Anda di halaman 1dari 51

KEBIJAKAN MANAGERIAL

TENTANG

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

Disusun oleh :
TIM PPIRS

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG


2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengendalian Infeksi Nosokomial merupakan suatu upaya penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan medis rumah sakit.Hal ini hanya dapat dicapai dengan keterlibatan secara aktif
semua personil rumah sakit, mulai dari petugas kebersihan sampai dengan dokter dan mulai
dari pekarya sampai dengan jajaran Direksi.Kegiatannya dilakukan secara baik dan benar di
semua sarana rumah sakit termasuk kondisi lingkungan.

Infeksi Nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit.Kerugian yang
ditimbulkan sangat membebani rumah sakit maupun pasien. Terjadinya infeksi nosokomial
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
 Banyaknya pasien yang dirawat yang menjadi sumber infeksi bagi lingkungan dan pasien
lainnya.
 Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi dengan pasien lainnya.
 Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang tercemar kuman dengan pasien.
 Penggunaan alat / peralatan medis yang tercemar oleh kuman.
 Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, dirancang untuk :


 memutus siklus penularan penyakit dan
 melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.

Mengingat kegiatan yang penting ini melibatkan berbagai disiplin dan tingkatan personil rumah
sakit. Diperlukan adanya prosedur baku untuk setiap tindakan yang berkaitan dengan
pengendalian infeksi nosokomial. Prosedur baku yang dituangkan dalam tata laksana
pengendalian infeksi nosokomial merupakan prosedur maksimal yang harus diupayakan untuk
dilaksanakan seluruhnya sesuai dengan situasi pada saat dan tempat pelaksanaannya.
Dengan adanya pedoman pengendalian infeksi nosokomial ini seluruh personil RSUD
Kabupaten Sumedang memiliki sikap dan perilaku yang sama dalam mengendalikan infeksi
nosokomial. Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan mutu pelayanan kesehatan
secara menyeluruh oleh RSUD Kabupaten Sumedang terhadap pasien.

B. TUJUAN

TUJUAN UMUM
Menyiapkan agar Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang dengan sumber daya terbatas
dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga
kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular (Emerging Infectious Diseases ) yang
mungkin timbul.

1
TUJUAN KHUSUS
 Melindungi pasien dari infeksi rumah sakit Antara lain ISK, ILO, Infeksi Aliran Darah Primer
(IADP), pneumonia (HAP, VAP), bakteriemia (sepsis)
 Melindungi pasien dari infeksi lain yang mungkin didapat sebagai akibat terjadinya kontak
dengan pasien lain atau tenaga kesehatan yang memiliki koloni atau terinfeksi kuman menular
lain.
 Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung dan yang berada di lingkungan rumah sakit dari
risiko infeksi yang tidak perlu terjadi
 Semua upaya PPI mempertimbangkan “ cost efectiveness”

2
BAB II
KEBIJAKAN KEWASPADAAN ISOLASI ( ISOLATION PRECAUTION )

PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL


Adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan
dalam upaya mencegah kejadian infeksi di rumah sakit.

KEWASPADAAN ISOLASI meliputi :


1. Kewaspadaan Standar diterapkan bagi semua orang, pasien, petugas atau pengunjung tanpa
menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak (Infections controlled guidelines CDC,
Australia)

2. Kewaspadaan berdasarkan penularan / transmisi hanya diterapkan pada pasien yang


dirawat inap di rumah sakit (Garner and HICPAC 1996), sampai diagnosis tersebut dapat
dikesampingkan.

1. KEWASPADAAN STANDAR
Oleh karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus melalui udara seperti HIV danHepatitis B
tidak menunjukan gejala setelah tertular, maka Kewaspadaan Standar dirancang untuk perawatan
bagi semua orang, pasien, petugas atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi
atau tidak. Termasuk bagi orang—orang yang` baru terinfeksi dengan penyakit menular melalui
cara lain dan belum menunjukan gejala.
Kewaspadaan Standar diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah dan semua cairan tubuh
lainnya serta semua ekskreta ( kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membran mukosa.

Penerapan ditujukan untuk:


mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui ataupun tidak
diketahui dalam sistem pelayanan kesehatan seperti pasien, benda yang tercemar, jarum atau spuit
yang telah digunakan.

" Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme di


rumah sakit, baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui "

KEWASPADAAN STANDAR untuk pelayanan semua pasien terdiri dari :


1. Kebersihan Tangan
2. Penggunan Alat Pelindung Diri ( APD )
3. Peralatan untuk perawatan pasien
4. Manajemen Limbah dan Benda Tajam
5. Pengendalian lingkungan

3
6. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen
7. Kesehatan Karyawan / Perlindungan Petugas Kesehatan
8. Penempatan pasien
9. Hygiene respirasi/Etika batuk
10. Praktek menyuntik yang aman
11. Praktek pencegahan untuk prosedur lumbal pungsi

1. KEBERSIHAN TANGAN
a. Hal utama dalam PPI
b. Pilar PPI
c. Komponen sentral dari Patient Safety
d. Sederhana dan efektif mencegah HAIs
e. Menciptakan lingkungan yang aman
f. Pelayanan kesehatan aman
g. Bila tangan kotor , cuci dengan sabun/antiseptik di air mengalir
h. Bila tangan tak tampak kotor , bersihkan dengan gosok cairan berbasis alcohol

Tujuan :
 Meminimalkan MO di tangan
 Mencegah perpindahan MO dari lingkungan ke pasien dan dari pasien ke petugas atau
sebaliknya

LIMA MOMEN KEBERSIHAN TANGAN


Bersihkan tangan setiap kali:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Setelah kontak dengan pasien
3. Sebelum melakukan tindakan aseptik
4. Setelah terpapar dengan darah atau cairan tubuh pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien.

