PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. RUANG LINGKUP
Penggunaan APD
Pelayanan CSSD
Pelayanan Linen
2. Rantai Penularan
1. AIDS
a) Pengertian
Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena
terinfeksi HIV( human Imunodefisiency Virus). Penyebab. Virus HIV
tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe yaitu tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2
(HIV-2)
Cairan vagina
ASI
Air mata
Air liur
Air seni
Air ketuban
Sakit tenggorokan
Pilek
Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
b) Kasus suspek.
c) Kasus probable
Kasus Flu burung terkonfirmasi. Dengan kriteria :
Isolasi virus H5N1 positif
Hasil PCR H5N1 positif.
Peningkatan 4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen.
Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari setelah
awitan gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus
pula 1/80 .
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke stelah awitan disertai hasil positif uji serologi
lain,mis titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau western blot spesifik
H5 positif.
Pencegahan :
Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau burung terinfeksi.
Menghindari peternakan unggas.
Hati hati ketika menangani unggas.
Memasak ddengan suhu 60C selama 30 menit,atau 80C selama 1 menit)
Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan Setelah memgang
unggas.
Pengobatan :
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi
gejala dan komplikasi yang terinfeksi.
Macam obat :
1. Amantadine.
2. Rimatadine
3. Oseltamivir(tamiflu)
4. Zanavir(relenza)
d) Kasus konfirmasi
Fatigue
3. Tuberkulosis (TBC)
Penyebab
Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes
tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2 -10 minggu .Resiko menjadi
TB paru dan TB ekstrapulmuner progresif infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup.Pada
pasien dengan imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.
Masa penularan
Batuk berdahak
sesak napas
nyeri dada
Sering demam
BTA (+)
Pengobatan :
Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT)
dengan metoda DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi
poleh pengawas minum obat. Untuk pasien baru TB BTA (+) ,WHO
menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap hari selama 2 bulan
berturut terdiri rif ,inh ,pza, dan etambutol diikuti inh dan rif3 kali
seminggu selama 4 bulan.
Pencegahan.
Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan
hidung dan kebal terhadap antibiotika.jumlah kematian MRSA lebih banyak
dibandingkan AIDS
Saat ini ada 2 tipe :
1) Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
Bisul
Impetigo
4. Pengobatan MRSA :
3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan
ditutup kain kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.
4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces
dan urine
6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang
lainnya.
. Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan
survey.
. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah
responden terpenuhi.
Penyebab
Infeksi Saluran Kemih Simtomatik. Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
* Salah satu gejala ini :
a) Disuria
b) Nikuria ( urgency )
c) Polakisuria
d) Nyeri Suprapubik.
Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis
mikroorganisme :
a) Demam 380C
b) Disuria
c) Nikuria
d) Polakisuria
e) Nyeri Suprapubik
* dan salah satu tanda :
a) Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
b) Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak
disentrifus.
d) Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama
dengan jumlah > 100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara
steril.
a) Demam 380C
b) Disuria
c) Nikuria
d) Polakisuria
e) Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih
dari dua jenis kuman.
* tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua
kali hasil biakan >100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak
lebih dari dua jenis dan tak ada gejala :
a) Demam 380C
b) Disuria
c) Nikuria
d) Polakisuria
e) Nyeri Suprapubik
Infeksi Saluran Kemih lain.
• Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara
hispatologis.
a) Demam 380C
b) Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
d) Diagnosis dokter
a) Demam 380C
b) Hipotermia
c) Apneu
d) Bradikardi
e) Disuria
f) Letargi
g) Muntah
d) Diagnosis dokter
Pengertian
IDO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(subkutan )
IDO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia
dan lapisan otot)
IDO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh.
Kategori operasi :
Operasi bersih,adalah operasi dilakukan pada daerah /kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus
respiratorius,gastroinestinal,orofaring,urinarius,atau traktus biliaris atau operasi
terencana dengan penutupan kulit primer atau tanpa pemakaian drain tertutup.
Kebijakan
Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.
Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.
Sekurang kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang
terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan.
- insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan
positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak
memenuhi kriteria ini.
