Pendahuluan
Health-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan
kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah
sakit Hospital-Acquired Infections merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama
sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu
sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal
ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja
terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu pelayanan kesehatan. Tak
dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan hukum bagi sarana pelayanan
kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus menjadi perhatian bagi Rumah Sakit.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat
HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain,
dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dengan demikian akan
menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan peningkatan
biaya rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien, petugas juga
pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas
profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi &
Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik bagi mahasiswa/siswa
serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan dan institusi yang
berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/siswa dan peserta magang/pelatihan
mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi dan akan beresiko mendapatkan HAIs.
Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru
memahami proses terjadinya infeksi, mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan
cukup sulit mengatasinya, pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga
semua mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus diberikan
Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
B.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan
atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi
penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada
manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap
ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuhtumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput
lendir saluran nafas atas, usus dan vagina
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu
keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke
penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
a. Kontak (contact transmission):
1)
Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat
pemeriksaan fisik, memandikan pasen
2)
Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara: melalui
instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 m melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di
udara, deposit pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma,
Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
c. Airborne : partikel kecil
ukuran < 5 m, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium
tuberculosis,
virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman penyebab
sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja,
makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan kuman
penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau
makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang
suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk
melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis
kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
C.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B),
atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode
fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang
terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu Standard Precautions (Kewaspadaan Standar) dan Transmission
based Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/PEP) terhadap petugas
kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit
yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
D.
Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan
petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien
infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara
petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala
klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
gabungan dari:
berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan
kesehatan
dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard precautions.
1970
1983
1985
Tehnik
isolasi
untukMemperkenalkan 7 katagori kewaspadaan isolasi
penggunaan di RS, edisikartu berwarna: Strict, Respiratory, Protective, Enteric,
1.
Wound and Skin,Discharge, and Blood
CDC
PedomanMembagi menjadi 2 golongan sistim Isolasi; katagori
Kewaspadaan Isolasi RS spesifik dan penyakit spesifik
Universal
Precautions Berkembang dari epidemi HIV/AIDS
(UP)
Ditujukan aplikasi kewaspadaan terhadap Darah dan
Cairan Tubuh pada pasien pengidap infeksi
Tidak diterapkan terhadap feses,ingus,sputum,keringat,air
mata,urin,muntahan
1987
Body Substance Isolation Menghindari kontak terhadap semua cairan tubuh dan
(BSI)
yang potensial infeksius kecuali keringat
1996
Pedoman
KewaspadaanDibuat oleh The Healthcare Infection Control Practices
Isolasi dalam Rumah Sakit Advisory
Committee (HICPAC), CDC
Menggabungkan materi inti dari UP and BSI dalam
Kewaspadaan Standard untuk diterapkan terhadap
semua pasien pada setiap waktu
2007
Pedoman
KewaspadaanDibuat oleh HICPAC, CDC.
Isolasi;
Pencegahan
Transmisi penyebab infeksitambahan :
pada Sarana Kesehatan.
HAIs
Pencegahan
pungsi
infeksi
unt
prosedur Lumbal
Kewaspadaan Standar
Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien
gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan
lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:
kewaspadaan transmisi kontak
kewaspadaan transmisi droplet
kewaspadaan transmisi airborne
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena suatu
infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
1. Kewaspadaan transmisi Kontak
a)
Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
b)
APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
c)
Transport pasien
Penempatan pasien :
b)
APD petugas:
c)
Penempatan pasien :
kohorting
Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m
Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang
b)
APD petugas:
Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
Gaun
Goggle
Sarung tangan
Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Catatan :
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang sama,
pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap,
perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang
terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara
pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah
disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan
didisinfeksi benar.
E.
Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan
benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial.
Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan
adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis
alkohol.
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi (orang ke
orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden
MRSA, VRE di ICU.
Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor harus
mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun
antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Langkah 2
Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan sebaliknya
Langkah 3
Langkah 4
Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan sebaliknya
Langkah 5
sebaliknya
Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan lakukan
Langkah 6
sebaliknya
Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan lakukan
F.
Penutup
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi
tersebut adalah dengan penerapan Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2
pilar/tingkatan, yaitu Standard Precautions (Kewaspadaan Standar) dan Transmission based
Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5
tahun paska imunisasi.
Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan
program manajemen paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/PEP) terhadap petugas kesehatan
berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering
terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Daftar Bacaan:
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes
RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen
Bina Yan Med
_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI
Arsip
April 2013Februari 2013Mendaftar
Masuk log
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. | The iTheme2 Theme.
Ikuti
Pendahuluan
Health-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di
pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai
Infeksi di rumah sakit Hospital-Acquired Infections merupakan persoalan serius karena dapat
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat
kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih
banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien
itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam
hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat
kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien
rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu pelayanan
kesehatan. Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan hukum bagi
sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di pelayanan kesehatan harus menjadi
perhatian bagi Rumah Sakit.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko
mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke
pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.
Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, peningkatan lama
hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi pasien,
petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga
berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program
PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan,
Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik bagi
mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan
dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/siswa dan peserta
magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penularan infeksi dan akan
beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta
magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi,
mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit mengatasinya,
pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua
mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus
diberikan Layanan Orientasi dan Informasi (LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
B.
