi
c. Misalnya pada pasien yang mendapat terapi Sitostatika
(Kemoterapi), mendapat terapi Imunosupresi, atau paska
transplantasi
d. Ruang Isolasi jenis P, dimana ante room tekanan negatif
sedangkan ruang rawat tekanan positif.

Gambar 3 : Ruang Isolasi untuk Proteksi (Khusus)

RSUD dr. Doris Sylvanus menyediakan ruangan isolasi khusus pasien


yang mendapatkan terapi Sitostatika dan luka bakar di ruangan Dahlia
dan Edelweis.

C. Tipe Ruang Isolasi Berdasarkan Pengaturan Tekanan Udara


Tipe ruang Isolasi berdasarkan Pengaturan Tekanan Udara :
1. Tipe S (tidak ada beda tekanan dengan ruangan sekitar)
2. Tipe N (tekanan udara lebih negatif daripada ruangan sekitar)
3. Tipe P (tekanan udara lebih positif daripada ruangan sekitar).

10
Di RSUD dr. Doris Sylvanus tipe ruang Isolasi yang tersedia yaitu tipe S
(tidak ada beda tekanan dengan ruangan sekitar).

D. Persyaratan Lokasi Ruang Isolasi


Persyaratan Lokasi Ruang Isolasi :
1. Ruang isolasi harus terhindar dari sirkulasi/lalu lintas rutin unit lain
2. Lokasinya dapat tersendiri dalam sebuah unit rawat inap ataupun
merupakan satu cluster yang hanya berisi unit ruang isolasi.

E. Kriteria Ruang Perawatan Isolasi Ketat yang Ideal


Berikut adalah Kriteria Ruang Perawatan Isolasi Ketat yang Ideal, namun belum
dapat terlaksana secara optimal di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1. Kamar Isolasi (Isolation Room) :
a. Zona Pajanan Primer/ Pajanan Tinggi
b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction
System
d. Air Sterilizer System dengan Burning dan Filter
e. Modular minimal 3 x 3 m2.
2. Ruang Kamar Mandi/ WC Ruang Isolasi (Isolation Rest Room) :
a. Zona Pajanan Sekunder/ Pajanan Sedang
b. Pengkondisian Udara Masuk dengan Open Circulation System
c. Pengkondisian Udara Keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction
System
d. Modular minimal 1,50 x 2,50 m2.
3. Ruang Bersih Dalam (Ante Room/ Foyer Air Lock) :
a. Zona Pajanan Sekunder/ Pajanan Sedang
b. Pengkondisian Udara Masuk dengan AC Open Circulation
System
c. Pengkondisian Udara Keluar Ke Arah Inlet Saluran Buang Ruang
Rawat Isolasi
d. Modular Minimal 3 X 2,50 m2.
4. Area Sirkulasi (Circulation Corridor) :
a. Zona Pajanan Tersier/ Pajanan Rendah/ Tidak Terpajan
b. Pengkondisian Udara Masuk dengan AC Open Circulation
System
c. Pengkondisian Udara Keluar dengan Sistem Exhauster
d. Modular Minimal Lebar 2,40 m.
5. Ruang Jaga Perawat (Nurse Station) :
a. Zona Pajanan Tersier/ Pajanan Rendah/ Tidak Terpajan

11
b. Pengkondisian Udara Masuk dengan AC Open Circulation
System
c. Pengkondisian Udara Keluar dengan Sistem Exhauster
d. Modular minimal 2 x 1,5 m2/petugas (termasuk alat).

F. Syarat Petugas Yang Bekerja di Kamar Isolasi


Petugas yang bekerja di kamar Isolasi adalah dokter dan perawat yang telah
dididik tentang pengelolaan pasien infeksius.
Syarat Petugas yang bekerja di kamar isolasi :
1. Cuci tangan sebelum masuk dan meninggalkan kamar isolasi
2. Lepaskan Alat Pelindung Diri sebelum keluar kamar isolasi
3. Berbicara seperlunya
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5. Pergunakan Alat Pelindung Diri seperti Pakaian khusus, topi, masker,
sarung tangan dan sepatu khusus
6. Kuku harus pendek
7. Tidak memakai perhiasan
8. Pakaian rapi dan bersih
9. Mengetahui prinsip aseptik dan antiseptik
10. Harus sehat.

