Anda di halaman 1dari 114

PEDOMAN

PENGORGANISASIAN PPI

RS GUNUNG MARIA
Jln. Sejahtera No. 282, Tomohon
Sulawesi Utara – Indonesia
P. (0431) 351008
F. (0431) 352414
E-mail: rsgunungmaria@yahoo.co.id
Kode Dok: MED-PP/Ped-000
2017 Edisi: B/09-2017
KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan atas segala rahmat-Nya sehingga kami dimungkinkan untuk
menyelesaikan salah satu tugas pelayanan melalui penerbitan Buku Pedoman Pelaksanaan
Transfusi Darah RS Gunung Maria Tomohon, Edisi A, Tahun 2017.

Buku ini akan menjadi pedoman -sesuai Standar Akreditasi Rumah Sakit-dalam penyusunan
Panduan Kerja dan Standar Prosedur Operasional (SPO) guna mengimplementasikan visi, misi
dan tujuan kegiatan pelayanan rumah sakit yang sesuai standar.

Dalam buku ini hanya memuat garis besar pelayanan sebagai acuan sedangkan operasional
lapangan akan terdapat pada SPO.

Materi utama dalam buku ini akan terus direvisi seiring perkembangan ilmu dan teknologi
khususnya di bidang anestesiologi dan terapi intensif. Masih terdapat kekurangan dalam
pengeditan buku ini dan akan diperbaiki pada saat revisi materi buku pedoman ini yang akan
dilakukan minimal sekali dalam tiga tahun.

Akhirnya semoga buku pedoman ini membawa manfaat bagi kita semua, terutama
memberikan hasil terbaik bagi pasien dan keluarganya yang membutuhkan pelayanan
pembedahan, anestesi dan terapi intensif.

PENYUSUN
TIM AKREDITASI
RS GUNUNG MARIA TOMOHON

Page i of 123
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I.PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Pedoman 2
BAB II. STANDAR KETENAGAAN 7
a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia 7
BAB III. pendahuluan 1
C. lata belakang 1
D. tujuan pedoman 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
E. ruang lingkup pelayanan 1
F. batasan operasional 2
G. landasan hukum 2
BAB IV. standar ketenagaan 1
H. kualifikasi sumber daya manusia 1
I. distribusi ketenagaan 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
J. pengaturan jaga 1
BAB V. standar fasilitas 1
K. denah ruangan 1
L. standar fasilitas 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
BAB VI. tata laksana pelayanan 1
M. heading atau sub judul 2 1
N. heading atau sub judul 2 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
BAB VII. logistik 1
O. heading atau sub judul 2 1
P. heading atau sub judul 2 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
BAB VIII. keselamatan pasien 1
Q. heading atau sub judul 2 1
R. heading atau sub judul 2 1

Page ii of 123
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
BAB IX. keselamatan kerja 1
S. heading atau sub judul 2 1
T. heading atau sub judul 2 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
BAB X. pengendalian mutu 1
U. heading atau sub judul 2 1
V. heading atau sub judul 2 1
1. Heading atau Judul 3....................................................................................................1
BAB XI. penutup 1
W. heading atau sub judul 2 1
X. heading atau sub judul 2 1
2. Heading atau Judul 3....................................................................................................1

Page iii of 123


BAB I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

HAIs adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di
Rumah Sakit dan pada saat masuk tidak sedang dalam masa inkubasi. Dampak HAIs bagi
pasien di Rumah Sakit merupakan masalah yang serius karena dapat memberikan dampak
bertambahnya ketidak berdayaan fungsional, menyebabkan kecacatan, selain itu dapat
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.

Dinegara-negara yang kurang mampu, HAIs dapat meningkatkan biaya pelayanan


kesehatan karena meningkatnya lama hari rawat inap di Rumah Sakit, sehingga pihak
Rumah Sakit akan mengeluarkan biaya lebih besar. Penyebab infeksi nosokomial oleh
kuman yang sudah berada di lingkungan Rumah Sakit disebut kuman eksogen, atau oleh
kuman yang sudah dibawa oleh pasien itu sendiri yaitu kuman endogen, dari batasan ini
dapat disimpulkan bahwa kejadian HAIs adalah infeksi yang dapat dicegah dengan strategi-
strategi yang telah tersedia dan relatif murah atau sebaliknya, HAIs ini merupakan infeksi
yang dapat dicegah.

HAIs merupakan masalah penting diseluruh dunia dan terus meningkat. Tingkat infeksi
nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas mengingat penanganannya secara
nasional baru dimulai, Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
382/Menkes/SK/III/2007 bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sehingga untuk mendukung peningkatan
mutu pelayanan kesehatan yang prima dan professional, khususnya dalam Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di rumah sakit di perlukan suatu pedoman. Beberapa rumah sakit telah
melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial sejak beberapa tahun yang lalu, dan Rumah
Sakit Gunung Maria Tomohon baru mulai tahun 2016 ini.

Page 1 of 123
TUJUAN PEDOMAN

Umum :
Sebagai dasar dalam penyelenggaraan kegiatan mutu layanan rumah sakit
melalui Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sehingga
dilaksanakan oleh semua instalasi, meliputi kualitas pelayanan, manajemen
resiko dan keselamatan kerja.

Khusus :
1. Memperpendek lama hari perawatan di rumah sakit ( menurunkan LOS )
2. Memberikan peluang bagi pasien baru untuk mendapatkan perawatan
(meningkatkan BOR )
3. Mengurangi biaya perawatan dan pengobatan
4. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien dan petugas Rumah Sakit
5. Mengurangi terjadinya resiko cacat fisik

1. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang lingkup dari pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS Gunung


Maria Tomohon meliputi:
1. Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Kewaspadaan Standar
3. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkolosis ( PPI TB )
5. Surveilans Infeksi RS ( IRS )
6. Pengendalian Resistensi Antibiotika
7. Sterilisasi Alat/Instrumen Kesehatan Paska Pakai
8. Pemakaian Ulang Peralatan & Material Sekali Pakai ( Singel Use yang Dire-Use )
9. Pengelolaan Makanan
10. Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS
11. Pendidikan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi diberikan untuk setiap pasien
12. Pengkajian Risiko Infeksi pada Konstruksi & Renovasi di RS
13. Penggunaan cairan desinfektan
14. Praktek Menyuntik yang Aman

Page 2 of 123
15.Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk pasien, keluarga dan pengunjung.
16. Penanganan Kejadian Luar Biasa ( KLB )
17. Pemeriksaan Kultur dan Swab Mikrobiologi di Lingkungan Rumah Sakit
18. Penanganan Pasien Immunosuppresed
19. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Pemulasaran Jenazah
20. Persiapan Pemakaian Ruangan Baru Paska Konstruksi / Renovasi RS
21. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Bayi
22. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Bersalin
23. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Bedah
24. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Intensive Care Unit ( ICU )
25. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Poli Klinik Gigi
26. Perbandingan Data Dasar Infeksi ( Benchmarking )
27. Risk Managemen PPI

2. Batasan Operasional

1. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila satu mata rantai hilang atau di rusak, maka infeksi dapat
dicegah atau di hentikan. Komponen yang di perlukan sehingga terjadi penularan
tersebut adalah :
a. Agen Infeksi ( infection agen ) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur
dan parasit. Ada tiga factor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah ( dosis atau “ load “ ).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang
biak dan siap di tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia, binatang, tumbuh –tumbuhan, tanah, air dan bahan – bahan organic
lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lender saluran nafas atas,
usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu ke;uar ( portal of exit ) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pencernaan,saluran kemih
dan kelamin, kulit dan membrane mukosa, transplasenta dan darah serta cairan
tubuh lain.

Page 3 of 123
d. Transmisi ( cara penularan ) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita ( yang suseptibel).
Ada beberapa cara penularannya yaitu :
1. Kontak ( langsung dan tak langsung )
2. Droplet
3. Airbone
4. Melalui vehikulum ( makanan dan minuman, darah )
5. Melalui vector ( biasanya serangga dan binatang pengerat )
e. Pintu masuk ( portal of entry ) adalah temapt dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel ). Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lender, serta kulit yang tidak
utuh ( luka ).
f. Pejamu ( host ) yang suseptibel adalah orang yang memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau
pembedahan, pengobatan dangan imunosuresan. Faktor lain yang mungkin
berpengaruh adlah jenis kelamin, rasa tau stnis tertentu, status ekonomi, gaya
hidup, pekerjaan dan herediter.

2. Faktor Resiko “ Healthcare – associated Infection “ ( HAIs )


a. Umur : neonates dan lansia lebih rentan
b. Status imun yang rendah / terganggu ( imuno-kompromais ) : penderita dengan
penyakit kronik, penderita keganasan, obat – obat imunosupresan.
c. Interupsi barier anatomis :
 Kateter urin : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih ( ISK)
 Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi lika operasi ( ilo ) atau
“surgical site”
 Intubasi pernafasan : meningkatkan kejadian : “ Hospital Acquired
Pneumonia” (HAP/VAP)
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infuse ( ILI ), “ Blood
Stream Infection “ (BSI)
 Luka bakar dan trauma

Page 4 of 123
d. Implantasi benda asing :
 “ indwelling catheter “
 “ surgical suture material “
 “ cerebrospinal fluid shunts “
 “valvular / vascular prostheses “
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

3. Pencegahan dan Pengendalain Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen infeksi ( patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularan. Identifikasi
factor resiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat
mengurangi insiden terjadinya infeksi ( HAIs ), baik pada pasien ataupun pada
petugas kesehatan.

4. Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan pejanmu.
Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh
vaksinasi Hepatitis B ), atau pemberian imunisasi pasif ( immunoglobulin).
Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Inaktivasi agen infeksi dapat di lakukan dengan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan ( pasteurisasi atau sterilisasi ) dan
memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
desinfeksi
c. Memutus rantai penularan
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu “ Isolation Precautions “ ( Kewaspadaan Isolasi ) yang
terdiri dari dua pilar / tingkatan yaitu “ Standar Precautions “ ( Kewaspadaan

Page 5 of 123
Baku ) dan “ Transmision based precaution” ( Kewaspadaan berdasarkan cara
penularan ).
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ( “ Post Exposure Prophylaxis “/PEP )
terhadap petugas kesehatan . Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen
infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering
terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang
perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

3. Landasan Hukum

1. SK Menkes No.270/MENKES/2007 tentang Pedoman Manejerial PPI di RS dan


Fasilitas Kesehatan Lainnya
2. SK Menkes No.382/Menkes/2007 tentang Pedoman PPI di RS dan Fasilitas
Kesehatan Lainnya.
3. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3495)
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolahan Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/axi/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departeman Kesehatan.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/xii/1999 Standar Pelayanan Rumah Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.129/Menkes/SK/ii/2008
tentang Satndar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1165/Menkes/SK/X/2004
tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit
11. Surat edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Nomor HK.03.01/III/3744/08
tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalaian Infeksi di
Rumah Sakit.

Page 6 of 123
BAB II. STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Kriteria Anggota Komite PPI :

1. Mempunyai minat dalam PPI

2. Pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI :

1. Membuat dan mengevaluasi kebijakan PPI

2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami dan


dilaksanankan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

3. Membuat SPO PPI

4. Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI dan program pelatihan dan
program pelatihan dan pendidikan PPI.

5. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB infeksi
nosokomial.

6. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan


pengendalian infeksi.

7. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dalam PPI.

8. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi
yang menggunakan .

9. Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk meningkatkan


kemampuan sumber daya manusia ( SDM ) rumah sakit dalam PPI.

10. Melakukan pertemuan berkala,termasuk evaluasi kebijakan

11. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur

Page 7 of 123
12. Berkoordinasi dengan unit terkait lain.

13. Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional
dirumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika
dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.

14. Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja ( K3 )

15. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patien safety.

16. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodic mengkaji kembali rencana


manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.

17. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat dan
bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemprosesan alat, penyimpanan alat dan linen
sesuai dengan prinsip PPI

18. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi

19. Melakukan pengawasan terhadap tindakan – tindakan yang menyimpang dari standar
prosedur / monitoring surveilans proses.

20. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi bila ada
KLB dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

No Jenis Ketenagaan Kualifikasi / kriteria Jumlah SDM


yang di butuhkan

1. IPCO - Dokter Spesialis 1 untuk setiap 5


Penyakit Dalam IPCN yang purna
- Mengikuti pendidikan waktu
pelatihan dasar PPI
- Memiliki kemampuan
leadership
- Perawat dengan
pendidikan D3 dan

Page 8 of 123
memiliki sertifikasi PPI
- Memiliki komitmen di
bidang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
- Memiliki kemampuan
1 untuk 100 –
leadership
150 tempat tidur
2. IPCN - Perawat pelaksana

1 perawat untuk
tiap bagian
3. IPCLN perawatan inap /
jalan

Tugas IPCO :

1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar

2. Turut menyususn pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans

3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman pathogen dan pola resistensi antibiotika

4. Bekerja sama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi dan mendeteksi
serta menyelidiki KLB

5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan dengan
prosedur terapi.

6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.

Page 9 of 123
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi

IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse )

Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :

1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
dilingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehtan lainnya.

2. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.