C.
D.
Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain
dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari
pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba
infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi
sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi.
Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan
beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:
1. Kebersihan tangan/Handhygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield
(pelindungwajah), gaun
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hyangiene respirasi/Etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
Kohorting (management MDRo )
b)
APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
c)
Transport pasien
Penempatan pasien :
b)
APD petugas:
c)
Penempatan pasien :
Di ruangan tekanan negatifPertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol
kohorting
Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m
Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang
b)
APD petugas:
Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
Gaun
Goggle
Sarung tangan
(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)
c)
Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
E.
Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan baik
dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi
nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik
yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir
atau handrub berbasis alkohol.
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi
(orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang
penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.
Kapan Mencuci Tangan?
Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor
harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun
antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Langkah 2
sebaliknya
Langkah 3
Langkah 4
sebaliknya
:
:
Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan lakukan
Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling menyilang
Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan lakukan
Langkah 5 :
Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara memutar, dan
lakukan sebaliknya
Langkah 6 :
Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri, dan
lakukan sebaliknya
F.
Penutup
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional. Adapun cara memutus mata
rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan Isolation Precautions (Kewaspadaan
Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu Standard Precautions (Kewaspadaan Standar) dan
Transmission based Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap
5 tahun paska imunisasi.
Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan sesuai dengan
Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan
membutuhkan program manajemen paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis/PEP) terhadap
petugas kesehatan berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Daftar Bacaan:
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes
RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen
Bina Yan Med
_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas
Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI
Arsip
Daftar Bacaan:
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No
382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes
RI: Ditjen Bina Yan Med
_____. 2007. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta:
Depkes RI
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam
jarak yang sangat dekat. Ditempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk sembuh. Tetapi
rumah sakit selain untuk mendapatkan kesembuhan, juga dapat menyebabkan sakit akibat berbagai macam
penyakit yang berasal dari penderita maupun pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat
hidup dan berkembang dilingkungan rumah sakit seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda
medis maupun non-medis.
Infeksi adalah adanya suatu organism pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala
klinis baik local maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit
dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut
infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang
kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah
sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru disebut
infeksi nosokomial.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14
negara di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara da pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial
dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%. Infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus
setiap tahunnya.
Adapun faktor penyebab perkembangan infeksi nosokomial yaitu:
1. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat di rumah sakit.
Kontak antara pasien dengan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala
klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroprganisme, resistensi terhadap
za-zat antimikroba, tingkat virulensi dan banyaknya materi infeksius.
Bakteri, jenis bakteri yang paling sering dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran penyakit
kemih yaitu Escheria colli. Adapun bakteri pathogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi
baik sporadic maupun endemic yaitu Anaerobik Gram-positif Clostridium yang menyebabkan
gangren, bakteri Gram Positif Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung
dapat menyebabkan gangguan pada paru, jantung, infeksi pembuluh darah yang sering resisten
terhadap antibiotic. Bakteri gram negative seperti Enterobacteriacae yaitu E. colli, Proteus,
Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas.
Virus, viru yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah Cytomegalovirus, Ebola,
Influenza virus, herpes simplex virus dan varicella. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus
dan enterovirus yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute fecal oral.
Parasit dan jamur, beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke
orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat
antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contoh infeksi dari Candida albicans, Aspergillus
spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
2. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal
ini yaitu umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang
yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid.
3. Infection by direct or indirect contact
Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju seperti golongan staphylococcus aureus.
Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan
dan instrument kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan
tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.
4. Resistensi Antibiotika
Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama pasa pasien
yang immunocompramise. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis
adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci,
enterococci dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu klebsiella dan
pseudomonas aeroginosa juga telah bersifat multiresisten.
5. Faktor alat
Penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum
infuse, infeksi asluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septicemia.
Adapun macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial yaitu:
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya
dihubungkan dengan penggunakan kateter urin. Organisme penyabab yaitu E. colli, Klebsiella,
proteus, Pseudomonas dan Enterococcus. Kebanyakan pasien terinfeksi seta;ah 1-2 minggu
pemasangan kateter. Penyebab utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika
pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan bola kateter, dapat juga karena
strelisasi yang gagal dan tehnik septic dan aseptic.
2. Pneumonia nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul tertutama pada pasien yang menggunakan ventilator,
tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi
tersering berasal dari gram negative seperti Klebsiella dan Pseudomonas. Organism ini sering
berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organism ini dapat menyebabkan
infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah. Dari
kelompok virus dapat disebabkan oleh CMV, Influenza virus, Adeno virus, Para influenza virus,
Enterovirus dan Corona virus. Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah perokok berat, tidak
sterilnya alat-alat bantu, kualitas perawatan, penyakit jantung kronis, pemyakit paru kronis,
beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ, tingkat penggunaan antibiotika, penggunaan
ventilator dan intubasi, penurunan kesadaran pasien dan obesitas.
3. Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini hanya mewakili 5% dari infeksi nosokomial, tetapi resiko kematian sangat tinggi,
terutama disebabkan oleh bakteri yang resisten antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.
Infeksi dapat muncul ditempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur
invasive dan perawatan dari pemasangan kateter atau infuse.