Cuci tangan dengan tujuh langkah yang benar :


1. Cuci tangan dan lengan bawah secara menyeluruh dan bilas.
2. Gunakan sekali lagi cairan antiseptik, usapkan keseluruh permukaan tangan dan lengan
bawah.
3. Mulai dengan tangan, gunakan pembersih kuku untuk membersihkan daerah bawah kuku
kedua tangan.
4. Bersihkan kuku menyeluruh, kemudian jari-jari, sela-sela jari, telapak tangan dan punggung
tangan. Cuci tiap jari seakan-akan mempunyai empat sisi.
5. Scrub daerah pergelangan tangan pada tiap tangan.

4
6. Scrub bagian lengan bawah menuju siku.
7. Bilas tangan dan lengan bawah secara menyeluruh, pastikan tangan ditahan lebih tinggi dari
siku.

Kebijakan untuk Petugas


1. Tidak menggunakan jam tangan
2. Tidak menggunakan cincin / perhiasan tangan
3. Tidak menggunakan jam gantung
4. Untuk petugas yang berjilbab,harus memakai barak shcort ketika melakukan tindakan.
5. Tidak boleh berkuku panjang ,memakai kuku palsu dan bercat kuku
6. Wastafel di ruang perawatan dan tempat umum
7. Dispenser / botol handrubs di setiap pintu masuk kamar pasien dan troley tindakan
8. Tissue kertas untuk pengering tangan
9. Bila tangan kotor , cuci dengan sabun/antiseptik di air mengalir
10. Bila tangan tak tampak kotor , bersihkan dengan gosok cairan berbasis alcohol

2. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI


a. APD merupakan alat kesehatan yang terdiri dari masker, topi, sarung tangan,pelindung
wajah, sepatu yang digunakan petugas maupun pasien untuk melindungi diri dari
kontaminasi penyakit infeksi.
b. Digunakan sesuai indikasi
c. Segera dilepas jika sudah selesai tindakan

PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD


• Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan
• Gunakan dengan hati-hati , jangan menyebarkan kontaminasi
• Lepas dan buang secara hati—hati ke tempat sampah infeksius yang telah disediakan di
ruang ganti khusus.
• Lepas masker di luar ruangan
• Segera lakukan pencucian tangan dengan 7 langkah hygiene tangan

URUTAN MENGENAKAN APD


1. Pelindung kaki
2. Apron, gaun pelindung dan topi
3. Masker
4. Kacamata atau pelindung wajah
5. Sarung tangan

5
URUTAN MELEPAS APD
Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom.Masker dilepaskan setelah meninggalkan
ruangan pasien dan menutup pintunya.
Urutannya sebagai berikut :
1 . Sarung tangan
2. Kacamata atau pelindung wajah
3. Apron, Gaun pelindung dan Topi
4. Masker
5. Pelindung kaki

A. Sarung Tangan
Di gunakan pada saat kontak
 Darah
 Cairan tubuh
 Sekresi
 Bahan terkontaminasi
Untuk pasien yang banyak tindakan akan dianjurkan membeli sendiri

B. Pelindung mata ( Gogles )


 Melindungi mata
 Mencegah percikan dari darah, cairan tubuh dan sekresi
Tersedia diruang rawat inap,rawat jalan dan ruang khusus ( OK.ICU.IGD,VK dll )

C. Masker
 Pakai sesuai kebutuhan
 Buang ke tempat sampah infeksi
 Tidak boleh menggantungkan di leher
 Setelah dari kamar pasien infeksi Tb paru harus dibuang
 Di nurse station tidak diperkenankan menggunakan masker ( kecuali sedang flu/batuk )

D. Gaun Pelindung dan Celemek


 Mencegah percikan dari darah, cairan tubuh dan sekresi pada saat melakukan tindakan ke
pasien
 Gaun pelindung untuk :
 Petugas
 Pasien
 Pengunjung (ICU,IMC,Perina dan ruang perawatan khusus )

E. Pelindung Kaki
 Mencegah terjadinya percikan darah / cairan tubuh serta benda tajam pada saat tindakan ( di
kamar operasi dan kamar bersalin )

6
 Sepatu boots atau sendal yang tertutup

3. PERALATAN PERAWATAN PASIEN


1. Disposible, setelah dipakai buang
2. Reuseable, setelah dipakai dilakukan dekontaminasi yang meliputi pembersihan, disinfeksi,
sterilisasi
3. Peralatan Kritikal dilakukan sterilisasi
4. Semi Kritikal dilakukan disinfeksi tingkat tinggi
5. Non Kritikal dilakukan pembersihan, jika terkontaminasi darah atau cairan tubuh disinfeksi

Proses :

1. Dekontaminasi
2. Pencucian
3. Pengeringan
4. Pengepakan
5. Sterilisasi
6. Distribusi
7. Pemantauan kualitas sterilisasi dengan pemeriksaan kultur swab alat / 6 bulan dan tes
bowiedic