3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI

4. Bersama Komite PPI Melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI dirumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI memperbaiki kesalahan
yang terjadi

6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas
kesehatan kepasien atau sebaliknya.

7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan member konsultasi tentang Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi dirumah sakit

8. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap limbah, laundry,gizi,dan lain-lain


dengan menggunakan daftar tilik

9. Memonitor kesehatan lingkungan

10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional

11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang terjual
dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

12. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI

13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI

14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI

Page 10 of 123
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS

16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan , pengunjung dan keluarga tentang topic
infeksi yang sedang berkembang dimasyarakat, infeksi dengan insiden tinggi

17. Sebagai coordinator antar departeman / unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi dirumah sakit.

IPCLN ( Infection Prevention Control Link Nurse )

Tugas IPCLN :

IPCLN sebagai perawat pelaksana harian / penghubung

Bertugas :

1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien diunit rawat inap masing-
masing, kemudian menyerahkan nya kepada IPCN ketika pasien pulang.

2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan


pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan diunit rawatnya masing-masing.

3. Memberitahukan kepada IPCLN apabila ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada
pasien

4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung diruang rawat masing masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila
belum paham

5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar isolasi.

Page 11 of 123
B. Distribusi Ketenagaan

Anggota Komite PPIRS terdiri atas :

No Pelaksana Jumlah SDM yang di butuhkan

1. Wakil Bidang Yanmed 1

2. Dokter Ahli Epidemiologi 1

3. Dokter – dokter dari SMF 1

4. Mikrobiologi / Patologi klinik 1

5. Panitia Mutu RS 1

6. Tim Clinical govermance 1

7. Staf Farmasi 1

8. Perawat PPI / IPCN Disesuaikan dengan jumlah tempat tidur


1 IPCN untuk 100 – 150 TT

9. Sterilisasi / CSSD 1

10. Laundry 1

11. IPS RS 1

12. Sanitasi 1

13. Gizi 1

14. Bagian Rumah Tangga 1

15. Tim K3 1

16. Petugas Kamar Jenasa 1

Page 12 of 123
Tim PPI terdiri atas Perawat PPI / IPCN dan 1 Dokter PPI setiap 5 Perawat PPI

 RS diwajibkan memiliki IPCN yang bekerja purna waktu dengan rasio 1


( satu ) IPCN untuk 100-150 tempat tidur
 IPCN dapat di bantu beberapa IPCLN ( Infection Prevention and control
Link Nurse)

C. PENGATURAN JAGA

1. Monitoring
 IPCN yang purna waktu bekerja dari jam 07.00 s/d 14.00
 IPCLN di setiap bagian ruang perawat bekerja sesuai jadwal dinas dan
melakukan check list setiap hari

2. Evaluasi
 Dilakukan oleh Tim PPIRS 1 bulan
 Dilakukan oleh Komite PPIRS setiap 3 bulan
3. Pelaporan
 Laporan tertulis kepada Dir / Wadir Yan Med 1 bulan
 Laporan rutin harian , mingguan, bulanan, triwulan, semester, tahunan

Page 13 of 123
BAB III. STANDAR FASILITAS

DENAH RUANG

Ruangan PPI terdiri dari :

Keterangan :

Meja : Jendela

Kursi : Lemari buku

Gudang Sofa

westafel

Page 14 of 123
A. Standar Fasilitas

No Standar Fasilitas Satuan Spesifikasi Standar yang di


butuhkan

1. Ruang sekertariat PPIRS 1 ruang 5 × 7 m tanpa sekat 1 ruang dengan


: ukuran 5 × 7 m

1
1
- Komputer 1
1
- Printer
1
- Telepon 1
- Lemari 2
1
- Kursi dan Meja
2
kerja 1
- Kursi tamu
- ATK
1
1
Dianfrag sesuai
yang di butuhkan

Page 15 of 123
BAB IV. TATALAKSANA PELAYANAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk
indonesia, ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi berasal dari Komunitas ( Community
acquired infection ) atau berasal dari lingkungan rumahsakit ( Hospital Acquired infection )
yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya system
pelayanan kesehatan khusus dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak
hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan
perawatan di rumah ( Home Care).

Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang di maksudkan untuk
tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, baik bagi pasien atau bahkan pada petugas
kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka
sekarang instilah infeksi nosokomial ( Hospital acquired infection ) diganti dengan istilah
baru yaitu ” Healthcare- associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas
tidak hanya di rumah sakit tetapi juga difasilitasi pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak
terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi
didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus infeksi yang terjadi atau
didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit ( Hospital infection )

1. Beberapa Batasan / Definisi


a. Kolonisasi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh, dan berkembang biak, tanpa disertai adanya
respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak dalam
keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi
dengan kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman
tersebut keorang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak
sebagai ”Carrier”.

Page 16 of 123
b. Infeksi

Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organism),


dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

c. Penyakit Infeksi

Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organism)


yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular atau infeksius


Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang keorang
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung

e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen karena infeksi, trauma,
pembedahan atau luka bakar yang ditandai dengan adanya sakit/ nyeri (dolor),
panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.

f. ”Systemic Inflammatory Response Syndrome”(SIRS)


Sekumpulan gajala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon
tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau
lebih keadaan berikut :

Hipertermi/ hipotermi/suhu tidak stabil,(2) takikardi (sesuai usia) ,takipnoe(sesuai


usia),serta (4) Leukositosis atau leukopenia atau hitung jenis leukosit jumlah sel
muda lebih dari 10% pada dewasa dan 20% pada bayi.SIRS dapat disebabkan
karena infeksi atau non infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar,
pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS yang disebabkan infeksi disebut
”sepsis”.

2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan.Apabila satu rantai dihilangkan atau di rusak, maka infeksi dapat di cegah atau
di hentikan.Komponen yang di perlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah :

Page 17 of 123
a. Agen infeksi ( infectious agent)adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi.Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur
dan parasit.Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya
infeksi yaitu : patogenitas,virulensi, dan jumlah (dosis, atau ”load”).
b. Reservoir atau tempat agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan
siap di tularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah
manusia,binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya.Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas,usus
dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar ( portal of exit ) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, kulit dan membran mukosa,transplasenta dan darah serta cairan
tubuh lain.
d. Transmisi ( cara penularan ) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi
dari reservoir ke penderita yang suseptibel. Ada beberapa cara yaitu : (1) Kontak
langsung dan tidak langsung, (2) Droplet, (3 ) airbone, (4) melalui vehikulum
( makanan , air / minuman , darah ) dan ( 5 ) melalui vector biasanya serangga
dan binatang pengerat .
e. Pintu masuk ( portal of entri ) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu yang suseptibel . Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan ,
pencernaan , saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak
utuh ( luka ).

Page 18 of 123
f. Pejamu ( host ) yang susptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi
atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosupresan.Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin , ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hiduo, pekerjaan dan
herediter.

Agen

reservoi
Host/ r
pejamu
rentan

Tempat Tempat
masuk keluar

Metode
penular
an

Gambar 2 . Skema rantai penularan penyakit infeksi

3. Faktor Risiko ” healthcare- associated infections” (HAIs)


a. Umur : neonatus dan lanjut usia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais) : penderita dengan
penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obatan imunosupresan
c. Interupsi barier anatomis :
 Keteter urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran
kemih (ISK).
 Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi
atau ” Surgical site infection (SSI) ”
 Intubasi pernapasan : meningkatkan kejadian ”Hospital acquired
Pneuminia”(HAP/VAP).

Page 19 of 123
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), ”
Blood Stream Infection ”(BSI).
 Luka bakar dan Trauma
d. Implantasi benda asing :
 Indwelling catheter”
 ”Surgical suture material”
 ”Cerebrospinal fluid shunts”
 ”Valvular/ vascular prostheses”
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotik yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.
4. Pencegahan dan pengendalian infeksi
Proses terjadinya infeksi tergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen
infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis ) serta cara penularan, identifikasi faktor risiko
pada pejamu dan pengendalian infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
HAIs, baik pada pasien ataupun pada petugas.

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :

a. Peningkatan daya tahan pejamu


Dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh vaksinasi hepatitis B ), imunisasi
pasif ( immunoglobulin), dan promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
adekuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

b. Inaktivasi agen penyebab infeksi


Dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi, contohnya metode fisik
adalah : pemanasan ( pasteurisasi dan sterilisasi) dan memasak makanan metode
kimiawi termasuk klorisasi air, desinfeksi dll.

c. Memutus rantai penularan


Merupakan cara yang paling mudah untuk pencegahan penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya tergantung dari ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini dengan cara
melaksanakan ” Isolation Precautions” ( Kewaspadaan isolasi ) yang terdiri dari
dua pilar/ tingkatan yaitu ” Standard precautions” ( kewaspadaan berdasarkan
cara penularan)

Page 20 of 123
d. Tindakan pencegahan paska pajanan ( ”Post exposure prophilaxis”/PEP)
terhadap petugas kesehatan. Pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui
darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum
bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian
adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV

B. FAKTA-FAKTA PENTING PENYAKIT MENULAR

1. INFLUENZA

1.1. Influenza musiman dan influenza A (H5NI)

a. Pengertian

Influenza adalah penyakit virus acute yang menyerang saluran pernapasan,


ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu, dan batuk.

b. Penyebab

Virus influenza A, B, C, Tipe A terdiri dari banyak subtipe yang berpotensi


terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) atau endemi/ pandemi. Subtipe virus
influenza A dapat menyerang unggas dan mamalia, bila terjadi pencampuran
antara 2 subtipe dapat terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah
menular serta berpotensi menyebabkan pandemi.

c. Epidemiologi

Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim penghujan di


wilayah 2 musim dan pada musim dingin di wilayah empat musim. Biasa terjadi
epidemi tahunan berulang yang disebabkan oleh virus yang mengalami ”antigenic
drift”, namun dapat terjadi pandemi global akibat virus yang mengalami
”antigenic drift”.

d. Cara Penularan

Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontraminasi. Masa
inkubasi biasanya 1-3 hari.

Page 21 of 123
e. Gejala Klinis

Gejala Influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan malaise. Biasanya
influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

f. Masa Penularan

mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala kliniks, pada
anak muda sampai 7 hari

g. Kerentanan dan Kekebalan

Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik. Lamanya


antibody bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan tergantung
tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

h. Cara Pencegahan

 Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan penularan


melalui batuk, bersin, dan kontak tidak langsung melalui tangan dan selaput
lendir saluran pernapasan.
 Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin sama
atau mirip dengan strain virus yang sedang beredar ( musim), pada orang
usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya penyakit, kejadian
komplikasi dan kematian.
 Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti aseltamivir dan
penghantar M2 channel rimantadin, amatadin) dapat dipertimbangkan
terutama pada mereka yang beresiko mengalami komplikasi ( orang tua,
orang dengan penyakit jantung/ paru menahun). Akhir-akhir ini dilaporkan
terjadinya resistensi terhadap amantadin, rimantadin yang semakin
meningkat.

Page 22 of 123
 Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat epidemi
isolasi dilakukan terhadap pasien dengan cara menempatkan mereka secara
kohort.

1. Influenza A ( H5N1) atau Flu burung

a. Pengertian

Flu burung adalah salah satu penyakit yang di khawatirkan dapat


Menyebabkan pandemi. Penyakit flu burung penting untuk di Ketahui
sebagai Emerging infectious Diseases.

b.Penyebab
Flu burung ( Avian influenza ) disebabkan virus influenza subtipe H5N1,
flu burung dapat terjadi secara alami pada semua burung. Burung
membawa virus kemudian menyebarkan melalui saliva, sekresi patuk, dan
feses. Burung yang kontak dengan burung pembawa virus, dapat tertular
dan menimbulkan sakit, sekretnya akan tetap infeksius selama sepuluh
hari. Faeses burung yang terinfeksi dapat mengeluarkan virus dalam
jumlah besar.

c. Epidemiologi

Flu burung pada manusia sampaisaat ini telah dilaporkan di banyak negara
terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat interaksi tinggi antara
populasi hewan khususnya unggas dan manusia ( animal- human
interface ) risiko terjadi penularan pada manusia. Saat ini flu burung
dianggap sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pandemi influenza.

Sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan,
terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi atau benda
terkontaminasi. Angka kematian tinggi, antara 50-80 %. Meskipun
terdapat potensi penularan virus H5N1 dari manusia ke manusia,model
penularan semacam ini belum terbukti.

d Kelompok usia yang beresiko

Page 23 of 123
Virus H5N1 menyerang dan membunuh kelompok usia muda. Sebagian besar
kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang sebelumnya sehat.

e. Mengapa virus H5N1 perlu mendapat perhatian khusus dari 15 subtipe virus flu
burung, virus H5N1 menjadi perhatian khusus, dengan alasan sebagai berikut :
 Sejak tahun 2003, H5N1 menyebar luas di Asia pada populasi unggas dan
bergerak ke Eropa pada tahun 2005. Selain itu terjadi perluasan host (pejamu)
dari burung ke mamalia.
 Risiko manusia dan terinfeksi H5N1 tinggi, dipedesaan Asia unggas di
ternakkan dekat wilayah pemukiman dan dibiarkan berkeliaran secara bebas.
 Virus ini telah menyebabkan penyakit yang parah pada manusia dengan
kematian tinggi ( dilaporkan mencapai sekitar 50%, meskipun data surveilans
mungkin tidak lengkap )
 Fakta terpenting bahwa H5N1 dapat bermutasi secara cepat dan
berkemampuan memperoleh gen dari virus yang menginfeksi spesies hewan
lain.

f. Cara penularan ke manusia

kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang terkontaminasi, oleh
feses burung saat ini sebagai jalur utama penularan terhadap manusia.

g. Masa Inkubasi

Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat yaitu 2 sampai 3 hari,
berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza A (H5N1) masa inkubasi 3 hari berkisar
2 sampai 8 hari.

h. Gejala-gejala pada manusia

Gejala-gejala flue burung pada manusia adalah :

 Demam tinggi (suhu ≥38o C )


 Batuk
 Pilek
 Nyeri Tenggorokan
 Nyeri Otot

Page 24 of 123
 Nyeri Kepala
 Gangguan pernapasan atau sesak napas

Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :

 Infeksi selaput mata


 Diare atau gangguan saluran cerna
 Fatigue/ letih
Catatan :

Bila menemukan kasus demam ( suhu tubuh≥38o C ) ditambah 1 atau lebih gejala dan
tanda diatas patut dicurigai sebagai kasus flu burung ; terutama bila dalam anamnesa
diperoleh keterangan salah satu atau lebih dibawah ini :

 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan penderita influenza
A/ H5N1 yang tealah di konfirmasi
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah kontak dengan unggas, termasuk
ayam mati karena penyakit
 Dalam 7 hari sebelum timbul gejala, pernah bekerja memproses sample dari
orang atau hewan yang diduga mengalami infeksi virus flu burung patogen
tinggi ( High Patogenic Avian Influenza / HPAI).
 Tinggal diwilayah / dekat dengan kasus HPAI yang dicurigai atau telah
dikonfirmasi.
i. Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu;

b. Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau benda terkontraminasi


c. Menghindari peternakan unggas
d. Hati-hati ketika menangani unggas
e. Memasak unggas dengan baik ( 60o selama 30 menit atau 80o selama 1 menit ).
f. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :
1. Setelah memegang unggas
2. Setelah memegang daging unggas
3. Setelah memasak

Page 25 of 123
4. Sebelum makan

j. pengobatan anti virus untuk influenza

Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus, sehingga dapat mengurangi gejala
dan komplikasi orang yang terinfeksi. Obat anti virus influenza tersebut yaitu :

 Amantadine
 Rimantadine
 Oseltamivir ( Tamiflu)
 Zanamivir ( Relenza )
k. Penularan di Rumah Sakit
 Virus mungkin masuk ke rumah sakit melalui cairan tubuh ( terutama dari
pernapasan ) pasien yang sudah didiagnosis menderita flu burung atau masih
suspek maupun probable.
 Semua tenaga kesehatan, laboratorium, radiologi, petugas kebersihan, atau
pasien lain dan pengunjung rumah sakit beresiko terpajan flu burung.
 Penularan lewat udara, droplet dan kontak.

1. Penatalaksanaan
b. Identifikasi dan isolasi pasien
Semua pasien yang datang kerumah sakit dengan demam, dan gejala infeksi
pernapasan harus ditangani sesuai dengan tindakan hygiene saluran pernapasan
seperti yang dibahas dalam buku ini. Pasien dengan riwayat perjalanan kedaerah
yang terjangkit flu burung dalam waktu 10 hari terakhir, dirawat inap dengan
infeksi saluran pernapasan berat atau berada dalam pengamatan untuk flu burung,
harus ditangani dengan menggunakan kewaspadaan standar dan kewaspadaan
penularan lewat kontak, droplet dan udara seperti pada pasien SARS. Kewaspadaan
ini harus dilakukan selama 7 hari setelah turun demam pada orang dewasa, 21 hari
sejak onset penyakit pada anak-anak dibawah 12 tahun, sampai diagnosis alternatif
ditegakkan atau hasil uji diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi
oleh virus influenza A.

Page 26 of 123
c. Langkah penting pencegahan dan pengendalian infeksi
Pencegahan dan pengendalian penyebaran flu burung di Rumah Sakit Stella Maris :

 penempatan pasien diruang isolasi khusus flu burung dengan tekanan


negatif.
 Pengawasan terhadap implementasi kewaspadaan standard dan
kewaspadaan penularan lewat udara, droplet dan kontak

2. HIV – AIDS

a. Pengertian

AIDS ( Acquaired Immuno Deficiency Syndrome ) merupakan kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human Immunodeficiency
Virus (HIV)

b. Penyebab

Human Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk retrovirus yang terdiri atas 2 tipe : tipe 1 (HIV-
1) dan tipe 2 (HIV-2)

c.Cara Penularan

Penularan HIV dri orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak dilindungi, baik homo
maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang terkontraminasi, kontak kulit yang lecet
dengan bahan infeksius, transfusi darah atau komponenjnya yang terinfeksi, transplantasi organ
dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi, transplantasi organ
dan jaringan. Sekitar 15-35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) terinfeksi melalui placenta dan
hampir 20% bayi yang disusui oleh ibu HIV (+) dapat tertular. Penularan dapat juga terjadi pada
petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.

d. Masa Inkubasi

Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu antara terinfeksidan terdeteksinya
antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk terjadinya AIDS sekitar<1tahun hingga >15 tahun. Tanpa
pengobatan efektif, 50% orang dewasayang terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.

e. Gejala Klinis

Page 27 of 123
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5
sampai 10 tahun. Setelah terjadi penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti :

6. Penurunan berat badan secara drastis


7. Diare yang berkelanjutan
8. Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
9. Batuk terus menerus
10. Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis infeksi oportunistikyang
terjadi.
f. Pengobatan

Pemberian anti virus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART ) dengan 3 obat atau lebih
dapat meningkatkan prognosis dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di negara maju
menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.

g. Masa Penularan

Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.

h. Kerentanan dan Kekebalan

Diduga semua orang rentan. Terutama pada PMS ( Penyakit Menular Seksual ) dan pria yang
tidak dikhitan kerentanan meningkat.

i. Cara Pencegahan

Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa perlindungan, menghindari
penggunaan alat suntik bergantian, melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman serta
praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar.

j. Profilaksis paska pajanan

 Diberikan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV terhadap petugas kesehatan
setelah terpajan. Studi kasus kelola menyatakan bahwa pemberian ARV segera setelah
pejanan perkutan menurunkan resiko infeksi HIV sebesar 80% ( Cardo dkk. N.Engl J Med
1997). Efektifitas ARV apabila diberikan dalam 1 jam setelah pejanan selama 28 hari.
 Pemeriksaan sample darah HIV
 Pemeriksaan antibodi pada bulan ke3 dan ke 6

Page 28 of 123
 Petugas yang terpajan dimonito oleh dokter penyakit dalam atau anak dan perlu dukungan
psikologis.

3. ANTRAKS

a. Pengertian

Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai kulit, saluran pernapasan atau
saluran pencernaan.

b. Epidemiologi

Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia. Umumnya didaerah pertanian dan
industri. Mereka yang berisiko terkena antraks adalah :

 Orang yang kontak dengan binatang yang sakit


 Digigit serangga tercemar antraks
 Orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi
 Orang yang kontak dengan kulit, bulu, tulang binatang yang mengandung spora
antraks.
a. Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang, berspora.

b. Cara Penularan
Penularan melalui kontak dengan jaringan, bulu binatang yang sakit dan mati atau tanah
yang terkontraminasi (antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora (antraks
paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan baik (antraks saluran
pencernaan). Jarang terjadi penularan dari orang ke orang.

c. Masa Inkubasi
Antara 1-7 hari, bisa sampai 60 hari

d. Gejala klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ yang terkena (kulit, paru,
saluran pencernaan, meningitis). Di Indonesia terbanyak ditemukan antraks kulit.

 Gejala antraks kulit : 3-5 hari setelah endospora masuk kedalam kulit timbul
makula kecil warna merah yang berkembang menjadi papel gatal dan tidak nyeri.

Page 29 of 123
Dalam 1-2 terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh spontan dalam 2-3
minggu. Dengan antibiotika mortalitas antraks kulit kurang dari 1%.
 Gejala antraks saluran pencernaan : mual, demam, nafsu makan menurun, abdomen
akut, hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat mengakibatkan
kematian.
 Gejala antraks saluran pernapasan meliputi :
o Antraks pada daerah orofaring akan menimbulkan demam, sukar menelan,
limfadenopati regional.
o Antraks pada paru ada 2 tahap. Tahap pertama ringan berlangsung 3 hari
pertama muncul gejala flu, nyeri tenggorok, demam ringan, batuk non
produktif, nyeri otot, mual, muntah, tidak terdapat coryza. Tahap kedua
ditandai gagal napas, stridor, penurunan kesadaran dan sepsis sampai syok
sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks terjadi pada 50% kasus
antraks paru.
e. Masa Penularan

Tanah dan bahan yang tercemar spora dapat infeksius sampai puluhan tahun

f. Kerentanan dan Kekebalan

Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua kemungkinan terjadi tetapi tidak ada
gejala.

g. Cara Pencegahan

Pencegahan penyakit antraks dengan :

1. Pencegahan pada manusia dengan menjaga kebersihan tangan, memasak daging


yang matang.
2. Memberikan vaksinasi kepada kelompok risiko tinggi
3. Pemberian antibiotika profilaksis paksa pajanan selama 60 hari tanpa waksin atau
selama 30 hari ditambah 3 kali dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24jam paska
pajanan.
4. Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk mengatasi spora yang
menetap lama dijaringan paru dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang dipakai
adalah siprofloksasin 500mg dua kali sehari atau doksisiklin 100mg dua kali
sehari.

Page 30 of 123
5. Kewaspadaan standar terutama terhadap penyebaran melalui inhalasi dengan :
a. Peralatan bedah harus segera di sterilkan setelah digunakan
b. Petugas kesehatan menggunakan APD, dan segera mandi menggunakan
sabun dan air mengalir yang cukup banyak
c. Petugas tidak perlu diberikan vaksinasi dan profilaksis antibiotika
d. APD bekas pakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibuang
kesampah medis untuk dimasukkan ke incinerator/ dibakar

4. TUBERKULOSIS
a. Penyebab

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam (BTA) yakni
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jenis mycobacterium dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan menyerang semua organ tubuh bakteri ini
seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang, dan yang paling sering paru.

b. Epidemiologi

penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di


Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal
jumlah pasien TB setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun
diseluruh dunia. Sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95%
pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3
juta orang pertahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan
140.000 kematian tiap tahun. Umumnya sekitar 75-85% pasien TB berasal dari
kelompok usia produktif.

Faktor risikonya yaitu penderita HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan
merokok.

c. Cara Penularan

Penularan penyakit TB paru melalui percikan dahak ( droplet) dari orang keorang,
sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman TB dan
dapat menulari orang sekitarnya.

Page 31 of 123
d. Masa Inkubasi

Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi test
tuberkolosis positif memerlukan waktu 2-10 minggu. Risiko menjadi TB paru
(breakdown) dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung seumur hidup. Pada
pasien dengan imun defisiensi seperti HIV, masa inkubasi bisa lebih pendek.

e. Masa Penularan

Pasien TB berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya


mengandung BTA. Penularan berkurang apabila pasien yang tidak diobati atau diobati
tidak adekuat dan pasien dengan ”persistent AFB positive” dapat menjadi sumber
penularan dalam waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang
dikeluarkan, virulensi kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan
tindakan medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronhoskopi.

f. Gejala Klinis

Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus disertai
dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah,
sering demam, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.

g. Pengobatan

a) Pengobatan spesifik dengan kombinasi anti tuberkulosis (OAT), dengan metode


DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), pengobatan dengan regimen
jangka pendek dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat (PMO).
b) Untuk pasien baru TB BTA (+),WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat
setiap hari selama 2 bulan terdiri dari Rifampisisn, INH, PZA dan ethambutol diikuti
INH dan rifampisisn 3 kali seminggu selama 4 bulan.

h. Cara Pencegahan

Page 32 of 123
a) Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan dengan
menghilangkan sember penularan.
b) Imunisasi BCG sedini mungkin
c) Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
d) Setiap pasien TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruangan bertekanan negatif..
setiap orang yang kontak diharuskan memakai pelindung pernapasan yang dapat
menyaring partikel yang berukuran submikron.
e) Jenazah pasien antraks dibungkus dengan kantong plastik, dimasukkan kedalam
peti mati yang ditutup rapat dan disegel. Bila memungkinkan dibakar.
f) Tempat tidur dan alat yang terkontraminasi harus dibersihkan dan disterilkan
dengan autoklaf 120 o c selama 30 menit
g) Limbah padat, cair dan limbah laboratorium diolah dengan semestinya.