4. Infeksi nosokomial lainnya
Infeksi nosokomial lainya seperti tuberculosis dimana penyebab utama adalah starins
bakteri multi drug resisten dan kotrol terpenting untuk penyakit ini adalah identifikasi yang baik,
isolasi dan pengobatan serta tekanan negative dalam ruangan. Penyakit lainnya diarrhea dan
gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri yaitu E. colli, Salmonella, Vibrio cholera dan
Clostridium dan penyebab virus yaitu Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dan Hepatitis A.
Infeksi pembuluh darah merupakan infeksi yang sangat berkaitan erat dengan penggunaan
infuse, kateter jantung dan suntikan. Virus yang menulari yaitu hepatitis B virus, hepatitis C virus
dan HIV, dan masih banyak penyakit infeksi nosokomial lainnya.
Adapun pencegahan terjadinya Infeksi nosokomial diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program. Pencegahan yang dimaksud meliputi membatasi transmisi organism dari atau
antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan apetik dan septic,
sterilisasi ruang, disinfektan media air bersih, mengontrol resiko penularan dari lingkungan, melindungi
pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup dan vaksinasi, membatasi resiko
infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive, pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan
mengontrol penyebarannya.
1. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hand hygiene.
Masalah yang dihadapi hand hygiene yaitu ketidakpatuhan hand hygiene, dokter dan tenaga medis
lainnya terlalu sibuk, tempat peletakan alat tidak strategis, kurang pengetahuan SDM tentang hand
hygiene, antispetik atau aseptic habis dan belum membudaya patient safety di rumah sakit. Tujuan
dilakukan hand hygiene untuk menurunkan angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Indikator
keberhasilan hand hygiene
Input
Proses
Output
Outcome
Tahap perencanaan Plan of action hand hygiene
General
a. Manajemen support sebagai pekerjaan awal yang dapat dilakukan adalah menginformasikan
kepada pimpinan tentang Guidelines on Hand Hygiene in health care on the WHO patient
safety and Hand Hygiene Self-Assessment Framework 2010 serta meminta persetujuan untuk
mengembangkan rencana tersebut.
b. Guidelinesand tool membuat atau mengadopsi pedoman WHO tentang hand hygiene dan
mempersiapkan alat apa aja yang dibutuhkan sesuai plan of action serta beradaptasi sesuai
dengan kebutuhan local.
c. Coordination memberikan nama coordinator dan jika memungkinkan segera membentuk tim
(idealnya multidisiplin) yang membawahi program hand hygiene ini.
d. Integration and alignment mengidentifikasi kebijakan, protocol dan SOP tentang control infeksi
dan hand hygiene yang telah berlaku kemudian disesuaikan dengan Plan of Action yang akan
dikembangkan.
System Change
a. Restrukturisasi TIM PPI
PPWK
d
Paae
aAlt
s
Ku
R
ta
e
a
e
e
a
K
mo
tm
Pi
IeIe
n k
g
n
a
a
g
e
r
i
g
n
h
d
a
s
u
o
n
l
a
o
o
i
e
t
P
PP
I
b. Penilaian dasar, memetakan sumber daya yang dibutuhkan untuk hand hygiene pada titik
perawatan ditempat-tempat mana saja yang belum tersedia, mencatat dan menjelaskan produk
tambahan yang diperlukan.
c. Produk hand hygiene, menyediakan produk dan instruksi terkait dititik perawatan secara
progresif diseluruh fasilitas dengan jangka waktu pelaksaan yang jelas.
d. Dukungan dari pihak manajemen, membuat proposal tentang penambahan fasilitas yang
mendukung program termasuk dana, untuk pengadaaan produk terus-menerus.
Training and Education
a. Penilian terhadap kebutuhan. Pelatihan hand hygiene yang berpusat pada 5 moments WHO,
sesuai dengan pengetahuan, persepsi dan pengamatan pelaksanaan oleh petugas kesehatan.
b. Perencanaan. Program hand hygiene akan diamati oleh observer disetiap unit.
c. Eksekusi. Setiap tahun akan diadakan pelatihan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
sesuai kebutuhan petugas dan karyawan.
d. Dukungan dari pihak manajemen. Mendapatkan dukungan untuk pelatihan rutin seperti SDM
atau dana.
e. Berkelanjutan/berkesinambungan. Mengembangkan rencana pendidikan berkelanjutan dan
update (termasik pendekatan inovatif seperti system buddy)
Evaluation and Feedback
a. Evaluasi secara berkala. Observasi kepatuhan pelaksanaan program hand hygiene secara
berkala, paling tidak 1 tahun sekali dan memonitor indikator lain seperti penggunaan produk,
pengetahuan, dan persepsi petugas kesehatan.
b. Acces to expertise. Mengakses pada petugas yang ahli seperti epidemiologis, tim surveilans
untuk analalisis data seperti angka kejadian infeksi nosokomial di RS, tingkat kepatuhan
petugas kesehatan dan karyawan dalam melaksakan program hand hygiene.
c. Feedback. Membangun dan memelihara system untuk mencatat dan melaporkan dengan cepat
dari komite PPI ke manager begitupun sebaliknya tentang hasil yang diharapkan dan yang
didapatkan dan secara terbuka mengkomunikasikan hasil-hasil tersebut.
d. Pengaturan sasaran, mementapkan target tahunan untuk angka kepatuhan.