4. MANAJEMEN LIMBAH DAN BENDA TAJAM


1. Memisahkan limbah infeksius dan non infeksius
2. Limbah Infeksius: limbah yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan
ekskresi, kecuali keringat
3. Limbah non infeksius: limbah yang tidak terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh
4. Limbah padat infeksius ke kantong plastik kuning dan limbah padat non infeksius ke
kantong plastik hitam
5. Limbah jarum dan benda tajam lainnya ke wadah tahan tusuk dan tahan air
6. Limbah cair infeksius ke saluran khusus
7. Kontainer limbah tertutup, sebaiknya membuka menggunakan injakan kaki

Pengelolaan Benda Tajam


 Jangan melepas,membengkokan atau memotong jarum suntik
 Gunakan tehnik satu tangan untuk menutup jarum suntik
 Buang kedalam safety books ( ember/jeligen/wadah yang tahan tusukan )
 Wadah pembuangan selalu dalam keadaan tertutup
 Segera buang ke incenerator jika sudah ¾ penuh
 Lapor jika terluka benda tajam

7
Tindakan berisiko penularan HIV
 Operasi
 Pengambilan darah
 Penutupan kembali jarum suntik
 Memasukan dan menangani cairan IV
 Menangani darah atau cairan tubuh yang terinfeksi di laboratorium
 Membersihkan, menangani dan menghancurkan limbah dan alat-alat medis yang terkontaminasi

Terutama dalam keadaan terburu-buru !!!

5. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT


1. Udara ruangan bersih, tidak bau
2. Permukaan lingkungan ruangan bersih, tidak kotor, tidak ada debu, sampah tidak bertebaran
3. Lingkungan luar RS bebas binatang , kucing, anjing, tikus
4. Air bersih sesuai syarat mutu air

6. PENANGANAN LINEN
1. Memisahkan linen kotor terkontaminasi darah atau cairan tubuh dengan tidak terkontaminasi
2. Tidak meletakkan linen dilantai
3. Penyimpanan linen di lemari tertutup
4. Membawa linen kotor maupun bersih dalam keadaan tertutup

7. PENYUNTIKAN YANG AMAN


1. Tidak memakai ulang jarum suntik
2. Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose
3. Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian suntikan
4. Segera buang jarum suntik habis pakai
5. Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai

Penatalaksanaan umum
Tindakan segera :

Luka tusuk : Bilas air mengalir dan sabun / antiseptik


Mukosa mulut : Ludahkan dan kumur
Mukosa mata : Irigasi dengan air / NaCl 0,9 %
Mukosa hidung : Hembuskan keluar dan bersihkan dengan air

Desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu :

Povidon Iodion 2,5 % : selama 5 menit

Alkohol 70 % : selama 3 menit

DILARANG MENGHISAP DENGAN MULUT ATAU MENEKAN LUKA

8
Tata Laksana Pajanan :

JANGAN PANIK !!!!!!


GOLDEN PERIOD 4 JAM

8. KEBERSIHAN PERNAFASAN / ETIKA BATUK


1. Pakai tissue, buang ke tempat sampah ( kuning ) bila telah terkena sekret saluran napas dan
2. Menutup mulut & hidung saat batuk/ bersin
3. Lakukan cuci tangan dengan sabun /antiseptik & air mengalir, alkohol handrub setelah
kontak dengan sekret
4. Jaga jarak terhadap orang dengan gejala ISPA dengan demam

9. PEMELIHARAAN KESEHATAN KARYAWAN

Program Perlindungan Kesehatan


► Pemeriksaan kesehatan berkala
► Pencegahan penularan infeksi terhadap petugas kesehatan
► Penyediaan Sarana Kewaspadaan standar
► Pemberian immunisasi / profilaksis anti virus dan vaksin flu
► Penatalaksanaan pasca luka tusuk benda tajam bekas pakai

Tujuan Program
 Meningkatkan keamanan lingkungan RS
 Mempertahankan kesehatan petugas
 Mengurangi biaya perawatan
 Mencegah timbulnya wabah
 Mencegah tuntutan hokum

PEMERIKSAAN KESEHATAN
► Dilakukan secara berkala
► Khusus untuk petugas terpajan :
 Suhu tubuh dipantau 2x/hari untuk petugas yang merawat pasien Flu Burung
 Bila timbul demam, petugas dipindah tugaskan perawatan, dan harus menjalani uji
diagnostik
 Jika penyebab tidak dapat diidentifikasi, dianjurkan petugas mendapat pengobatan
antiviral.

PEMBERIAN IMUNISASI
► Imunisasi Hepatitis B
► Pemberian vaksin Flu Musiman yang dianjurkan WHO  jika kontak dengan pasien
penyakit menular melalui udara (airborne)
► Kadar antibodi protektif perlu diperiksa 2 - 4 minggu setelah vaksinasi

9
PENYEDIANAN SARANA / FASILITAS
► Alat Pelindung Diri ( APD ) harus tersedia cukup di ruang perawatan dan tindakan.
► Indikasi pemakaian dan cara melepaskan APD harus dipahami dengan baik oleh petugas

PENYEBAB KECELAKAAN
 Kurangnya kesadaran pekerja
 Kualitas dan ketrampilan kerja kurang memadai
 Meremehkan risiko kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai ketentuan

 Kondisi berbahaya ( Unsafe Condition)


• Mesin, peralatan, bahan dll
• Lingkungan kerja
• Proses kerja
• Sifat pekerjaan
• Cara kerja
• Perbuatan berbahaya
• Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
• Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh
• Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