B. JENIS – JENIS INFEKSI AKIBAT PEMASANGAN ALAT

1.Infeksi Saluran kemih (ISK)


1. Batasan Klinik :

Tanda-tanda seorang mendapat infeksi saluran kemih apabila :

A. Dewasa :
a. Keluhan saluran kemih

b. Nyeri pinggang

c. Menggigil

d. Disuria

e. Nyeri Suprasimpisis

f. Urine keruh

g. dapat disertai tanda klinik bakteriemia

B. Anak
1. Neonatus

a. Malas dan tidak mau minum

b. Berat badan tidak bertambah

Page 33 of 123
c. Muntah dan diare

d. Tanda-tanda bakteriemia lain

2. Anak
a. Berat badan tidak naik

b. Nyeri perut

c. Demam

d. Polisuria

e. Air kemih berbau

f. Enuresis

2. Batas Laboratorik

a. Pleura : leukosit  10/LPB


b. Bakteriemia
- Bila urine diambil dengan kateter pada biakan tumbuh koloni kuman 
100.000 (105).

- Bila yang diambil urine porsi tengah (midstream) pada biakan tumbuh
koloni kuman sebanyak 100.000 atau lebih.

- Bila urine diambil dengan cara fungsi supra pubik pada bahan ditemukan
kuman (tanpa syarat jumlah kotor kuman)

3. Infeksi saluran kemih

Tanda-tanda infeksi timbul setelah tindakan invasive/operatif pada traktus


genitor urinarius dirumah sakit, antara lain :

- Kateterisasi buli-buli

- Sistocopi, operasi endoskopi

- Tindakan operatif pada vagina

- dll.

Page 34 of 123
Catatan :

A. Bakteriemia asimtomatik

Ditemukan bakteriemia, tanpa adanya keluhan dan gejala lain dari saluran kemih.

B. Pada penderita yang masuk rumah sakit dengan infeksi saluran kemih, maka baru
dianggap infeksi Nosokomial, bila ditemukan penyebab yang berbeda dengan kuman
penyebab pada waktu penderita masuk rumah sakit.

2. Infeksi karena jarum infuse (Intravenous Canulae Infection)


Keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus di rumah
sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah sakit.

Infeksi ini ditandai dengan atau tanpa nanah (pus) pada daerah, bekas tusukan
jarum infus dalam waktu 3x24 jam atau kurang dari waktu tersebut bila infus masih
terpasang.

Lokalisasi infeksi khas yaitu disekitar bekas tusukan jarum infus, termasuk
vena seksi dan infus pada kepala bayi dengan menggunakan Wing Needle atau
Vena Catheter

Perkecualian :

Infeksi kulit karena sebab-sebab lain. Pada infeksi ini tidak didahului oleh
pemberian infus atau suntikan lain.

Pemeriksaan penunjang : tidak ada.

Formula : Angka kejadian infeksi karena jarum infuse (AIKJ)

Banyaknya kejadian infeksi kulit karena jarum infus per bulan x 100%

Total kejadian pemasangan infus pada bulan tersebut

Page 35 of 123
Angka ini menunjukkan secara khusus tinggi rendahnya mutu pelayanan
keperawatan.

3. Infeksi dengan dekubitus (Decubitus Ulcer)


Definisi Operasional

Luka Dekubitus : Luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya yang terjadi di
rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah
baring. Luka dekubitus akan terjadi pada daerah sekitar
bokong, punggung, siku atau kadang-kadang terdapat pada
mata kaki/ tumit.

Tirah baring : Penderita yang berbaring total (tidak dapat bergerak dan
bukan karena instruksi pengobatan.

Luka dekubitus mencakup ulkus dangkal dan dalam, pasien mengalami minimal 2
gejala atau tanda tanpa sebab yang jelas, kemerahan, nyeri, pembengkakan tepi
dekubitus dan minimal salah satu dari :

a.Kultur organisasi positif dari cairan atau jaringan.


b.Kultur organisme positif dari darah.
Catatan :

A. Pus saja tidak memastikan adanya infeksi.


B. Kultur organisme dari permukaan ulkus dekubitus belum cukup membuktikan
bahwa telah terjadi infeksi. Cara pengumpulan specimen yang benar adalah aspirasi
jarum cairan atau biopsy jaringan dari bagian tepi ulkus dekubitus.
Angka pasien dengan Dekubitus adalah banyaknya penderita yang menderita dekubitus
dan bukan banyaknya kejadian Dekubitus.

Perkecualian :

Luka lecet yang bukan disebabkan oleh tekanan berat badan penderita, lokasi luka lecet
ini juga tidak / jarang terletak pada daerah-daerah bawah/ samping tubuh penderita
yang terkena tekanan.

Page 36 of 123
Pemeriksaan penunjang : tidak ada

Formula : Angka pasien dengan Dekubitus (APD)

Banyaknya pasien dengan dekubitus per bulan x 100%

Total pasien tirah baring bulan itu

Angka ini khusus menunjukkan tinggi rendahnya mutu pelayanan keperawatan

4.Infeksi Nosokomial pada kulit dan jaringan lunak.

Infeksi ditandai oleh satu atau lebih tanda berikut : jaringan tampak bertambah
merah, edema jaringan sekitar terasa panas dan bau, serta terdapat pus dan nyeri
pada tempat infeksi.

Tanda sistemik infeksi adalah demam, leukositosis, limfangitis, limfedema


takikardi, dan adanya hipertensi dan keadaan penurunan kesadaran berupa
kebingungan. Infeksi terjadi akibat gangguan keseimbangan jumlah bakteri,
hipoksia jaringan, nekrosis adanya benda asing atau daya tahan menurun.

Kuman yang paling sering ditemukan pada luka adalah Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa.

Tanda infeksi kedua kuman adalah pus berwarna hijau atau abu-abu yang
berbau dengan jaringan nekrotik. Perlu dibedakan luka terinfeksi atau luka yang
hanya mengalami kolonisasi adalah adanya mikroorganisme tanpa infeksi.
Kolonisasi luka dapat terjadi tanpa infeksi dan tidak menghalangi penyembuhan
luka. Luka yang terkolonisasi akan tampak pucat, dengan cairan serosa ( jernih),
putih pucat atau ke kuning-kuningan, tetapi umumnya tidak berbau setelah
dibersihkan.

5.Infeksi pada luka Operasi

Definisi Operasional

Infeksi Luka Operasi :

Page 37 of 123
Adanya infeksi nosokomial pada katagori luka sayatan operasi bersih yang
dilaksanakan di rumah sakit dan ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan
(color), pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x
24 jam.

Operasi bersih :

Semua jenis operasi yang tidak mengenai daerah yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi, misalnya daerah pencernaan makanan, daerah ginjal dan saluran
kencing, daerah mulut dan tenggorok serta daerah saluran kelamin perempuan.

Operasi bersih yang dimaksud disini adalah operasi yang dipersiapkan terlebih
dahulu ( bedah elektif ).

Perkecualian :

Infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada tempat luka, operasi, atau terjadinya
peradangan ditempat lain.

Pemeriksaan Penunjang :

Adanya kelainan ringan pada LED dan jumlah lekosit dalam pemeriksaan darah
rutin. Bila memungkinkan dilakukan biakan (kultur) jaringan yang terinfeksi.

Formula : Angka Infeksi Luka Operasi (AILO)

Banyaknya infeksi luka operasi bersih per bulan X 100%

Total operasi bersih bulan tersebut.

Angka ini menunjukkan mutu keperawatan / pelayanan bedah.

Untuk menentukan adanya infeksi luka operasi, diperlukan keterangan pra bedah
dan keadaan selama operasi

Tindakan operasi (pembedahan) dapat digolongkan :

a. Operasi Bersih (Clear)

Pra bedah :

- Tindakan pada luka

- Luka yang steril

Page 38 of 123
- Misalnya operasi tumor jinak payudara

- Dilakukan dengan memperhatikan prosedur aseptic dan antiseptic.

b. Operasi Bersih terkontaminasi (Clear contaminated).

Seperti : Tanpa melibatkan daerah-daerah.

- Traktus respiratorius

- Traktus urogenitalis

- Apabila dirangsang drain.

Misalnya :

- Appendicitis akut non perforasi.

- Perforasi viscus yang hanya sedikit mengotori rongga abdomen.

c.Operasi Terkontaminasi (Contaminated)

- Luka sudah lebih dari 6 jam dengan atau tanpa benda asing.

d. Operasi Kotor Meradang

- Daerah operasi dengan luka terbuka lebih dari 10 jam

- Luka dengan tanda-tanda klinik infeksi

- Luka dengan perforasi organ viscera.

Keadaan luka pasca bedah

1. Tidak ada infeksi : Bila klinis luka operasi sembuh.

2. Kemungkinan infeksi : bila dari luka operasi keluar cairan serous


dengan hasil biakan kuman dan cairan tersebut tidak terdapat pertumbuhan
kuman.

3. Infeksi : bila dari luka operasi keluar cairan serous dengan hasil
biakan kuman yang positif, atau keluar pus dari luka operasi dengan atau tanpa
pembuktian oleh hasil pemeriksaan mikrobiologik.

Infeksi Nosokomial pada luka operasi

Page 39 of 123
Infeksi pada luka operasi belum tentu merupakan infeksi yang didapat dirumah
sakit.

Infeksi pada luka operasi, baru digolongkan pada infeksi Nosokomial bila
keadaan pra bedah atau setelah pembedahan bersih atau terkontaminasi dan
kemudian pasca bedah terjadi infeksi pada luka operasi.

Catatan :

a. Abses jahitan yaitu: bila setelah operasi pada jahitan terjadi abses dan bila jahitan
dilepas dalam 3 x 24 jam luka sembuh, bila luka tidak sembuh, maka luka dikategori
infeksi Nosokomial.

b. Kasus-kasus dengan dugaan infeksi/terkontaminasi waktu masuk rumah sakit,


dikategorikan dalam infeksi Nosokomial bila pemeriksaan mikrobiologi dengan cara
isolasi jenis kuman.

C. PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


1. Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan
infeksi di RS Gunung Maria Tomohon melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi ( PPI ). Agar Pelaksanaan PPI terkoordinir dengan baik maka Direktur
membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( KPPI ) serta Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi . Komite PPI RS Gunung Maia Tomohon
bertanggung jawab langsung kepada Direktur. Tim PPI bertanggung jawab langsung
kepada Komite PPI. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan
yang jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
Pelaksanaan PPI dikelola dan di intergrasikan antara structural dan fungsional
disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan. Agar kegiatan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancer, maka RS Gunung Maria Tomohon
memiliki 1 IPCN ( Infection Prevention and Control Nurse ) purnawaktu yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas
perawatan, IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, IGD, Laboratorium. Dalam

Page 40 of 123
melaksanakan tugas IPCN dibantu oleh IPCLN ( Infection Prevention and Control Link
Nurse ) dan IPCLS ( Infection Prevention and Control Link Staf) sebagai pelaksanaan
harian / penghubung di unit masing – masing.

2. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien meliputi:
a. Kebersihan Tangan / Handhygiene
b. Penggunaan APD ( Alat Pelindung Diri )
c. Pengelolahan limbah & benda tajam
d. Pengendalian lingkungan
e. Penyuntikan yang aman
f. Kebersiahan pernafasan / Etika batuk
g. Praktek untuk Lumbal Punksi
h. Peralatan Perawatan Pasien
i. Penatalaksanaan linen
j. Kesehatan karyawan
k. Penempatan Pasien
a. Kebersihan Tangan ( handhygiene )

a) Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
seluruh lingkungan RS Gunung Maria Tomohon.
b) Indikasi kebersihan tangan secara umum :
 Segera : setelah tiba di tempat kerja
 Sebelum :
 Kontak langsung dengan pasien
 Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasive
 Menyediakan / mempersiapkan obat- obatan
 Mempersiapkan makanan
 Memberi makan pasien
 Meninggalkan rumah sakit
 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminai untuk menghindari kontaminasi silang

Page 41 of 123
 Setelah :
 Kontak dengan pasien
 Melepas sarung tangan
 Melepas alat pelindung diri
 Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine,
keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan
 Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan ( batuk /
bersin )
 Menyentuh lingkungan disekitar pasien

c. 4 jenis kebersihan tangan :


 Kebersihan tangan surgical
 Kebersihan tangan aseptic
 Kebersihan tangan alkohol handrub
 Kebersihan yangan sosial
d. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 moment kebersihan tangan (WHO)
 Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
 Moment 2 : sebelum tindakan asepsis
 Moment 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
 Moment 4 : setelah kontak dengan pasien
 Moment 5 : setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
e. 6 langkah kebersihan tangan
Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan seperti:

 Kuku bila panjang digunting dulu


 Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih hingga pertengahan lengan
 Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair
 Ratakan dengan kedua telapak tangan
 Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
 Gosok kedua telapak dan sela-sela jari

Page 42 of 123
 Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
 Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
 Gosok dengan memutar ujung jari-jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya
 Bilas kedua tangan degan air mengalir
 Keringkan degan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar kering
 Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran

f. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan/ bagian (klinis& non klinis) di RS Gunung
Maria Tomohon:
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun ( social )
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptic chlorhexidine 2%
(aseptic)
 Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
 Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptic chlorheidine 4%
(surgical)
g. Kebersihan tangan efektif :
 Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
 Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi),
semuaperhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus
dilepaskanselama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan
 Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan
cat kuku
 Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
 Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali
pakai
 Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat
kotor
 Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan
tidak terlihat kotor diantara tindakan
 Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan
 Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang

Page 43 of 123
h. Sediakan di setiap ruangan / bagian :
 Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
 Wastafel dengan air yang mengalir.
 Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan3) : poli
rawat jalan, ICU, kamar bayi, hemodialisa, UGD (area non tindakan), ruang
keperawatan, unit penunjang medik (radiologi,
laboratorium klinik, rehabilitasi medik)
 Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK
 Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi
kebersihan tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.
 Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasiendi area
kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, ICU, kamar bedah), setiap pintu
masuk kamar pasien,meja trolly tindakan.
 Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
 Wastafel dengan air yang mengalir.
 Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
 Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3):
sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
 Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas /
pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area dimana
fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan airmengalir tidak tersedia / jauh
letaknya.
i. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
 Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
 Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan, UGD, ICU,
OK,rawat jalan, kamar bayi, VK, rehabilitasi medik,
Gisi) .
 Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan.
sebelum kontak dengan pasien (Momen 1 menurut WHO).
 Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi,
dapur,IPSRS, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihantangan
secara umum.