Reminders in Workplace
a. Kapasitas, mengikutirencana untuk selalu merefresh pengingat secara berkala seperti poster dan
menggantinya jika rusak.
b. Pengiriman Pesan, menyediakan dan menampilkan poster dan selebaran disemua tempat di RS.
c. Berkelanjutan, rencana untuk memproduksi dan mendistribusikan pengingat atau tambahan
terus-menerus, termasuk ide-ide inovatif selain poster dan leaflet.
Safety Climate
a. Pendekatan multimodal.
Penilaian terhadap program hand hygiene setidaknya 1 tahun sekali dan membandingkannya
dengan evaluasi sebelumnya.
b. Anggaran
Menyediakan anggran rutin untuk program hand hygiene
c. Kapasitas
Menetapkan fungsi jangka panjang bagi para professional yang bertanggungjawab atas kegiatan
hand hygiene dan menstimulasikan staf untuk menjadi juara dan atau role model.
d. Komunikasi
Hasil dari program hand hygiene dapat di share dalam bentuk jurnal internal, web, dan
kelembagaan resmi baik local, nasional maupun internasional.
e. Keterlibatan pasien dan masyarakat
Mengembangkan informasi dasar dan edukasi tentang hand hygiene kepada pasien, keluarga
dan pengunjung.
Lead Person setiap tahap Plan of Action hand hygiene
penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Selain itu, rumah sakit harus
membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri.toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama unit
perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus
selalu bersih dan diberi disinfektan.
4. Ruangan Isolasi
Penyebaran infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan
pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara,
seperti tuberculosis dan SARS yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan
virus, contohnya DHF dan HIV. Pasien yang mempunyai resistensi seperti leukemia dan pengguna
obat imunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Ruang isolasi harus selalu
tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar.
TUJUAN: Untuk mencegah penyakit bawaan makanan oleh tangan yang terkontaminasi.
SCOPE: Prosedur ini berlaku untuk siapa saja yang menangani, mempersiapkan, dan melayani makanan.
KATA KUNCI: Cuci Tangan, Cross-Kontaminasi
PETUNJUK:
1. karyawan jasa makanan Kereta menggunakan prosedur dalam SOP ini.
2. persyaratan departemen kesehatan Ikuti Negara atau lokal.
3. Pasang tanda mencuci tangan atau poster dalam bahasa yang dimengerti oleh semua staf jasa makanan
dekat semua tenggelam mencuci tangan, di daerah persiapan makanan, dan toilet.
4. Gunakan ditunjuk tenggelam mencuci tangan untuk mencuci tangan saja. Jangan menggunakan
makanan
persiapan, utilitas, dan pencuci piring tenggelam untuk mencuci tangan.
5. Menyediakan hangat air mengalir, sabun, dan sarana untuk mengeringkan tangan. Menyediakan sampah
kontainer pada setiap wastafel mencuci tangan atau dekat pintu di toilet.
6. Jaga mencuci tangan tenggelam karyawan kapan diakses hadir.
7. Cuci tangan:
Sebelum memulai pekerjaan
Selama persiapan makanan
Ketika pindah dari daerah persiapan satu makanan yang lain
Sebelum memakai atau mengubah sarung tangan
Setelah menggunakan toilet
Setelah bersin, batuk, atau menggunakan sapu tangan atau tisu
Setelah menyentuh rambut, wajah, atau tubuh
Setelah merokok, makan, minum, atau permen karet atau tembakau
Setelah menangani daging mentah, unggas, atau ikan
Setelah membersihkan up kegiatan seperti menyapu, mengepel, atau menyeka counter
Setelah menyentuh piring kotor, peralatan, atau peralatan
Setelah penanganan sampah
Setelah penanganan uang
Setelah setiap saat tangan dapat menjadi terkontaminasi
SOP HACCP Berbasis
2
Cuci Tangan, terus
(Contoh SOP)
INSTRUKSI, melanjutkan:
8. Ikuti prosedur mencuci tangan yang benar seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
tangan basah dan lengan dengan hangat, air mengalir setidaknya 100 F dan menerapkan sabun.
Scrub lathered tangan dan lengan, bawah kuku, dan di antara jari selama
setidaknya 10-15 detik. Bilas di bawah air mengalir hangat selama 5-10
detik.
Keringkan tangan dan lengan secara menyeluruh dengan sekali pakai handuk kertas.
Keringkan tangan setidaknya 30 detik jika menggunakan pengering tangan udara hangat.
Matikan air dengan menggunakan handuk kertas.
Gunakan handuk kertas untuk membuka pintu saat keluar kamar kecil.
9. Ikuti FDA rekomendasi ketika menggunakan pembersih tangan. Rekomendasi ini
adalah sebagai berikut:
Gunakan pembersih tangan setelah tangan telah dicuci dengan benar dan dikeringkan.
Gunakan hanya pembersih tangan yang sesuai dengan 2001 FDA Kode Food. Menegaskan
dengan produsen yang pembersih tangan yang digunakan memenuhi persyaratan ini.
Gunakan pembersih tangan dengan cara yang ditentukan oleh produsen.