HAL – HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA PETUGAS TERPAJAN


 Periksa status kesehatan petugas terpajan
 Ketahui status kesehatan sumber pajanan
 Tindakan sesuai jenis paparan
 Terapkan profilaksis pasca pajanan ( PPP ) sesuai Kebijakan RS

TINDAKAN PERTAMA PADA PAJANAN BAHAN KIMIA ATAU CAIRAN TUBUH


 Mata  segera bilas dengan air mengalir selama 15 menit
 Kulit  segera bilas dengan air mengalir 1 menit
 Mulut  segera kumur-kumur selama 1 menit
 Segera hubungi Dokter yang berwenang untuk melakukan perawatan pasca pajanan
 Lapor ke Komite / Tim PPI , panitia K3RS atau sesuai alur RS

TINDAKAN PASCA TERTUSUK JARUM BEKAS


 Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptik
 Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk / luka
 Lapor ke tim PPI atau K3RS / berwenang
 Tindak lanjut Tim PPI :
1. Tentukan status HIV, HBV, dan HCV sumber pajanan
2. Periksa status HIV, HBV, dan HCV petugas yang terpajan
3. Monitoring dengan pemeriksaan laboratorium

10
Tindakan kecelakaan kerja tertusuk jarum bekas pakai (1)
 Bila status pasien bebas HIV,HBV,HCV dan bukan dalam masa inkubasi tidak perlu
tindakan khusus untuk petugas terhadap HIV,HBV,HCV, tetapi bila petugas khawatir dapat
dilakukan konseling
 Bila status pasien HIV,HBV.HCV positif maka tentukan status HIV.HBV,HCV petugas
kesehatan tsb

Tindakan kecelakaan kerja tertusuk jarum bekas pakai (2)


 Sebelum dilakukan pre test dan post test terhadap petugas yang terpapar harus dilakukan
konseling dulu
 Pre test untuk mengetahui apakah petugas sudah terinfeksi sebelumnya
 Jika hasil pre test positif, jelas bahwa petugas sudah terinfeksi sebelumnya
 Jika hasil pre test negatif sementara sumber Pasien positif HBV, maka diberikan immunisasi
HBV, bila pasien positif HIV rujuk ke Tim AIDS

Tindakan kecelakaan kerja tertusuk jarum bekas pakai (3)


 Berikan dukungan kepada petugas yang terpapar
 Bila hasil pre test HIV pasien negatif petugas tetap di konseling
 Pemeriksaan ulang dilakukan, 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
 Dapat minum obat ARV untuk memperkecil risiko penularan, jika luka tusuk < 4 jam

11
12
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN HIV / AIDS

► Jenis pajanan potensial :

 darah

 cairan semen / cairan vagina

 cairan serebrospinal

 cairan sinovial / pleura / periakardial / peritonial / amnion

► Obat ARV harus diberikan dalam waktu < 4 jam

RISIKO SEROKONVERSI +

Pajanan darah/cairan tubuh dalam jumlah besar ditandai :

 Luka dalam

 Darah terlihat jelas

 Akibat tertusuk jarum

 Pajanan  pasien dalam stadium AIDS

13
14
MONITORING PPP-HIV

 Profilaksis harus diberikan selama 28 hari

 Dibutuhkan dukungan psikososial

 Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui proses infeksi dan memonitor efek toksik obat
ARV

 Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan

PEDOMAN KESELAMATAN LABORATORIUM

Tujuan :

 meminimalkan kecelakaan kerja atau tertular agen infeksius

 menjaga lingkungan kerja dan sekitarnya dari pencemaran bahan infeksius

Penekanan pada :

 Prosedur kerja yang aman dan optimal

 Pengelolaan alat bekas pakai yang benar

 Sarana dan fasilitas dengan desain tepat

 Pengawasan oleh atasan / pimpinan

Petugas:

 Dilatih mengenai tingkat keamanan biologik (biosafety level) yang sesuai

 Sudah divaksinasi Hepatitis B dan vaksin influenza ( bila menangani bahan dari pasien flu
burung )

 Jika timbul gejala seperti infeksi yang ditangani ( demam, sesak napas )  wajib lapor dan
dipantau dengan ketat

 Memiliki serum dasar yang disimpan bila sewaktu-waktu diperlukan

15
STRATEGI PENCEGAHAN RISIKO INFEKSI / KECELAKAAN KERJA ( 1 )

1. Taat menerapkan Kewaspadaan Isolasi ( Standar dan Berdasarkan Transmisi)


2. Menjaga kesehatan saluran napas (tidak merokok)
3. Menjaga kesehatan tubuh secara umum
4. Menjaga kebersihan dan higiena diri
5. Senantiasa menjaga perilaku hidup sehat
6. Tidak memanipulasi jarum bekas pakai
7. Petugas menderita flu diminta tidak merawat atau kontak dengan pasien imunitas rendah (
imunokompromais )
8. Petugas yang demam / menderita gangguan pernafasan dalam 10 hari setelah terpajan
penyakit menular melalui udara ( airborne ) perlu dibebas-tugaskan dan harus diisolasi
9. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
10. Gunakan baki bila memberikan benda tajam
11. Pendidikan & latihan berkesinambungan
12. Gunakan APD sesuai jenis tindakan
13. Baca etiket obat/cairan sebelum diberikan
14. Jangan memanipulasi jarum bekas pakai!
15. Tidak menyarungkan kembali jarum yang telah dipakai!
16. Buang jarum bekas pakai pada kontainer yang telah disediakan
17. Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai kepada orang untuk dibuang!!
18. Buang kontainer jarum jika sudah 2/3 penuh
19. Buang sampah sesuai tempatnya
20. Jaga kebersihan lingkungan
21. Jaga permukaan lantai tetap kering dan tidak licin
22. Lepaskan jarum memakai alat yang tepat, atau buang jarum bersama syringe
23. Buang jarum pada kontainer yang tahan tusukan dan tahan bocor
24. Gunakan sistem Vacutainer
25. Jangan tinggalkan jarum sembarangan