Diagnosi IDO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani
pasien tersebut.
b. Faktor Risiko IDO
Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier
MRSA,
lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah, mandi
sebelum
Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah
responden terpenuhi.
d. Kategori resiko
1. Jenis luka
Keterangan :
- luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak membuka saluran
pernapasan dan genitourinari.
- Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan
genitourinari .
- Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka .
- kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit. Setiap
jenis operasi berbeda lama opearasinya, lama operasi sesuai atau kurang
dengan waktu yang ditentukan. Skor 0. Bila lebih dari waktu yang ditentukan
skor : 1.
3. ASA score .
e. Pencegahan IDO :
1. Pra bedah..
2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 %
dan biarkan 10 menit kemudian bersihkan cairan tadi .
F. KEGIATAN PPI
1. Surveilens
3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang
paling sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika
,akibat penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak
rasional.
5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan
yang dapat menularkan kuman pathogen.
6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.
2. Pengunjung pasien.
5. Lingkungan.
Upaya Penanganan:
4. Melindungi petugas
5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas .
HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru
setelah pasien dirawat dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi
dan sebelumnya tidak menderita penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP
dapat diakibatkan karena tirah baring yang lama (koma ,tidak sadar
tracheostomi,refluk gaster).
2. VAP (Ventilator associated pneumonia).
a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa
ditemukan penyebab lainnya :
Demam (>38° C) ,nyeri,eritema,atau panas pada vaskular yang terlihat.
1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam.
2. Kebersihan Tangan
Efektifitas
Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar
tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari
pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.
1) Sarung tangan
Umumnya sarung tangan bedah terbuat dari bahan lateks karena elastis,
sensitif dan tahan lama serta dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Bagi
mereka yang alergi terhadap lateks, tersedia dari bahan sintetik yang
menyerupai lateks, disebut ‘nitril’. Terdapat sediaan dari bahan sintesis yang
lebih murah dari lateks yaitu ‘vinil’ tetapi sayangnya tidak elastis, ketat dipakai
dan mudah robek. Sedangkan sarung tangan rumah tangga terbuat dari karet
tebal, tidak fleksibel dan sensitif, tetapi memberikan perlindungan maksimum
sebagai pelindung pembatas.
Gambar 5. Pemasangan sarung tangan
2) Masker
Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung
dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care
particular respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk
melindungi seseorang dari partikel berukuran <5 mikron yang dibawa melalui
udara. Pelindung ini terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai
menempel erat pada wajah tanpa ada kebocoran.Masker ini membuat
pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Sebelum memakai masker ini, petugas
kesehatan perlu melakukan fit test.
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan fit test :
Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya
cacat atau lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau terdapat lapisan yang
tidak utuh, maka tidak dapat digunakan dan perlu diganti.
Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik di semua
titik sambungan.
Memastikan klip hidung yang terbua dari logam dapat disesuaikan bentuk
hidung petugas.
Fungsi alat ini akan menjadi kurang efektif dan kurang aman bila tidak
menempel erat pada wajah. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan
keadaan demikian, yaitu:
Adanya janggut dan jambang
Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi yang dapat
mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker.
Gambar 9.Langkah-langkah menggunakan respirator
3) Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan
paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau
melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Jenis-jenis gaun pelindung:
Gaun steril
Membersihkan luka
Tindakan drainase
Tindakan bedah
Perawatan gigi
Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh
pasien (darah). Cara memakai gaun pelindung:
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga
bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang
punggung. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
Gambar 10. Gaun pelindung
Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi wajah dan mata.
Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah:
Melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi
dan eksresi.
Indikasi:
Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan
persalinan, tindakan perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3 cair,
pemulasaraan jenazah, penanganan linen terkontaminasidi laundry, di
ruang dekontaminasi CSSD.
5) Sepatu pelindung
Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup
seluruh permukaan kaki.
- Tindakan operasi
⁻ Lepaskan apron
⁻ Lepaskan masker
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah
sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan.
- Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi
- Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun
pelindung saja.
- Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah
di sediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah
infeksius.
4) Melepas Masker
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi infeksi untuk
menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (seperti
sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien.
Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
a) Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah sehingga
merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi dapat
mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b) Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang berkaitan
dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.Pengelola perlu mengetahui dan
memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif, pemrosesan alat, Disinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan bagi petugas yang menyentuh mukosa
atau kulit tidak utuh.
c) Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang
merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan
dan peralatan non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang
terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk setiap kali memegang tempat
sampah atau memindahkan sampah).
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan
peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre-
cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
sebagai berikut:
a) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu dibersihkan
dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
sterilisasi.
b) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih dulu
sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip pembuangan
sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang,
jika akan dibuang.
d) Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan
1) Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan(umpamanya menginaktivasi HBV, HBC,
dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi.
2) Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya
dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim, membilas dengan air
bersih, dan mengeringkan. Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengikis,
misalnya Vim®atau Comet® atau serat baja atau baja berlubang, karena produk produk
ini bisa menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi sarang mikroorganisme
yang membuat proses pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan
pembentukan karat.
3) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme,
kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi.
4) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi
dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas
kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi.
a. Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf):
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi juga
paling sulit untuk dilakukan secara benar.Pada umumnya sterilisasi ini adalah
metode pillihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan
pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, maka
instrumen-instrumen tersebut dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap non-
elektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai
sumber panas.Atur agar suhu harus berada pada 121°C; tekanan harus berada pada
106 kPa; selama 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan 30 menit untuk alat
terbungkus. Biarkan semua peralatan kering sebelum diambil dari sterilisator. Set
tekanan kPa atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis sterilisator yang
digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika mungkin.
b. Sterilisator Panas Kering (Oven):
Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran listrik yang terus
menerus, menyebabkan alat ini kurang praktis pada area terpencil atau pedesaan.
Selain itu sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih tinggi hanya dapat
digunakan untuk benda- benda dari gelas atau logam–karena akan melelehkan
bahan lainnya. Letakkan instrumen di oven, panaskan hingga 170°C, selama 1
(satu) jam dan kemudian didinginkan selama 2-2,5 jam atau 160°C selama 2 (dua)
jam.Perlu diingat bahwa waktu paparan dimulai setelah suhu dalam sterilisator
telah mencapai suhu sasaran. Tidak boleh memberi kelebihan beban pada
sterilisator karena akan mengubah konveksi panas. Sisakan ruang kurang lebih 7,5
cm antara bahan yang akan disterilisasi dengan dinding sterilisator.
5. Pengendalian Lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga
(semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan
harus dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang
perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang
perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%,
bila ada cairan tubuh menggunakan klorin0,5%.
Bila ada cairan tubuh, alcohol digunakan untuk area sempit, larutan peroksida (H2O2)
0,5- 1,4% untuk ruangan rawat dan 2% untuk permukaan kamar operasi, sedangkan 5-
35% (dry mist) untuk udara. Ikuti aturan pakai cairan disinfektan, waktu kontak dan
cara pengencerannya. Untuk lingkungan yang sering digunakan pembersihannya dapat
diulang menggunakan air dan detergen, terutama bila di lingkungan tersebut tidak
ditemukan mikroba multi resisten.
Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai
dengan kondisi hunian ruangan.
d) Desain dan konstruksi bangunan
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI secara
efektif dan tepat guna. Desain dari faktor berikut dapat mempengaruhi penularan
infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain ruang rawat, luas ruangan yang
tersedia, jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen
lantai, dinding dan langit-langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas
udara, pengelolaan alat medisreused dan disposable, pengelolaan makanan,
laundry dan limbah. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
- Tersedia ruang rawat satu pasien (single room) untuk isolasi pasien
infeksius dan pasien dengan imunitas rendah.
- Jarak antar tempat tidur adalah ≥1 meter. Bila memungkinkan 1,8m.
- Tiap kamar tersedia fasilitas Alcohol–Based Hand Rub (ABHR),
disarankan untuk ruang rawat intensif tersedia ABHR di setiap tempat
tidur.
- Tersedia toilet yang dilengkapi shower di setiap kamar pasien.
Kontruksi dasar lantai harus kuat di atas tanah yang sudah stabil,
permukaan lantai harus kuat dan kokoh terhadap beban.
Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat,halus, kedap air mudah
dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang dan tidak
menimbulkan genangan air. Dianjurkan menggunakan vinyl dan tidak
dianjurkan menggunakan lantai keramik dengan nat di ruang rawat
intensif dan IGD karena akan dapat menyimpan mikroba.
Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan
secara rutin minimal 2 (dua) kali sehari atau kalau perlu dan tahan
terhadap gesekan dan tidak
Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7O, penutup lantai harus
dari lapisan permukaan yang tidak licin.
Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak
mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidakberjamur.
Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga tidak menyimpan
debu.
Air dan Listrik di RS harus tersedia terus menerus selama 24 jam. Air minum harus
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, jadi harus diperiksa
secara teratur dan rutin setiap bulan sekali.Pengelolaan air yang digunakan di unit
khusus [kamar operasi, unit hemodialisis, ICU (pasien dengan kebutuhan air
khusus)] harus bisa mencegah perkembangan mikroba lingkungan (Legionella sp,
Pseudomonas, jamur dan lain-lain) dengan metode Reverse Osmosis (di dalamnya
terjadi proses penyaringan atau desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet atau
bahan lainnya). Toilet dan wastafel harus dibersihkan setiap hari.
7) Ventilasi dan Kualitas udara
• Ventilasi Alamiah: sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan jendela
terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa dibuka/terbuka) untuk
mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya. Sebaiknya
menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran udara silang (cross
ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak membahayakan
petugas/pasien lain.
• Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan
setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan
kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim – cuaca, peraturan bangunan,
budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring
dan pemeliharaan secara periodik.
Ventilasi campuran:
Gambar 22. Tata Letak Furniture Ruang Periksa Pasien dan Alur Udara
Pemasangan Exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot udara
keluar dapat meningkatkan ventilasi yang sudah ada di ruangan. Sistem exhaust fan
yang dilengkapi saluran udara keluar, harus dibersihkan secara teratur, karena
dalam saluran tersebut sering terakumulasi debu dan kotoran, sehingga bisa
tersumbat atau hanya sedikit udara yang dapat dialirkan.
Optimalisasi ventilasi dapat dicapai dengan memasang jendela yang dapat
dibuka dengan maksimal dan menempatkan jendela pada sisi tembok ruangan yang
berhadapan, sehingga terjadi aliran udara silang (crossventilation). Meskipun
fasyankes mempertimbangkan untuk memasang sistem ventilasi mekanik, ventilasi
alamiah perlu diusahakan semaksimal mungkin.
Gunakan lap lembab untuk membersihkan debu dan kotoran dari kipas
angin.
Ventilasi mekanik:
6. Pengelolaan Limbah
a) Risiko Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana pelayanan
kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat
menjadi tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah
yang dapat menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka
diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.
b) Jenis Limbah
Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas.
Sedangkan kategori limbah medis padat terdiridari benda tajam, limbah
infeksius, limbah patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan,
limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam
berat, limbah kimia, dan limbah radioaktif.
2) Pemisahan Limbah
Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan
tidak boleh di bawah tempat tidur pasien
Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
4) Pengangkutan
(spoelhoek).
7) Penanganan Limbah Benda Tajam/ Pecahan Kaca
Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia tahan tusuk
dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah
terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai
setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
Bila wadah khusus terisi ¾ harus diganti dengan yang baru untuk menghindari
tercecer. Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum
suntik bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat
dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi yang
tidak diinginkan.
b) Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan,
cuci dengan sabun dan air mengalir
c) Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur- kumur dengan
air beberapa kali.
d) Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi), dengan
posisi kepala miring kearah mata yang terpercik.
e) Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
f) Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan mulut.
Langkah 1: Cuci
b) Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan
langsung dan Komite PPI atau K3. Laporan tersebut sangat penting untuk
menentukan langkah berikutnya. Memulai PPP sebaiknya secepatnya
kurang dari 4 jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak
dianjurkan karena tidak efektif.
Langkah 2: Telaah pajanan
a. Pajanan
Perlukaan kulit
b. Bahan Pajanan
c. Status Infeksi
d. Kerentanan
Status serologi terhadap HBV (titer Anti HBs ) bila pernah mendapatkan
vaksin.
c. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang
jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara tempat
tidur minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam
satu ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI.
e. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya
dipisahkan tersendiri.
f. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar
dibatasi di
Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisiairborne dan droplet. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan sarana
cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah
infeksius dan masker bedah.Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi
saluran napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas.
Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,berlaku
juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba
saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang spuit dan jarum suntik bekas
pakai ke tempatnya dengan benar.
Hati-hati dengan pemakaian obat untuk perina dan anestesi karena berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
11.1 Rekomendasi Penyuntikan Yang Aman
Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan perhatian dan
tindakan yang baik .Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang merupakan
acuan mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik. Oleh sebab itu kita
harus tahu dulu :
1. Resiko adalah :
Descripsi 1 2 3 4
Jarang Intermediate Sering Selalu terjadi
Frekuensi
Probability
Dampak
occurence
Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan
peringkat sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya .
Peringkat Resiko .
1. Ekstrim ( 15-25)
2. Tinggi (8-12)
3. Sedang (4-6)
4. Resiko rendah (1-3)
3. Mengubah kemungkinan.
5. Mengubah konsekuensi.
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan
efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan
Mangum 2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi
instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan sebuah
sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar
lainnya sebagai sumber panas.
Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada
106 kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau
pada suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15 menit
untuk alat terbungkus.
Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada
sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.
Panas kering:
Ingat:
Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini
lebih pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan
untuk alat-alat individual.
Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci, dibilas dan dikeringkan.
Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor” harus memiliki:
Sebuah konter penerimaan;
Dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk membilas)
dengan suplai air bersih; dan
sebuah konter peralatan yang bersih untuk pengeringan
meja besar;
sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau boiler.
Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan
terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan
efektivtas pak tersebut.
Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan, kondisi
selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan sebelum
digunakan.
Bakteri di udara
Debu
Kelembaban
a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah keutuhan,
fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis.
b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran
biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat
Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik
c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia dengan
pelarut atau zat pembersih
d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan bersertifikat
yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian
kesterilan, uji- uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian
prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut
2. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau
sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB untuk
memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk proses ulang
3. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk
menangani alat- alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke
HICMR sesuai dengan kondisi.
Tingkat
Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat
Resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad harus dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan untuk tindakan
steril,rongga,alira alat harus invasif.
n darah kering. -endoskopidan
-kemasan assesoris yang
tidak robek dipakai dlm
-Bungkusan tindakan invasif:
harus dibuat - alat ERCP
dengan -Laparoskopi
menghambat - Broncoskopi
bioefektif selama - ins
penyimpanan. trume
.simpan alat nt
steril pada area bedah
steril guna /opera
melindungi dari si
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril
yang tidak
dibungkus
harus segera
dipakai
Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang
berhubungan
kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih dan dengan
respiratori :
lendir atau dengan kering guna -LM laringeal
mask.
cairan melindungi dari -Vaginal
speculum.
desinfektan kontaminasi -endotrakeal
non kinkin.
chlorine 0,5 % lingkungan -probe invasif
ultrasonic
(trans vaginal
probe).
-Fleksible
endocopes:
*colonoscope
*sigmoideskop
e
- Breast pump
Non Alat yang kontak Bersihkan alat Simpan dalam -alatnon invasif
kritis dengan kulit dengan keadaan bersih equipment:
menggunakan ditempat yang * Bedpan dan
urinal.
detergent dan kering * Manset
tekanan darah.
air .jika * bed
menggunakan * Termometer.
desinfektan * Tourniket
gunakan yang * Tensi meter
compatibel * Pot obat
pasien.
* kontainer
darah
Batas penggunaan alat medis
Frekuensi
Dengan
Alat medis penggunaan Proses kontrol
melihat
ulang&proses
Laringeal mask 40x 1. Catat jumlah re-use pada
steam kartu pemeliharaan .
2. Setelah 40x alat langsung
dibuang.
3. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang
Nasal spray 5x 4. Catat jumlah re-use pada
steam kartu pemeliharaan .
5. Setelah 40x alat langsung
dibuang.
6. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang
Endotracea tube 40x 7. Catat jumlah re-use pada
non kinkin steam kartu pemeliharaan .