PEMANTAUAN:
1. Seorang karyawan yang ditunjuk akan visual mengamati praktek cuci tangan dari
1.PENGERTIAN LINEN :
Adalah bahan / kain yang digunakan di rumah sakit untuk kebutuhan pembungkus kasur, bantal, guling dan
alat instrument steril lainnya.
2.TUJUAN ALUR LINEN :
A.
B.
C.
D.
Mencegah
tertukarnya
linen
dari
bagian
yang
satu
kebagian
yang
Stock
linen
untuk
ruang
dialysis
terpenuhi
Menjaga
kualitas
dan
kebersihan
linen
agar
tetap
tahan
Mengurangi
komplain
dari
pasien,seperti
:
kusut,
robek,
luntur
lain.
.
lama.
dsb.
ada
bersih
bercak
atau
sesuai
room
dan
robek
:
)
kotor.
dicatat
.
.
pada
linen.
kebutuhan.
Ruang
Dialysis
1. Linen diantar ke ruang dialysis setiap pagi hari, sebelum pasien dilakukan tindakan dialysis.
2. Masukan linen kedalam ruang
linen,
disusun dan
diatur sesuai
tempatnya.
3. Menghitung linen bersamaan dengan saat memasukan linen kedalam rak/ lemari.(Jumlah linen yang
diberikan
sesuai
dengan
jumlah
linen
kotor)=
stock.
4.Menyerahkan tanda bukti jumlah linen yang telah dikirim kepada petugas dialysis.
5.Perhitungan
stock
dilakukan
bersama
dengan
petugas
dialysis.
6.Jika
tidak
sesuai
dengan
stock,
dicari
penyebabnya.
7.Linen yang telah dipakai pasien dibawa ke ruang disposal dan dimasukan ke dalam kantong plastik yang
telah
dibedakan
warnanya,
dan
dipisahkan
dengan
yang
terkontaminasi.
8.Linen kotor dikumpulkan di ruang disposal dan keesokan harinya diambil oleh petugas laundry 2x sehari
( pagi dan sore ).
Sumber
SOP Unit Hemodialisa
Berbagai
Sumber
Dijaga kebersihannya dengan menggunakan kertas lensa khusus atau tisu lembut yang
nonabrasive
b.
c.
penyelesaian
prosedur
2.
3.
4.
5.
6.
Beri privasi
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
Ingatlah untuk mencuci tangan anda, mengidentifikasi residen dan memberi privasi
3.
a.
Kacamata residen
b.
Larutan pembersih
c.
Air bersih
d.
4.
Jelaskan apa yang akan anda lakukan dan bagaimana residen dapat membantunya.
5.
6.
7.
8.
Kembalikan kacamata pada tempatnya. Letakkan di meja sisi tempat tidur atau
kembalikan pada residen
9.
Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan anda,
melaporkan penyelesaian tugas dan mendokumentasikan waktu, tanggal, membersihkan
kacamata dan reaksi residen.
Perawatan lensa kontak menurut Potter & perry (2005, p. 1391) adalah sebagai
berikut :
Langkah
Rasional
yang
Setelah
kontak lensa dilepas, Tanda-tanda iritasi kornea dibutuhkan
inspeksi mata terhadap tanda- pasien untuk dihentikan penggunaan
tanda iritasi kornea, air mata yang lensa kontak
berlebihan, kemerahan, rasa perih
terbakar
Persipakan peralatan dan bahan
yang diperlukan untuk melepaskan
lensa :
a.
b.
Mangkuk
(tambahan)
pengisap
c.
d.
Handuk mandi
Persiapkan peralatan dan bahan
untuk pembersihan dan insersi :
a.
Lensa
didalam
tempat
penyimpanan yang bersih, diberi
label nama pasien
b.
Peralatan
(tambahan)
desinfektan
c.
Pembersih surfaktan
d.
Larutan pembilas
termal
e.
f.
g.
Bola
bertangkai
Digunakan
untuk
menyebabkan
pembersih lensa diatas permukaan
lensa kontak yang kaku
kapas
atau
h.
Handuk mandi
i.
j.
kapas
Klien
dapat
membantu
dalam
perencanaan
dengan
penjelasan
teknik yang membantu pengangkatan
dan insersi. Pasien mungkin menjadi
cemas
saat
perawat
meretraksi
kelopak mata dan memanipulasi lensa
Atur posisi pasien yaitu terlentang
atau duduk ditempat tidur atau
kursi
Memberikan
kemudahan
meretraksi
kelopak
mata
memanipulasi lensa
saat
dan
Cuci tangan
b.
c.
d.
Lubrikasi
pada
mata
memfasilitasi pelepasan lensa
untuk
e.
h.
i.
Jika
ujung-ujung
lensa
menempel,
letakkan
lensa
di
telapak
tangan
dan
rendam
keseluruhan dengan salin steril.
Secara lembut balikkan lensa
dengan
jari
telunjuk
dengan
gerakan kedepan kebelakang. Jika
gosokan tidak memisahkan ujungujung lensa maka lensa dapat
direndam dalam larutan steril
j.
k.
Melindungi lensa
Mencegah pinggir
satu sama lain
dari kerusakan.
lensa menempel
Membantu
mengembalikan
kebentuk normal
lensa
l.
Mengurangi
transmisi
infeksi.
Mengurangi transmisi mikroorganisme
Melepaskan lensa kaku
a.