Page 44 of 123
 Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun
nonklinisdengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi
(Dokter,Perawat,Fisioterapi dan Gizi).
j. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakansalah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
k. Setiap petugas di RS Gunung Maria Tomohon wajib mengikuti pelatihan kebersihan
tangan yang diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur
kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
l. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas
(dokter,perawat,fisioterapi,gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada setiap
minggu ke 2.
m. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan.

2. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan kewaspadaan standarditerapkan pada pasien rawat inap yang
suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya,berdasarkan cara transmisi kontak, droplet
atau airbone. Tatalaksana administratifmeliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan
penempatan pasien, mempersingkatwaktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket
perlindungan petugas ; tatalaksanalingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan
sistem ventilasi (natural maupunmekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat
pelindung diri.
a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi
yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien
yang rentan terhadap infeksi nosokomial ( imuno supressed )
b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif ,
namun saat ini kita menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone
disease, dengan sistem HEPA fillter dan pertukaran udara 12 kali per jam, yang
terpisah dari pasien non infeksidan khususnya terpisah dari pasien dengan kondisi
imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.

Page 45 of 123
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum
dengan menggunakan bahan desinfektan.

g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan


setelah pasien yang tidak menular.

h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan
APD, kebersihan tangan, etika batuk.

i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.

3. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)

Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi


airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko
transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).
a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasioleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi
dandiharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk
≥2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk
akandiberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higienerespirasi dan diharuskan memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera
(maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi
waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien
lain(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem
kohortingdengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran
(menggunakanekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi
rawatinap serta UGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar
penularanpercik renik sehingga tidak menularkan orang lain.

Page 46 of 123
d) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan
ventilasitekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam
melakukanpelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
e) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsepAII
(Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan sistemventilasi (Well
Ventilated Sputum Induction Booth).
f) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum
dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
g) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone)
dan transmisi melalui kontak.
h) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan
pemeriksaankesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber Daya
ManusiadanK3 RS.
i) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
j) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuatbagi
petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.

4. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan danevaluasinya oleh Komite PPI RS
bersama K3 RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS.
a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi denganselalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakanmedik sehingga
tepat, efektif dan efisien.
b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d) APD yang lain disediakan melalui unit K3 RS.
e) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah
rangkap 2.
f) Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai bahan
dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.

5. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)

Page 47 of 123
Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat
penghubungpengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit
infeksi target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit
endemisdi rumah sakit.Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
kateterisasi, Infeksi DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko,
Pneumonia terkait ventilator (VAP)
a) Melakukan surveilens PPIRS
b) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan
Komite PPIRS di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk
tujuan pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa
(KLB)
c) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran angka
IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
d) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite
PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui surveilans.
Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan danpengendalian risiko penyebaran
kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui
kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
e) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Medik dan
Keperawatan setiap bulan.
f) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI,
ISK,VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilansinfeksi
RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah
sakit(HAIs).

6. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga
untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi tersebut
bekerja sama dengan KFT.
b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :

Page 48 of 123
 Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
 Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
 Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
 Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
 Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yangditimbulkan

7. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI


Di RS Gunung Maria Tomohon dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia,
melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,
pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti dengan
pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui
Pelayanan Sterilisasi yang saat ini berada di Kamar Operasi.
1. Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi
dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan
untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal.
2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah,
waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien.
Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektandan antiseptik di RS
sesuai rekomendasi Komite PPI RS Gunung Maria Tomohon melalui instalasi farmasi.
3. Pelayanan Sterilisasi bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap,
mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas/mutu
hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS.
4. Unit Sterilisasi memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di
setiap unit menggunakan form.

8. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single


use yang dire-use).

Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis


Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.

Page 49 of 123
a) Alat tersebut dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi
masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan
bagi pasien.
b) Alat tersebut sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat
mahal harganya
c) Pemrosesan Alat yang dibutuhkan disterilkan dan digunakan kembali harus
melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian Sterilisasi
d) Daftar Alat pemakaian ulang akan kembali ditentukan oleh RS.
e) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
f) Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.

9. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS

Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu,


penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan
penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair/limbah
B3/limbah padat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS
(ISLRS) dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga,
berkoordinasi dengan KomitePPI RS, sehingga aman bagi lingkungan.
a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
 Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
 Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuk limbah
infeksius & B3, merah untuk limbah radio aktif,hitam untuk limbah non medis /
domestika.
 Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
 Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
 Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang
terlindungi binatang atau serangga.
b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “

Page 50 of 123
d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM.
e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak
ketiga
f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus, masker ,sepatu boot ,apron ,pelindung mata ,dan bila perlu helm
g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan ,cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah
panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

10. PENGELOLAAN LINEN

a) Jenis linen di RS Gunung Maria Tomohon dikualifikasikan menjadi linen bersih,


linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius
b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen
yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor
infeksius dengan kantong linen kuning
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko
selama bekerja

11. PENGELOLAAN MAKANAN


Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan dan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien,
pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur
pelayanan instalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi
melalui makanan
b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu
penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.

Page 51 of 123
c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene
pribadi berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan
di bawah tanggung jawab Komite K3 RS.
d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala
selama 6 (enam) bulan sekali

12.PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN


INFEKSI RS

Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh


bagianPendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI RS
untukmenjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta
didik dankaryawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI
RS , khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi
PPIRS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi orientasi
PPIRS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian
SDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar
perencanaan program selanjutnya.
d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.

13. PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN


UNTUK SETIAP PASIEN.

a) Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah.

14. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di RS


a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis
terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur
emergensi.

Page 52 of 123
b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus
mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan
prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .
c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control
RiskAssesment (ICRA).
d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS)
melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan
bagian pemeliharaan dan K3 RS.

15. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN

a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:


 Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam
jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter
intravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
 Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan
membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi
disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
 Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan
permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan,
lantai,perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan
disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.

b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit


 Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
 Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan
desinfektan tingkat menengah.
c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
 Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : chlorin 0,05%
 Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan
disinfektan:Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan
bukan logam).

Page 53 of 123
 Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun
PH netral
d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%

Cairan desinfektan yang digunakan di RS Stella Maris Makassar


NO ISI MERK PENGGUNAAN

1 Isopropyl, ethil Alkohol 70 %, Softa- Antiseptik kulit


alkohol man

2 Chlorhexidine 2% Acetron Antiseptik kebersihan

tangan ruang perawatan,

antiseptik kulit pre


operasi

3 Chlorhexidine 4% Cutisoft Antiseptik kulit


kebersihan

tangan daerah kritis

4 Povidone Iodine Bethadine Solotion Antiseptik kulit dan luka


7.5%
operasi

5 Chlorin Bycline Disinfektan tumpahan

darah dan cairan tubuh

lainnya.

 penggunaan di kamar

bersalin

Page 54 of 123
 untuk wabah (mis ;C

difficile)

 Multi Drug Resisten

Organisem (Mis MRSA)

6 Gluteraldehyde Steranios 2%, High level desinfektan


3.4% Stabimed

8 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi

16. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN

a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara
yangdapat menjaga syarat aseptik.
c) Multi dose vial digunakan
 Hanya digunakan untuk satu orang pasien
 Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit
yangsteril
 Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali
vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
 Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama
kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.

Page 55 of 123
d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama
untuk beberapa pasien.
e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak
dapatdigunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakanjarum baru.

17. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA dan PENGUNJUNG.

a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah


kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b) Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS Gunung Maria Tomohon
dikoordinasi oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan
rawatinap.
d) Masing –masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi,
Gizi ,Farmasi dll ) maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll )
pasien ,keluarga dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan
danpengendalian infeksi.
e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Gunung Maria Tomohon
harus mentaati peraturan yang ada di RS Gunung Maria Tomohon sesuai dengan
peraturan tata tertib pasien.
f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
lainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat
PelindungDiri ( APD ) di fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,
Fisioterapi,Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum
dan sesudahmenyentuh pasien dan lingkungan pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab
pasien, keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien

Page 56 of 123
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan
danpengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus
menyediakanfasilitas wastafel,tempat sampah non infeksius (kantong
hitam),sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.

18. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah Sakit
Gunung Maria Tomohon perlu mempunyai sistem pengendalian dan
penanganan KLB.
b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di
rumahsakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan
untukmencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN.Data yang
didapat dari surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis,
rekomendasi dan tindak lanjut, dan digunakan sebagai bahan laporan kepada
Direktur rumah sakit,dan bahan komunikasi dengan bagian yang terkait.
d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur
berdasarkan pertimbangan Komite PPIRS RS Gunung Maria Tomohon
e) pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka IRS
secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut.Peningkatan signifikan angka
kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai
KLB.
f) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu
oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama
terjadi KLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN,
harusberkoordinasi secara intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit
untuk menangani KLB tersebut.
g) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS
bersamaIPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya
KLB, meliputi:
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans
Infeksi Rumah Sakit

Page 57 of 123
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans
Infeksi Rumah Sakit.
 Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang
bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi
diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis IRS dan
mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk
penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
 Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi
untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan
laboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas
Bahan Menular”
 Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk
memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB,
misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar.
h) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite
PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada
pimpinan RS.
i) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat
Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD,
Gizi,Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
j) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi
yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
k) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat
ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan
cara:
 Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang
benar dan tepat.

Page 58 of 123
 Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain
sesuai indikasi.
 Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
 Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien
yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan
memberikan penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
 Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk
mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap
tercemar oleh infeksi.
 Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
 Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
l) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah
diambil terhadap data atau informasi KLB.
m) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil
diatasi.
n) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
o) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru.

20. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED


a. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi keadaan
umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain.
b. RS Gunung Maria Tomohon tidak melakukan perawatan pasien
imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised,maka dirujuk
kefasilitas kesehatan yang lainnya.

21. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN


JENAZAH

a) Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:


 Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip KewaspadaanStandar.

Page 59 of 123
 Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang
inginmelihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus
menerapkan Kewaspadaan Standar.
 Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai.

b) Perawatan jenazah di kamar jenazah:


 Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar ;melakukan
kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yangsesuai dengan
risiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien.
 Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formaldehide
dilakukansesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.
 Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang meninggalakibat
penyakit menular.
 Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan, merapikan
rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus dilakukan dengan
menerapkan Kewaspadaan Standar.
 Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib dilakukan
dekontaminasi.
c) Pemeriksaan post-mortem:
 Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan
KewaspadaanStandar .
 Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin.
 Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai.
 Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan.
d) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduanPengelolaan Kamar Jenazah.
e) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
f) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera
mungkin,tidak melebihi batas waktu 4 jam.

Page 60 of 123
22. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI /
RENOVASI RS

a) Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas


udara,tingkat kebisingan .
b) Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi) kepada
petugas ,pengunjung dan pasien.
c) Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan,
termasukdinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi.
d) Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko tinggi
sebelum ruangan digunakan.

23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI

a) Ruangan / Lingkungan
 Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun netral
 Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu
 AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
 Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali
 Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
 Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 – 24 °C & 45 -60%, sedangkan
 untuk kamar bayi sakit : 22 – 24 °C & 35 – 60 %
 Kulkas obat di check temperaturnya

b) Peralatan
 Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap
hari dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih
 Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari

c) Persyaratan bekerja di kamar bayi


 Petugas

Page 61 of 123
 Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi
susubayi, dari toilet, dll
 Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis &
Varicella.
 Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
 Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi sakit.
 Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi
saat memberi susu bayi.
 Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
 Ibu yang menyusui di kamar bayi
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
 Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
 Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada
botol harus ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI.
 Bayi
 Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
 Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi
dengan riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
 Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali
pusat.
 Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak
ditutup dengan kassa.
 Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat
diberi susu.
 Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan
ditempatyang sudah disediakan.
24. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR
BERSALIN
a) Pencegahan standar
 Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua
proseduryang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk
jugakebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
 Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.