8. Setelah 40x alat langsung
dibuang.
9. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang
Respiratory valve 30x 10. Catat jumlah re-use pada
steam kartu pemeliharaan .
11. Setelah 30x alat langsung
dibuang.
12. Bila alat rusak sebelum
waktunya segera dibuang
Beast pump
b. Pelatihan PPI
Pendidikan dan pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi diberikan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi profesi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan, serta petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki kompetensi di bidang PPI, termasuk Komite atau Tim PPI. Pendidikan dan
pelatihan bagi Komite atau Tim PPI dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan lanjut serta
pengembangan pengetahuan PPI lainnya.
b. Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya dan sejenisnya.
e. Perawat PPI pada Komite atau Tim PPI (Infection Prevention and Control
Nurse/IPCN) harus mendapatkan tambahan pelatihan khusus IPCN pelatihan
tingkat lanjut.
f. Infection Prevention and Control Link Nurse/IPCLN harus mendapatkan
tambahan pelatihan PPI tingkat lanjut.
Pendidikan dan pelatihan bagi Staf Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Semua staf pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus mengetahui
prinsip-prinsip PPI antara lain melalui pelatihan PPI tingkat dasar.
b. Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih dan
mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi hand hygiene, etika
batuk, penanganan limbah, APD (masker dan sarung tangan) yang sesuai.
c. Semua karyawan baru, mahasiswa, PPDS harus mendapatkan orientasi PPI.
Suatu spesies bakteri secara alami dapat bersifat resisten terhadap suatu
antibiotik. Sifat resisten ini dapat terjadi misalnya karena bakteri tidak memiliki organ
atau bagian dari organ sel yang merupakan target kerja antibiotik. Sifat resisten alami
juga dapat terjadi karena spesies bakteri tertentu memiliki dinding sel yang bersifat
tidak permeabel untuk antibiotik tertentu.
2. Melalui droplet
Jenis transmisi airborne ini dapat terjadi pada kasus antara lain
tuberkulosis, measles/campak, SARS. Transmisi juga terjadi pada
Tuberkulosis, untuk pencegahan dan pengendaliannya dilakukan strategi
TEMPO. Strategi TEMPO merupakan strategi yang mengutamakan pada
komponen administratif pengendalian infeksi TB.
Kunci utama dari strategi TEMPO adalah menjaring,
mendiagnosis dan mengobati TB segera dan tepat sehingga dapat
mengurangi penularan TB secara efektif. Penerapannya mudah dan tidak
membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk diterapkan oleh layanan
kesehatan primer dengan keterbatasan sumber daya yang belum dapat
menjalankan komponen PPI lainnya secara lengkap. Dengan
menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus
TB dan TB Resistan Obat yang belum teridentifikasi.
Penelitian menunjukkan bahwa melalui cara aktif untuk
menemukan pasien TB yang sebelumnya tidak terduga TB, dapat
dilakukan melalui surveilans batuk secara terorganisasi di faslilitas
pelayanan primer. Untuk mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan
Obat yang tidak terdiagnosis, dilaksanakan strategi TemPO dengan
skrining bagi semua pasien dengan gejala batuk.
b. Pelatihan PPI
5) Perawat PPI pada Komite atau Tim PPI (Infection Prevention and
Control Nurse/IPCN) harus mendapatkan tambahan pelatihan
khusus IPCN pelatihan tingkat lanjut.
6) Infection Prevention and Control Link Nurse/IPCLN harus
mendapatkan tambahan pelatihan PPI tingkat lanjut.
Pendidikan dan pelatihan bagi Staf Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Semua staf pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengetahui prinsip- prinsip PPI antara lain melalui pelatihan PPI
tingkat dasar.
2) Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus
dilatih dan mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi
hand hygiene, etika batuk, penanganan limbah, APD (masker dan
sarung tangan) yang sesuai.
3) Semua karyawan baru, mahasiswa, PPDS harus mendapatkan
orientasi PPI.
4) Pendidikan bagi Pengunjung dan keluarga pasien berupa
komunikasi, informasi, dan tentang PPI terkait penyakit yang dapat
menular
T
B
PASIEN
.
⁻