Cuci tangan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Mengencangkan
kelopak
terhadap bola mata
mata
i.
j.
k.
tidak
sama.
tangan.
Cuci tangan
b.
Susun peralatan
tempat tidur
disamping
c.
d.
Memberikan
peralatan
kemudahan
pada
e.
f.
Lebih
mudah
memanipulasi
dan
membersihkan dengan menggunakan
ujung jari. Membersihkan semua
permukaan dari mikroorganisme.
g.
h.
Letakkan
lensa
dikotak
penyimpanan
dan
isi
dengan
larutan
desinfeksi
yang
Mengangkat
kotoran
dan
direkomendasi pabrik atau praktisi
pembersih dari permukaan lensa
perawatan mata. Lepaskan lensa.
Letakkan lensa ditengah tempat
penyimpanan, sisi konveks kearah
bawah, isi dengan larutan.
zat
b.
Manipulasi
lensa
yang
sesuai
Letakkan lensa kanan sisi konkaf memastikan pemasukan yang mudah,
dalam
lensa
harus
diatas ujung jari telunjuk tangan permukaan
menghadap keatas lensa sehingga
dominan
dapat dipakai pada kornea.
Lensa kaku dan dapat diletakkan saat
leher melihat lurus kedepan. Retraksi
kelopak meningkatkan pemasukan
yang mudah di antara batas kelopak
g.
h.
i.
j.
k.
Bantu
nyaman
pasien
untuk
posisi
l.
b.
c.
d.
Melapisi
tangan
dengan
sabun
kosmetik
atau
deodorant
dapat
berpindah ke lensa dan mengiritasi
mata
Mengangkat
alrutan
desinfektan,
Angkat lenda kanan dari tempat Mencegah iritasi atau kerusakan pada
penyimpananya dan bilas dengan mata.
larutan
pembilas
yang
direkomendasi,
periksa
lensa
terhadap benda asing, airmata atau
kerusakan lain.
Periksa bahwa lensa tidak
terbalik (bagian dalam berada
diluar)
Lensa lunak terbalik jika mangkuk
mempunyai bibir, lensa berada dalam
posisi tepat jika lengkung sama dari
dasar sampai pinggiran.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
diatas kornea
Memastikan bahwa lensa berada
ditengah, bebas dari udara, dan
nyaman
m.
Bantu
nyaman
pasien
untuk
posisi
n.
dan
tetap
Dapat
mengidentifikasikan
mata atau penyakit
cedera
Catat
pada
rencana
asuhan Menentukan periode waktu yang aman
keperawatan atau kardeks waktu untuk pemasangan lensa
pemasukan dan pelepasan lensa
Posted by Warsono Saja at 5:07 AM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: cara membersihkan lensa kontak dan kacamata, cara perawatan mata dengan lensa
kontak, hati-hati cara membersihkan lensa kontak, tampilcantik dengan lensa kontak
wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi.
Secara umum perlindungan mata terdiri dari :
Kacamata pelindung
Goggle
Pelindung wajah
Pelindung mata special (goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk
melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser). Walaupun telah banyak
model, jenis, dan bahan dari perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini,
tetapi harus berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak
cukup aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi bahan kimia yang
berbahaya.
2. Perlindungan Badan
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas
laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki
laboratorium. Jas laboratorium yang kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan
kimia ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
ketika menggunakan jas laboratorium, kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam
kondisi tidak terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan
pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan kimia dan api
sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda terkontaminasi oleh
tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut secepatnya.
Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron dan Jumpsuits. Apron
sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang bersifat korosif dan
mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti celemek ini biasanya terbuat dari karet
atau plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak
dikenakan pada area larutan yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat
terbakar yang dipicu oleh elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi
loncatan listrik statis.
Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan untuk dipakai
pada kondisi beresiko tinggi (mis., ketika menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik
dalam jumlah yang sangat banyak). Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur
ulang. Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan
kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan
radiasi.
3. Pelindungan Tangan
Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting apabila Anda
terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Tidak hanya melindungi tangan terhadap
karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi perlindungan
dari peralatan gelas yang pecah atau rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan
material yang panas atau dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang dipakai jika tidak dipilih
bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang ditangani. Selain itu, kriteria yang
lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan rata-rata daya tembus atau terobos bahan
kimia ke kulit tangan. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi
pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering
dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi
(asbestos) untuk temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau alam,
neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih
berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani. Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat
dari karet alam baik apabila Anda bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik
bila bekerja dengan Dietil eter.
4. Perlindungan Pernafasan
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat
pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat
membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan
bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut.
Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih
dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan
pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan
pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang
masuk. Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara
yang terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna bahan kimia haruslah
mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum bekerja dengan bahan kimia.
Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai dengan jenis bahan kimia yang ditangani.
Semua hal tersebut tentunya mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di
laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD merupakan
solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat
bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia
5.
Untuk melindungi kaki dari tumpahan bahan kimia korosif/beracun, sepatu biasa yang
bertumit rendah dan tidak licin dianjurkanuntuk digunakan. Karena jika menggunakan sandal
atau sandal sepatu zat akan terkena langsung di kaki. Penggunaan yang lebih aman yaitu
dengan penggunaan safety boot yang sering digunakan pada industry.
