DEFINISI
A. Pengertian
Penyakit infeksi merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
Penyakit menular adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke orang lain secara langsung maupun tidak langsung.
Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit
diantaranya penyakit karena infeksi, dari yang mulai ringan sampai yang terberat,
dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu
pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering
terpapar dengan agen infeksi bahkan keluarga yang menjaga atau pengunjung
pasien. Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang rentan
terhadap penularan penyakit, hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh pasien
yang rentan dan relatif menurun. Penularan penyakit terhadap pasien yang dirawat
di rumah sakit disebut Infeksi Rumah Sakit. Infeksi rumah sakit dapat disebabkan
oleh ketidakpatuhan petugas dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau
penularan dari pasien lain. Penularan dapat melalui kontak dengan lingkungan,
udara, cairan tubuh, makanan, peralatan yang dipakai oleh pasien yang telah
terkontaminasi, vektor dan sebagainya.
Meningkatnya risiko angka kejadian Infeksi Rumah Sakit, baik terhadap
petugas kesehatan atau pasien yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan Rumah
Sakit untuk melaksanakan upaya Pencegahan dan salah satunya adalah
memisahkan atau menempatkan pasien yang dianggap beresiko menularkan dan
dianggap berbahaya dalam ruangan tersendiri (isolasi) dan terpisah dengan pasien
lain. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar dan yang mengalami
penurunan sistem imun dikarenakan penyakit dan pengobatan juga dirawat di ruang
terpisah (isolasi).
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan atau penyebaran
kuman patogen dari sumber infeksi (pasien, petugas, pengunjung) ke orang lain.
Sejak tahun 2007, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menetapkan Kewaspadaan Isolasi ada 2 yaitu Kewaspadaan Standar dengan
menyatukan kewaspadaan universal precaution atau kewaspadaan terhadap darah
dan cairan tubuh untuk mengurangi resiko terinfeksi patogen yang berbahaya
melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Subtance Isolation (BSI) untuk
mengurangi resiko penularan patogen yang berada dalam bahan yang berasal dari
tubuh pasien terinfeksi dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
1
Dua Lapis Kewaspadaan Isolasi :
A. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan yang terpenting yang dirancang untuk diterapkan secara rutin
dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau
kolonisasi. Kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rutin
dan harus diterapkan terhadap Semua Pasien.
Kewaspadaan standar terdiri dari :
1. Kebersihan tangan/ Hand Hygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan, masker, google
(Kacamata pelindung), Face Shield (Pelindung wajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan Limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Kesehatan karyawan/ Perlindungan petugas kesehatan
8. Penempatan pasien
9. Hygiene respirasi/ Etika Batuk
10. Praktek menyuntik yang aman
11. Praktek untuk lumbal pungsi.
1. Kontak
2
2. Melalui Percikan (Droplet)
3
B. Tujuan
4
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini merupakan petunjuk dalam melaksanakan Isolasi pada Pasien dalam
upaya mencegah terjadinya Infeksi Rumah Sakit pada Pasien, Petugas,
Pengunjung sehingga meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus
pada keselamatan pasien.
A. Ruang Lingkup :
B. Prinsip :
5
c. Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar Isolasi atau
Pasien yang dirawat di kamar Isolasi.
3. Dokter Penanggung jawab Pasien :
a. Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien
memerlukan perawatan di ruang Isolasi
b. Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang Isolasi
mendapat Perawatan secara benar.
4. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan :
a. Memastikan peraturan di ruang Isolasi terlaksana dengan baik
b. Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam ruang Isolasi dan
memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya
kembali insiden tersebut.
5. Direktur Rumah Sakit :
a. Memantau dan memastikan peraturan di ruang Isolasi terlaksana dengan
baik
b. Menetapkan Kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap
masalah yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perawatan pasien di
ruang Isolasi.
6
BAB III
TATA LAKSANA
Panduan ini merupakan panduan untuk pelaksanaan Isolasi Pasien yang dirawat di
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya sehingga rumah sakit benar-benar dapat
menjalankan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terkait Pelayanan
Kesehatan (Healthcare Associated Infections).
Berikut adalah tata laksana :
7
d. Kebersihan tangan sesudah melepas sarung tangan dan
sebelum merawat pasien lain
e. Alat – alat yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan
seperti pada isolasi airborne.
f. Isolasi kontak diperlukan pada bayi baru lahir dengan
Konjungtivitis gonorhoea, Infeksi kulit oleh Streptococcus grup A,
Herpes simpleks virus, Rabies, Rubella, MRSA (Methicillin-
resistant Staphylococcus aureus), VRE (Vancomycin-resistant
Enterococci), ESBL (Extended Spectrum beta-lactamase),
Resisten E coli ISK, Clostridium difficile, Norovirus, RSV
(Respiratory Syncytial Virus), Pseudomonas aeruginosa.
g. Ruang Isolasi Jenis S : bisa dengan memaksimalkan ventilasi
alamiah atau bantuan dengan wall fan dan exhaust fan.
