Anda di halaman 1dari 149

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PPI

(PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI)

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PALU


TAHUN 2022

i
ii
iii
DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................v
DAFTAR ISI...............................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................5
A. Latar Belakang...................................................................................5
B. Tujuan.................................................................................................5
C. Ruang Lingkup...................................................................................2
D. Batasan Operasional..........................................................................3
E. Penyakit Menular................................................................................6
F. Kegiatan Pelayanan Ppi Rs.............................................................14
BAB II STANDAR KETENAGAAN..........................................................109
A. Kualifikasi Ketenagaan....................................................................109
B. Uraian Tugas...................................................................................110
BAB III STANDAR FASILITAS................................................................121
A. Fasilitas bagi petugas......................................................................121
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN...................................................123
BAB V LOGISTIK....................................................................................133
BAB VI KESELAMATAN KERJA............................................................134
BAB VII KESELAMATAN PASIEN..........................................................138
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU..........................................................140
BAB IX EVALUASI..................................................................................143

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi terkait pelayanan keshatan atau Healtcare


Assosiated Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan
di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan
bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai
beban ekonomi negara. Secara prinsip kejadian HAIs dapat dicegah
bilarumah Sakit secara konsisten melaksanakan program PPI.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk


memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan
tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan khususnya di
Rumah Sakit Bahayangkara Mataram

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang


pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah
sakit saja tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
sehingga khususnya di Rumah Sakit Bahayangkara Palu perlu
disusun Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi agar
terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi
acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit serta dapat
melindungi masyarakat dan mewujudkan patient safety yang pada
akhirnya akan berdampak pada efesiensi pada manajemen dan
peningkatan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Bahayangkara Palu .

B. TUJUAN

1. Tujuan umum
Meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit

v
Bahayangkara Palu melalui pencegahan dan pengendalian infeksi
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam
melaksanakan tugas,wewenang dan tanggung jawab secara
jelas.
b. Menggerakkan segala sumber daya yang ada dirumah sakit
dan fasilitas kesehatan lain secara efektif dan efisien.
c. Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara
bermakna.
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPI
Rumah Sakit Bahayangkara Palu.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


rumah Sakit meliputi :
1. Penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di
rumah Sakit
2. Program PPI
3. Pengkajian Resiko
4. Peralatan medis dan /atau Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
5. Kebersihan Lingkungan.
6. Manajemen Linen
7. Limbah Infeksius
8. Pelayanan Makanan
9. Risiko Infeksi pada Kontruksi dan Renovasi
10. Penularan Infeksi
11. Kebersihan Tangan
12. Peningkatan Mutu dan Program Edukasi
13. Edukasi, Pendidikan dan Pelatihan

2
D. BATASAN OPERASIONAL.

Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi meliputi kegiatan


sebagai berikut :

Konsep dasar penyakit

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah


kesehatan di dunia termasuk Indonesia,ditinjau dari asalnya infeksi
dapat berasal dari (Community acquaired infection) atau berasal dari
(Hospital Acquired infection). Karena seringkali tidak bisa secara pasif
ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital
Acqured infection) diganti (HAIs) yaitu healthcare assosiated
infections dengan arti lebih luas tidak hanya terjadi dirumah sakit juga
bisa terjadi di fasilitas kesehatan yang lain juga tidak terbatas pada
pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat
saat melakukan tindakan medis atau perawatan. Batasan :
a. Kolonisasi :
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen
infeksi,dimana organisme tersebut hidup,tumbuh dan berkembang
biak,namun tanpa disertai adanya respon imun atau gejala
klinis.Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan
suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi
dengan kuman patogen tanpa mengalami rasa sakit tetapi
menularkan kuman tersebut ke orang lain (sebagai carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai
gejala klinik.
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular

3
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke oranglain secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang
ditandai adanya
dolor,kalor, rubor, tumor dan fungsiolaesa.
f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma).
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium
yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat
sitemik.kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut :
(1) hipertermi atau hipotermia, (2) takikardia sesuai usia,(3)
takipneu sesuai usia,(4) leukositosis atau leukopenia atau pada
hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang ) lebih dari 10
%.SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non infeksi seperti luka
bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS yang
disebabkan oleh infeksi disebut sepsis.
Rantai penularan :
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
perlu mengetahui rantai penularan,apabila salah satu rantai
dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan.
1) Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia,dapat berupa
bakteri,virus,riketsia,jamur, dan parasit. Ada 3 faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: virulensi, patogenesis,
dan jumlah dosis obat.
2) Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat
hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan pada
orang lain, reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuhan, tanah, air dan bahan bahan organik.
Pada manusia sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran
napas, pencernaan dan vagina merupakan reservoir yang

4
umum.
3) Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir, pintu keluar meliputi saluran napas,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit, membran
mukosa, transplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya.
4) Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi
(1) kontak; langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3)
airborne, (4) Vehicle; makan, minuman, darah, (5) vektor
biasanya binatang pengerat dan serangga.
5) Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
tubuh pejamu (yang supectibel) dapat melalui saluran
pernapsan, pencernaan, perkemihan atau luka.
6) Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak
tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan
agen infeksi, faktor yang mempengaruhi umur, usia, status
gizi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier
(kateter,implantasi), dilakukan tindakan operasi.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
a) Peningkatan daya tahan pejamu.
Dengan pemberian imunisasi(vaksin Hepatitis B), promosi
kesehatan nutrisi yang adekuat.
b) Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik
dengan pasteurisasi atau sterilisasi ataupun memasak
makanan hingga matang. Kalau kimia dengan pemberian
clorin pada air dan desinfeksi.
c) Memutus rantai penularan.
Dengan menerapkan tindakan pencegahan melalui
penerapan kewaspadaan isolasi dan kewaspadaan
transmisi
d) Tindakan pencegahan paska pajanan.
Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang

5
ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lain yang
dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya
hepatitis B,C dan HIV.

E. PENYAKIT MENULAR.

1. AIDS
Pengertian
AIDS Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan
tubuh yang didapat karena terinfeksi HIV(Human Imunodefisiency
Virus).
Penyebab
Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe,tipe 1
(HIV-1) dan tipe 2(HIV-2)
Klasifikasi Infeksi AIDS
a. Infeksi Akut.
1) Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV.
2) Pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat
berlangsung 6 minggu setelahkontak.
3) Patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi
reaksi imunitas terhadap masuknya HIV.Saat ini
pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap virus HIV masih(-)
tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius.
b. Infeksi Kronik Asimtomatik
1) Lamanya dapat bertahun tahun.
2) Tanpa gejala,kemungkinan tubuh masih dapat
mengkompensasi
PGL( Persistren Generalized Lymphadenopathy)
1) Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris.
Sering terjadi pembesaran limpa di leher posterior dan
anterior.Kelompok ini berkembang menjadi AIDS kira-kira
10-30 % dalam jangka waktu 24- 60 bulan.

6
2) Cara Penularan HIV :
a) Penularan melalui hubungan seksual
b) Penularan melalui darah.
c) Penularan secara perinatal.
Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu :
 Cairan vagina.
 ASI.
 Air mata.
 Air liur.
 Air seni.
 Air ketuban.
 Cairan cerebrospinal.
3) Gejala dan tanda
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada
orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai 10
tahun,Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna
baru AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala-
gejala seperti
 Diare yang berkelanjutan .
 Penuunan berat badan secara drastic.
 Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak.
 Batuk terus menerus.
2. Flu burung.
Dibagi menjadi 4 sbb :
a. Seseorang dalam penyelidikan
b. Kasus suspek.
c. Kasus probabel
d. Kasus konfirmasi
1) Seseorang dalam penyelidikan
Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk

7
dilakukanpenyelidikan epidemiologi kemungkinan terinfeksi
H5N1,misalnya orang sehat namun kontak erat dengan
kasus atau penduduk sehat namun tinggal didaerah flu
burung,adapun gejala yang ditimbulkan :
 Batuk
 Sakit tenggorokan

 Pilek
 Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan
dibawah ini :
1) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,
probabelatau konfirm) seperti merawat, berbicara atau
bersentuhan dengan pasien dalam jarak 1 meter.
2) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai
riwayat kontak eratdengan penderita (suspek, probabel
atau konfirm) seperti memasak, menyembelih atau
membersihkan bulu.
3) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,
probabel atau konfirm) seperti membersihkan
kotoran,bahan atau produk lain.
4) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,
probabel atau konfirm) mengkonsumsi produk unggas
mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.
5) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,
probabel atau konfirm) memegang atau menangani
sampel hewan atau manusia yang dicurigai
mengandung H5N1.
6) Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai
riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,

8
probabel atau konfirm) atau binatang selain unggas
yang terinfeksi (babi atau kucing).
7) Ditemukan leukopeni.
8) Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan
pemeriksaan uji HImenggunakaneritrosit kuda atau uji
ELISA untuk influensa A tanpa subtipe.
9) Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang
cepat memburuk padaserial foto.
 Infeksi selaput mata
 Diare atau gangguan pencernaan.
 Fatigue
Kasus Probable Flu Burung Dengan Kriteria
1) Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4x
dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda
atau uji ELISA.
2) Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi
spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan
uji netralisasi(dikirim kelab rujukan
Kasus Flu burung terkonfirmasi.
Dengan kriteria :
1) Isolasi virus H5N1 positif
2) Hasil PCR H5N1 positif.
3) Peningkatan 4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk
H5N1 dari spesimen.
4) Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut
(diambil 7 hari setelah awitan gejala penyakit) dan titer
antibodi metralisasi konvalesen harus pula 1/80.
5) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80 pada
spesimen serum yang diambil pada hari ke setelah
awitan disertai hasil positif uji serologi lain,misal titer HI
sel darah merah kuda 1/160 atau western blot spesifik

9
H5 positif.

Pencegahan :
1) Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau
burung terinfeksi.
2) Menghindari peternakan unggas.
3) Hati-hati ketika menangani unggas.
4) Memasak ddengan suhu 60C selama 30 menit,atau
80C selama 1 menit)
5) Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan
tangan :
 Setelah memegang unggas.
 Setelah memegang daging unggas.
 Setelah memasak.
 Sebelum memasak
Pengobatan
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus
sehingga mengurangigejala dan komplikasi yang terinfeksi.
Macam obat :
1) Amantadine.
2) Rimatadine
3) Oseltamivir(tamiflu)
4) Zanavir(relenza)
3. Tuberkulosis (TBC)

Penyebab
TBC disebabkan oleh kuman/basil tahan asam(BTA) yakni
micobactpi derium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena
sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa
hari ditempat yang lembab dan gelap.Beberapa jenis
micobakterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada
manusia (matipik).Hampir semua organ tubuh dapat terserang

10
bakteri ini seperti kulit,otak,ginjal,tulang dan paling sering paru.

Epidemiologi
Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah
pasien TB setelah India dan Cina,diperkirakan penduduk dunia
terinfeksi TB secara laten. Di Indonesia diperkirakan terdapat
583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian setiap tahun.
Faktor resiko TB ; HIV,DM,Gizi kurang,kebiasaan merokok.
Cara penularan.
Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.
Masa Inkubasi :
Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer
atau reaksi tes tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2-10
minggu.Resiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmuner progresif
infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan
kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup.Pada pasien dengan
imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.
Masa penularan
Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan
dahaknya mengandung BTA,penularan berkurang apabila pasien
menjalani pengobatan adekuat selama minimal 2
minggu,sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan
pasien dengan persisten AFB positif dapat menjadi sumber
penularan sampai waktu lama.
Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang
dikeluarkan,virulensi kuman,terjadinya aerosolisasi waktu
batuk/bersin,dan tindakan medis beresiko tinggi seperti intubasi
dan bronkoskopi.

11
Gejala klinis :
 Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu/lebih.
 Batuk berdahak
 sesak napas
 nyeri dada
 Sering demam
 nafsu makan menurun.
 penurunan berat badan .
 BTA (+)
Pengobatan :
 Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis
(OAT) dengan metoda DOTS (Directly Observed Treatment
Shourtcore) diawasi oleh pengawas minum obat.
Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan
pemberian 4 macam obat setiap hari selama 2 bulan berturut-
turut terdiri dari rifampicin, INH,pirazinamid, dan etambutol
diikuti INH dan rifampicin 3 kali seminggu selama 4 bulan.

Pencegahan.
 Penemuan dan pengobatan TB
 Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum
terinfeksi.
 Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial
ekonomi.
4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus)
Adalah salah satu tipe bakteri stapylococus yang ditemukan
pada kulit dan hidung dan kebal terhadap antibiotika. Jumlah
kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS.

Saat ini ada 2 tipe :


4.1 Health care asosiated (HA –MRSA)

12
Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah
sakit.
4.2 Community asosiated (CA-MRSA)
Yang baru ini ditemukan ditempat–tempat umum, fitness,
loker- loker, sekolah dan perabotan rumah tangga.
Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan
tubuhnya lemah,jika daya tahan tubuh baik tidak akan
menimbulkan gejala.Bakteri yang dibawa sipasien menyebar
dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak kulit dan
menyentuh barang yang terkontaminasi. Stapylococcus
menimbulkan gejala seperti infeksi kulit, jerawat, bisul, abses
atau gigitan serangga, ini biasa menyebabkan bengkak,
merah dan nyeri. Bakteri ini dapat menembus kulit sampai
dengan menimbulkan infeksi ditulang,sendi,aliran
darah,jantung dan paru yang biasa mengancam jiwa.

Penyebaran MRSA :
1) Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang
MRSA
2) Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan
rumahtangga yang MRSA
3) Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih
4) Menyentuh hidung dari penderita MRSATanda dan gejala :
a) Infeksi luka
b) Bisul
c) Folikel rambut yang terinfeksi
d) Impetigo
e) Kulit yang sakit seperti digigit serangga
Diagnose :
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke
laboratorium dan dikultur untuk S. aureus. Jika S. aureus yang
diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri tersebut kemudian

13
terkena antibiotikyang berbeda termasuk Meticilin dan S aureus
tumbuh dengan baik di Meticilindalam kultur yang disebut MRSA.
Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan apakah
seseorang merupakan pembawa MRSA (screning untuk carrier)
tetapi sample kulit atauselaput lender hanya diswab tidak dibiopsi.

Pengobatan MRSA :
Minor infeksi MRSA kadang-kadang dapat mengalami komplikasi
serius seperti menyebar infeksi kejaringan sekitar darah, tulang
dan jantung. Karena MRSA yang tahan terhadap antibiotik banyak
akan sulit untuk mengobati namun beberapa antibiotik berhasil
mengendalikan infeksi tapi jarang.
Tindakan pencegahan :
1) Kebersihan tangan sesering mungkin terutama setelah
menyentuh hidung anda.
2) Bila batuk terapkan etika batuk
3) Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi
denganditutup kain kasa, ganti perban sesering mungkin
terutama jika basah.
4) Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juga
melalui feces
dan urine
5) Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk
penderita MRSA.
6) Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang
pribadi yanglainnya.
7) Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien
dengan sabun danclorin 0,5%.

F. KEGIATAN PELAYANAN PPI RS

I. Penyelenggaraan PPI di Rumah Sakit

a. Pengertian Surveilens Adalah:

14
Suatu pengamatan yang sistematis,efektif dan terus
menerus terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada
suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko terjadinya
penyebaran penyakit :
1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda-tanda
tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x24 jam setelah pasien dirawat dirumah
sakit apabila tanda- tanda infeksi sudah timbul sebelum
2x24 jam sejak mulai dirawat,maka perlu diteliti masa
inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme saat
masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama
tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan
berasal dari rumah sakit.

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.


1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau
meluasnya infeksi yang sudah ada pada waktu masuk
rumah sakit.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui
placenta (misalnya: toxoplasmosis, sifilis) dan baru
muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa
kelahiran.