10. PENEMPATAN PASIEN

 Pasien infeksius di ruang terpisah,beri jarak >1 m

 Kohorting bila tidak memungkinkan

bila kedua-dua nya tidak memungkinkan konsultasi dengan petugas PPIRS

 Kewaspadaan sesuai cara transmisi penyebab infeksi

 Pisahkan pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan lingkungannya

11. PRAKTEK LUMBAL PUNKSI


1. Masker harus dipakai klinisi saat melakukan lumbal pungsi,anaestesi spinal
/epidural/pasang kateter vena sentral
2. Cegah droplet flora orofaring,dapat menimbulkan meningitis bakterial

16
2. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI / PENULARAN
 Kontak:
– Kontak langsung:
 pasien – petugas atau pasien – pasien
– Kontak tidak langsung:
 Pasien / petugas – benda tercemar
– Alat Pelindung Diri:
 Sarung tangan:
 Gaun :
Bila diperkirakan pakaian akan tercemar saat kontak dengan pasien, permukaan
lingkungan atau peralatan pasien (diare, inkontinensia, kolonostomi, slang drainase).
Lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan dan pastikan pakaian tidak
menyentuh lagi permukaan tercemar dalam ruangan

 Droplet:
– Percikan >5µm melayang di udara jatuh mengenai mukosa mata, hidung atau mulut
yang ada pada jarak dekat (suction, bronkoskopi)
– Gunakan masker bedah dalam jarak 1 m dari pasien ( 2 m pada pasien flu burung )

 Udara/Airborne
 Percikan/partikel berukuran kecil
< 5mm melayang/menetap di udara beberapa jam, disebarkan luas dalam ruangan / jarak
lebih jauh.

 Langsung / melalui debu dengan mikroba


(TBC, cacar air/varicella, campak)
Menyebar: batuk, bersin, berbicara, tindakan intubasi, suction, bronkoskopi
 Pakai Masker N95/ Respiratorik

17
BAB III
PENGEMBANGAN SDM DALAM PPI

STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT


SK Menkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 ttg SPM RS :

1. Tersedianya anggota Tim PPI yang terlatih ( standar 75% )


2. Tersedianya Alat Pelindung Diri ( standar 60% )
3. Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi di RS ( standar 75% )

Sesuai dengan SK Menkes No. 129 / Menkes / SK / II / 2008 tentang SPM RS bahwa 75 % anggota
Tim PPI harus sudah terlatih.
Di RSUD Kabupaten Sumedang jumlah anggota yang sudah dilatih baru 3 ( tiga ) orang.oleh karena
itu Direktur RSUD Kabupaten merencanakan untuk kembali mengirim anggota Tim untuk
mengikuti pelatihan PPI.
Rencana lain, selain mengirim anggota Tim mengikuti pelatihan :
1. Mengikuti seminar PPI
2. Lokakarya PPI
3. Sosialisasi tentang PPI kepada seluruh petugas yang ada di RSUD Kabupaten Sumedang
secara berkesinambungan.
4. Sosialisasi tentang PPI kepada pasien dan keluarganya melalui radiokomunikasi
5. Studi banding ke Rumah Sakit yang sudah lebih bagus dalam melaksanakan program
pencegahan dan pengendalian infeksi

18
BAB IV
KEBIJAKAN TENTANG PENGADAAN BAHAN DAN ALAT

NO INSTALASI JENIS BAHAN DAN ALAT JUMLAH SATUAN KET.

1. Sekretariat 1. Ruangan 1 Buah


2. Mebeler / sofa 1 Set
3. Meja Kerja 5 Buah
4. Meja Rapat 1 BUah
5. Laptop / Komputer 1 Buah
6. Kertas A4 5 Rim

2. CSSD 1. Kasa gold 150 rol


( Central Sterilisasi 2. Kasa silver 925 Rol
Supply Departement ) 3. Tampon V / Boldun 1500 Buah
4. Kapas 800 Gulung
5. Sarung tangan steril 1200 Pasang
6. Sarung tangan non steril 1000 Pasang
7. Masker 600 Buah
8. Autoclave tape 12 Rol
9. Desinfektan 12 Liter
10. Coutisoft Handrub 30 Liter
11. Heater Elemen 6 Buah
12. Saklar Tongkat 3 Buah

3. LAUNDRY 1. Medical check up dan 9 Orang


pemberian immunisasi
Hepatitis B
2. Apron 40 Buah
3. Sarung Tangan Karet 450 Pasang
4. Sepatu Boot 40 Buah
5. Kacamata Plastik 24 Buah
6. Masker Plastik 24 Buah
7. Barak shcort 676 Buah
8. Lap Tangan disposable 7420 Buah
9. Jas operasi 200 Buah
10. Duk persegi Sedang 200 Buah
11. Duk Bolong Besar 50 Buah
12. Alas Instrument 50 Buah
13. Baju dan Celana Tindakan 200 Buah
Perawat
14. Topi Petugas 200 Buah
15. Topi Pasien 50 Buah
16. Baju Operasi Pasien 50 Buah
17. Detergen 1 kg 900 Dus