8
3. Isolasi untuk transmisi airborne
a. Tujuan isolasi ini adalah mencegah penyebaran semua penyakit
menular yang ditularkan melalui udara
b. Pasien ditempatkan di kamar tersendiri dan petugas yang
berhubungan dengan pasien harus memakai APD seperti
Respirator Partikulat (N95), gaun, sarung tangan, goggle,
masker bedah bagi pasien dan pengunjung
c. Petugas mematuhi aturan pencegahan yang ketat
d. Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit
Tuberkulosis, Antraks, Cacar, Difteri, Varicella, MERS coV
e. Pergantian udara lebih dari 12 kali per jam. Udara harus dibuang
keluar atau diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA
(High-Efficiency Particulate Air)
f. Di ruang Isolasi jenis N, tekanan negatif dalam ruang rawat dan
ante room.
9
4. Isolasi untuk protektif (khusus)
a. Tujuannya untuk mecegah kontak antara patogen yang
berbahaya dengan pasien yang memiliki daya tahan tubuh
rendah atau menurun (immunocompromised)
b. Pasien harus ditempatkan dalam ruangan yang memudahkan
terlaksananya tindakan pencegahan transmisi infeksi
c. Misalnya pada pasien yang mendapat terapi Sitostatika
(Kemoterapi), mendapat terapi Imunosupresi, atau paska
transplantasi
d. Ruang Isolasi jenis P, dimana ante room tekanan negatif
sedangkan ruang rawat tekanan positif.
10
Di RSUD dr. Doris Sylvanus tipe ruang Isolasi yang tersedia yaitu tipe S
(tidak ada beda tekanan dengan ruangan sekitar).
11
b. Pengkondisian Udara Masuk dengan AC Open Circulation
System
c. Pengkondisian Udara Keluar dengan Sistem Exhauster
d. Modular minimal 2 x 1,5 m2/petugas (termasuk alat).
12
3. Penularan infeksi melalui airborne (udara) adalah infeksi yang
disebarkan melalui cairan yang butirannya lebih kecil 5 µm seperti
Tuberkulosis, Antraks, Cacar, Difteri, Varicella, MERS coV.
13
3. Kamar terpisah/ kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust ke area non publik misal TBC
4. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne luas misal Varicella
5. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak,
gangguan jiwa).
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dikohorting. Namun, bila
pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan
pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.
SKRINNING PASIEN
Instalasi Forensik
14
Untuk kasus MERS-CoV RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kantor Kesehatan
Pelabuhan dalam Alur Penanganan Pasien ( terlampir).
N. Pemulangan Pasien
Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diberi edukasi
tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan sesuai dengan cara
penularan penyakitnya. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar
segera dilakukan setelah pemulangan pasien.
15
O. Pemulasaran Jenazah
1. Petugas kesehatan harus menerapkan Kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular
2. Alat Pelindung Diri lengkap harus digunakan petugas yang menangani
jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak
mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar setelah meninggal dunia
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan melakukannya
sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri
7. Petugas harus memberikan penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular namun tetap memperhatikan aspek agama, adat istiadat dan
budaya :
a) Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
b) Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus dan jika
diijinkan oleh keluarga
c) Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
d) Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
e) Jenazah sebaiknya tidak lebih dari empat jam disemayamkan di
pemulasaran jenazah.
16
4. Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin
5. Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu
bahwa kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar dapat
menerapkan kewaspadaan standar dalam penanganan jenazah
6. Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan,
pemandian, perapian rambut, pemotongan kuku, pencukuran hanya
boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah.
.
17
BAB IV
DOKUMENTASI
A. Pencatatan
Komite PPI dan Tin PPI berkoordinasi dengan berbagai bidang dalam
melaksanakan perawatan pada pasien dengan penyakit menular/ suspek dan
yang imunosupresi untuk penempatan pasien. Pasien yang memiliki indikasi
perawatan isolasi dirawat di ruangan/ kamar sesuai jenisnya dan dokter
penanggung jawab beserta perawat mendokumentasikan dalam rekam medik.
B. Pelaporan
Pada kasus emerging disease, Tim PPI dengan Komite PPI berkoordinasi
dengan bidang terkait dan hasilnya dibuatkan laporan yang dikirim kepada
Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ditembuskan ke semua
Direksi, bidang Keperawatan, Pelayanan Medik dan Mutu.
C. Evaluasi Kegiatan
18