Diposkan oleh Brayen Weol di 17.05
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh
seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. Alat pelindung diri
berfungsi mengisolasi tubuh pekerja terhadap keterpaan bahan kimia berbahaya.
Kacamata pelindung
Goggle
Pelindung wajah
Pelindung mata special (goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk
melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser). Walaupun telah banyak
model, jenis, dan bahan dari perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini,
tetapi harus berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak
cukup aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi bahan kimia yang
berbahaya.
2. Perlindungan Badan
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas
laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki
laboratorium. Jas laboratorium yang kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan
kimia ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
ketika menggunakan jas laboratorium, kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam
kondisi tidak terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan
pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan kimia dan api
sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda terkontaminasi oleh
tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut secepatnya.
Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron dan Jumpsuits. Apron
sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang bersifat korosif dan
mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti celemek ini biasanya terbuat dari karet
atau plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak
dikenakan pada area larutan yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat
terbakar yang dipicu oleh elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi
loncatan listrik statis.
Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan untuk dipakai
pada kondisi beresiko tinggi (mis., ketika menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik
dalam jumlah yang sangat banyak). Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur
ulang. Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan
kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan
radiasi.
3. Pelindungan Tangan
Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting apabila Anda
terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Tidak hanya melindungi tangan terhadap
karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi perlindungan
dari peralatan gelas yang pecah atau rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan
material yang panas atau dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang dipakai jika tidak dipilih
bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang ditangani. Selain itu, kriteria yang
lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan rata-rata daya tembus atau terobos bahan
kimia ke kulit tangan. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi
pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering
dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi
(asbestos) untuk temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau alam,
neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih
berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani. Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat
dari karet alam baik apabila Anda bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik
bila bekerja dengan Dietil eter.
4. Perlindungan Pernafasan
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat
pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat
membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan
bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut.
Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih
dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan
pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan
pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang
masuk. Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara
yang terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna bahan kimia haruslah
mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum bekerja dengan bahan kimia.
Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai dengan jenis bahan kimia yang ditangani.
Semua hal tersebut tentunya mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di
laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD merupakan
solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat
bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia
5.
Untuk melindungi kaki dari tumpahan bahan kimia korosif/beracun, sepatu biasa yang
bertumit rendah dan tidak licin dianjurkanuntuk digunakan. Karena jika menggunakan sandal
atau sandal sepatu zat akan terkena langsung di kaki. Penggunaan yang lebih aman yaitu
dengan penggunaan safety boot yang sering digunakan pada industry.
Diposkan oleh
SOP PENGGUNAAN APD
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh
seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. Alat pelindung diri
berfungsi mengisolasi tubuh pekerja terhadap keterpaan bahan kimia berbahaya.
wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi.
Secara umum perlindungan mata terdiri dari :
Kacamata pelindung
Goggle
Pelindung wajah
Pelindung mata special (goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk
melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser). Walaupun telah banyak
model, jenis, dan bahan dari perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini,
tetapi harus berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak
cukup aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi bahan kimia yang
berbahaya.
2. Perlindungan Badan
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas
laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki
laboratorium. Jas laboratorium yang kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan
kimia ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
ketika menggunakan jas laboratorium, kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam
kondisi tidak terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan
pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan kimia dan api
sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda terkontaminasi oleh
tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut secepatnya.
Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron dan Jumpsuits. Apron
sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang bersifat korosif dan
mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti celemek ini biasanya terbuat dari karet
atau plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak
dikenakan pada area larutan yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat
terbakar yang dipicu oleh elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi
loncatan listrik statis.
Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan untuk dipakai
pada kondisi beresiko tinggi (mis., ketika menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik
dalam jumlah yang sangat banyak). Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur
ulang. Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan
kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan
radiasi.
3. Pelindungan Tangan
Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting apabila Anda
terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Tidak hanya melindungi tangan terhadap
karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi perlindungan
dari peralatan gelas yang pecah atau rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan
material yang panas atau dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang dipakai jika tidak dipilih
bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang ditangani. Selain itu, kriteria yang
lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan rata-rata daya tembus atau terobos bahan
kimia ke kulit tangan. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi
pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering
dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi
(asbestos) untuk temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau alam,
neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih
berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani. Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat
dari karet alam baik apabila Anda bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik
bila bekerja dengan Dietil eter.
4. Perlindungan Pernafasan
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat
pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat
membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan
bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut.
Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih
dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan
pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan
pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang
masuk. Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara
yang terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna bahan kimia haruslah
mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum bekerja dengan bahan kimia.
Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai dengan jenis bahan kimia yang ditangani.
Semua hal tersebut tentunya mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di
laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD merupakan
solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat
bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia
5.
Untuk melindungi kaki dari tumpahan bahan kimia korosif/beracun, sepatu biasa yang
bertumit rendah dan tidak licin dianjurkanuntuk digunakan. Karena jika menggunakan sandal
atau sandal sepatu zat akan terkena langsung di kaki. Penggunaan yang lebih aman yaitu
dengan penggunaan safety boot yang sering digunakan pada industry.
Diposkan oleh Brayen Weol di 17.05
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Terimah kasih ya atas kunjungan Anda dan atas segala saran dan komentar.