19
18. Pemutih 500 ml 6000 Botol
19. Pelembut 450 ml 3000 Sachet
20. Pelicin 100 ml 1500 Dus

4. PENGELOLAAN 1. Tempat Sampah medis 50 Buah


LINGKUNGAN ukuran 90 lt dengn sistim
injak
2. Masker reffil 14 Buah
3. Masker Disposible 3000 Buah
4. Helm 4 Buah
5. Sarung Tangan Kulit 12 Pasang
6. Sarung Tangan Karet 780 Pasang
7. Kacamata kerja 4 Buah
8. Apron 20 Buah
9. Sepatu Boot 8 Pasang
10. Wearpack 8 Stel
11. Ear muff 6 Buah
12. Headlamps merk Heine 2 Buah
13. Sekop,gacok,slaber karet 6 Buah
14. Stempet mesin IPAL 2 Kaleng
15. Suku cadang V-Belt 4 Buah
compressor IPAL
16. Alat pengusir tikus 20 Buah
elektrik
17. Lampu UV 7 Unit
18. Desinfektan Air Bersih 625 Tube
19. Cairan Handrub 1500 Liter
20. Dispenser cairan Handrub 100 Buah
21. Probiotik IPAL 250 Kg
22. Desinfektan lantai,dinding 24 Tube
dan alat
23. Pakaian kerja clening 60 Stel
service
24. Sepatu Karet Petugas 56 Pasang
cleaning service

5. FARMASI 1. Hands schoon Steril 126.000 Pasang


2. Hands schoon non Steril 126.000 Pasang
3. Masker 81.600 Buah

20
BAB V
KEBIJAKAN TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK YANG RASIONAL
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia sampai saat ini,
oleh karena itu antibiotic masih tetap diperlukan.Perkembangan yang pesat di bidang Farmasi
meningkatkan produksi obat – obatan baru khususnya antibiotic.Produksi antibiotic yang meningkat
menyebabkan banyaknya antibiotic yang beredar dipasaran baik dalam jumlah, jenis maupun mutu.
Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat sasaran, atau kurang rasional maka perlu
dibuat suatu pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan antibiotic yang tidak rasional
akan menyebabkan timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan kuman terhadap
beberapa antibiotic, meningkatnya kejadian efek samping obat, biaya pelayanan kesehatan menjadi
tinggi yang pada gilirannya akan merugikan pasien.

TUJUAN
Untuk membudayakan penggunaan antibiotic secara rasional di rumah sakit sebagai upaya dalam
meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit dengan tidak mengurangi
tanggung jawab professional dari dokter dan apoteker dalam pengobatan terhadap pasien.

PEMBERIAN ANTIBIOTIK
1. Profilaksis
 Bedah
 Medik

2. Terapetik
 Secara Empirik ( educated guess )
 Secara definitive ( pasti)

Secara spesifik antibiotic profilaksis bedah adalah untuk mencegah :


 Infeksi yang sering terjadi.
 Terjadi infeksi local yang berat ( pada protesis sendi, protesis vaskuler ).
 Kemungkinan terjadinya infeksi sistemik yang berat pada pasien yang beresiko tinggi
 Kemungkinan infeksi fatal ( operasi penggantian katup jantung )

Syarat pemberian profilaksis adalah antibiotic yang tepat, harus diberikan dalam jangka waktu yang
tepat pada lokasi yang tepat dan konsentrasi yang tepat. Antibiotik harus diberikan dengan cara
yang tepat tidak boleh mengganggu pasien atau lingkungannya, tidak boleh menyebabkan
kekebalan dan harganya murah.

21
BAB VI
KEBIJAKAN TENTANG PELAKSANAAN SURVEILANS
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

A. PENDAHULUAN

Kegiatan surveilans epidemiologi merupakan komponen penunjang penting dalam setiap program
pengendalian infeksi nosokomial.Informasi epidemiologi yang dihasilkan oleh kegiatan surveilans
berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun
pada tahap evaluasi.Dengan kegiatan surveilans yang baik dan benar dapat dibuktikan program
dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

B. DASAR PEMIKIRAN

Surveilans terdiri dari pengumpulan, interpretasi dan sosialisasi data secara terus menerus yang
memungkinkan dikembangkan intervensi berdasarkan bukti.
Tujuan dari surveilans mungkin berbeda—beda sesuai dengan keseriusan penyakit dan
kemungkinan intervensi.
Setiap aktivitas surveilans harus mempunyai tujuan yang jelas.