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :


1. Kolonisasi: yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,
selaput lendir,luka terbuka) yang tidak memberikan
gejala dan tanda klinis.
2. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap
jejas atau rangsangan zat non infeksi seperti zat kimia.

15
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya
beberapa kondisi antara lain:
a) Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang
sakit,sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit
yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
b) Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang
rendah sehingga mudah tertular.
c) Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan
invasive mulai dari yang palingsederhana seperti
pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
d) Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten
terhadap antibiotika,akibatpenggunaan berbagai
macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
e) Adanya kontak langsung antar petugas dengan
pasien,petugas ke lingkungan yangdapat
menularkan kuman pathogen.
f) Penggunaan alat/instrument yang
telah terkontaminasi dengan kuman.
Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat
berasal dari :
1. Petugas rumah sakit.
2. Pengunjung pasien.
3. Antar pasien itu sendiri.
4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit.
5. Lingkungan.
Cara mencegah penularan infeksi di rumah sakit :
1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama
dalam perawatan.
2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4. Melindungi petugas.

16
5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi
pasien dan petugas.

a. 1. HAP (hospital aquared pneumonia)


HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai
parenkim paru setelah pasien dirawat dirumah sakit selama
48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak
menderita penyakit infeksi saluran napas bawah. HAP dapat
diakibatkan karena tirah baring yang lama (koma,tidak
sadar, tracheostomi,refluk gaster).
a.2 VAP (Ventilator associated pneumonia)
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai
parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik lebih
dari 48 jam dan sebelumnnya tidak ditemukan tanda – tanda
infeksi saluran napas.
Kriteria pneumonia :
1. Bunyi pernapasan yang menurun/pekak,ronchi basah
pada daerah paru.
2. Produksi sputum banyak dan purulen.
3. Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate).
4. Demam >38 C dan batuk.
5. Pemeriksaan sedíaan sputum ditemukan peningkatan
lekosit (>25/LPK). Pada orang dewasa dan anak >12
bulan didapatkan:
a) Bunyi napas menurun pekak,ronkhi basah pada
daerah paru.
 Sputum purulens baru dan perubahan warna
sputum.
 Biakan kuman dan biakan darah ()
 Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.
b) Hasil X – Ray ada infiltrasi paru, konsolidasi,
cavitasi, efusi pleura baru secara progresif ditambah

17
salah satu ini:
- Sputum purulen dan perubahan dan perubahan
sputum.
- Isolasi kuman dan biakan darah (+).
- Isolasi kuman patogen aspirasi trakhea ,sikatan
brokus atau biopsy (+).
- Titer IgM atau IGG spesifik meningkat
- Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran
pernapasan.
Pada umur kurang dari 12 tahun:
- Didapatkan 2 atau sama dengan apneu,takipneu,
bradikardia,wheesing,ronchi basah,batuk
ditambah satu diantaranya sebagai berikut :
1. produksi sputum atau sekresi pernapasan
meningkat dan purulen.
2. Isolasi kuman dan biakan kuman (+).
3. Isolasi kuman aspirasi tracea/brokus/biopsi
(+).
4. Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran
pernapasan.
5. Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x .
6. Tanda pneumonia pada pemeriksaan
hispatologi.
Faktor penyebab :
1. Lingkungan .
- Legionella, Klebsiella, P. aerogenesa, Amuba baumi.
- Makanan, Muntahan.
2. Peralatan .
- NGT
- ETT
- Suction kateter

18
- Peralatan bronchospi
- Peralatan pernapasan.
3. Manusia.
- Haemofilus influenza.
- Stapilococus Aereus
- Stapilococcus pnemonia.
- MDR stains.
Faktor-faktor resiko :
1. Kondisi pasien sendiri.
- Usia > 70 tahun.
- Pembedahan (thorakotomi,abdomen)
- penyakit kronis.
- Penyakit jantung kongestif.
- Penyakit paru obstruksi kronis.
- Perokok.
- koma.
- CVD.
2. Faktor pengobatan .
- Sedasi.
-Anestesi umum.
- Intubasi tracea.
- Pemakaian ventilator mekanik yang lama.
- Penggunaan antibiotika .
- Penggunaan imunosupresif dan
citostatika. Prinsip dasar pencegahan :
 Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru
melakukan tindakan operasi.
 Tinggikan posisi kepala 30 - 45 .
 Bila tidak diperlukan hindari
pembersihan jalan napas

19
menggunakan suctionkateter.
 Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2
% setiap ganti shif.
 Ajarkan latihan batuk efektif dan napas dalam
sebelum dan sesudah operasi.
 Lakukan perkusi dan postural drainage untuk
merangsan batuk dan mengeluarkan lendir.
 Mobilisasi dini setelah operasi.
2. Peralatan ventilator.
 Bersihkan permukaan alat secara rutin dengan
menggunakan detergent netral.
 Penggunaan close suction diganti setiap7 hari atau jika
kotor.
 Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial
filter diganti 7 hari sekali atau jikakotor.

 Termovent hepafilter diganti setiap


hari. Populasi beresiko HAP .
1. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat
dirumah sakit.
2. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan.
3. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah
baring perbulan.

Infeksi rate HAP = Numerator x 1000= %


Denominator

kasus HAP perbulan x 1000=......%


Hari rawat tirah baring perbulan

Indikator Score
1 2 3
Sekresi trakea Sedikit Sedang Banyak

20
Infiltrat Tidak ada Difus Terlokalisir
Suhu >36.5 &<38.4 >38.5 & 8.9 >39 &<36
Lekosit /mm >4000&<11.00 <4000 atau -
P 0 11.000
Poa O2 /FiO2 >240 /ARDS - <240 &
bukanARDS
p
ulPopulasi beresiko VAP :
1. Terfokus spesifik diruang ICU,NICU,PICU.
2. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik.
3. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang
ventilasi mekanik perbulan.
4. Denominator adalah jumlah hari pemasangan
ventilasi mekanik perbulan. ClinicalPulmonari
Infection score ( CPIS)

Infeksi rate VAP = Numerator x 1000= %


Denominator

kasus VAP perbulan x 1000 =.......%


Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

a.3. ILI (Infeksi Luka Infus)


1. Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria
sebagai berikut :
a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat
operasi.
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau
vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda
berikut tanpa ditemukan penyebab lainnya :
 Demam (>38° C),nyeri,eritema,atau panas pada
vaskular yang terlihat.

21
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula
intravaskular tumbuh >15 kolonimikriba.
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
d) Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
e) Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala
dan tanda berikut tanpaditemukan penyebab lain :
 Demam (>38°C rektal), hipotermia(<37 °C), apneu,
bradikardia, letargia,atau nyeri, atau panas pada
vaskular yang terlibat dan
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular
tumbuh >15 kolonimikroba
 Kultur tidak dilakukan atau hasil
negatif Petunjuk pelaporan ILI :
 ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur
semikuantitatif dari ujung kateter, tetapi bila hasil
kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka
dilaporkan sebagai ILI bukan sebagai IADP.
 Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai
IADP bila tidak ditemukan infeksi lain dari bagian
tubuh.
 Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif
dilaporkan sebagai IADP
 Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap
3 (tiga) hari sekali,sedangkan IV LINE untuk bayi dan
anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali.
2. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan
perawatan.
3. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak
dilakukan survey.
4. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari
hingga jumlah respondenterpenuhi.

22
5. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah
melalui kultur darah,setiap 3bulan sekali dilakukan kultur 3
responden setiap ruangan.

Cara menghitung ILI


Numerator x 1000 = %Denominator

Jumlah kasus ILI x 1000 =.....%


Jumlah hari pemakaian alatPopulasi beresiko ILI :

1) Semua pasien yang menggunakan IV line dengan


kurun waktu 2x24 jam.
2) Lama penggunaan kateter, lama hari rawat, pasien
denganimmunocompromise, malnutrisi, luka bakar
atau luka operasi
tertentu. Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum
melakukan tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3
hari sekali atau setiap kali diperlukan
(lembab atau kotor )
4) Lepas atau hentikan akses
pemasangan kateter vena sentral
sesegera mungkin jika tidak diperlukan
lagi.
a.4. ISK (Infeksi Saluran Kemih)Pengertian
Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi
saluran kemih yang pada pasien masuk rumah sakit belum
ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu
dirawat atau sesudah dirawat.
Kebijakan
 Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan

23
perawatan.
 Jika pasien terpasang kateter urine dari luar rumah sakit
tidak dilakukansurvey.
 Survey dilakukan pada pasien baru sampai
beberapa hari hingga jumlahresponden terpenuhi.
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :
a. Endogen : - perubahan flora normal.
b. Eksogen : - prosedur yang tidak bersih/steril, tangan tidak
dicuci sebelumprosedur
a.4.1 Infeksi Saluran Kemih Simtomatik.
Dengan salah satu kriteria dibawah ini
:
* Salah satu gejala ini :
- Demam > 380C
- Disuria
- Nikuria ( urgency )
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik.
Dan biakan urin > 100.000 kuman/ml
dengan tidak lebih dari dua jenis
mikroorganisme :
* Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
* dan salah satu tanda :
- Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk
leukosit esterase dan atau nitrit.
- Pluria (10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB
pada urine yang tidak disentrifus.

24
- Mikroorganisme positif pada pewarnaan
gram pada urine yang tidak disentlifus.
- Biakan urine dua kali dengan hasil
kuman uropatogen yang sama dengan
jumlah
> 100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara
steril.
- Biakan urin dengan hasil satu
jenis kuman uropatogen dengan
jumlah 100.000kuman/ ml dan
pasien diberi antibiotic yang
sesuai
- Diagnosis oleh dokter.
Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.
a. 4.2 Infeksi saluran kemih asimtomatik
Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
* Memakai kateter dower selama 7 hari sebelum
biakan urin dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah >100.000 kuman/ml urin
dengan tak lebih dari 2jenis kuman
* tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum
biakan urin dengan dua kali hasil biakan >100.000/ml
dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih
dari dua jenis dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria

25
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
a.4.3. Infeksi Saluran Kemih lain.
(dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau
jaringan retroperitoneal atau rongga perinefrik)
dengan salah satu criteria dibawah ini :
• Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil
dari lokasi yangdicurigai.
• Ditemukan abses atau tanda infeksi pada
pemeriksaan atau operasi atausecara hispatologis.
• Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
- Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.
• Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
• Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu
gejala :
- Demam 380C
- Hipotermia
- Apneu
- Bradikardi
- Disuria
- Letargi
- Muntah
• Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
- Biakan darah positif

26
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.
a. 4.4. Infeksi Saluran Kemih pada neonatus
- Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah,
hipertermi/hipotermi, gagal tumbuh ( gejala sama
dengan sepsis ).
- Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis.
- Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan
biakan urin dari punksi suprapubik. biakan urin
positif kalau ditemukan kuman lebih dari
100.000/ml urin.
a.4.5. Infeksi Saluran Kemih pada Anak
- Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda
usia anak makin tidak khas.
- Gejala : panas, nafsu makan berkurang,
gangguan pertumbuhan, kadang- kadang diare
atau kencing yang sangat berbau.
- Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit
perut, muntah, panas, sering kencing dan
ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala
spesifik makin jelas seperti : ngompol, sering
kencing, sakit waktu kencing ataunyeri pinggang.
- Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi
suprapubik, kateterisasibuli – buli.
- Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu
masuk dan saat diperiksaberbeda.
- Diagnosis : Klinik dan laboratorik.
- Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil
melalui suprapubik dikatakan positif apabila
jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin.
Dan apabila melalui urin pancaran tengah atau

27
kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman
dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin
- Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat
piuria.

a.5. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )


a.5.1. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer
Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran
darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain
yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi
aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan
laboratories dengan gejala / tanda berikut :
a.5.2. Klinis
Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut
tanpa penyebab lain :
- Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan
atau tanpa pemberianantipiretika.
- Hipotensi, sistolik < 90 mmHg.
- Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam
dan semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
- Tidak ada tanda – tanda infeksi di tempat lain.
- Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.
Catatan :
- Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan
diulang setiap 3 jam,
- Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur
secara oral ataurectal.
Untuk bayi umur 12 bulan.
Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa penyebab
lain :
- Demam > 380C

28
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100x/mnt
Dan semua gejala / tanda di bawah ini :
- Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila
terdapat 3 atau lebihdiantara enam gejala berikut :
- Keadaan umum menurun antara lain : malas minum,
hipotermi (< 370C) hipertermi ( 38 derajat C ) dan
sklerema.
- Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan yaitu
takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi
perifer buruk.
- Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung,
mencret, muntah, hepatomegali.
- Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak,
apnea dan takipnea.
- Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot,
iritabel, kejang dan letargi.
- Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning,
splenomegali dan perdarahan. Dan Semua gejala / tanda
di bawah ini :
- Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi
tidak ada pertumbuhankuman.
- Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
1) Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman

29
tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi
ditempat lain.
2) Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
- Demam > 380C.
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri
Dan satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut –
turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi ditempat
( organ / jaringan ) lain.
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien
yang menggunakan alat intravascular ( kateter
intravena ) dan dokter telah memberikan
antimikroba yang sesuai dengan sepsis.
Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara
gejala berikut :
- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100/mnt
Dan satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut –
turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan lain )
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien
yang menggunakan alat intravaskuler ( kateter
intravena ) dan dokter telah memberikan
antimikrobayang sesuai dengan infeksi.
Catatan :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :

30
a. Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi
setelah lebih dari 3 hari.
b. Terjadi 3 hari setelah partus patologik,
tanpa didapatkan pintu masuk kuman.
c. Pintu masuk kuman jelas misalnya luka
infuse. Cara penghitungan :
Numerator x 1000 =.........%
Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 =.......%


Jumlah hari pemakaian alat kateter urine

a.6. ILO (Infeksi Luka Operasi)

Pengertian
a. ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan
jaringan bawah kulit(subkutan )
b. ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak
yang lebih dalam (fasiadan lapisan otot)
c. ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau
mencapai rongga dalam tubuh.

Kategori operasi :
1) Operasi bersih adalah operasi dilakukan pada daerah/kulit
yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat peradangan
dan tidak membuka traktus respiratorius, gastroinestinal,
orofaring, urinarius, atau traktus biliaris atau operasi
terencana dengan penutupan kulit primer atau tanpa
pemakaian drain tertutup.

31
Kebijakan
a. Kriteria ILO superfisial :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari
setelah tindakan operasi.
- Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah
kulit (subkutan)-
- Terjadi hal 2 sebagai berikut :
 Drainase bahan purulen dari insisi superficial
 Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan
atau jaringan yang diambil secara aseptic dari
tempat insisi superficial.
 Sekurang kurangnyaterdapat :
- Satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut :
rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir,
kemerahan, atau hangat pada perabaan.
- Insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh
dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak
dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak
memenuhi kriteria ini.
 Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau
dokter yang menanggan pasien tersebut.
b. Faktor Risiko ILO
- Kondisi pasien sendiri misalnya : usia, obesitas,
penyakit berat, ASA Score, karier MRSA, lama rawat
pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
- Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis
tindakan, antibiotik profilaksis, lama operasi, tindakan
lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah, mandi
sebelum infeksi luka operasi.
c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan
perawatan.

32
d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak
dilakukan survey.
e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai
beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.
Kategori resiko :
1) Jenis luka
 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1Keterangan :
- Luka bersih : nontrauma,operasi luka tidak infeksi,tidak
membuka saluranpernapasan dan genitourinari.
- Bersih kontaminasi: operasi yang membuka
saluran pernapasan dangenitourinari.
- Kontaminasi luka terbuka: trauma terbuka.
- Kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
2) Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai
penutupan kulit.Setiap jenis operasi berbeda
lama opearasinya
 Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu
yang ditentukan : Skor 0
 Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1
3) ASA score .
 ASA 1-2,skor :0
 ASA 3-5, skor :1
= X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu.Y :
jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.
Pencegahan ILO :
1. Pra bedah.
a. Persiapan pasien sebelum operasi.