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya
Brayen Weol
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
2015 (15)
2014 (61)
o
November (1)
September (20)
Agustus (40)
Reduksi urin
JARINGAN EPITEL
EPITEL
Pemeriksaan Hematokrit
Pemeriksaan Boraks
Merkuri
Leukemia
Hepatitis C
Hepatitis A
Hemostasis
Analisis Sperma
ARSEN
ANALIS KESEHATAN
Nemathelminthes
PERADANGAN
Vacuteiner
KEJERNIHAN URINE
Sitohistoteknologi
jaringan darah
Katup semilunar
PEMBUATAN MEDIA
75
yang diterima dari pemasok, dan kemudian Fungsi Penerimaan membuat Bukti
Penerimaan Barang empat lembar untuk menyatakan penerimaan barang dari
pemasok
.
Bukti Penerimaan Barang lembar pertama untuk pemasok yang dilampirkan pada
faktur yang berfumgsi untuk penagihan, lembar kedua untuk Fungsi Gudang, lembar ketiga
untuk arsip, dan lembar keempat dikirimkan ke Fungsi Akuntansi sebagai bukti telah
dilaksanakan pemeriksaan terhadap barang yang diterima dari pemasok, sesuai dengan
Surat Order Pembelian. Laporan Penerimaan Barang juga merupakan dokumen pendukung
bagi Fungsi Akuntansi dalam membuat Bukti Kas Keluar.
IV.2.4. Penanganan Obat/Alat Kesehatan Kadaluarsa/Rusak
Rumah Sakit Myria Palembang dalam melakukan penanganan Penarikan
atau penghapusan obat/alat kesehatan yang rusak/kadaluarsa di Instalasi Farmasi
belum dilakukan sesuai dengan Standa
r Pelayanan Farmasi Rumah Sakit yang
5.
Petugas Gudang Farmasi Rumah Sakit Myria Palembang
menyerahkan obat/alat keseha
tan kepada Supplier atau
Pedagang Besar Farmasi bersama Bukti Pengembalian
Barang Gudang lembar pertama dan salinan faktur.
6.
Bukti Pengembalian Barang Gudang lembar kedua untuk
Bagian Akuntansi Rumah Sakit Myria Palembang.
7.
Bukti Pengembalian Barang Gudang lembar ketiga untuk
Bagian Penerimaan Rumah Sakit Myria Palembang.
8.
Bukti Pengembalian Barang Gudang lembar keempat untuk
arsip Bagian Gudang Farmasi Rumah Sakit Myria
Palembang.
Unit terkait : 1. Gudang Farmasi
2.
Bagian Akuntansi
3.
Instalasi Farmasi
4.
Supplier/Pedagang Besar Farmasi
Catatan : 1. Contoh formulir Bukt
i Pengembalian Barang Gudang dapat
dilihat pada lampiran 9
87
IV.3.1.6. Penerimaan Penggantian Obat/Alat Kesehatan
Pengertian : Pelaksanaan penerimaan penggantian obat/alat kesehatan
dari Supplier atau Pedagang Besar Farmasi.
Tujuan : Agar penggantian obat/alat kesehatan dari Supplier atau
Pedagang Besar Farmasi dapat dimasukkan kembali sebagai
stock Gudang Farmasi Rumah Sakit Myria Palembang.
Kebijakan : Penggantian obat/alat kesehatan dari Supplier/Pedagang
Besar Farmasi harus sesuai dengan obat/alat kesehatan
yang dikembalikan.
Prosedur : 1. Bagian Penerimaan Rumah Sakit Myria Palembang
7.
Setiap minggu Kepala Gudang Farmasi Rumah Sakit
Myria Palembang membuat laporan penerimaan dan
pengeluaran obat/alat kesehatan.
Unit terkait : 1. Bagian Gudang Farmasi
2. Intalasi Farmasi
3. Bagian Penerimaan
4. Bagian Akuntansi
5. Bagian Keuangan
95
IV.3.2.3. Penyimpanan Obat/Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi
Pengertian : Pelaksanaan penyimpanan obat/alat kesehatan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Myria Palembang, yang telah
diterima dari Gudang Farmasi Rumah Sakit Myria
Palembang.
Tujuan : Agar obat/alat kesehatan yang disimpan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Myria Palembang memenuhi syaratsyarat penyimpanan yang ditentukan, terkontrol jumlah
dan kualitasnya.
Kebijakan : Penyimpanan obat/alat kesehatan di lnstalasi Farmasi
Rumah Sakit Myria Palembang harus memenuhi syaratsyarat penyimpanan yang telah ditentukan.
Prosedur : 1. Obat/alat kesehatan di lnstalasi Farmasi Rumah Sakit
Myria Palembang, yang telah diterima dari Gudang
Farmasi Rumah Sakit Myria Palembang disimpan ke
dalam lemari, rak atau lemari pendingin, disesuaikan
dengan jenis obat/alat kesehatan.
2.
Penyimpanan obat/alat kesehatan di lnstalasi Farmasi
Rumah Sakit Myria Palembang disusun sesuai urut
abjad dan expire date.
3.
Khusus untuk obat narkotika di lnstalasi Farmasi,
disimpan secara khusus pada lemari narkotika dan
dikunci.
96
4.