Page 62 of 123
 Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang
kedalam sharp container yang telah tersedia.
 Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarna
kuning.
 Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harus
menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan
sarungtangan saat menangani persalinan.
 Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi
HepatitisB.
 Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang
kedalam kantong plastik kuning.

b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin


 Petugas kamar bersalin
 Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
 Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron, topi)sebelum
menolong persalinan.
 Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
 Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.

 Pasien
 Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
 Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
 Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)
 Bayi
 Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD lengkap.
 Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
 Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol70%/povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
 Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat.
c) Lingkungan
 Ruang Bersalin
 Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.

Page 63 of 123
 Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.
 Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan
menggunakandesinfektan chlorine.
 Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakandeterjen
netral setiap selesai digunakan.

 Alat dan linen


 Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkannoda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke
CSSD.
 Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan
lihattanggal kadaluarsa.
 Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya
sesuaidengan keperluaan saat itu.
 Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena
darah.
 Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
 Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke
dalamkantong plastik warna kuning.

d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah–
Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayidengan kelainan darah karena ibunya positif
terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harusdilakukan:
 Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
 Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin
maupun ibu yang tidak perlu.
 Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu
dibersihkan.

Page 64 of 123
 Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan
untukimnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
 Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga semuadarah
menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuangdiplastik
warna kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein
terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa ditangani
dengan normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian.
 Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.

25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH

a) Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien,


petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b) PPI di Kamar Bedah meliputi :
 Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau handrub.
Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar bedah olehsetiap petugas kamar
bedah sesuai dengan kebijakan kebersihan tangan di RS Gunung Maria Tomohon
 Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar bedah
berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan (standar WHO)
dan enam langkah prosedur.
 Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %, denganenam
langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.

 Alat Pelindung Diri (APD)


 Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
 Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
 Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak
utuh, atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
 Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.

Page 65 of 123
 Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti denganmasker baru
pada saat akan operasi berikutnya.
 Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
 Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi
 Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungni kulit dari
kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan /merawat pasien
yang memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuhpasien.
 Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan digantisetiap kali
selesai operasi.
 Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong bolong.
c) Penanganan peralatan perawatan pasien
 Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat dipergunakandan
dilakukan oleh petugas terlatih.
 Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada penderita TB yang
dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d) Pembersihan lingkungan
 Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman RS
 Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit
 Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning
kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box safety,sampah
umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
 Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuaiSPO.
e) Pasien
 Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
 Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
 Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum operasidengan
menggunakan clipper bukan razor.
 Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum, selamapasien dan
sesudah pasien operasi.

Page 66 of 123
 Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung masuk kamar
operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan kamar operasi.Masker bedah
harus dipakai pasien selama pasien dipindah ke kamar operasi
 Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi / ruanganastesi,
tidak boleh diruangan pemulihan.
f) Petugas
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
 Memberikan motivasi kepada petugas.
 Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
 Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
 Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.

26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI INTENSIVE CARE


UNIT (ICU)
a) Petunjuk Umum :
 Hand Hygiene (Kebersihan Tangan)
Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang paling pentingsebagai
ukuran pengendalian infeksi di Rumah sakit. Tangan harus dicucisebelum dan
sesudah merawat pasien atau menangani peralatan medis yangdigunakan oleh pasien.
Tangan juga harus dicuci jika terkontaminasi dengancairan tubuh pasien, sebelum
melakukan tindakan invasive, sebelum dan setelahmelepas sarung tangan, sebelum
memulai kerja dan setelah tugas kerja selesai,setelah kontak dengan lingkungan
sekitar pasien.
 Sarung tangan
Untuk melindungi staff ICU, sarung tangan harus digunakan jika akan kontakdengan
cairan tubuh lainnya dan sarung tangan harus dilepas setelah selesaimelakukan perasat
untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi silang,kemudian segera lakukan
kebersihan tangan.
 Konsultasi
 Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus dapat dijadikan sebagai
narasumber dalam melakukan surveilans dan pengkajian pengendalian infeksi di
ICU. Disamping itu tim PPI juga harus menetapkan dan melakukanmonitoring

Page 67 of 123
terhadap prosedur sterilisasi dan desinfeksi terhadap peralatanyang digunakan di
ICU , juga terhadap penanganan bila terjadi luka tertusukjarum.

b) Prosedur Invasive
 Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan sangat bermanfaat dalam penanganan pasien, maka prosedurpengendalian infeksi
sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
 Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik aseptik
harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian balutan perlu
memakai sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana prosedur yang
dilakukan tidak cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti penggantian kateter
urine, iv kateter yang mungkin dapat terkontaminasimaka sebaiknya diganti setelah
kondisi pasien stabil.

 Kanulasi pembuluh darah


Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganismeke
dalam jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Olehkarena itu
staff yang akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebihdahulu melakukan
kebersihan tangan dan memakai sarung tangan sertatindakan mendisinfeksi kulit
sebelum pemasangan kanulasi.
 Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknikaseptik
termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulityang akan ditusuk
dengan antiseptik dan memasang doek steril pada areayang telah disiapkan. Cari
bagian yang mempunyai risiko yang rendah sepertisubclavicula, internal jugularis.
 Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler ( 72 jam).
Khusus bayi, kanulasi umbilical kateter dipasang dengan teknik steril
menggunakan jas operasi, sarung tangan steril, masker dan doek steril.
Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter dilakukan tidak melebihi 5 – 7 hari.
c) Peralatan

Page 68 of 123
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan padasemua
perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai peralatansendiri-sendiri
dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang sekali pakai.
 Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung dengan saluran
pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana dari manufakturnya telah
diberi label sekali pakai, maka tidak boleh dipakai ulang atau didaur ulang.
 Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan disinfeksiyang
benar sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur yang akandilakukan
melibatkan bagian tubuh yang steril, maka peralatan tersebut harusdalam keadaan
steril.

 Circuit Ventilator
Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus diganti setiap 5-7 hariatau
dapat diganti jika kotor, circuit dapat dilindungi dengan posisi filter yangbenar,
sedangkan bacterial filter dipakai satu pasien satu bacterial filter.
d) Suplai
 Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama.Lokasi atau
ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.
 Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan kering.Jika
bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka kemasantersebut dinyatakan
tidak steril lagi dan item didalamnya tidak boleh digunakan. Pengecekan item steril
pada stok steril harus dilakukan secarareguler. Semua item steril harus dicek keutuhan
kemasannya sebelum digunakan (dibuka).
e) Pengelolaan Linen
 Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme yangsignifikan
linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian linen tidakboleh
dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).

Page 69 of 123
 Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk mencegah
kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka tidak
boleh disimpan di area penyimpanan stok linen ruangan, tetapi harus dikembalikan ke
laundry untuk dicuci ulang.
 Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linenkotor
dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah tersedia. Trolly
linen yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak boleh digunakan untuk
membawa linen bersih.
f) Obat-obatan
 Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan,obat-obat
parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit danjarum steril. Cairan
intravena dan cairan irigasi steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang
setelah 24 jam (jika setelah dibuka dantidak digunakan lagi).
 Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien ICU yang tidak memperhatikan pola
sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius
dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika dirumah
sakit akan lebih rasional dalam pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat
diterima secara hukum dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan
tentang pemberiaan antibiotika yang benar.
 Pemberian multidose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untuk multidose
dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan diterapkan di RS
Gunung Maria Tomohon, oleh karena itu isi vial atau ampul hanya digunakan oleh
satu pasien saja dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam
beberapa spuit steril, beri tanggal dan jam buka vial pada spuit dan disimpan dalam
lemari pendingin obat untuk selama 24jam.
g) Faktor Pasien dan Petugas
 Isolasi
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai penyakit menular, maka
harus ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar isolasi).
 Hygiene

Page 70 of 123
Pasien yang dirawat di ICU secara rutin harus dilakukan personal hygiene dengan
baik. Dengan melakukan personal hygiene yang baik akan mencegah terjadinya
infeksi silang dan memberikan kesegaran dan mengurangi stres bagi pasien.
 Petugas
Semua staff yang bertugas di ICU harus memakai seragam yang bersih. StafICU
tidak diperbolehkan memakai perhiasan termasuk cincin kawin saat mereka
tugas, hal ini karena potensial menyebarkan kuman atau mengakibatkan kolonisasi
kuman.Staf yang diketahui mengidap penyakit menular baik melalui pembuluh
darah maupun melalui udara harus berobat dan melaporkan ke supervisor.
h) Pengendalian lalu lintas di ICU
 Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai dengan keperluannya,hal ini
untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pasien. Jika pasien dirawat di
kamar isolasi ICU, maka pengunjung harus diberi penjelasan untuk menerapkan
kewaspadaan standar termasuk pengunaan APD, dan anak-anak di bawah umur tidak
boleh masuk ke dalam ICU, khusus untuk bayi pengunjung yangdiperbolehkan
hanya orang tua.
 Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
mengunjungi pasien ICU.
 Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat mengunjungi pasien diICU.
i) Pengendalian Lingkungan
 Penanganan sampah
 Semua pembuangan sampah harus mengikuti tatacara penanganan
danpembuangan sampah harus sesuai dengan kategori sampah (klinis dannon
klinis)
 Jarum bekas dan benda tajam lainnya harus dibuang ke dalam tempatyang telah
disediakan (sharp container).
 Bekas balutan yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh harusdibuang ke
dalam kantong sampah warna kuning.
 Suhu dan kelembapan udara
Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari.
 House Keeping
 Pembersihan harian : lantai harus dibersihkan setiap hari dengan
menggunakan kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau

Page 71 of 123
sewaktu-waktu.
 Pembongkaran : dilakukan 1 bulan sekali atau melihat jumlah pasien

27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK GIGI

a) Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
 Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi
 Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
 Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka
maupun utuh atau mukosa
 Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.

b) Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen.
 Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap
 Perlindungan diri :
 Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien,
hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan rambut serta hindari
memegang luka atau abrasi.
 Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.
 Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien
dengan chlorhexidine 2 %.
 Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.
 Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :
 Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat memeriksa
pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan, sarung tangan steril
digunakan pada saat melakukan tindakan bedah, sarung tangan rumah tangga
digunkan pada saat membersihkan alat/permukaan kerja atau bila
menggunakan bahan kimia.
 Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang
gigi.
 Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi
saluran pernafasan atas maupun bawah.

Page 72 of 123
c) Sterilisasi instrumen :
 Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari
debris organik, darah dan saliva
 Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
 Proses sterilisasi dilakukan di CSSD
 Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus instrumen hanya
boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak
digunakan harus disterilkan ulang.

d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujungalat
three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepaladengan
plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker,
penutuppermukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat
sampahinfeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan
kedalam tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokterangigi, efektif mereduksi jumlahoral
mikroorganisme rongga mulut

28. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)

a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal
(dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik /bukti ilmiah yang
diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakitlokal /
nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki
praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindak lanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara
tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan surveilans
tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikandalam
rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

Page 73 of 123
29. Risk Management PPI
a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada management risk.
c) Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPIRS Stella Maris
Makassar.
e) Risk PPI juga terkait kejadian KLB

BAB V. LOGISTIK

Kebutuhan standar yang ada pada kantor PPIRS adalah :

Alat tulis kantor :


- Buku tulis dengan berbagai ukuran
- Pulpen, pensil, penghapus dan mistar, tip ex
- Kertas HVX ukuran A4
- Kalkulator
- Map plastic dan map transparan
- Heacter, binder klip dgn berbagai ukuran
Alat penunjang lain :

- Komputer dan fsilitas internet


- Prin computer
- FD
- Kursi tamu
- Meja dan kursi
- Map plastic dan map transparan
- Tempat sampah, sapu dan kain pel, kemoceng.

Page 74 of 123
BAB VI. KESELAMATAN PASIEN

Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga )
elemen yaitu input, proses dan outpout sampai outcome dengan bermacam – macam konsep
dasar, program regulasi yang berwewenang misalnya antara lain penerapan Standar
Pelayanan Rumah Sakit, Penerapan Quality Assurance, Total Quality Management,
Countinous Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis,
Indikator Klinis, Clinical Govermance, ISO dan lain sebagainya. Harus di akui program –
program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek inpout,
proses maupun outpout dan outcome. Namun harus di akui, pada pelayanan yang telah
berkualitas tersebut masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum.
Oleh sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena KTD
sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat di cegah
melalui rencana pelayanan komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya.
Program tersebut yang kemudian di kenal dengan istilah keselamatan pasien ( pasien safety ).
Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit di harapkan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan rumah sakit kita kearena blaming, menimbulkan konflik antara dokter /
petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hukum,
tuduhan malpraktek, blow – up ke media massa yang akhirnya menimbulkan opini negative
terhadap pelayanan rumah sakit. Selain itu rumah sakit dan dokter bersusah payah

Page 75 of 123
melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak
yang menang, bahkan menurunkan kepervayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Kewaspadaan Standar di rancang untuk mengurangi resiko terinfeksi penyakit
menular pada pasien baik dari sumber infeksi yang kita ketahui maupun yang tidak kita
ketahui. Kewaspadaan yang terpenting, di rancang untuk di terapkan secara rutin dalam
perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik
terdiagnosis infeksi, di duga terinfeksi atau kolonisasi. Di ciptakan untuk mencegah transmisi
silang sebelum diagnosis di tegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada.
Strategi utama PPI, menyatukan Universal Precaution dan Body Substance Isolation adalah
kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi rutin dan harus di terapkan terhadap
semua pasien di semua fasilitas kesehatan.