33
 Jika ditemukan tanda-tanda infeksi sembuhkan
dulu infeksinya sebelum hari operasielektif dan jika
perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.
 Jangan mencukur rambut, pencukuran hanya
dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat
rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi
(pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi
dengan menggunakan alat cukur elektric.
 Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes
dan hindari kadar gula darah yang terlalu rendah
sebelum operasi.
 Sarankan pasien untuk berhenti merokok minimal
30 hari sebelum hari elektif operasi.
 Mandikan pasien dengan cairan sabun yang
mengandung chlorhexidine 2
% min 1 jam sebelum operasi.
b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah
 Kuku harus pendek dan jangan menggunakan
kuku palsu.
 Lakukan kebersihan tangan bedah dengan
chlorhexidine 4 % setelah kebersihan tangan
tangan harus tetap mengarah ke atas dan
dijauhkan dari tubuh agar air mengalir dari ujung
jari menuju siku,keringkan tangan dengan handuk
steril,pakai sarung tangan dan gaun steril.
c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi.

 Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi


agar mendapatkan pengobatan.
d. Profilaksis anti mikroba.

 Pemberian antimikroba hanya bila diindikasikan


dan pilihlah yang paling efektif terhadap patogen

34
umum yang menyebabkan ILO pada operasi jenis
tersebut yang direkomendasikan.
 Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1
jam sebelum operasi sehingga saat dioperasi
konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan
maximal.

2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
 Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .
 Jangan menggunakan fogging dan sinar
UV dikamar operasiuntuk mencegahILO
 Pintu kamar bedah harus selalu
tertutup kecuali diperlukan untuk
lewatnyaperalatan bedah.
 Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.
b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan.
 Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan
chlorine 0,5 % dan biarkan 10 menit kemudian
bersihkan cairan tadi.
 Tidak perlu pembersihan khusus/penutupan kamar
bedah setelah selesai operasi kotor
 Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan
menggunakan detergent normal.
c. Sterilisasi instrumen bedah.
 Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.
 Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen
yang harus digunakansegera seperti instrumen jatuh
saat operasi.
d. Pakaian bedah /drapes.
 Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila

35
memasuki kamar bedahsaat operasi berjalan.
 Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.
 Jangan menggunakan caver shoes untuk
mencegah ILO Ganti gaun bila tampakkotor dan
terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
 Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
e. Teknik aseptik dan bedah.
 Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan
CVP, kateter anestesispinal/ epidural/ dan bila
menyiapkan obat- obatan steril.
 Siapkan peralatan dan larutan steril sesaat
sebelum digunakan.
 Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan
homeostasis yang efektif, minimalkan jaringanyang
mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi
operasi.
 Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap
tertutup, letakkan drain pada lokasi tubuh yang
terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin
bila sudah tidahk dibutuhkan.
3. Paska Bedah

 Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah


operasi segera lakukan penggantian verban.
 Lakukan mobilisasi sedini mungkin.
 Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk
mengkonsumsi makananbergizi.

36
2. Program PPI

a. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi

Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC


pada tahun 1996 meliputi hal-hal sebagai berikut. Namun
yang terbaru menyatukan universal precaution dan body
substance isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi
dengan komponen sebagai berikut :

 Pencegahan/kewaspadaan standar, diterapkan pada


semua klien dan pasien yangmengunjungi fasilitas
layanan kesehatan, meliputi :

1. Kebersihan tangan.
2. Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri )
3. Peralatan perawatan pasien.
4. Pengendalian lingkungan.
5. Pemrosesan peralatan pasien dan
6. penatalaksanaan linen.
7. Kesehatan karyawanan /perlindungan
petugas kesehatan.
8. Penempatan pasien.
9. Hygiene respirasi/etika batuk.
10. Praktek menyuntik yang aman.
11. Praktek untuk lumbal punksi.

Komponen Utama Pencegahan Baku dan Penggunaannya :


Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya
terdapat dalamTabel 2-1. Penggunaan pelindung (barier) fisik,
mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme dan individu,
misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau
petugas layanan kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif

37
untuk mencegah penularan infeksi (barier membantu
memutuskan rantai penyebaran penyakit).Contohnya, tindakan
berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada
klien, pasien dan petugas layanan kesehatan serta menyediakan
sarana bagi pelaksanaan Pencegahan Baku yang baru:
 Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan)
sangat berpotensi menularkan infeksi.
 Kebersihan tangan merupakan prosedur yang paling
penting dalam pencegahan kontaminasi silang (orang ke
orang atau benda terkontaminasi ke orang).
 Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh
kulit yang terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh
tubuh lainnya atau instrumen yang kotor dan sampah yang
terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.

3. Pengkajian Risiko
Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek
permasalahan, memerlukan perhatian dan tindakan yang
baik. Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang
merupakan acuan mutu rumah sakit, sehingga memerlukan
tindakan yang baik.
Oleh sebab itu kita harus tahu dulu :
1. Resiko adalah :

 Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai


dampak pada pencapaian tujuan(AS/NZS 4360:2004)
 Efek ketidakpastian tujuan (ISO 3100:2009)
2. Management Resiko adalah :
 Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk
mewujudkan peluang-peluang sambil mengelola efek
yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)
 Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi berkaitan dengan resiko (ISO

38
3100:2009)

Identifikasi Resiko

Adalah proses mengenal, menemukan dan


mendiskripsikan resiko. Hal pertama yang dilakukan untuk
mengelola resiko adalah mengidentifikasi. Identifikasi ini
dibagi 2yaitu : Secara Proaktif dan Reaktif.
a. Identifikasi secara proaktif adalah kegiatan identifikasi
yang dilakukan proaktif mencari resiko yang menghalangi
rumah sakit mencapai tujuan.Jika faktor resikonya belum
muncul dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan
dengan cara audit,brainstorming,pendapat ahli,FMEA,
analisa SWOT.
b. Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi
setelah resiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk
insiden dan gangguan.Metoda yang digunakan adalah
pelaporan insiden. Tentu saja kita akan melaksanakan
prinsip identifiksi proaktif karena belum menimbulkan
kerugian.

Analisa Resiko.
Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan
menentukan peringkat resiko,analisadilakukan dengan cara
menilai :

1. Seberapa sering peluang resiko muncul


2. Berat ringannya dampak yang ditimbulkan
Tabel
Descripsi 1 2 3 4

Jarang Intermediat Sering Selalu terjadi


e

39
Frekuensi

Probability

Dampak

Occurence

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan


tujuannya mendapatkan peringkatsehingga dapat menentukan
skala prioritas penanganannya.

Tabel Peringkat Resiko :


1. Ekstrim ( 15-25)
2. Tinggi (8-12)
3. Sedang (4-6)
4. Resiko rendah (1-3)
Evaluasi Resiko.
Adalah proses membandingkan antara hasil analisa
resiko dengan kriteria resiko untuk menentukan apakah
resiko dan /besarnya dapat diterima atau
ditolelir.Sedangkan kriteria resiko adalah kerangka acuan
untuk mendasari pentingnya resiko dievaluasi. Dengan
evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang yang
bertanggung jawab sesuai denga resiko,dengan demikian
tidak ada resiko yang terlewati.

Penanganan Resiko

Adalah proses memodifikasi resiko :

1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak


memulai atau melanjutkanaktivitas yang menimbulkan
resiko.
2. Mengambil atau meningkatkan resiko
untuk mendapatkan peluang (lebih baik)

40
3. Mengubah kemungkinan.
4. Menghilangkan sumber infeksi.
5. Mengubah konsekuensi.
6. Berbagi resiko dengan pihak lain.
7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan.

Ruang Isolasi (Kohorting)

Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit


merupakan bagian integral dari programpengendalian
infeksi nosokomial
Tujuan
Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah
transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke
pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau
sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol
maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation
Precaution sangat diperlukan.
1. Airborne Precaution
a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang
mempunyai persyaratan sebagaiberikut:
o Tekanan udara kamar negative dibandingkan
dengan area sekitarnya.
o Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.
o Pengeluaran udara keluar yang tepat
mempunyai penyaringan udara yang efisien
sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah
sakit.
o Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam
kamar
o Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien

41
dalam satu kamar dengan pasien lain dengan
infeksi mikroorganisme yang sama atau
ditempatkan secara kohort.
o Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar
dengan infeksi berbeda.
b. Respiratory Protection
o Gunakan perlindungan pernapasan (N95
respirator) ketika memasuki ruangan pasien yang
diketahui infeksi pulmonary tuberculosis
o Orang yang rentan tidak diberikan memasuki
ruang pasien yang diketahui atau diduga
mempunyai measles (rubeola) atau varicella,
mereka harus memakai respiratory protection (N
95) respirator.
o Orang yang immune terhadap measles
(rubeola), atau varicella tidak perlumemakai
perlindungan pernafasan.
c. Patient Transport
o Batasi area gerak pasien dan transportasi
pasien dari kamar, hanya tujuanyang penting
saja.
o Jika berpindah atau transportasi gunakan
masker bedah pada pasien
2. Droplet Precaution
a. Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri,
tempatkan pasiensecarakohart
 Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan
pasien dengan jarak 3 ftdengan pasien lainya
b. Masker
 Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft

42
 Beberapa rumah sakit menggunakan
masker jika masuk ruangan
c. Pemindahan pasien
 Batasi pemindahan dan transportasi pasien
dari kamar pasien, kecualiuntuk tujuan yang
perlu
 Untuk meminimalkan penyebaran droplet
selama transportasi, pasiendianjurkan pakai
masker
3. Contact Precaution
a. Penempatan pasien
o Tempatkan pasien di kamar tersendiri
o Bila tidak ada kamar tersendiri,
tempatkan pasien secara kohart
b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.
o Gunakan sarung tangan sesuai prosedur
o Ganti sarung tangan jika sudah
kontakdengan peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme
o Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan
ruangan
o Segera kebersihan tangan dengan
antiseptic/antimicrobialatau handscrub
o Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan
tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh
peralatan atau lingkungan yang mungkin
terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya
mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.
c. Gaun
o Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki
ruang pasien bila diantisipasi bahwa pakaian
akan kontak dengan pasien, permukaan

43
lingkungan atau peratalan pasien di dalam
kamar atau jika pasien menderita inkontaneia,
diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka
o Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
o Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak
mungkin kontak dengan permukaan lingkungan
untuk menghindari berpindahnya
mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain

d. Transportasi pasien
o Batasi pemindahan pasien dan transportasi
pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang
penting saja. Jika pasien harus pindah atau
keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan
pencegahan dipelihara untuk mencegah dan
meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme
ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan
peralatan.

Peralatan Perawatan Pasien


 Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada
pasien sendiri, atau secara kohort
 Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort,
lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai
kepada pasien lain.
Recommendation Isolation Precaution
“administrative Controls”
1. Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan
kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit
untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam
menjalankanya.
Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan

44
pencegahan)
2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan
pencegahan dan adanya perbaikan langsung.
Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan
cara penularannya :
1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi
tersendiri.
2. Saat ini Rumah Sakit Bahayangkara Mataram belum
memiliki ruang isolasi tersendiri, kedepannya akan
direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular
yang sesuai ketentuan, untuk merawat pasien, Rumah
Sakit Bahayangkara Mataram menggunakan cara
Pengelompokan (Kohorting ) pasien menular TBC, diare
berat, varicella, perdarahan tak terkontrol, luka lebar
dengan cairan keluar.
3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical
mask rangkap 2) atau masker N 95 (bila mungkin) pada
saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker
setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius.
Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai,
gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai
(disposable)
4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus
dilepaskan dengan hati-hati dan masukkan kedalam
tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang
berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat
pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus
melakukan kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.
5. Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:

 Termometer
 Stetoskop
 Tensimeter

45
 Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)
 Tempat pembuangan limbah infeksius:
o Jas
o Instrumen
o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan
 Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting
 Barrier atau penghalang
 APD yang sesuai.

4. Peralatan Medis dan/atau Bahan Medis Habis


Pakai (BMHP)
Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient
safety,maka peralatan yang digunakan baik langsung
maupun tidak langsung sangat mempengaruhi
keselamatan pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang
ditimbulkan jika digunakan kembali, oleh sebab itu
dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sebagai
berikut ;

1. Peralatan yang use (sekali


pakai) Berupa benda tajam
Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh
pasien
Yang penggunaannya dilakukan secara septic.
Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan
non kritikal.
2. Kategori Alat-alat medis :
Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat
resiko
Kritical Alat yang Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
digunakan
masuk, steam,stera dijaga : untuk tindakan
penetrasi d

46
dalam atau DDT - Bungkusan invasif.
jaringan alat
steril, harus kering. -Endoskopidan
rongga,
aliran darah
- Kemasan assesoris yang
tidak
robek dipakai dlm
tindakan
-Bungkusan invasif:
harus
dibuat dengan - Alat ERCP
menghambat -Laparoskopi
bioefektif - Broncoskopi
selama
penyimpanan. - Instrument
- Simpan alat bedah/operasi
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai.
Semi Alat yang Sterilsasi Simpan pada Alat yang
kontak berhubungan
kritical dengan steam/term daerah bersih dengan
selaput al dan respiratori :
lendir atau kering guna -LM laringeal
dengan mask.
cairan melindungi dari -Vaginal
speculum.
desinfektan kontaminasi - Endotrakeal
non

47
chlorine 0,5 lingkungan kinkin.
%
- Probe
invasif
ultrasonic
(trans
vaginal probe).
-Fleksible
endocopes:
*Colonoscope
*Sigmoideskope
- Breast pump
Non Alat yang Bersihkan Simpan -Alatnon
kritical kontak alat dalam invasif
dengan dengan keadaan equipmen
kulit mengguna bersih t:
kan ditempat * Bedpan dan
detergent yang urinal
danair.jika kering * Manset
mengguna tekanan
kan darah.
desinfekta * Bed
n gunakan * Termometer.
yang * Tourniket
compatibel * Tensimeter
* Pot
obat
pasien.
* Kontainer darah.

Batas penggunaan alat medis


Alat Frekuensi Dengan Proses Kontrol
Medis Penggunaan Melihat
Ulang&
Proses
Larin 40 X Steam 1.Catat jumlah re-use pada
geal kartupemeliharaan .
mas 2.Setelah 40x alat
k langsungdibuang.
3. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang

48
Nasal 5 X Steam 4.Catat jumlah re-use pada
spray kartupemeliharaan .
5.Setelah 5 x alat
langsungdibuang.
6. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang
Endotr 40 X Steam 7.Catat jumlah re-use pada
aceal kartupemeliharaan.
tube 8.Setelah 40x alat
non langsungdibuang.
kinkin 9. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang
Respir 30 X Steam 10. Catat jumlah re-use pada
atory kartupemeliharaan.
valve 11. Setelah 30x alat
langsungdibuang.
12. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang

Hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi

Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah :

a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan


tidak berubah keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik,
kimia, biologis.

b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan


semua jenis kotoran biologis dari setiap pemakaian yang
sebelumnya dan peralatan bebas dari zat Pyrogenis, Tes
Pyrogenisitas dari pabrik.

c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat


reaksi kimia dengan pelarut atau zat pembersih

d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus


peralatan bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah
ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-
uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan

49
pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian alat
tersebut.
d.1. Semua permohonan untuk memakai kembali
peralatan disposible/Re-use atau sekali pakai saja
harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(IPCN)
Rumah Sakit Bahayangkara Mataram untuk
memungkinkan pengembangan protokol langkah
demi langkah untuk proses ulang
d.2. Tidak ada peraturan dan undang-undang untuk
Indonesia dan prosedur untuk menangani alat-alat
yang sudah kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan
ke HICMR sesuai dengan kondisi.