C. PENGERTIAN SURVEILANS

Pengumpulan data kesehatan yang penting secara terus menerus sistematis, analisis dan interpretasi
dan didesiminasikan kepada pihak pihak yang berkepentingan secara berkala untuk digunakan
dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi suatu tindakan pelayanan kesehatan

D. TUJUAN SURVEILANS

 Memperoleh data dasar


 Kewaspadaan dini KLB
 Menilai standard mutu pelayanan
 Sebagai sarana mengidentifikasi malpraktek
 Menilai keberhasilan suatu program PPI
 Meyakinkan para klinisi
 Sebagai suatu tolok ukur akreditasi

E. TUJUAN & KEGUNAAN SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL


1. Menurunnya resiko infeksi nosokomial
2. Menurunkan angka infeksi spesifik di rumah sakit
3. Mendapatkan data dasar endemik
4. Mengidentifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)

22
5. Menyakinkan petugas medis
6. Mengevaluasi sistem pengendalian
7. Memenuhi persyaratan administrasi ( seperti AKREDITASI )
8. Untuk mengantisipasi tuntutan mal-praktek

PENERAPAN SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

Jenis Surveilans infeksi nosokomial :

1. Identifikasi infeksi nosokomial yang akan diamati rutin melalui kegiatan surveilans.
2. Perencanaan pengumpulan data
3. Pengumpulan data
4. Pengolahan & penyajian data
5. Analisis dan interpretasi data
6. Pembuatan laporan & rekomendasi tindak lanjut serta diseminasi informasi

KESIMPULAN

 Pelaksanaan surveilans merupakan kegiatan yang penting dan luas dalam program
PPI
 Pelaksanaan surveilans dilaksanakan oleh individu yang profesional
 Metode observasi langsung merupakan Golden Standard
 Pelaksanaan surveilans meliputi perencanaan,pengumpulan
data,analisa,interpretasi,komunikasi dan evaluasi

23
BAB VII
KEBIJAKAN TENTANG PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA

RUANG LINGKUP

1. KONSTRUKSI BANGUNAN
2. UDARA
3. AIR
4. PEMBERSIHAN PERMUKAAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
5. LIMBAH RS

1. KONSTRUKSI BANGUNAN

a. DINDING :
Permukaan rata, kuat dan kedap air, berwarna terang dengan cat tidak luntur

b. LANGIT LANGIT :
kuat, terang, mudah dibersihkan dengan tinggi minimal 2.7 meter

c. LANTAI :
Bahan kuat, halus, kedap air, tidak liicin, warna terang, parmukaan rata dan pertemuan
lantai dengan dinding berbentuk lengkung ( konus )

d. ATAP :
kuat, tidak bocor, bebas serangga pengganggu

e. PINTU :
Kuat, tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dll

Penyehatan ruangan & bangunan


 Lebar pintu minimal 1,20 meter, tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela
minimal 1,00 m dari lantai
 Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang , Dinding laboratorium dibuat dari
porselin atau keramik setinggi 1,50 m dari lantai dan tersedia rak, lemari untuk menyimpan
reagensia siap pakai
 Jaringan lnstalasi : memenuhi syarat teknis kesehatan agar aman dan nyaman, mudah
dibersihkan
 Tersedia sistim ventilasi yang menjamin pertukaran udara yang memadai

24
PENATAAN DAN PERAWATAN RUANGAN

• Sarana kebersihan Tangan :


 Tersedia Alkohol Handrub di tempat yang mudah diraih ( Di depan Pintu kamar, TT,
Ruang/meja tindakan )
 Wastafel ( 1 :6 TT dan High care 1 : 1TT )

• Furniture
 Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan disinfektan

• Picture & Fitting


 Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di disain sedemikian rupa sehingga mudah
dibersihkan

• Gorden Tidak menyentuh lantai ,dicuci secara periodik 1-3 bulan sekali

Ruangan dengan RESIKO TINGGI


 Ventilasi dgn AC tersendiri dilengkapi filter bakteri, untuk ruang Operasi terpisah dengan
ruangan lain ( Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, harus
dibuat ruang antara )
 Aliran udara bersih masuk ke dalam kamar operasi dari atas kebawah, khusus untuk ruang
bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra
Clean Air) system
 Untuk melihat ke ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati
 Hubungan ke ruang bersih dari bagian cleaning cukup dengan loket yg dapat dibuka tutup

2. UDARA

1. VENTILASI MEKANIS : AC, FAN, HEXOS FAN


 Perputaran udara 12 ACH
 Dibersihkan secara periodik & pengontrolan

2. VENTILASI ALAMI
 Jendela
 Effektif untuk tuberculosis
 Tingkat ACH (Air Change per Hour) bervariasi

3. KOMBINASI

25
KUALITAS UDARA RUANG
1. Maintenance / pemeliharaan filter udara
2. Kamar operasi memilikisi sistem tata udara tersendiri ( hepa filter )
3. Pergantian udara minimum 15 x per jam
4. Pertahankan temperatur dan humidity antara 20-22° C and 30- 60%, untuk mencegah
pertumbuhan bakteri secara cepat

4. Kebersihan udara ruangan harus tetap dipelihara , dengan membatasi jumlah


personil di Ruangan

3. PENYEHATAN AIR

 Batasi kontaminasi air atau sumber air.


 Bersihkan dan disinfeksi sink, penampungan air
 EvaIuasi untuk kemungkinan sumber air terkontaminasi
 Hindari penempatan dekorasi air mancur dan kolam ikan di area perawatan pasien

EVALUASI PENYEDIAAN AIR

1. Tersedia air bersih minimum 500 L / TT / hari


2. Pemeriksaan kimia air 2 x / tahun dari reservoir dan keran terjauh
3. Sampel dikirim ke Laboratorium yang berwenang
4. Setiap 24 jam dilakukan pengukuran sisa khlor, PH dan kekeruhan
5. Untuk ruang farmasi dan hemodialisis —> air di murnikan untuk penyiapan obat /
pengenceran larutan dan hemodialisis dapat menggunakan UV atau Hepa