A.Komponen kewaspadaan standar :

1.Kebersihan tangan ( hand hygiene )


2.Alat Pelindung Diri
3.Peralatan perawatan pasien
4.Penanganan linen
5.Pengendalian lingkunga
6.Penanganan limbah
7.Kesehatan karyawan
8.Penempatan pasien
9.Etika batuk / hygiene saluran nafas
Kewapadaan Berdasarkan transmisi :
1.Kewaspadaan kontak
2.Kewaspadaan droplet
3.Kewaspadaan airborne

B.Upaya Keselamatan Pasien melalui kegiatan KPRS adalah :

1. Ketepatan identifikasi pasien


1.1 Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :

Page 76 of 123
2.1.1 Komunikasi antar perawat
2.1.2 Komunikasi perawat dengan dokter
2.1.3 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah
Sakit Panti Rahayu.
2.2 Menggunakan komunikasi SBAR :
2.2.1 Saat pergantian shift jaga.
2.2.2 Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
2.2.3 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
2.2.4 Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada
obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
5.1.1 Infeksi luka infus
5.1.2 Infeksi saluran kencing
5.1.3 Infeksi luka operasi superfisial
5.1.4 VAP ( Ventilator aquired pneumonia)
5.1.5 HAP (Hospital aquired pneumonia)
5.1.6 Kepatuhan kebersihan tangan.
5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .

6. Pengurangan risiko pasien jatuh.


6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut
kepada pasien yang dirawat .
6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-
masing unit pelayanan.

Page 77 of 123
6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

BAB VII. KESELAMATAN KERJA

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 ) adalah salah satu upaya untuk
mencipyakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, Sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja, tetapi juga dapat
menggangu proses pelayanan secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya
akan berdampak pada masyarakat luas.

Dalam pelayanan keselamatan kerja di rumah sakit program keselamatan petugas


merupakan program dari penyelenggaraan panitia K3 rumah sakit serta merupakan
tanggung jawab bersama dari setiap unit terkait yang ada di rumah sakit.

Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain. Fasilitas
Kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas
kesehatan. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus di periksa riwayat
kesehatan, harus periksa riwayat pernah infeksi apa saja, status imunisasinya.

Page 78 of 123
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B,dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux test untuk melihat
adakah infeksi TB sebelumnya, sebagai awal data. Pada kasus khusus, dapat di berikan
varicella. Alur paska pajanan harus di buat dan pastikan untuk di patuhi. Perlu adanya
program Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( k3 ) di Rumah Sakit. Adapun tujuan dari
program K3RS :

1. Manajemen resiko terhadap bahaya kebakaran dan bencana alam serta mencegah
timbulnya wabah
2. Pelaporan insiden kecelakaan kerja atau kasus kecelakaan kerja serta
mempertahankan kesehatan petugas kesehatan
3. Mencegah tuntutan hukum

1.Program Kesehatan Karyawan

Program kesehatan dan keselamatan karyawan meliputi :


a.Pemeriksaan kesehatan
b. Pemberian imunisasi / profilaksis anti virus dan vaksin flu
c. Pengadaan Sarana Kewaspadaan Standar
d. Pencegahan penularan petugas kesehatan
e. Penatalaksanaan penularan / paparan luka tusuk jarum

A. Pemeriksaan Kesehatan

Pemeriksaan kesehatan di lakukan pada petugas kesehatan secara berkala, pemeriksaan


khusus yang di lakukan pada petugas terpajan :

- Periksa suhu tubuh 2 × / hari pada petugas kesehatan yang merawat pasien flu
burung
- Bila demam, sebaiknya petugas di peindahkan dari tugas perawatan, dan harus
menjalani uji diagnostic
- Jika tidak dapat di identifikasi penyebabnya sebaiknya petugas kesehatan diberi
pengobatan antiviral
B. Pemberian immunisasi / profilaksis

Page 79 of 123
- Pemberian immunisasi Hepatitis B
- Pemberian vaksin flu musiman yang di anjurkan WHO jika ada kontak dengan
pasien penyakit menular melalui udara
- Kadar antibody yang bersifat protektif di deteksi antara 2 dan 4 minggu setelah
vaksinasi
C. Pengadaan Sarana Kewaspadaan Standar
- Sarana Alat Pelindung Diri ( APD ) harus tersedia cukup di area perawtan pasien
- APD harus segera di lepaskan jika tidak perlukan lagi
D. Pencegahan penularan petugas kesehatan
- Taat melaksanakan Kewaspadaan Standar
- Menjaga kesehatan saluran pernafasan ( tidak merokok )
- Senantiasa menjaga kebersihan diri
- Tidak memanipulasi jarum bekas pakai
-
E. Penatalasanaan Penularan
- Petugas kesehatan yang sedang flu perlu di pertimbangkan untuk tidak merawat /
kontak dengan pasien immunokompromais
- Petugas kesehatan yang mengalami demam atau gangguan pernafasan dalam 10
hari setelah terpajan pasien penyakit menular melalui udara perlu di bebas tugaskan
dan harus di isolasi

Hal – hal yang perlu di ketahui petugas yang terpapar :

- Tindakan sesuai jenis paparan


- Status kesehatan petugas terpapar
- Status kesehatan sumber paparan
- Kebijakan yang ada.

Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh :

- Pada mata : bilas dengan air mengalir – 15’


- Pada kulit : bilas dengan air mengalir – 1’
- Pada mulut : segera kumur – kumur – 1’
- Lapor ke Komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan

Strategi pencegahan resiko infeksi / kecelakaan kerja :

Page 80 of 123
- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tidakan
- Program surveilans
- Pendidikan & latihan berkesinambungan
- Gunakan APD sesuai jenis tindakan
- Baca etiket obat / cairan sebelum di gunakan
- Tidak menyarungkan kembali yang telah dipakai
- Buang jarum bekas pakai pada container yang telah di sediakan
- Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai pada orang untuk dibuang
- Buang container jarum jika sudah ¾ penuh
- Jangan tinggalkan jarum sembarangan
- Buang sampah sesuai tempat dan jenisnya
- Jaga kebersihan lingkungan
- Jaga permukaan lantai tetap kering dan tidak licin

Tindakan paska tertusuk jarum bekas pakai :

- Jangan panic
- Segera keluarkan darah dan cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau
antiseptic
- Laporkan ke Tim PPI dan K3

Tindakan lanjut Tim PPI :

- Tentukan status HIV.HBV, dan HCV sumber pajanan


- Periksa Status HIV, HBV dan HCV petugas yang terpajan

FLOW CHART LUKA TUSUK JARUM

Tertusuk jarum Terpajan cairan


terkontaminasi tubuh

Keluarkan darah, cuci Segera lapor ke


Cuci dgn air
dgn air mengalir atasan
mengalir

Buat laporan

Page 81 of 123
Treatment klinik staf

Periksa darah HCV,HBV, HIV

Follow up HBsAG, Anti HCV PASIEN ( -) Hiv pasien ( + )

Ulang 3-6 Follow up dokter


bulan

ALUR PADA PAJANAN HIV

 Tentukan Kategori Pajanan ( KP )

Sumber pajanan berupa darah, cairan berdarah, atau bahan lain yang
berpotensi menularkan infeksi ( OPIM ) atau alat kesehatan yg tercemar dari
salah satu bahan tersebut

OPIM ( Other
YA
Potensial Infection
Matreial ) Darah atau cairan Tak perlu
berdarah PPP

Macam pajanan yang terjadi

Kulit yg tak utuh atau selaput mukosa Kulit yang utuh Pajanan perkutaneus

Seberapa berat ?
Volume Tak perlu PPP

TIDAK BERAT
LEBIH BERAT
SEDIKIT BANYAK
( mis ,jarum solid atau goresan
(mis: jarum besar
(mis, satu tts, dlm (mis, beberapa superficial ) Page 82 dalam,
of 123darah
bersaluran,tusukan
wtk singkat ) tts,percikan darah, byk
terlihat,jarum bekas pasien
darah/dlm wkt lama )
KP I KP 2 KP 2
KP 3

 Tentukan Kategori Status HIV Sumber Pajanan


( KS – HIV )

Bagaimanakah Status HIV dari Sumber Pajanan


?

Tidak di ketahui Tak di ketahui sumbernya


HIV ( - ) Hiv
(+)

Tak perlu PPP

Pajanan dgn titer rendah mis: Pajanan dgn titer tinggi mis: AIDS KS HIV tidak tahu
Asimtomatik dan CD4 tinggi lanjut infeksi HIV primer, VL yang
meningkat atau tinggi atau CD4 rendah

Pada umumnya tak perlu


PPP, Perlu telaah kasus
perkasus

Page 83 of 123
KS HIV -I
KS HIV - 2

Penilaian resiko PPP ( Profilaksis Paska Pajanan )

Faktor yang meningkatkan resiko serokonversi : Pajanan darah atau cairan tubuh dalam jumlah
besar, di tandai dengan :

- Luka yang dalam


- Terlihat jelas darah
- Prosedur medis yang menggunakan jarum
- Sumber pajanan adalah pasien stadium AIDS

Monitoring PPP :

- Profilaksis harus di berikan selama 28 hari


- Dibutuhkan dukungan psikososial
- Pemeriksaan laboratorium di perlukan untuk mengetahui infeksi HIV dan untuk
memonitor toksisitas obat
- Tes HIV di ulang setelah 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan

REKOMENDASI PEMBERIAN PPP

Pajanan Sumber Tidak Sumber Positif Sumber positif Rejimen


Diketahui Resiko Tinggi

Page 84 of 123
Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak perlu Tidak perlu PPP
PPP

Mukosa/kulit Pertimbangan Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300 mg


tidak utuh rejimen 2 obat 2 obat 2 obat 3TC 150
mg/12 jam ×
28 hari

Tusukan benda Berikan rejimen Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300 mg
tajam solid 2 obat 2 obat 3 obat 3TC 150mg
/12 jam × 28
Tusukan benda Berikan rejimen Berikan rejimen Berikan rejimen
hari
tajam berongga 2 obat 3 obat 3 obat

f. Monitoring Dan Evaluasi Keselamatan Kerja

 Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan kerja mengacu pada Pedoman yang di
keluarkan oleh Komite Keselamatan Kerja ( K3 )
 Monitoring dan evaluasisecara berkala oleh Tim PPIRS , Panitia Mutu dan K3
 Tim PPIRS, K3 dan Panitia Mutu RS Gunung Maria Tomohon melakukan evaluasi
kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya.

Page 85 of 123
BAB VIII. PENGENDALIAN MUTU

Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas Rumah Sakit dan
sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang sangat berbahaya, dalam artian rawan
untuk terjadi infeksi. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit dan upaya
pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. HAIs
merupakan masalah penting di seluruh dunia dan terus meningkatkan setiap tahunnya ( Alvarado
2000 ).Tolak ukur mutu pelayanan Rumah Sakit di Indonesia salah satunya adalah Infeksi
Nosokomial.

Rumah Sakit Gunung Maria Tomohon merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta
Rujukan di Tomohon. Terjadinya HAIs merupakan hal yang paling sulit di hadapi khusus dalam
menangani penderita – penderita gawat. Kejadian HAIs menjangkau paling sedikit sekitar 9 %
(variasi 3 – 21 %) dari lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap rumah sakit di seluruh dunia. Di
negara maju, angka kejadian HAIs telah di jadikan salah salah satu tolak ukur mutu pelayanan
rumah sakit. Mengingat besarnya maslah infeksi nosokomial serta kerugian yang di
akibatkannya, di perlukan upaya pengendalian yang dapat menurunkan resiko infeksi
nosokomial.

Page 86 of 123
Pengendalian mutu di Rumah Sakit GunungnMaria Tomohon pada bagian PPI secara
paripurna dan berkesinambungan, melalui pelaksanaan pelayanan medik, keperawatan dan
tenaga penunjang yang efekfif dan efisien serta bermutu sesuai dengan standar yang di tetapkan.