Proses desinfeksi barang use yang di reuse


Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi :

Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


resiko
Kritis Alat yang Sterilisasi Sterilisasi harus -
masuk, steam, dijaga : Alat yang
penetrasi sterad atau - Bungkusan digunakan
dalam DDT alat untuk
jaringan haruskerin tindakan
steril, g.Kemasan invasif.
rongga, tidak robek
aliran - Bungku
darah san
harus
dibuat
dengan
mengha
mbat
bioefekti
f
selama
penyimp
anan

50
- Simpan
alat steril
pada area
steril guna
melindung
i dari
kontamina
si
lingkunga
- Alat steril
yang tidak
dibungkus
harus
segera
dipakai
Semi Alat yang Sterilsasi Simpan pada Alat yang
kritis kontak steam/term daerah bersih berhubunga
dengan al dan dan kering ndengan
selaput dengan guna respiratori :
lendir cairan melindungi -LM
desinfektan dari laringeal
tingkat kontaminasi mask.
tinggi lingkungan
-Vaginal
speculum.
-
endotrake
al non
kinkin.
-
probeinva
sif
ultrasonic
(transvagi
nalprobe).
-Fleksible
*colonosco
pe
- Breast
pump

51
Non Alat yang Bersihkan Simpan -Alat non
Kritis kontak alat dalam invasifEqu
dengan dengan keadaan ipment :
kulit mengguna bersih * Bedpan
kan ditempat &urinal.
detergent yang kering *Manset
dan air.jika tekanan
mengguna darah
kan .
desinfektan * Bed
gunakan * Termom
yang eter.
compatibel * Tournike
t
* Tensime
ter

5. Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit


Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum
rumah sakit dan klinik, yang meliputi lantai, dinding, alat-alat,
meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah
tangga adalah :
 mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari
pasien, tamu, staf, danmasyarakat sekitar,
 mengurangi risiko kecelakaan, dan
 mengupayakan lingkungan yang bersih dan
menyenangkan untuk pasien dan staf
Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik,
seperti ruang tunggu dan kantor administrasi, tergolong risiko
rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air.
Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan
darah atau duh tubuh lain, tergolong risiko tinggi memerlukan
disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang
ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988).
Penggunaan disinfektan selain sabun dan air dianjurkan pula

52
di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan
ruang perawatan intensif.

6. Pengelolaan Linen
Memproses linen terdiri dari semua langkah yang
diperlukan untuk mengumpulkan, membawa, dan memilih
(menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci,
mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian
menyimpan dan mendistribusikannya. Memproses linen
secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang
rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah utamanya
tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan,
membawa, dan memilih linen kotor harus sangat berhati-hati.
Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan
rumah tanggauntuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum
atau benda tajam, termasuk pecahan gelas. Staf yang
bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus
memakai sarung tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron
plastik atau karet.

7. Limbah Infeksius

1) Risiko Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain
sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi
tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat
menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut
maka diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan
kesehatan.

53
a) Jenis Limbah
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu
melakukan minimalisasi limbah yaitu upaya yang
dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce),
menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle).

Tabel Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategorinya
b) Tujuan Pengelolaan Limbah
1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung
dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera.
2) Membuang bahan-bahanberbahaya (sitotoksik,
radioaktif, gas, limbahinfeksius, limbah kimiawi
dan farmasi) dengan aman.

c) Proses Pengelolaan Limbah Proses pengelolaan limbah


dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,

54
pengangkutan, penyimpanan hingga
pembuangan/pemusnahan.
1) Identifikasi jenis limbah: Secara umum limbah medis
dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan
kategori limbah medis padat terdiridari benda tajam,
limbah infeksius, limbah patologi, limbah sitotoksik,
limbah tabung bertekanan, limbah genotoksik,
limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam
berat, limbah kimia, dan limbah radioaktif.
2) Pemisahan Limbah Pemisahan limbah dimulai pada
awal limbah dihasilkan dengan memisahkan limbah
sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah sesuai
dengan jenisnya, antara lain:
− Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi
darah dan cairan tubuh masukkan kedalam
kantong plastik berwarna kuning. Contoh: sampel
laboratorium, limbah patologis (jaringan, organ,
bagian dari tubuh, otopsi, cairan tubuh, produk
darah yang terdiri dari serum, plasma, trombosit
dan lain-lain), diapers dianggap limbah infeksius
bila bekas pakai pasien infeksi saluran cerna,
menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di
transmisikan lewat darah atau cairan tubuh
lainnya.
− Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak
terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan
ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan,
sampah kantor.
− Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki
permukaan tajam, masukkan kedalam wadah
tahan tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit, ujung

55
infus, benda yang berpermukaan tajam.
− Limbah cair segera dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah cair (spoelhoek).
3) Wadah tempat penampungan
sementara limbah infeksius berlambang
biohazard. Wadah limbah di ruangan:

− Harus tertutup
− Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
− Bersih dan dicuci setiap hari
− Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan
tidak berkarat
− Jarak antar wadah limbah 10-20
meter, diletakkan di ruang tindakan
dantidak boleh di bawah tempat tidur
pasien
− Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi
¾ penuh
4) Pengangkutan
− Pengangkutan limbah harus menggunakan troli
khusus yang kuat, tertutup dan mudah
dibersihkan, tidak boleh tercecer, petugas
menggunakan APD ketika mengangkut limbah.
− Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien,
bila tidak memungkinkan atur waktu
pengangkutan limbah
5) Tempat Penampungan Limbah Sementara
− Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah
sebelum dibawa ke tempatpenampungan akhir
pembuangan.
− Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan
ikat dengan kuat.

56
− Beri label pada kantong plastik limbah.
− Setiap hari limbah diangkat dari TPS minimal
2 kali sehari.
− Mengangkut limbah harus menggunakan
kereta dorong khusus.
− Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan,
tertutup limbah tidak bolehada yang tercecer.
− Gunakan APD ketika menangani limbah.
− TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selaludijaga
kebersihannya dan kondisi kering.
6) Pengolahan Limbah
- Limbah infeksius dimusnahkan dengan
insenerator.
- Limbah non-infeksius dibawa ke tempat
pembuangan akhir (TPA).
- Limbah benda tajam dimusnahkan dengan
insenerator. Limbah cair dibuangke spoelhoek.
- Limbah feces, urin, darah dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah(spoelhoek).
7) Penanganan Limbah Benda Tajam/ Pecahan Kaca
- Janganmenekuk atau mematahkan benda tajam.
- Jangan meletakkan limbah benda tajam
sembarang tempat.
- Segera buang limbah benda tajam ke wadah
yang tersedia tahan tusuk dantahan air dan tidak
bisa dibuka lagi
- Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
- Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis
pakai (recapping).

57
- Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi
tindakan.
- Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan
sarung tangan rumah tangga
- Wadah Penampung Limbah Benda Tajam
o Tahan bocor dan tahan tusukan
o Harus mempunyai pegangan yang
dapat dijinjing dengan satu tangan
o Mempunyai penutup yang tidak dapat
dibuka lagi
o Bentuknya dirancang agar dapat digunakan
dengan satu tangan
o Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian
terisi dengan limbah
o Ditangani bersama limbah medis.
Pembuangan Benda Tajam
- Wadah benda tajam merupakan limbah medis dan
harus dimasukkan ke dalam kantong medis
sebelum insinerasi.
- Idealnya semua benda tajam dapat diinsinersi,
tetapi bila tidak mungkin dapat dikubur dan
dikapurisasi bersama limbah lain.
- Apapun metode yang digunakan haruslah tidak
memberikan kemungkinanperlukaan.

8. Pelayanan Makanan
a. Pengelolaan dan peayanan makanan pasien harus
dilakukan oleh tenaga terlatih. Semua permukaan di
dapur harus mudah dibersihkan dan tidak mudah
menimbulkan jamur.
b. Tempatpenyimpanan bahan makanan kering harus

58
memenuhi syarat penyimpanan bahan makanan, yaitu
bahan makanan tidak menempel ke lantai, dinding
maupun ke atap.
c. Makanan hangat harus dirancang agar bisa segera
dikonsumsi pasien sebelum menjadi dingin. Makanan
dirancang higienis hingga siap dikonsumsi pasien

9. Pengelolaan Lingkungan dan Bangunan


Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya
yang dilakukan untuk dapat mengendalikan berbagai faktor
lingkungan (Fisik, biologidan sosial psikologi) di Rumah
Sakit dengan cara :
 Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien,
petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana
kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah
dengan mempertimbangkancost efektif
 Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman
 Mencegah terjadinyakecelakaan kerja.
Ruang lingkup pengelolaan lingkungan :
1. Konstruksi Bangunan
2. Udara
3. Air
4. Pembersihan Lingkungan Rumah Sakit
5. Pembersihan Lingkungan Di R.Gizi
6. Pembersihan Di Ruang Laundry
Konstruksi Dan Renovasi BangunanPengertian :
Cara melakukan perubahan bentuk, penambahan
ruangan padalokasi tertentu yang meliputi design interior,
eksterior, civil dan medical.

59
Definisi dari kegiatan konstruksi :
Tipe kegiatan renovasi ada 4 type:
a. Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan
umum.
Termasuk namun tidak terbatas pada penghapusan
ubin langit-langit untuk inspeksi visual (terbatas pada 1
genteng per5m2), lukisan (tetapi tidak pengamplasan);
mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil;
setiap kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau
memerlukan pemotongan dinding atau akses ke langit-
langitselain untuk inspeksi visual.
b. Tipe B skala kecil dan jangka pendek,yang
menghasilkan debu sedikit.
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi
pemasangan kabel telepon dankomputer, akses ke ruang
chase, memotong dinding atau langit-langit dimana
migrasi debu dapat dikendalikan.
c. Tipe C kerja apapun yang menghasilkan
debu sedang atau tingkat tinggi.
Termasuk tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran
atau penghapusan komponen bangunan built-in atau
rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan atau
mencakup dinding, meliputi penghapusan
lantai/wallpaper, ubin dan casework langit-langit,
konstruksi dinding baru, ductwork kecil atau pekerjaan
listrik diatas langit- langit, kegiatan pemasangan kabel
utama.
d. Tipe D penghancuran besar dan proyek
konstruksi
Termasuk tetapi tidak terbatas pada, penghancuran
berat, penghapusan sistem plafon yang lengkap, dan
konstruksi baru.

60
Tujuan
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang
diakibatkan pembangunan dan renovasibangunan.
Kebijakan

a. Identifikasi Kelompok Resiko Renovasi Bangunan.

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4


Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
* Area kantor  Perawatan  UGD - Areaklinis
tanpa pa pasiend  Radiology - KamarOperasi
sien/area antidak - -Kamarprosedur
 RecoveryRo
resikorendahy tercakupda invasifpasien
oms
ang lamGrup3 rawatjalan
 RuangMater
tidakterdaftardi atau4
nitas
man  Laundry
apun /VK
 Kantin
 Kamarbayi - AreaAnastessi
 Manajeme
 LabMicrobiol &pompajantung
nMaterial
ogi - SemuaIntensi
 Penerimaa
 Farmasi veCareUnit
n/Pemul
(kecuali
angan
yang
 Laboratoriu
tertulisdiGru
mtidak
p4)
spesifik
sepertiGru
p3 Koridor
Umum(yan
g
dilewatipas
ien,sup
lai,dan linen)

61
b. Pedoman Kontrol Infeksi.
Kelas I - Jalankan pekerjaan dengan metode untuk
meminimalkan peningkatan debudari operasi
konstruksi
- Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi
visual secepatnya
Kelas II - Penyediaan aktif berarti untuk mencegah
debu udara menyebar ke atmosfir
- Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.
- Konstruksi yang mengandung limbah sebelum
ditransportasi harusditempatkan dalam wadah
tertutup rapat.
- Pel basah dan/atau vakum dengan vakum
HEPA ber-filter.
- Tempatkan lap kaki di pintu masuk dan keluar dari
area kerja dan menggantiatau dibersihkan saat
tidak ada lagi proses kerja.
- Isolasi sistem HVAC di daerah mana
pekerjaan yang sedangdilakukan/kohort
dengan tekanan negatif
- Usap casework dan permukaan horizontal saat
proyek selesai.
KelasIII  Isolasi sistem HVAC di wilayah dimana
pekerjaan tengah dilakukan untuk mencegah
kontaminasi dari sistem saluran.
 Lengkapi semua barriers pembangunans ebelum
konstruksi dimulai.
 Jaga tekanan udara negatif dalam tempat
kerja menggunakan unit ventilasi saringan
HEPA atau metode lain untuk
mempertahankan tekanan negatif.

62
Keselamatan umum akan memonitor tekanan
udara
 Jangan menghilangkan barrier dari area kerja
sampai proyek lengkap dibersihkan.
 Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam
periode kegiatan konstruksi

atau sesuai yang diperlukan dalam rangka untuk


meminimalkan jejak.
 Singkirkan bahan penghalang dengan hati-
hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran
dan puing-puing yang terkait dengan
konstruksi. Bahan barrier harus diusap basa,
Vakum dengan menggunakan HEPA atau
berikan kabut air agar lembab sebelum
disingkirkan.
 Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah
tertutup rapat sebelum ditransportasi.
 Tempatkan keset kaki di pintu masuk dan
keluar darii area kerja dan diganti atau
dibersihkan saat tidak ada lagi aktifitas kerja
 Usap casework dan permukaan horizontal saat
proyek telah selesai.
Kelas IV - Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan
tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi
system saluran.
- Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum
konstruksi dimulai.
- Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja
menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau
metode lain untuk mempertahan kantekanan

63
negatif. Keselamatan umum akan memonitor
tekanan udara
- Beri segel pada lubang, pipa, saluran dan tusukan
untuk mencegah migrasi debu.
- Bangun anteroom dan mengharuskan semua
personil melewati ruangan. Pel basah atau vakum
HEPA anteroom tiap hari.
- Selama pembongkaran, kerja yang menghasilkan
debu atau bekerja di langit- langit, sepatu sekali
pakai dan baju harus dipakai dan dibuang di
anteroom ketika meninggalkan area kerja.
- Jangan menghilangkan barriers dari area kerja
hingga selesai proyek dibersihkan.
- Singkirkan bahan penghalang hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran
kotoran dan puing-puing yang terkait dengan
konstruksi.

64
10. Penularan Infeksi
Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung
Diri (APD), telah Digunakan bertahun-tahun lamanya untuk
melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada
staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan.
Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan HCV dan resurgence
tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD
menjadi sangat penting untuk melindungi staf. Yang termasuk
Alat pelindung Diri antara lain : sarung tangan, masker,
pelindung mata (perisai muka, kacamata), cup, gaun, apron
dan barang lainnya.

Di banyak negara kap, masker, gaun dan tirai terbuat dari


kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif,
bagaimanapun, terbuat dari kain yang diolah atau bahan
sintetik yang menahan air atau cairan lain (darah atau cairan
tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini,
bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di
banyak negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan
benang 140/in²) adalah bahan yang sering dipakai untuk
pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya,
katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena
cairan dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat
kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat,
sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap yaitu, sulit
disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau
terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat.