G. Skrinning Pasien Berdasarkan Cara Transmisi/ Penularan Penyakit


Dokter penanggung jawab pasien (DPJP) atau dokter jaga yang mewakili
melakukan pemeriksaan dan skrinning penempatan pasien serta menentukan
perlunya pasien dirawat di ruangan biasa atau isolasi.
Skrinning penempatan pasien di ruang Isolasi berdasarkan transmisi/ penularan
penyakit dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Penularan Infeksi melalui kontak adalah infeksi atau kolonisasi yang
ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung seperti bayi
baru lahir dengan Konjungtivitis gonorhoea, Infeksi kulit oleh
Streptococcus grup A, Herpes simpleks virus, Rabies, Rubella, MRSA
(Methicillin-resistant Staphylococcus aureus), VRE (Vancomycin-
resistant Enterococci), ESBL (Extended Spectrum beta-lactamase),
Resisten E coli ISK, Clostridium difficile, Norovirus, RSV (Respiratory
Syncytial Virus), Pseudomonas aeruginosa.
2. Penularan infeksi melalui droplet (percikan) adalah infeksi yang
disebarkan melalui butiran cairan yang lebih besar dari 5 µm yang
dihasilkan oleh seorang pasien yang batuk, bersin atau berbicara seperti
Pertusis, TBC, Influenza, Meningitis, Streptococcus Grup A, Adenovirus,
H1N1.

12
3. Penularan infeksi melalui airborne (udara) adalah infeksi yang
disebarkan melalui cairan yang butirannya lebih kecil 5 µm seperti
Tuberkulosis, Antraks, Cacar, Difteri, Varicella, MERS coV.

H. Penanganan Pasien dengan Penyakit Menular/ Suspek


1. Terapkan dan Lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar.
2. Penempatan Pasien disesuaikan dengan cara transmisi dan di depan
kamar pasien diberi tanda transmisi.
Untuk pasien dengan kasus/ dugaan penyakit menular melalui udara :
1. Letakkan pasien didalam satu ruangan tersendiri. Jika tidak tersedia
dikelompokkan kasus yang sama setelah dikonfirmasi di dalam
ruangan/bangsal (Kohorting), dengan jarak antar tempat tidur 2 meter
dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang seperti
tirai/sekat
2. Jika memungkinkan ruangan diupayakan memiliki tekanan negatif yang
dimonitor dengan pergantian udara 6 -12 kali ACH dan sistem
pembuangan udara keluar atau menggunakan HEPA filter yang
termonitor sebelum masuk sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit
3. Jika tidak tersedia ruangan tekanan negatif dan HEPA filter, buat
tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin
ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara
keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak
mengarah ke jalan publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan
dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati
apakah terhisap kedalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan
di dalam ruangan sehingga dapat meningkatkan aliran udara
4. Jaga pintu tertutup setiap saat dan edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai perlunya tindakan pencegahan ini
5. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai Alat Pelindung
Diri yang sesuai : Masker partikulat, gaun, pelindung wajah, atau
pelindung mata dan sarung tangan
6. Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan
7. Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan dan jika kontak
dengan pasien atau permukaan atau barang-barang di dalam ruangan.

Beberapa pertimbangan pada saat penempatan pasien :


1. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan
misal luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
2. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui
kontak misal luka dengan infeksi kuman gram positif

13
3. Kamar terpisah/ kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust ke area non publik misal TBC
4. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne luas misal Varicella
5. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak,
gangguan jiwa).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dikohorting. Namun, bila
pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan
pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.

I. Transpor Pasien Infeksius


Dibatasi bila perlu saja.
Bila pasien akan ditranspor misalnya akan dilakukan pemeriksaan diagnostik,
maka 3 hal perlu diperhatikan :
1. Pasien diberi Alat Pelindung Diri (Masker, gaun)
2. Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien
tersebut sehingga bisa mempersiapkan kewaspadaan yang sesuai
3. Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak
terjadi transmisi kepada orang lain.

J. Alur Perawatan (Flow of Care) Pasien dengan Penyakit Menular/Suspek

PASIEN RAWAT INAP DARI


:
1. POLIKLINIK
2. IGD

SKRINNING PASIEN

1. Pasien dengan 2. Pasien dengan daya tahan


diduga/sudah tubuh menurun 3. Pasien tidak infeksius
diketahui infeksi (immunosuppressed) : menular
menular Luka bakar luas, terapi
imunosupresan, Sitostatika

Isolasi Berdasarkan Cara


Transmisi Penularan Rawat Ruang Biasa
Isolasi Protektif

Sembuh/ Pulang Rujuk Meninggal

Instalasi Forensik
14
Untuk kasus MERS-CoV RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kantor Kesehatan
Pelabuhan dalam Alur Penanganan Pasien ( terlampir).