Tujuan dari Pengendalian Mutu yang ada di Rumah Sakit Gunung Mria Tomohon adalah :

1. Tersusunnya system monitoring pelayanan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit melalui


indikator mutu pelayanan Rumah Sakit:
- Terlaksananya penilaian angka kepatuhan dan kebenaran pada semua tenaga kesehatan
dalam melakukan five moment hand hygiene.
2. Terlaksananya monitoring mutu pelayanan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit:
- Tersedianya data pencatatan dan pelaporan HAIs di rumah sakit
- Jumlah realisasi edukasi cara mencuci tangan bagi pegawai, keluarga pasien dan
pengunjung pasien.
3. Tersediannya informasi dan edukasi mengenai pelayanan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
bagi pasien, pengunjung dan keluarga pasien

Rincian Kegiatan :

a. Evaluasi tujuan PPIRS serta sosialisasi bagi seluruh karyawan

b. Penyempurnaan struktur organisasi dan tata kerja perbaikan standar pelayanan serta
prosedur tetap pelayanan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

c. Perbaikan pelayanan dan pencegahan masalah kelompok, pelayanan medis dan


keperawatan tiap bulan

d. Pertemuan Tim PPI tiap 3 bulan sekali

f. Pertemuan Panitia dan Tim Pengendalian Infeksi RS untuk membahas kasus sulit dan
kasus kematian yang menarik bila ada kasus.

g. Pelatihan dan pendidikan mengenai edukasi yang perlu di ketahui oleh staf pelayanan

h. Penilaian kinerja staf Pelayanan Pengendalian Infeksi RS

4. Perbaikan pelayanan dan pencegahan masalah dengan mengaktifkan gugus kendali mutu
kegiatan Peer Revie :

Page 87 of 123
- Pertemuan staf untuk membahas masalah kelompok, pelayanan medis dan keperawatan
tiap bulan.
- Pertemuan Tim PPI tiap 3 bulan sekali
- Pertemuan Panitia danTim Pengendalian Infeksi RS untuk membahas kasus sulit dan
kasus kematian yang menarik bila ada kasusnya
- Pelatihan dan pendidikan bagi staf pelayanan
- Penilaian kinerja staf Pelayanan Pengendalian Infeksi RS
- Orientasi pegawai baru
- Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang lebih baik sesuai dengan
kebutuhan.
- Kotak saran di lingkungan Pelayanan Pengendalian Infeksi RS
- Mengumpulkan data, mengolah, analisis dan membuat rencana tindak lanjut

Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan & Pelaporannya :

1. Setiap bulan Tim PPI melakukan rekap dari laporan kejadian infeksi unit ranap

2. Setiap 3 bulan Tim PPI membuat laporan pelaksanaan kegiatan ke Panitia PPIRS

3.Setiap akhir tahun Tim PPI membuat laporan Evaluasi kegiatan ke Direktur RS
melalui Panitia PPIRS
4. Setiap akhir tahun Panita PPIRS membuat laporan evaluasi kinerja staf

Page 88 of 123
BAB IX. PENUTUP

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit merupakan pokok –


pokok dasar pemikiran dalam berbagai upaya pencegahan terjadinya infeksi
nosokomial, di mana mencuci tangan merupakan strategi penting dalam pencegahan
infeksi nosokomial.

Pada hakekatnya upaya Pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit akan


terselenggara dengan baik bila ada komitmen dan motivasi serta itikad pengembangan
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab di mulai dari pimpinan tertinggi sampai
petugas kebersihan yang ada di Rumah Sakit.

Demikianlah penyusunan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini,


dengan harapan agar dapat di implementasikan sesuai dengan ketentuan yang telah di
tetapkan. Atas perhatiannya, di ucapkan terimah kasih.

Page 89 of 123
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2007.

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes ,2007

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes 2009

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Depkes, 2009

Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana Pelayanan Kesehatan, Dirjen Bina Pelayanan
Medic Depkes, 2006

Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas ,YBP-SP, Jakarta 2004

Page 90 of 123
Lampiran 1. Cara menghitung Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

Teknik Perhitungan :

Laju Infeksi : Numerator x 1000 = ........%

Denominator

Jumlah Kasus IADP x 1000 = ........ %

Jumlah hari pemakaian alat

Contoh kasus :

Data di Ruangan A Rumah Sakit x sebagai berikut :

 jumlah pasien pada bulan Februari 2009 = 196 orang


 jumlah hari rawat =960 hari
 jumlah pasien terpasang infus = 90orang dengan jumlah hari pemasangan infus = 212
hari
 ditemukan tanda-tanda IRS berdasarkan hasil kultur positif dengan tanda klinis yang
jelas sebanyak 9 orang

Page 91 of 123
Laju IADP = 9/212 x 1000 = 42.5%

Lampiran 2 Cara menghitung VAP dan HAP

Teknik Perhitungan :

 catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base


 tentukan numerator dan denominator
 Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari pemakaian alat
ventilasi mekanik
 Angka infeksi VAP = Jumlah kasus VAP x 1000
Jumlah hari pakai alat

 Angka Infeksi HAP adalah jumlah pasien HAP dibagi dengan jumlah hari rawat pasien
yang masuk pada periode tersebut.
 Angka infeksi HAP =
∑pasien HAP per bulan x 1000

∑hari rawat pasien per bulan

 Angka Infeksi VAP=


∑pasien VAP per bulan _________ x 1000

∑hari pemasangan alat ventilasi per bulan

Contoh kasus HAP :

Data surveilans bulan Desember 2008 diruang penyakit dalam RS X : jumlah pasien yang
masuk 77 orang, jumlah hari rawat 833 hari, jumlah pasien tirah baring sebanyak :

 16 orang stroke hemoragik


 9 orang stroke non hemoragik
 Jumlah hari rawat semua pasien stroke 375 hari
 Ditemukan HAP 2 orang : hasil kultur sputum MO Klebsiella pneumoniae berapa angka
infeksi HAP?
Angka infeksi HAP adalah : 2/375 x 1000 = 5,33%

Data surveilans bulan Januari 2009 diruang ICU :

Page 92 of 123
 Jumlah pasien 5 orang
 Terpasang ventilasi mekanik 3 orang
 Jumlah hari pemasangan alat ventilator 30 hari
 Terinfeksi VAP sebanyak 1 orang ditandai : demam, adanya ronchi, sesak napas,
sputum purulen, X-ray toraks infiltrat(+)
Berapa angka VAP?

Angka Infeksi VAP adalah : 1/30 x 1000 = 33,3%

Lampiran 4. Cara Menghitung Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Populasi Beresiko ISK RS

Populasi yang beresiko terjadinya ISK RS yaitu semua pasien yang menggunakan alat
kateter urin menetap dalam waktu ≥2 x 24 jam.

Pengumpulan Data

 Dilakukan oleh orang-orang yang sudah mempunyai pengetahuan, pengalaman


dan keterampilan dalam mengidentifikasi kasus dan mengumpulkan data.
 Identifikasi ISK :
o Laporan Unit
o Lakukan kunjungan keruangan : observasi atau wawancara
 Data ISK RS dan penggunaan alat kateter urin diambil secara serentak, prospektif
atau retrospektif.
 Data dikumpulkan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Contoh pengisian formulir harian :

Data pemakaian peralatan medis

Ruang/Unit : ICU ............/RS X...................Bulan : Juli ............... Tahun : 2009......

Pemakaian alat

Tgl No Nama ETT CVL IVL UC Kultur Antibiotika Ket

01-07-09 1 A 1 - Amx

Page 93 of 123
2 B 1 Urine Cip E.Coli

3 C 1 - Zef

02-07-09 1 A 1 - Cip

2 D 1 Urine Amx Pseudomonas

(+)

3 F 1 - Amx

Dst.....

31-07-09 1 M 1 - Cip

2 N 1 - Cip Dx ISKoleh dr

3 O 1 - Gmc

4 R 1 - Mer

Contoh pengisisan formulir bulanan :

Formulir Bulanan

Data pemakaian alat& Infeksi

Ruang/ Unit : ..................../........................Bulan : ....................... Tahun ..........................

Tgl Jlh Ps ETT CVL IVL UC VAP Bakteremia Plebitis ISK

1 3 2 2 3 3 1

2 3 2 2 1 2 1

Dst. 2

31 4 1 1 1 1 1

Page 94 of 123
Jumlah 196 212 5

- Numerator

Numerator adalah jumlah yang terinfeksi akibat penggunaan kateter urin menetap sesuai
kriteria dalam kurun waktu tertentu.

Denominator

Denominator adalah jumlah hari pemasangan kateter urin dalam kurun waktu yang sama
dengan numerator.

Tekhnik penghitungan

Angka /Rate infeksi : Numerator x 1000 = ..........%

Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ......%

Jumlah hari pemasangan pemakaian alat

Angka (Rate) ISK RS= 5/ 212 x 1000 = 23.5% hari pemasangan kateter.

Page 95 of 123
Lampiran 5. Cara menghitung infeksi Luka Operasi (ILO)

Kategori risiko :

1. Jenis Luka :

 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor :0


 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor :1
Keterangan :

1. luka bersih : nontrauma, operasi luka tidak infeksi, tidak membuka respiratory dan
genitoeinare.
2. bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitorineri.
3. kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka.
4. kotor dan infeksi : trauma terbuka, kontaminasi fecal.

2. Lama Operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit setiap jenis operasi berbeda
lama operasi (lihat tabel )

 lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan , skor : 0
 bila lebih dari waktu yang ditentukan, skor : 1

Page 96 of 123
3. ASA Score

 ASA 1-2, skor : 0


 ASA 3-5, skor : 1
X/Y x 100%

X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu

Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Lampiran 6. Tabel . Jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klarifikasinya berdasarkan CDC

UTI Urinary tract Infection

ASB Asymptomatic bacteriuria

SUTI Symptomatic Urinary tract infection

OUTI Other Infections of the urinary tract

SSI Surgical site infection

SIP Superficial incisional primary SSI

SIS Superficial incisional secondaray SSI

DIP Deep incisional primary SSI

DIS Deep incisional secondary SSI

Organ /Space Organ / Space SSI. Indicate specific type :

 BONE ■LUNG
 BRST ■ MED
 CARD ■ MEN
 DISC ■ ORAL
 EAR ■ OREP
 EMET ■ OUTI
 ENDO ■ SA
 EYE ■ SINU

Page 97 of 123
 GIT ■ UR
 IAB ■ VASC
 IC ■ VCUF
 JNT

BSI Bloodstream infection

LCBI Laboratory – confirmed bloodstream infection

CSEP Clinical sepsis

PNEU Pneumonia

PNU 1 Clinically defined pneumonia

PNU 2 Pneumonia with specific laboratory findings

PNU 3 Pneumonia in immunocompromised patient

BJ Bone and Joint Infection

BONE Osteomyelitis

JNT Joint or bursa

DISC Disc space

CNS Central nervous system

IC Intracranial infection

MEN Meningitis or ventriculitis

SA Spinal abscess without meningitis

CVS Cardiovascular system infection

VASC Arterial or venous infection

ENDO Endocarditis

Page 98 of 123
CARD Myocarditis or pericarditis

MED Mediastinitis

EENT Eye, ear,nose, throat, or mouth infection

CONJ Conjunctivitis

EYE Eye, other than conjunctivitis

EAR Ear, mastoid

ORAL Oral cavity (mouth, tongue, or gums)

SINU Sinusitis

UR Upper respiratory tract, pharyngitis, laryngitis,

epiglottitis

Laporan 6. jenis-jenis Infeksi Rumah Sakit dan Klasifikasinya berdasarkan CDC (lanjutan )

GI Gastrointestinal system infection

GE Gastroenteritis

GIT Gastrointestinal (GI) tract

HEP Hepatitis

IAB Intraabdominal,not specified elsewhere

NEC Necrotizing enterocolitis

LRI Lower respiratory tract infection, other than pneumonia

BRON Bronchitis, tracheobronchitis, tracheitis, without evidence of


pneumonia.

Page 99 of 123
LUNG Other infections of the lower respiratory tract

REPR Reproductive tract infection

EMET Endometritis

EPIS Episiotomy

VCUF Vaginal cuff

OREP other infections of the male or female reproductive tract

SST Skin and soft tissue infection

SKIN Skin

ST Soft Tissue

DECU Decubitus ulcer

BURN Burn

BRST Breast abscess or mastitis

UMB Omphalitis

PUST Pustulosis

CIRC Newborn Circumcision

SYS System Infection

DI Disseminated infection

Page 100 of 123


BAB X. PENDAHULUAN

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

LATA BELAKANG

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

TUJUAN PEDOMAN

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

4. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

RUANG LINGKUP PELAYANAN

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

Hal. 1 dari 123


BATASAN OPERASIONAL

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

LANDASAN HUKUM

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

Hal. 2 dari 123


BAB XI. STANDAR KETENAGAAN

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

DISTRIBUSI KETENAGAAN

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

PENGATURAN JAGA

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

Hal. 1 dari 123


BAB XII. STANDAR FASILITAS

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

DENAH RUANGAN

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

STANDAR FASILITAS

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123


BAB XIII. TATA LAKSANA PELAYANAN

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123


BAB XIV. LOGISTIK

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123


BAB XV. KESELAMATAN PASIEN

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123


BAB XVI. KESELAMATAN KERJA

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

a. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123


BAB XVII. PENGENDALIAN MUTU

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

1. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

b. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123


BAB XVIII. PENUTUP

Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau
Judul 1 adalah Body Text. Paragraf sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text. Paragraf
sesudah Heading atau Judul 1 adalah Body Text.

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

HEADING ATAU SUB JUDUL 2

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2 Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 2 adalah Body Text 2. heading 2

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2.

 List Bullet untuk frase setingkat Body Text 2

2. Heading atau Judul 3

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul
3 adalah Body Text 3. Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 3 adalah Body Text 3.

c. Heading atau Judul 4

Paragraf sesudah Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah
Heading atau Sub Judul 4 adalah Body Text 4. Paragraf sesudah Heading atau Sub
Judul 4 adalah Body Text 4.

Hal. 1 dari 123

Anda mungkin juga menyukai