Macam APD :
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kaca mata,

65
4. Topi
5. Apron/celemek
6. Pelindung kaki
7. Gaun pelindung
8. Helm

1. Sarung tangan.
Tujuan memakai sarung tangan :
 Melindungi tangan dari kontak dengan darah,cairan
tubuh, secret, eksekreta,mukosa, kulit yang utuh dan
benda-benda yang terkontaminasi.
Jenis sarung tangan :
a) Sarung tangan steril:
 Digunakan di poli gigi atau poli bedah
 Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif
 Penggunaanya sekali pakai.
b) Sarung tangan tidak steril
 Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan
 Digunakan saat akan bersentuhan dangan
cairan atau mukosa tubuh atau bahanberbahaya
c) Sarung tangan rumah tangga
 Digunakan di linen, gizi, IPAL

 Digunakan untuk menyentuh bahan bahan


yang memerlukan perlakuan khusus(piring
yang licin, mencuci linen yang tebal, dll)

Saat petugas menggunakan sarung tangan :


1) Sebagai barier protekif dan mencegah kontaminasi
yang berat (saat akan menyentuh cairan
tubuh,sekresi,ekskresi,mukosa membran dan kulit yang

66
tidak utuh.
2) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas
ke pada pasien (saat akan melakukan tindakan aseptik
atau menangani benda-benda yang terkontaminasi.
3) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi
mikroba dari pasien lain(saat penggunaan sarung
tangan yang benar,karena sarung tangan belum tentu
tidak berlubang walaupun kecil).
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan
sarung tangan;
- Kebersihan tangan sebelum dan sesudah
melepas sarung tangan.
- Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien .
- Hindari jamahan pada benda-benda lain.
- Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan
harus dipahami.

2. Pelindung wajah.
- Tujuan : melindungi selaput lendir,hidung,mulut,dan mata
.
Jenis alat :
- Masker.
- Kaca mata.
- Face sheild.

3. Masker
Jenis masker:
a. Masker bedah
 Masker yang digunakan saat pembedahan dikamar
operasi, poli gigi, polibedah,VK
 Di ganti bila basah atau selesai pembedahan

67
 Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian
bawah, rahang dan semuarambut muka
 Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang
keluar sewaktu bekerja,bicara, batuk atau bersin
dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan
tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung
atau mulut.
b. Masker khusus
 Digunakan pada saat penanganan pasien, airbone
disease, pasien yang men- dapatkan
imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit
batuk.
 Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC
di ruang isolasi.
 Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker
N95 maka untuk penggu- nakan diruang isolasi TBC
menggunakan masker bedah rangkap dua.
c. Masker biasa.
 Digunakan dalam kegiatan sehari- hari kegiatan
yang menimbulkan bau (saat pengelolaan
sampah,kamar mandi, IPAL dll)
 Digunakan saat menderita batuk pilek.
 Digunakan saat tindakan perawatan yang
menimbulkan bau(personal higiene, membantu BAB,
BAK, perawatan luka)
4. Gogless (kacamata)

 Digunakan untuk melindungi mata dari cipratan


darah atau cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung
plastik yang jernih, kacamata pengaman, pelindung
muka dan visor.

68
 Digunakan untuk prosedur bedah dan
kemoterapi,mengosongkan drinage.
5. Apron (Celemek)
 Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan
atau yang beresiko terjadicipratan atau kontak
dengan cairan tubuh pasien.
 Digunakan untuk melindungi dari cairan atau
bahan kimia di ruang linen,dapur, IPAL,
Laboratorium, VK.
 Saat menangani pencucian peralatan bekas
digunakan pasien (instrumen,urinal, pispot, bengkok
dll)
6. Gaun.
Tujuan :
- Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau
percikan darah atau cairantubuh lainnya yang dapat
mencemari baju.
Jenis Gaun :
- Gaun pelindung tidak kedap air.
- Gaun pelindung kedap air.
- Gaun steril.
- Gaun non steril.
Indikasi penggunaan gaun :
- Tindakan atau penanganan alat yang
memungkinkan pencemaran /kontaminasi pada
pakaian petugas seperti;
 Membersihkan luka bakar.
 Tindakan drainage.
 Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam
lubang pembuangan WC atau Toilet.
 Menangani pasien perdarahan masif.

69
 Tindakan bedah.
 Perawatan gigi.
!!! Gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh
pasien.

7. Pelindung KakiTujuan :
- Melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan darah
atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau
kejatuhannalkes.
- Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan
Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan
telapak kaki digunakanuntuk melindungi kaki dari:
a. Cairan atau bahan kimia yang berbahaya
b. Bahan atau peralatan yang tajam
8. Topi (Penutup Kepala)

 Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari


cairan tubuh atau bahan berbahaya.
 Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat di
daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala
petugas dari bahan-bahan berbahaya dari pasien.
 Digunakan saat melakukan tindakan yang
memerlukan area steril yang luas
(operasi,pemasangan kateter vena sentral).
9. Helm
 Terbuat dari plastik
 Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan
pekerjaan yangberhubungan dengan bangunan.

70
Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan
penggunaan alat pelindung dilakukan
No. Kegiata Cuci Sarung Jubah/ Masker/
n tangan tangan Celemek Google
Steril Biasa
Perawatan umum

1. Tanpa luka
 Memandikan / bedding √ √
 Reposisi √ √
2. Luka terbuka
 Memandikan / bedding √ √ K/P
 Reposisi √ √ K/P
3. Perawatan perianal √ √ √
4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P
5. Pemeriksaan fisik √ K/P
6. Penggantian balutan
 Luka operasi √ √ K/P K/P
 Luka decubitus √ √ K/P K/P
 Central line √ √ K/P K/P
 Arteri line √ √ K/P K/P
 Cateter intravena √ √ K/P K/P
Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P


8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P
9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P
10. Pasang NGT √ √ √
K/P
11. Mengukur suhu axilia √ K/P
12. Mengukur suhu rectal √ √
13. Kismia √ √ K/P K/P
14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P
Perawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilator √ √ K/P


16. Suction √ √ K/P √
K/P
17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √
K/P

71
18. Perawatan TT √ K/P √√
19. PF dengan stethoscope √ K/P
20. Resusitasi √ √ √ √√
21. Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer

22. Pemasangan infuse √ Lebih √ K/P K/P


baik
23. Pengambilan darah vena √ Lebih √ K/P K/P
baik
24. Punksi arteri √ Lebih √ K/P K/P
baik
25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √
26. Penggantian botol infuse √
27. Pelesapan dan penggantian √ √
selang
infuse
28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √
29. Membuang sampah medis √ √ √
30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

11. Kebersihan Tangan.


Pedoman menjaga kebersihan tangan telah
memberikan anjuran tentang kapan dan bagaimana
melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk
pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada
masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun
1980 an.
Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama
efektifnya dengan kebersihan tangan memakai sabun
antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).Pittet dan kawan-
kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang
kepatuhan tenaga kesehatan dalam menjaga kebersihan
tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan menjaga
kebersihan tangan masih kurang, yaitu:

72
- Skin irritation
- Inaccessible handwashing supplies
- Being too bussy
- No thinking abut it

Kepatuhan menjaga kebersihan tangan di ICU (Spraot,


I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan Galleger 1999
melaporkan bahwa kepatuhan menjaga kebersihan tangan
tersebut :

Individu Patuh Tidak Patuh


% %
Dokter 33 67
Perawat 36 64
Tenaga kesehatan lainnya 43 57
Mahasiswa perawat 0 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan


kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama
infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran
mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor
yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet,
2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat
flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.
Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam
dan juga akar rambut, tidak dapat dihilangkan sepenuhnya,
walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap,
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial,
namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian
besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang
dapat menyebabkan infeksi seperti : S.Auresus, Basili Gram
Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan
melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainnya,

73
atau permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup
pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat
dihilangkan dengan mencuci tangan memakai sabun biasa
dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial (JHPIEGO, 2004).

Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran


dan debris secara mekanis dari kulit kedua belah tangan
dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient dengan
menggunakan bahan tertentu.
Flora transien dan flora residen pada kulit .
Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak
dengan pasien,petugas lain,atau permukaan lingkungan
(meja, tensimeter, stetoskop atau toilet), organisme ini
tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat saat kebersihan
tangan. Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih
dalam serta didalam folikel rambut dan tidak hilang
seluruhnya saat dilakukan pencucian dan pembilasan
keras dengan sabun dan air mengalir. Untungnya pada
sebagian kasus,flora residen kemungkinan kecil terkait
dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti
flu burung. Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat
terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang
menyebabkan infeksi seperti S .Aureus, batang gram
negatif.
Sabun
Produk pembersih yang berguna untuk menurunkan
tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan
kotoran,debris dan mikroorganisme yang menempel
sementara di tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan
untuk melepaskan mikroorganisme secara mekanik,
sementara sabun antiseptik disamping membersihkan
juga dapat membunuh kuman

74
Agen antiseptik
Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau
membunuh mikroorganisme baik yang transien atau
resisten.
Emolient
Cairan organik seperti gliserol, propilen, glikol atau
sorbitol yang ditambahkan pada handrub berguna
sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah
kerusakan kulit.
Air mengalir
Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk
kebersihan tangan merupakan air bersih bebas
mikroorganisme, memiliki turbiditas rendah (jernih,tidak
berbau ).
Tujuan mencuci tangan :
1. Membersihkan kedua tangan dari kotoran ,
2. Mereduksi jumlah microorganisme
transient Jenis kebersihan tangan ada 4
macam;
1. Kebersihan tangan surgical.
2. Kebersihan tangan Aseptik
3. Kebersihan tangan sosial
4. Kebersihan tangan
handrub 5 moment kebersihan
tangan :
1) Sebelum menyentuh pasien.
2) Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3) Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4) Setelah menyentuh pasien.
5) Setelah menyentuh lingkungan disekitar
pasien Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan
1) Petugas menggosok telapak tangan tangan kiri

75
dengan tangan kanan dansebaliknyasebanyak 4x

76
2) Petugas menggosokpunggungtangansebanyak 4x.
3) Petugas menggosok sela-sela jari dengan
tangan saling menjalin sebanyak 4x
4) Jari-jari sisi dalam dari keduatangan petugas
salingmengunci sebanyak 4x
5) Petugas menggosok ibujari berputardalam
genggaman tangankanan dan lakukan sebaliknya
sebanyak 4x
6) Petugas menggosok dengan memutarujungjari-jari
di telapak tangan kiridansebaliknya sebanyak 4x
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan:
 Kuku harus seujung jari tangan.
 Cat kuku tidak diperkenankan
 Bila tangan luka atau tidak intak,harus diobati dan
dibalut dengan balutanyang kedap air.
 Jam tangan dan cincin tidak diperkenankan dipakai
12. Peningkatan Mutu dan Program Edukasi
12.1 Sterilisasi
Sterilisasi adalah membunuh semua mikroorganisme,
termasuk endospora bakterial. Penguapan bertekanan tinggi
yang menggunakan suatu outoclave atau dryheat dengan
menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia
saat ini yang digunakan untuk proses sterilisasi.
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode
sterilisasi yang paling murah dan efektif, tetapi juga paling
sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan
Mangum2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode
pilihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang
digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat
disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik

77
dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar
lainnya sebagai sumber panas.

Kondisi Standar Sterilisasi Panas


Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada
121ºC; tekanan harus berada pada 106 kPa; 20 menit untuk
alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau
pada suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus
berada pada 30 lbs/in²; 15 menituntuk alat terbungkus.

Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak


berbeda bergantung padasterilisator yang digunakan. Bila
mungkin, ikuti anjuran pabrik.

Panas kering:
 170ºC selama 1 jam (total cycletime-meletakkan
instrumen-instrumen di oven, pemanasan hingga 170ºC,
selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5
jam), atau

 160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).

Ingat:
 Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator
telah mencapai target
 Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus
dengan metode ini lebihpendek, hanya butuh waktu 4
menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-alat
individual.

78
Kegiatan di unit CSSD :

1. Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi


2. Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi
dari ruangan

Pagi pukul 07.00-08.00 WIB

Siang pukul 14.00 -15.00 WIB


3. Ruangan CSSD terdiri dari 4 area, seperti yang
terlihat pada area ini adalah:
a. Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor”,
Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci,
dibilas dan dikeringkan. Area
penerimaan/pembersihan“hal-hal kotor” harus
memiliki:
 sebuah konter penerimaan;
 dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan
dan satu untuk membilas) dengan suplai air bersih;
dansebuah kontainer peralatan yang bersih untuk
pengeringan
b. Area kerja “bersih”
Di area kerja bersih, peralatan bersih:
 Diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan;
 Dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi
maupun DTT; dan
 Dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk
dipak atau diangin-anginkanuntuk dikeringkan dan
dimasukkan dalam wadah steril atau DTT.
Area kerja bersih harus mempunyai:
 Meja besar;
 Rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang

79
sudah dipak; dan
 Sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas
tinggi, steamer, atau boiler.
Area penyimpanan peralatan bersih, dan simpanlah
peralatan bersih di area ini. Staf CSSD juga harus
memasuki CSSD melalui area ini. Lengkapi peralatan area
ini dengan:rak-rak (lebih baik tertutup) untuk menyimpan
peralatan bersih, dan ruangan tersendiri.

Area penyimpanan steril atau DTT.


Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah
tertutup yang steril atau DTT
di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.

Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau


simpanlah peralatan di kabinet atau rak-rak yang
tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik
karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah
dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima
apabila area ini punya akses terbatas dan urusan
rumah tangga dan ventilasi terkontrol)

Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas


debu dan bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan
jadwal urusan rumah tangga reguler.

Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril


atau DTT harus disimpan dengan jarak 20 hingga 25
cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20
cm dari dinding luar.

Jangan mempergunakan kardus untuk tempat


penyimpanan, karena (Kardus melepaskan debu dan
debris serta dapat menjadi sarang serangga.)

Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi

80
sebagai peringatan bahwa paket itu rentan atas proses
kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan,
tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.

Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu


dipertahankan.

Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi


tersebut hingga dibuka.

Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan


Sistem Shelf Life:

Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan


peristiwa dan bukan terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa
dapatmembahayakan integritas dan efektivtas paktersebut.
Peristiwa yang dapat membahayakan atau
menghancurkan sterilitas pak mencakup berbagai
penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi
kelembaban, dan kontaminasi udara.
Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak
dipembungkusnya, telah basah, terjatuh di lantai,
berdebu atau tidak tersegel.
Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada
kualitas pengepakan, kondisi selama penyimpanan dan
pengangkutan, dan jumlah penanganan sebelum
digunakan.
Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik
dapat mencegah kerusakan dankontaminasi.
Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait
dengan penanganan pak secara berlebihan atau kurang
tepat. Idealnya sebuah peralatan harus ditangani tiga
kali:
(1) ketika mengeluarkan
dari sterilizer cart dan
menempatkan di rak

81
penyimpanan,
(2) ketika mengangkutnya ke tempat peralatan itu
akan digunakan, dan
(3) ketika memilihnya dibuka untuk digunakan.

Lima faktor yang kemungkinan besar


menghancurkan sterilitas atau membahayakan
efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak
adalah:
• Bakteri di udara
• Debu
• Kelembaban
• Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya
• Terbukanya pak tersebut.
Sebelum menggunakan peralatan yang telah
disimpan, periksalah pak tersebut untuk
memastikannya tidak terkontaminasi.

Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan


Peralatan Lainnya

Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih,


steril, dan DTTdari peralatan kotor dan peralatan yang
harus dibuang. Jangan memindahkan atau menyimpan
peralatan ini bersama-sama.

Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril


dan DTT ke prosedur atau ruang operasi dengan
kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk
mencegah kontaminasi.

Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak


pengiriman sebelum membawa suplai ini ke dalam
ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSSD

82
yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan
menjadi tempat bersarang serangga yang dapat
mengontaminasi area ini.)

Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area


penerimaan/pembersihan di CSSD dengan tong
sampah tertutup dan antibocor.

Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat


pembuangan dengan tong sampah tertutup dan
antibocor.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
 CSSD harus menggunakan buku ekspedisi serah
terima barang sterilisasi
 Monitoring mutu hasil sterilisasi dilakukan dengan 3
indikator ( mekanik, kimia, danbiologi )
 Sebelum dilakukan sterilisasi, dilakukan bowiedicktest
pada alat sterilisasi
 Kalibrasi eksternal autoclave dilakukan 1 tahun sekali
 Perawatan autoclave dilakukan setiap bulan.

12.2 Dekontaminasi
Merupakan langkah pertama dalam menangani
alat bedah dan sarung tangan yang telah tercemar. Hal
penting sebelum membersihkan adalah
mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin
terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah
digunakan, alat harus direndam di larutan klorin 0,5%
selama 10 menit. Langkahini dapat menginaktivasi
HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan
petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN
1990; ASHCSP 1986).
Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti
dapat mengurangi derajat kontaminasi oleh kuman

83
pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan
oleh Nyström (1981) menemukan kurang dari 10
mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya
tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat
yang telah dibersihkan dan didekontaminasi.
Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat
dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan
tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk
meminimalkan risiko infeksi.
Desinfeksi lingkungan rumah sakit
- Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan
permukaan meja, trolly didesinfeksidengan
detergen netral
- Lingkungan yang tercemar darah atau cairan
tubuh lainnya dibersihkan dengandesinfeksi
tingkat menengah.
12.3 Antibiogram
Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan
hasil resistensi kuman terhadap antibiotika yang
digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit
12.4 Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa
Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan
pengawasan obat atau bahan yangtelah kadaluwarsa
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos
saat kerja, juga dapat menstransmisikan infeksi kepada
pasien maupun petugas kesehatan lain.
Saat menjadi karyawan baru seorang petugas
kesehatan harus diperiksa riwayat pernah terinfeksi apa
saja dan status imunisasinya,imunisasi yang dianjurkan
hepatitis B, bila memungkinkan haemophilus influenza,
campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test. Alur
pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi

84
untuk HIV, HBV, HCV.
Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap
infeksi yang didapatkan dari rumahsakit meliputi :
1. Monitoring dan support kesehatan petugas.
2. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
tentang PPIRS
3. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan.
4. Menyediakan antivirus profilaksis.
5. Surveilens ILI mengenal tanda awal
transmisi infeksi saluran napas akut
darimanusia ke manuasia.
6. Terapi dan follow up
7. Rencanakan pertugas diperbolehkan
masuk sesuai pengukuran resiko bila
terkenainfeksi.
8. Upayakan support psikososial.
a. Tujuan upaya kesehatan karyawan:
1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan
rumah sakit.
2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
3. Mencegah KLB.
Unsur yang dibutuhkan
:
1. petugas yang berdedikasi.
2. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik.
3. Koordinasi yang baik antar unit.
4. Penanganan pasca pajanan infeksius.
5. Pelayanan konseling dan privasi.
b. Pelaksanaan :
a. Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah
imunisasi hepatitis B, iminisasimasal dan diulang tiap
5 tahun pasca imunisasi.

85
b. Management pasca pajanan.
- Tes pada pasien sebagai sumber pajanan.
- Tes HBS Ag dan Anti HBs petugas.
- Pemberian immunoglobulin hepatitis B
pasca pajanan sebelum 48 jam
c. Evaluasi
o dilakukan sebelum dan sesudah pajanan.
o Status imunisasi .
o Riwayat kesehtan yang lalu.
o Terapi saat ini.
o Pemeriksaan fisik.
o Pemerisaan lab dan radiologi.
o Edukasi :
 SPO PPI
 Kewaspdaan isolasi
 Kewaspadaan transmisi
o Pelaporan yang meliputi :
 Informasi resiko ekspos.
 Alur mangemen dan tindak lanjut.
 Penyimpanan data

c. Pajanan dan tindakan :


1. Virus H5N1 : bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir
2x 75 mg selama 5 hari.
2. Virus HIV
Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % perinjuri. Profilaksis
diberikan dalam waktu 4 jam pasca pajanan dengan
pemberian ARV,AZT,3TC dan Indinavir sesuai
pedoman. Pasca pajanan harus dilakukan pemeriksaan
HIV serologidan dicatat sampai jadwal pemeriksaan

86
monitoring lanjutannya.
3. Virus Hepatitis B.
Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per
pajanan,segera pasca pajanan dilakukan
pemeriksaan,dapat terinfeksi bila sumber pajanan positif
HbsAg atau HbeAg.
d. Berikut tata laksana penyakit menular dan
pencegahannya :

Penyak Masa Menular Cara Kewaspad Masa Tinda


it inkubasi selama/ transmisi aan yang petugas kan
virus perlu diliburkan/
shedding dijalankan tindakan
Abses Selama Kontak Kontak konserv
luka atif
mengelua
rkan
cairan
tubuh
Acinet Luka bakar Flora N kulit Standar dan
obac- yang di manusia, kontak
terbau hydroterapi mukus
mani menbran
dan tanah.
Bertahan di
tempa
t lembab
dan
kering
s
ampai
berbulan-
bulan,
menular
melalui
peralatan r
terbuka

87
Adenovi 6-9 hari Sekret Droplet, Konse
rus type saluran kontak rvatif
1-7 nafas
Asper Infeksi jar Inhalasi Kontak dan
gilosis luas stadium airbone
dengan airbone,
cairan conidia
berlebiha
n
Candi Standar,
diasis kontak

Chla Standar,
midia kontak,
C termasuk
trach seksual
omat
is
Conge Sampai Kontak Standar, Restriksi 7
nital umur dengan hari
rubella 1 tahun bahan kontak
nasofaring
dan urin
Conju 5- 12 14 Kontak Kontak Sampai Pengo
ngtivit hari hari stl dengan standar mata batan
is onset tangan, tidak
*aden alat kluar
ovirus terkonta kotoran
type 8 minasi
Camp 5-21 3-4 hr stl Droplet Trans Restriksi 7 Peng
ak hari bercak yang misi harisetelah obata
timbul mel besar udara bercak n
nasofaring (kontak merah simto
dekat) & timbul (yang matik
udara imun) 5hari
setelah
ekspos- 21
hr
setelah
ekspos

88
Campil Standar
o-
bacter
Closrti kontak
dium
difficile
Cyto Tidak Tahan Kontak Standar Tidak perlu
meg diketah di dengan hand
alo ui lingkun sekresi hygiene
virus gandlm &eksresi
waktu : saliva dan
pendek urin
Difteri Sekresi dr Drop Sampai Pengob
a mulut let, terapi atan
mengand kont antibiotika simtom
ung C. ak telah atikdan
difteriae lengkap dan virus.
sampai 2 Minum
kultur eritromi
berjarak24 cin3x 1
jam tablet
dinyatakan sampa
negatif, i 7hari
perlu
imunisasi
tiap
10 tahun
Gastro- Kontak Standar Tidak
enteritis px, atau mengolah
*salmo konsums kontak makanan
nella i sampai 2x
*shing makana jarak 24jam
ella n/ air kultur feses
*yente terkonta negatif
ro- minasi
colitica
Glardia Feses Kontak
lambilia

89
Hepati 15- 50 2 Fekal Standar Libur di Vaksin
tis A hari minggu oral area asi
, melalui perawatan/ hepatit
kadang feses pengolaha is A
2 nma
sampai kanan, 1
6 bulan minggu
(prema setelah
tur) sakit
kuning
Imunisasi
pasca
ekspos
Hepatit B:6- Akut atau Perkutan Standar Tidak -
isB,D 24ming kronik eus perlu Sege
gu dengan mukosa, dibatasi ra
D: 3-7 HbsAg kulit yang sampai perik
minggu positif tidak utuh HbeAg sa
kontak negatif. HbsA
dengan g
darah, atau
semen, HbeA
cairan g,tida
vagina, k
cairan perlu
tubuh divak
yang lain sin
bila
petug
as
telah
meng
andu
ng
Anti
HBs
≥ 10
mliu/m
l

90
Hepatit Perkutan Standar Restriksi
is eus sampai
C,F,G mukosa kondisi
kulit yang membaik/
tidak utuh sampai
kontak HceAg
dengan negatif
darah,
semen,
cairan
vagina,
cairan
tubuh
yang lain
Herpe 2-14 hr Asiptomat Kontak Standar, Retriksi
s ik dapat dengan kontak tidak perlu,
simple mengelua ludah tangan tapi
x rkanvirus karier dibatasi
mengand kontak
ung virus dengan px
langsung
/lewat
sekresi
luka
aberasi/
cairan
vesikel

91
HIV Perkutan Standar Kura
eus ng
mukosa, dari 4
kulit yang jam
tidak utuh pask
kontak a
dengan pajan
darah, an
semen,
cairan -
vagina, diber
cairan ikan
tubuh ARV,
yang lain AZT
dan 3
TC.
-
dilak
ukan
peme
riksa
an
HIVs
erolo
gi
dan
menit
or
setel
ah 3
bulan
,9bul
a
n,11
bulan
Helico Standar
bacter
pylori
MDRO Kontak luka Kontak

92
(MRSA,
VRE, VISA,
ESBL, Srep
pneumonia
Influensa 1-5hari Infeksiu Airbone, kontak Vaksi
s kontak nasi
pada3 langsung/ padap
hari droplet etuga
pertam dengan s yang
a sekresi rentan
sakit.Vir saluran .
us napas Amant
dapat adin
dikeluar untuk
kan kontak
sblm denga
gejala n
timbul influen
sampai sa A
7hari
setelah
dimulai
sakit,
lebih
panjan
g pada
anak
dan
orang
Hemophilu Standar
s droplet
Influenzae
Dewasa
Anak
Human Batuk Droplet Kontak
Metapne non sekret Droplet
-umo produkti respirasi
virus f,
(HMPV) kongest
i nasal
wheezi
ng,

93
bronkhi
olitis,
pneum
onia
pada
anak
+ 11,5
tahun
Novirus 12-48 Diare, Makana Kontak,
jam KLB n, air makan
terkonta an, air
mibasi
feses
N. meningitis 2-10 hr Kontak Trasmisi Libur -Perlu
dengan melalui sampa profila
sekret droplet i24jam ksis
saluran setela denga
napas hterapi n
paska Rifamp
ekspos icin
. 2x600
Rifampi mg
cin2x6 selam
00mg, a2
2hr; hari
Ciproflo ,dan
xacin1 dosis
x500mg tungga
atau l
Ceftriax Ciprofl
on250 oxac
mg IM in1x1,
atau
Ceftria
xone
250 mg
IM
Parotitis 16- Commun Kontak Tra Vaksinas
,Mumps 18hr ity dengan smi i
(12- acquire droplet si efektif,
25hr) d, virus atau dro MMR
berada langsung plet Restrik

94
dalam dengan si sp

saliva 6- sekret 9hari


7hari saluran setelah
sebelu napas, onset
m yaitu parotitis
parotitis saliva, .
sp 9hr hidung Petuga
setelah dan s rentan
onset mulut : 12hr
Px paska
immuno ekspos
- pertam
kompro a sp 25
mis hari
setelah
ekspos
terakhir
Parvovirus/ 6- Menul Kontak Tran Tida
B19 10hari ar dengan smisi k
sebelu droplet dropl perlu
m besar, et restri
bercak muntaha ksi
merah n
sp
7hari
setelah
onset

95
Pertusis 7-10 F Kontak Transmi Vaksin
hari cata dengan si droplet direkom
rrhal sekresi sp 5 hari endasi
san saluran menerim umur
gat napas, a 11-64 th
men droplet antibiotik petugas
ular besar a dengan
kontak pertusis:
dekat restriksi
fase
catarrha
l sp mg
3
setelah
onst /5
hr
setelah
terapi
antibioti
k kontak
saja
tidak
perlu
retriksi
Pollomyelitis Nonp Saluran Kontak Tran Imunisa
ar napas cairan sal smisi si
alitik: 1mingg napas, kont direkom
3- u benda ak endasi
6hari; setelah terkontam kan
paralit gejala inasi
ik7- muncul, feses
12hari dalam
feses
beberap
a
minggu-
bulan
setelah
gejala
muncul

96
Rubella 12- Sangat Kontak Transmis 5hari
23ha menular dengan i droplet setelah
ri, saat droplet dan bintik
binti bintik nasofarin kontak keluar :
k merah g pasien dengan petugas
mera keluar, cairan rentan
h virus saluran 7hari
timb lepas napas setelah
ul14- 1mingg ekspos
16ha u pertama
ri sebelu sp
setel m 21hari
ah sampai stl
eksp 5- 7hari ekspos
os setelah terakhir
onset,
congeni
tal
rubella
bisa
melepa
s virus
berbulan
2-
bertahun
2
RSV 2- Orang Tangan Transmisi Batasi
(infeksivirus 8harit sakit terkonta kontak kontak
respiratorik) er dapat minasi erat dan dgn
serin mengel saat droplet pasien
g 4- uarkan merawat atau rawat
6hari virus pasien aerosol dan
selama atau partikel lingkun
3-8hari. menyent kecil gan
Tapi uh benda bila
padaan mati, ada
ak bisa transmisi KLB
3- RSV bila RSV
4mingg menyent Restrik
u uh si
mata atau sampai
hidung gejala

97
akut
hilang

MRSA Kontak Stranda Retrik


dengan r si
petugas transmi peraw
, si atan
mungkn kontak, pasien
karier dapat dan
nares airbone pengol
anterior ahan
, makan
tangan, an bila
axilla, petug
perineu as
m, denga
nasofari n lesi
ng, kulit
orofarin basah
g tidak
perlu
retriksi
bila
Kolonisa
si

Streptoco Kont Kulit, Sta Retriksi


c-cus A ak faring nda perawat
sisi rektum, r an
terinf vagina ber pasien
eksi das &
& ar pengola
mens tran han
ekres smi makana
i si n sp 24
jam
setelah
mendap
at
antibioti
k Tidak
perlu

98
retriksi
petugas
dengan
kolonisas
i

Salmonell Orang-
a, orang
Shingella lewat
fekal oral
air/
makanan
Terkontami
nasi

Sypilis Kontak Kontak


langsung
dengan
lesi primer
atau
sekunder
sypilis

Tuberkolo Sp 1 Inhalasi Airbone, Sam -


-sis bulan droplet kontak pai petu
minu nuklei (mengelu terbu gas
m arkan kti yang
OAT cairan non terex
tubuh infek pose
infeksius) sius perlu
tes
mant
oux
bila
indurasi
nya

99
> 10
mm

perlu
profilak
sis INH
sesuai
rekom
endas
i lokal
Varicella Sp lesi Airbone, 8 hari Vaks
kering kontak, pasca inasi
& standar kontak varic
berkus sp 21 ella
ta hari
paska
kontak,
beri
imunogl
obulin
IV
paska
kontak,
imunisa
si
petugas
paska
pajanan
dalam
4 hari
Vibrio kolera Kontak
feces
Zoster Tutupi Retriksi
*lokal lesi, sampai
jangan lesi
kontak mengeri
dengan ng dan
pasien mengelu
rawat pas

100
*Menyeluru Jangan Retriksi
hatau orang kontak sampai
immuno dengan semua
kompromais pasien lesi
kering
dan
mengelu
pas
* paska Jangan Dari hari
pajanan kontak ke 10
(person dengan paska
yang pasien pajanan
rentan) rawat pertama
sp hari
ke 21
atau
hari 28
bila di
beri lagi
atau
sampail
esi
kering
dan
mengelu
pas

Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau


cairan tubuh.

1. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.


2. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
3. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Lapor ke komite PPI atau K3RS

101
Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis
B dari jarum bekas

Orang Sumber Sumber Sumber


yang HbsAg (+) HbsAg (-) tidakdiketahui
terkena
Tidak divaksin HIBG 1x Beri Bila sumber
dan vaksinHB merupakan
diberikan resiko
vaksinHB tinggi,dapat
diperlakukan
sebagai
sumber HbsAg
Pernah Tes untuk Tidak ada Tidak ada
diberi HBs: pengobatan pengobatan
vaksin tapi 1. Jika
tidak titernya
diketahui cukup
serokonver tidak perlu
sinya perlu
terapi.
2. Jika tidak
cukup
titernya beri
boosster
HB dalam
waktu 7 hari.

102
Diketahui HBIG Tidak ada Jika
non 1x(dalam pengobatan sumbermerupa
serokonver waktu 72 kanresiko
sinya jam)+ 1x tinggi dapat
dosis diperlakukan
vaksin sebagai
HB(dalam sumber HbsAg
waktu 7 (+)
hari)
Tidak Tes untuk Tidak ada Tes untuk anti HBs
:
diketahui HBs : pengobatan
serokonver 1. Jika (-) ,obati
1. Jika (-)
sinya sepertinon
obat
serokonversi.
seperti non
2. Jika titer
serokonver
tidak cukup
si. 2.Jika
booster vaksin
titer tidak
HB.
cukup
3. Jika tter
HBIG 1x +
cukup tidak
booster
perlu diobati.
vaksin HB
dan ulangi
pemeriksa
an setelah
4 minggu.
3. Jika titer
cukup,tida
k perlu
diobati.

103
-HBIG (Human B Imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
-Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10
mIU/ml

Pengobatan jika sumber positif HIV sebagai berikut :


Orang Sumber positif HIV Sumber Sumber
yang negatif HIV tidak
terkena diketahui
HIV(-) Rujuk ke dokter Tidak ada Konsultasi
internis agar pengobatan dengan
mendapatkan spesilais
nasehat. mikrobiologi
Setelah kejadian /internist
diketahui mungkin
diobati
seperti
pasien HIV
dari pasien HIV (+) (+),jika
staf harus dirujuk resiko
ke pasilitaspost tinggi.
exposur
propilaksis(PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu
6 minggu,3,6dan
12 bulanSaran :
Lakukan
pencegahan
penularan.
Tunda proses

104
kehamilanselama
3 bulan.
Jangan
memberikandonor
darah.
Suntikan zidovudine
selama 4 minggu
(250 mg3x/hari)
atau 150 mg
2x/hari(untuk tablet)

HIV (+) Tidak perlu Tidak perlu


pemberian diobati
pengobatan
propilaksis.

Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C

Orang Sumber Sumber HbsAg Sumber


yang HbsAg (-) tidak
terken (+) diketahui
a
Hepati Berikan Tidak perlu Tidak perlu diobati
tis C nasehat diobati konsul dokter
negatif untuk internistjika perlu.
melakuk
an
pemeriks
aan

105
0,3,6,12
bulan
pemeriks
aan HVC
dengan
PCR dan
diperiksa
LVT
untuk
mengeta
hui
status
infeksiny
a
Sarankan
untuk
meminimal
kan
penularan
Tidak ada
chemopro
pilaksis
tersedia,ru
juk pada
dokter
penyakit
menular

Petunjuk penggunaan ARV


1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.
2. Termasuk didalamnya
pajanan tehadap darah,cairan

106
serebrospinal,semen,vagina,a
mnion dari pasien dengan
positif HIV.
3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan.
Status HIV pasien.

Pajanan Tidak Positif Positif Rejimen


diketahui resiko
tinggi
Kulit utuh Tidak perlu Tidak perlu Tidak perlu -
PPP PPP PPP
Mukosa Pertimban Berikan Berikan AZT
/kulit gkan rejimen 2 rejimen 2 300mg/12
tidak rejimen 2 obat obat jam x
utuh obat 28 hr
3TC
150
mg/12
jam x 28
hr
- Tusu Berikan Berikan Berikan AZT
kan rejimen2 rejimen 2 rejimen 300mg/12
benda obat. obat. 3 obat jam x
tajam 28hr
solid 3TC150
Berikan Berikan Berikan mg/12
- Tusu rejimen2 rejimen 3 rejimen jam
kan obat obat 3 obat 28hr
benda Lop/r
tajam 400/100
berong mg/12

107
ga jam
x28 hari.

13. Edukasi, Pendidikan dan Pelatihan

Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi


dibutuhkan pendidikan dan pelatihan baik terhadap seluruh SDM
fasilitas pelayanan kesehatan maupun pengunjung dan keluarga
pasien. Bentuk pendidikan dan/atau pelatihan pencegahan dan
pengendalian infeksi terdiri dari:
a. Komunikasi, informasi, dan edukasi
b. Pelatihan PPI

Pendidikan dan pelatihan pencegahan dan pengendalian


infeksi diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
organisasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, serta petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki kompetensi di bidang PPI, termasuk Komite atau Tim
PPI. Pendidikan dan pelatihan bagi Komite atau Tim PPI dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.Wajib mengikuti pendidikan danpelatihan dasardanlanjut
serta pengembanganpengetahuan PPI lainnya.
b.Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan
sesuai ketentuanperaturan perundang-undangan.
c. Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar,
lokakarya dan sejenisnya.
d. Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan.
e. Perawat PPI pada Komite atau Tim PPI (Infection
Prevention and Control Nurse/IPCN) harus
mendapatkan tambahan pelatihan khusus IPCN
pelatihan tingkatlanjut.
f. Infection Prevention and Control Link Nurse/IPCLN
harus mendapatkan tambahanpelatihan PPI tingkat
lanjut.

108
Pendidikan dan pelatihan bagi Staf Fasilitas Pelayanan

109
Kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Semua staf pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengetahui prinsip- prinsip PPI antara lain melalui pelatihan
PPI tingkat dasar.
b. Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan
harus dilatih dan mampu melakukan upaya pencegahan
infeksi meliputi hand hygiene, etika batuk,
penangananlimbah, APD (masker dan sarung tangan) yang
sesuai.
c. Semua karyawan baru, mahasiswa, PPDS harus
mendapatkan orientasi PPI.
Pendidikan bagi Pengunjung dan keluarga pasien berupa
komunikasi, informasi, dantentang PPI terkait penyakit yang
dapat menular.

110
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan.
Jenis ketenagaan dalam komite PPI di RSUD Kabupaten
Karangasem
No Jenis tenaga Pendidikan Sertifikat Jumla
formal h
1 Dokter THT PPI lanjutan 1
spesialis
2 IPCN S1 IPCN 1/100
TT
3 Perawat D-3 CSSD 1
4 Kesehatan D- Management 1
ling- linen
kungan
5 Nutrisionis D-4 Management 1
Gizi
6 Farmasi S1 Apt 1
7 Laboratorium D-3 1

Kualifikasi ketenagaan PPI

1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.


2. Minimal pendidikan D3
3. Mempunyai sertifikat PPI (basic maupun advand)
4. Bekerja purna waktu

111
B. Uraian Tugas :

1. Direktur.
1) Membentuk Komite / Tim PPI dengan Surat Keputusan.
2) Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang
tinggi terhadap penyelenggaraan upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi.
3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana
dan prasarana termasukanggaran yang dibutuhkan.
4) Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian
infeksi.
5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan
pengendalian infeksi berdasarkan saran dari Komite / Tim
PPI.
6) Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika
yang rasional dan disinfektan dirumah sakit berdasarkan
saran dari Komite / Tim PPI.
7) Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang
dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa
waktu sesuai kebutuhan berdasarkan saran dari Komite / Tim
PPI.
8) Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO)
untukPPI.
9) Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, terutama bagi petugas yang berisiko
tertular infeksi minimal 1 tahun sekali, dianjurkan 6 (enam)
bulan sekali.

112
2. Komite PPI

Tugas :
1) Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan
PPI.
2) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI, agar kebijakan
dapat dipahami dandilaksanakan oleh petugas kesehatan.
3) Membuat SPO PPI.
4) Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan
program tersebut.
5) Melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa HAIs
(HealthcareAssociated Infections).
6) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan
cara pencegahandan pengendalian infeksi.
7) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit
dan fasilitaspelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.
8) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai
dengan prinsip PPI danaman bagi yang menggunakan.
9) Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) rumah sakit dalamPPI.
10) Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
11) Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan
dan pengendalianinfeksi rumah sakit, antara lain :
a) Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (TPRA) dalam
penggunaanan antibiotika yang bijak dirumah sakit
berdasarkan pola kuman dan resistensinya terhadap
antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi
antibiotika.
b) Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk

113
menyusun kebijakan.
c) Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan
clinical governance and patientsa fety.
12) Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara
periodik mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah
telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
13) Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi
bangunan dan pengadaan alat dan bahan kesehatan,
renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat
dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
14) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan
karena potensialmenyebarkan infeksi.
15) Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan
yang menyimpang daristandar prosedur / monitoring
surveilans proses.
16) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksibila ada KLB dirumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

2.1. Ketua Komite PPI


Kriteria :
1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar
PPI. Tugas :
1. Bertanggungjawab atas
- Terselenggaranya dan evaluasi program PPI.
- Penyusunan rencana strategis program PPI.
- Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI.
- TersedianyaSPO PPI.

114
2. Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi

- Kebijakan PPI.

- Memberikan kajian KLB infeksi di RS

- Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI.

- Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan


pengendalian risikoinfeksi.

- Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait


dengan PPI.

- Terselenggaranya pertemuan berkala.

3. Melaporkan kegiatan Komite PPI kepada Direktur.

2.2. Wakil Ketua Komite PPI


Kriteria :
1. Dokter/ IPCN / tenaga kesehatan lain yang mempunyai
minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI.Tugas :
a) Membantu ketua dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban
komite.
b) Mengkoordinasikan tugas dan wewenang yang
didelegasikan oleh ketua

2.3. Sekretaris Komite PPI


Kriteria :
1. Dokter / IPCN / tenaga kesehatan lain yang mempunyai
minat dalam PPI.
2. Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI.
3. Purna waktu.
Tugas :
a) Memfasilitasi tugas ketua komite PPI.

115
b) Membantu koordinasi.
c) Mengagendakan kegiatan PPI.

2.4. Anggota Komite


1. IPCN/Perawat PPI
2. IPCD/Dokter PPI :
a. Dokter wakil dari tiap KSM (Kelompok Staf Medik).
b. Dokter ahli epidemiologi.
c. Dokter Mikrobiologi.
d. Dokter Patologi Klinik.
3. Anggota komite lainnya, dari :
a. Tim DOTS
b. Tim HIV
c. Laboratorium.
d. Farmasi.
e. sterilisasi
f. Laundry
g. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS).
h. Sanitasi lingkungan
i. Pengelola makanan
j. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
k. Kamar jenazah.

1. IPCD / Infection Prevention Control


Doctor Kriteria IPCD :
1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar
PPI.
3. Memiliki kemampuan leadership.Tugas IPCD
:

116
4. Berkontribusi dalam pencegahan, diagnosis
dan terapi infeksi yang tepat.
5. Turut menyusun pedoman penggunaan
antibiotika dan surveilans.
6. Mengidentifikasi dan melaporkan pola
kuman dan pola resistensiantibiotika.
7. Bekerjasama dengan IPCN / Perawat PPI
melakukan monitoring kegiatan surveilans
infeksi dan mendeteksi serta investigasi KLB.
Bersama komite PPI memperbaiki kesalahan
yang terjadi, membuat laporan tertulis hasil
investigasi dan melaporkan kepada pimpinan
rumah sakit.
8. Membimbing dan mengadakan pelatihan PPI
bekerja sama dengan bagian pendidikan dan
pelatihan (Diklat) di rumah sakit.
9. Turut memonitor cara kerja tenaga
kesehatan dalam merawat pasien.
10. Turut membantu semua petugas kesehatan
untuk memahami PPI.

2. IPCN (Infectionrevention and Control Nurse)


Kriteria IPCN :
1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma
III Keperawatan
2. Mempunyai minat dalam PPI.
3. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
dan IPCN.
4. Memiliki pengalaman sebagai Kepala
Ruangan atau setara.
5. Memiliki kemampuan leadership dan inovatif.

117
6. Bekerja purnawaktu.
Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :
1. Melakukan kunjungan kepada pasien yang
berisiko di ruangan setiap hari untuk
mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien di
baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaaan program PPI,
kepatuhan penerapan SPO dan memberikan
saran perbaikan bila diperlukan.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan
kepada Komite/Tim PPI.
4. Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan
investigasi KLB.
5. Memantau petugas kesehatan yang terpajan
bahan infeksius / tertusuk bahan tajam bekas
pakai untuk mencegah penularan infeksi.
6. Melakukan diseminasi prosedur kewaspadaan
isolasi dan memberikan konsultasi tentang PPI
yang diperlukan pada kasus tertentu yangterjadi
di fasyankes.
7. Melakukan audit PPI di seluruh wilayah fasyankes
dengan menggunakandaftar tilik.
8. Memonitor pelaksanaan pedoman penggunaan
antibiotika bersamaKomite/Tim PPRA.
9. Mendesain,melaksanakan, m e monitor,
mengevaluasi dan melaporkan surveilans infeksi
yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan
bersama Komite / Tim PPI
10. Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan
program PPI.

118
11. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit
agar sesuai dengan prinsipPPI.
12. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung
rumah sakit tentang PPI.
13. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas
kesehatan, pasien, keluarga dan pengunjung
tentang topik infeksi yang sedang berkembang
(New- emerging dan re-emerging) atau infeksi
dengan insiden tinggi.
14. Sebagai coordinator antar departemen/unit dalam
mendeteksi, mencegah dan mengendalikan
infeksi dirumah sakit.
15. Memonitoring dan evaluasi peralatan medis
single use yang di re –use.

2.4.3.. IPCLN (Infection Prevention and Control


Link Nurse)
Kriteria IPCLN :
1. Perawat dengan pendidikan minimal Diploma
3, yang mempunyai minatdalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar
PPI. Tugas IPCLN :
IPCLN sebagai perawat pelaksana
harian/penghubung bertugas:
1. Mencatat data surveilans dari setiap pasien diunit
rawat inap masing-masing.
2. Memberikan motivasi dan mengingatkan
tentang pelaksanaan kepatuhanPPI pada setiap
personil ruangan di unitnya masing-masing.
3. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang

119
lain dalam penerapankewaspadaan isolasi.
4. Memberitahukan kepada IPCN apa bila
ada kecurigaan adanyaHAIspad apasien.
5. Bila terdapat infeksi potensial KLB
melakukan penyuluhan bagipengunjung
dan konsultasi prosedur PPI berkoordinasi
denganIPCN.
6. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien,
keluarga dan pengunjungdan konsultasi prosedur
yang harus dilaksanakan.

2.4.4. Anggota Lainnya

Kriteria:
1. Tenaga diluar dokter dan perawat
yang mempunyai minat dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3. Memiliki kemampuan leadership

Tugas:
1. Bertanggung jawab kepada ketua
komite PPI dan berkoordinasi
dengan unitterkait lainnya dalam
penerapan PPI
2. Memberikan masukan pada pedoman
maupun kebijakan terkait PPI.Kriteria :
1. Perawat/tenaga lain yang mempunyai minat
dalam PPI.
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

2.4.4.1 Tugas Anggota laboratorium

120
 Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan
tentang materi yang berkaitan dengan
pengendalian infeksi nosokomial kepada
petugas laboratorium.

 Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab


atau kultur pasien
 Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai
SPO
 Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia
pengendali infeksi nosokomial.