K. Lama Perawatan Isolasi


Lama isolasi atau pelaksanaan kewaspadaan akan terus berlangsung sampai
ada keputusan dokter dengan berdasarkan hasil laboratorium dan radiologi
serta jenis penyakit. Perawatan bisa beberapa hari saja, namun dalam kasus
tertentu seperti MRSA (Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) atau diare
bisa berlangsung cukup lama dan respon pasien terhadap pengobatan yang
diberikan oleh dokter.

Perawatan isolasi akan dihentikan sesegera mungkin bila sudah tidak


diperlukan lagi, sehingga pasien dapat dirawat bersama pasien lain atau
pulang.

L. Pemindahan Pasien Yang Dirawat di Ruang Isolasi


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang
akan menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan
dari ruangan/ area isolasi dalam rumah sakit, pasien harus dipakaikan masker
dan gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus
menggunakan APD yang sesuai. Demikian jika pasien perlu dipindahkan keluar
fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit. Semua permukaan yang kontak
dengan pasien harus segera dibersihkan. Jika pasien dipindahkan dengan
menggunakan ambulan, maka setelahnya ambulan tersebut harus segera
dibersihkan dengan desinfektan alkohol 70 % atau klorin 0,5 %.

M. Keluarga Pendamping Pasien di Rumah Sakit


Petugas memberikan edukasi kepada keluarga agar menjaga kebersihan
tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran
infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang
dijalankan sama seperti yang dijalankan oleh petugas.

N. Pemulangan Pasien
Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diberi edukasi
tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan sesuai dengan cara
penularan penyakitnya. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar
segera dilakukan setelah pemulangan pasien.

15
O. Pemulasaran Jenazah
1. Petugas kesehatan harus menerapkan Kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular
2. Alat Pelindung Diri lengkap harus digunakan petugas yang menangani
jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak
mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar setelah meninggal dunia
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan melakukannya
sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri
7. Petugas harus memberikan penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular namun tetap memperhatikan aspek agama, adat istiadat dan
budaya :
a) Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
b) Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus dan jika
diijinkan oleh keluarga
c) Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
d) Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
e) Jenazah sebaiknya tidak lebih dari empat jam disemayamkan di
pemulasaran jenazah.

P. Pemeriksaan Post Mortem


Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita/suspek penyakit
menular harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi jika pasien meninggal dunia
selama masa penularan. Jika pasien masih menyebarkan virus ketika
meninggal, paru parunya mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu,
bila melakukan prosedur pada paru-paru jenazah, Alat Pelindung Diri lengkap
harus digunakan meliputi masker N-95, sarung tangan, gaun, pelindung mata
dan wajah, sepatu pelindung.

Q. Meminimalisasi Risiko dari Jenazah Yang Terinfeksi


Terapkan kewaspadaan standar dan hal sebagai berikut :
1. Gunakan peralatan seminimal mungkin ketika melakukan otopsi
2. Hindari memberikan instrumen dan peralatan dengan tangan selalu
gunakan nampan
3. Bila perlu gunakan instrumen sekali pakai

16
4. Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin
5. Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu
bahwa kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar dapat
menerapkan kewaspadaan standar dalam penanganan jenazah
6. Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan,
pemandian, perapian rambut, pemotongan kuku, pencukuran hanya
boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah.
.

17
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pencatatan

Komite PPI dan Tin PPI berkoordinasi dengan berbagai bidang dalam
melaksanakan perawatan pada pasien dengan penyakit menular/ suspek dan
yang imunosupresi untuk penempatan pasien. Pasien yang memiliki indikasi
perawatan isolasi dirawat di ruangan/ kamar sesuai jenisnya dan dokter
penanggung jawab beserta perawat mendokumentasikan dalam rekam medik.

B. Pelaporan

Pada kasus emerging disease, Tim PPI dengan Komite PPI berkoordinasi
dengan bidang terkait dan hasilnya dibuatkan laporan yang dikirim kepada
Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ditembuskan ke semua
Direksi, bidang Keperawatan, Pelayanan Medik dan Mutu.

C. Evaluasi Kegiatan

Setiap pelaksanaan penempatan pasien isolasi yang dilaksanakan di evaluasi


mulai dari proses dan hasilnya setahun sekali. Dari evaluasi proses akan
tampak semua program berjalan sesuai prinsip panduan, audit dan monitoring
terisi. Evaluasi hasil akan menunjukkan hasil kegiatan dalam satu tahun, serta
umpan balik dari Direktur dan tindak lanjutnya oleh Komite PPI.

18

Anda mungkin juga menyukai