2.4.4.2 Tugas Anggota linen:


 Memisahkan linen infeksius dan
non infeksius
 Melaksanakan pemeriksaan swab
linen bersih.
 Memantau penggunaan bahan
desinfektan sesuai aturan.
 Memantau kegiatan hand higiene di
ruang linen.

2.4.4.3 Tugas Anggota Gizi :


 Memantau kegiatan hand higiene
diruang gizi.
 Membantu pelaksanaan
pemeriksaan bahan makanan
dan swabpetugas gisi.
 Memantau penggunaan bahan
desinfektan gizi.

2.4.4.4 Tugas Anggota IPSRS :

121
 Memantau pelaksanaan hand
higiene petugas IPSRS.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan.
 Membantu mempersiapkan uji
air bersih,limbah dan kuman
diruangtertentu.
 Memantau proses pembakaran incenerator.
 Menyiapkan bahan2 hasil
pemeriksaan laboratorium
C. Distribusi Ketenagaan
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan
kegiatan secara komprehensif dari setiap unit pelayanan di
rumah sakit ; IGD, Poli rawat jalan, Unit Rawat inap,
Sekretariat, IPSRS, Gizi, laundry, farmasi, SMF,
laboratorium, ICU, Housekeeping (CS).

122
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Fasilitas bagi petugas.


1. Denah
Ruangan PPI RS terintegrasi dengan ruang Poliklinik di rumah sakit
di gedung lantai 2 Graha Presisi.

2. Standart Fasilitas.

No Fasilitas Jumlah
BA FFisik /bangunan
.
aGedung perkantoran lantai 3 1
s

B i Peralatan
l Meja dan sofa 1/1
i Kursi 5
t Komputer 1
aLine internet 1
s
Almari kaca 2
Peralatan tulis 2
p 6
e Buku perpustakaan PPI
layanan
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas
kesehatan di RS, petugas laboratorium.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan
untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan keamanan
biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan
memastikan bahwa fasilitas tersebut telah ditetapkan.

123
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak, pembatasan dan
karantina jika diperlukan misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang diisolasi
 Pastikan pelayanan medis, pasokan
makanan, dukungan sosial dan
bantuanpsikologi
 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke
dan dari tempat tersebut(rumah sakit/kamar
jenazah)
5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO
PPI sudah ada dan dipatuhi(kebersihan tangan )
6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang
berpotensi berpenyakit menular, dengan menyediakan
lokasi diluar UGD, sebagai tempat pemeriksaan awal,
identifikasi sebagai pengobatan darurat, pasien yang perlu
dirujuk untuk penatalaksaan selanjutnya.

124
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

Merupakan langkah-langkah pelayanan pencegahan dan


pengendalian Infeksi di masing-masing unit kerja sebagai berikut :

1. Tata laksana pelayanan unit surveilens


a. Penanggung jawab
- IPCN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
- Petugas laboratorium
b. Perangkat kerja
c. Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan PPI
- Form PPI
d. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan
suveilens
- IPCN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO
- IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
- IPCN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat
survei ,dan divalidasi oleh dokter penaggungjawab
pasien.
- IPCN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
- IPCN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
- Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur
- Dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat

125
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggungjawab.
- IPCN
- Petugas Laboratorium.
- Petugas yang dilakukan survei (swab tanpa petugas)
- Petugas Kesehatan Lingkungan
b. Perangkat kerja
c. Status medis
- Form permintaan swab
- Ruangan perawatan
- AC
- Pasien
d. Tata laksana pelayanan
- IPCN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada
dokter penanggungjawab pasien, kemudian mengajukan
permohonan pemeriksaan kepada petugas laboratorium.
- IPCN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas
yang akan dilakukanswab/kultur.
- Mendampingi petugas laboratorium dalam
melaksanakan swab atau kultur.
- Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada
komite PPI.

3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan


a. Penanggung jawab
- IPCN, IPCLN, Petugas kebersihan (CS)
b. Perangkat kerja
- Buku pedoman pembersihan
- Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan

126
- IPCN dan Petugas Kebersihan melakukan pertemuan rutin,
membahas danevaluasi kinerja staf CS
- Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan
dan ramah lingkungan
- Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan
darah atau cairan tubuh
- Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding
dan ruangan
- Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah
atau cairan tubuhpasien.
- Memberikan pengarahan penggunaan APD

4. Tatalaksana Pelayanan
CSSD
a. Penanggung jawab
- IPCN, petugas ruangan
- Petugas CSSD
- Administrasi CSSD
- Petugas OK
b. Perangkat kerja
- Kalibrasi autoclave
- Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
- Kertas indikator bouwie dict tes
- Indikator mekanik
- Kertas indikator kimia `
- Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
- Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku
expedisi diruangan yang bersangkutan dan buku expedisi di
OK
- Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau
instrumen sesuai ruangan yang mensterilkan

127
- Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD
melalukan bouwie dict tes pada mesin autoclav terlebih dahulu
(untuk mengetahui kesiapan mesin autoclave.
- Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan
indikator kimia pada setiap peralatan yang akan disterilkan
- Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
- Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika
hasil baik lakukanpenyimpanan peralatan yang sudah steril
dialmari
- Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan
dengan bukuexpedisi ruangan dan CSSD
- Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikrobiologi
terhadap hasilsterilisasi

5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor

- Buku penyerahan linen bersih


c. Tatalaksana linen
- Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
- Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan
petugas ruangan ditulispada buku penyerahan linen kotor
- Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan
non infeksius
- Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi
dengan cairan clorin 0,5% dandeterjen selama 10
menit

128
- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
- Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
- Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
- Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
- Swab linen bersih

6. Tatalaksana formularium antibiogram


a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- Komite farmasi
- SMF
- Petugas laboratorium
b. Perangkat kerja
- Pasien yang akan dilakukan kultur
- Form surveilens PPI
c. Tata laksana
- Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap
6 bulan .
- ICN mengajukan pemeriksaan sesuai
kebijakan surveilen yang diindikasikanuntuk
dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter
penaggung jawab
- Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan
kultur pasien.
- Petugas laborat melakukan pengambilan
sample dan proses selanjutnya sesuaiSPO
kultur
- Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat
memberikan hasil kepada ruanganyang
mempunyai pasien(dokter penanggung jawab )
dan kpian kepada ICN
- ICN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing

129
kegiatan.
- Hasil dibahas dikomite PPI dan
selanjutnya diteruskan kepada direktur
danSMF

7. Pelayanan kesehatan karyawan.


a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- HRD
b. Perangkat kerja
- Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD
- Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
- HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan
kesehatan berkala.
- Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus
dilakukan pemeriksaankesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan
TB setiap 3 bulans ekali Ruang ICU : petugas dilakukan
pemeriskasaan TB, Hepatitis B setiaptahun sekali. Unit Gizi
: pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali
- Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang
sesuai ketentuan.
- Hasil diidentifikasi
- Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
- Komite PPI dan HRD melaporkan hasil
pemeriksaan kesehatan karyawankepada
direktur dan SMF.

8. Pelayanan renovasi bangunan


a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS

130
b. Perangkat kerja
- Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
- Pemeriksaan swab lantai
- Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
- Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
- Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI
dan IPSRS bahwa akandilakukan renovasi
bangunan.
- Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan,debu.
 Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
 renovasi
- Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang
papan pemberitahuan renovasi,alat penghalang
disekeliling area renovasi
- Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar
dimengerti.
- Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan
selama 1 bulan untuk mengetes kesiapan
bangunan, selama didiamkan dilakukan tes swab
lantai dandidinding ruangan, jika hasil baik setelah
periode 1 bulan ruangan boleh digunakan.

131
Bagan kegiatan setelah renovasi bangunan
selesai

Selesai Renovasi

Diamkan Selama

Hasil Tak Baik


Hasil Baik

Ruangan Desinfeksi Dinding


Siap Dan Lantai Dengan
Digunaka Larutan Chlorine 0,5
n %

Hasil Baik Ruangan Siap Digunakan


Lakukan Swab Ulang

132
9. Pelayanan pembuatan ruang kohort
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Ruangan bertekanan negatif ( exhaustfan
dan ventilasi)
- APD ( terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
- Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan
kohort kepada direktur.
- Setelah ada disposisi kepada TIM
pembangunan (IPSRS)
- Dilakukan pembuatan ruangan kohort
yang bertekanan negatif
- Syarat dan denah terlampir

10. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL

11. Kebersihan tangan

a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
b. Perangkat kerja

- Alkohol handrub
- Air mengalir
- Wastafel
- Towel
- Sabun
- Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana

133
- Penyiapan SPO kebersihan tangan dan
gambar kebersihan tangan
- Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
- Audit kepatuhan kebersihan
tangan mulai dari kepala
ruang,dokter,baru stafpelaksana
- Laporan audit kebersihan tangan

134
BAB V
LOGISTIK

Tata cara logistik PPIRS


1. Perencanaan barang.
a. Barang rutin :
- Kertas HVS,tinta printer, bolpoint, form
survei harian, form survei bulanan,form
SPO surveilens,buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutin :
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner
kebersihan tangan, etika batuk,
pencegahan danpengendalian infeksi
tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutin disampaikan pada bagian logistik
rutin rumah sakit.
b. Barang tidak rutin disampaikan
terlebih dahulu pada direktur untuk
dimintakan persetujuan.
3. Penditribusian
Pendistribusian dilakukan jika telah mendapat
disposisi pengadaan dari Karumkit dan Logistik telah
disediakan oleh bagian pengadaan.

135
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


a. Pencegahan dan Pengendalian PPI
b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas

B. Keselamatan dan Kesehatan kerja pegawai melakukan


pemeriksaan kesehatanmeliputi ;
a. Pemeriksaan kesehatan prakerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko
d. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk
jarum bekas).
e. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
f. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
g. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
h. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi

C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya


a. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3

D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :


a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit
b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
c. Penyehatan air
d. Pengelolaan limbah
e. Pengelolaan tempat pencucian

136
f. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
g. Disinfeksi dan sterilisasi
h. Kawasan Tanpa Rokok

E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ;


a. Penatalaksanaan Ergonomi
b. Pencahayaan
c. Pengawaan dan pengaturan udara
d. Suhu dan kelembaban
e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
f. Penyehatan air
g. Penyehatan tempat pencucian

F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan


Melakukan pemantauan terhadap ;
a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis
b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan non medis

G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas


a. Limbah padat yang meliputi
i. Limbah infeksius
ii. Limbah non infeksius
b. Limbah cair
c. Limbah gas

H. Pendidikan dan pelatihan PPI


a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
- Pelatihan penanggulangan bencana.
- Simulasi penanggulangan bencana

137
- Pelatihan penggunaan APD
- Pelatihan surveilens
- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
- Pelatihan bagi regu pemadam
- Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh
Perusahaan Jasa atau Intansilain bagi personil K3.
c. Upaya promotif dan edukasi
 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
 Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
 Surveilens
- ILI, ILO, ISK, VAP, HAP
- Kepatuhan kebersihan tangan.
 Upaya promotif PPI :
- Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau
wastafel
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya
.
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
- Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeksi
- Kohort droplet infeksi

138
- Kohort airbone infeksi
- Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

I. Pengumpulan, pengelolaan
dokumentasi data dan
pelaporan Meliputi :
a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI
b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI
kepada Direksi baik diminta atautidak.

139
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
a. Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
1) Komunikasi antar perawat
2) Komunikasi perawat dengan dokter
3) Komunikasi antar petugas
kesehatan lainnya yang
bertugas di Rumah Sakit
Bahayangkara Mataram .
b. Menggunakan komunikasi SBAR :
1) Saat pergantian shift jaga.
2) Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
3) Saat terjadi perubahan situasi atau
kondisi pasien.
4) Saat melaporkan hasil
pemeriksaan, efek samping
terapi/tindakan ataupemburukan
kondisi pasien melalui telepon
kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
1) Melaksanakan SPO Independent
Double chek, Obat kewaspadaan
tinggi padaobat-obat yang termasuk
dalam daftar obat HAM.
2) Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien

140
operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan
1. Melakukan pengisian formulir data
pemantauan surveilens :
a) Infeksi luka infus
b) Infeksi saluran kencing
c) Infeksi luka operasi superfisial
d) VAP ( Ventilator aquired pneumonia)
e) HAP (Hospital aquired pneumonia)
f) Kepatuhan kebersihan tangan.
2. Melakukan pemantauan kegiatan
pengendalian infeksi.
3. Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
4. Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5. Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
1. Melakukan pencegahan pasien
jatuh dengan assessment risiko
dan tindaklanjut kepada pasien
yang dirawat .
2. Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
yang terjadi .
3. Melakukan analisa sederhana
terhadap kejadian KTD yang terjadi di
masing- masing unit pelayanan.
4. Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

141
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Sistem Pencatatan Dan Pelaporan


1. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di Rumah
Sakit Bhayangkara Mataram mempunyai tujuan :
a. Mendapatkan data untuk memetakan masalah-
masalah yang berkaitan dengankeselamatan pasien
b. Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun
langkah-langkah agar KTD yang serupa tidak
terulang kembali
c. Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu
sistem asuhan pelayananpasien menjadi lebih aman
d. Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien
(KTD dan KNC) Meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien
e. Rumah Sakit Bhayangkara Mataram mewajibkan
agar setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan
kepada komite keselamatan pasien rumah sakit

6. Sistem Pelaporan
a. Laporan insiden keselamatan pasien di Rumah Sakit
Bhayangkara Mataram bersifat :
1) Non punitive (tidak menghukum)
2) Rahasia
3) Independen
4) Tepat waktu
5) Berorientasi pada sistem
b. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan
lembar Laporan Insiden Keselamatan Pasien yang
berlaku di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram dan

142
diserahkan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit Bhayangkara Mataram Bagian/unit mencatat
kejadian IKP di buku pencatatan IKP masing-masing.
c. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara
lengkap diberikan kepada komite keselamatan pasien
dalam waktu :
1) 1 x 24 jam untuk kejadian yang merupakan
sentinelevents (berdampak kematian atau
kehilangan fungsi mayor secara permanen).
Apabila pelaporan secara tertulis belum siap,
pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan
terlebih dahulu.
2) 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak
klinis/konsekuensi/keparahan tidak signifikan,
minor, dan moderat.
d. Tindak lanjut dari pelaporan:

1) Tingkat risiko rendah dan moderat : investigasi


sederhana oleh bagian/unit yang terkait insiden
(5W : what, who, where, when, why).
2) Tingkat risiko tinggi dan ekstrim : Root Cause
Analysis (RCA) yang dikoordinasi oleh komite
keselamatan pasien.
e. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi
mempunyai tingkat risiko merah (ekstrim) maka komite
keselamatan pasien segera melaporkan kejadian
tersebut kepada direksi Rumah Sakit Bhayangkara
Mataram.
f. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi
mempunyai tingkat risiko kuning (tinggi) maka komite
keselamatan pasien segera melaporkan kejadian
tersebut kepada Direksi Rumah Sakit Bhayangkara
Mataram.

143
g. Komite keselamatan pasien Rumah Sakit Bhayangkara
Mataram melakukan rekapitulasi laporan insiden
keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan
kepada direksi Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.

144
BAB IX
EVALUASI

Pedoman Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi)


sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien,
keluarga pasien, pengunjung, tenaga kesehatan dan staf Rumah Sakit.
Diharapkan agar buku ini dijadikan acuan bagi pihak Manajemen
dan setiap pekerja dalam meningkatkan pencegahan dan pengendalian
infeksi di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.

Ditetapkan di : Mataram
Pada Tanggal : 4 April 2022
KARUMKIT BHAYANGKARA MATARAM

dr. I KOMANG TRESNA Sp.OG.(K).,MARS.


AJUN KOMISARIS BESAR POLISI NRP 70060448

145

Anda mungkin juga menyukai