4. PRINSIP DASAR PEMBERSIHAN PERMUKAAN LINGKUNGAN

1. Jaga kebersihan lingkungan dan lakukan pembersihan 2 x sehari atau jika kotor
2. Lakukan pembersihan di area perawatan dengan disinfeksi
3. Gunakan lap basah dan peralatan kebersihan standar ( trolly kebersihan, Mop, 2 ember dan
alat pemeras kain pel, penampung / kantong limbah cairan pembersih / disinfektan)
4. Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh : bed rails, light switch dll
5. Jangan melakukah disinfeksi fogging di area keperawatan
6. Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan mist atau aerosol
7. Jangan menggunakan disintektan tingkat tinggi untuk peralatan non kritikal dan
permukaan lingkungan
8. Pilih disintektan yang terdaftar dan gunakan sesuai petunjuk pabrik, jika tidak ada petunjuk
pembersihan dari pabrik ikuti prosedur tertentu
9. Hindari penggunaan karpet
10. Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan pasien
11. Kultur permukaan lingkungan tidak direkomendasikan.

26
12. Selesai tindakan operasi pasien dan sebelum pasien berikutnya bersihkan dan disinfeksi
permukaan meja, lampu, dinding, lantai dengan menggunakan lampu ultraviolet
13. Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah & cairan tubuh atau cairan kontaminan
lainnya
14. Gunakan cairan desinfektan sesuai petunjuk pabrik
15. Bunga dan tanaman Pot serta akuarium tidak dianjurkan di area pelayanan pasien
16. Tidak mengizinkan bunga segar atau kering di area perawatan

PENGENDALIAN LALU LINTAS MANUSIA

Pengendalian :

1. Pembatasan kunjungan tamu , jam kunjungan dan jumlah pengunjung


2. Anjurkan melakukan kebersihan tangan
3. Keseragaman melaksanakan Peraturan antara petugas
4. Ketentuan & fleksiblelitas : Kondisi pasien, sifat unit perawatan

5. PEMBUANGAN SAMPAH

1. Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam wadah
atau kantong yang sesuai
2. Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tersedia dapat
menggunakan kantong plastic warna lain tebal atau dilapis dua ( kantong ganda ) kemudian
diikat dengan tali warna kuning atau diberi tanda “ infeksius “
3. Semua sampah dari ruangan / area yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui
udara ( airborne ) harus ditangani sebagai sampah infeksius.
4. Untuk sampah non infeksius / tidak menular, gunakan kantong plastik hitam.
5. Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan.

Kantong sampah apabila sudah 2/3 bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh
dibuka kembali. `
Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal / area isolasi harus
menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan ditangani lalu dibuang
sesuai dengan dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan pemerintah mengenai sampah rumah
sakit.
Limbah cairan seperti urine atau feses dapat `dibuang kedalam sistem pembuangan kotoran yang
tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

27
BAB VIII
PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA ( OUTBREAK )

PENYELIDIKAN OUTBREAK INFEKSI NOSOKOMIAL

 Kejadian luar biasa ( outbreak ) adalah peningkatan jumlah kasus pada suatu kelompok
populasi yang secara nyata lebih tinggi dari yang diperkirakan

 KLB pada umumnya terjadi apabila :


1. Terjadi peningkatan jumlah atau virulensi kuman
2. Ada penyebab baru yang sebelumnya tidak pernah ada
3. Terjadi peningkatan kecepatan penularan penyakit sehingga kelompok populasi
yang terekspos jauh lebih banyak
4. Terjadi peningkatan kerentanan terhadap penyebab

 TUJUAN UTAMA PENYELIDIKAN OUTBREAK :


menanggulangi dan mengendalikan outbreak serta mencegah terulangnya outbreak
serupa di masa y.a.d.

MANAJEMEN TIM PENGENDALI OUTBREAK


Personalia Tim Pengendali :
1. Direktur Medik
2. Dokter Ahli Penyakit Infeksi
3. Infection Control Officer ( ICO ) dan Infection Control Nurse ( ICN )
4. Perawat Senior / Kepala Bangsal
5. Dokter Senior / Clinical Chief

Tugas dan Tanggung Jawab :


1. Menjamin kelangsungan perawatan pasien
2. Bertanggung jawab terhadap penyediaan sumber daya
3. Penanganan informasi / public relations / media handling
4. Koordinasi kebijakan
5. Melakukan kaji ulang kemajuan penanganan outbreak
6. Menetapkan outbreak berakhir

JENIS OUTBREAK

1. POINT SOURCE OUTBREAK (SATU SUMBER) :


Populasi rentan terekspos ke satu sumber penularan.jika kelompok populasi yang terekspos itu
terjadi dalam waktu yang singkat, maka semua orang akan menjadi sakit pada akhir masa inkubasi
sehingga peningkatan jumlah kasus akan terjadi secara tajam dalam waktu yang relatif singkat.

28
2. PROPAGATED OUTBREAK (MENYEBAR) :
Menyebar dari orang ke orang dengan kecepatan penyebaran yang relatif lebih lambat daripada
jenis poin tsource outbreak. Kurva epidemi pada jenis ini memiliki lebih dari 1 puncak.

LANGKAH-LANGKAH DALAM INVESTIGASI

1. Verifikasi diagnosis
2. Memastikan adanya outbreak
3. Penemuan kasus dan kontak
4. Analisis data
5. Buat hipotesis tentang sumber penularan dan cara penyebaran
6. Penanggulangan dan pencegahan
7. Surveilans
8. Komunikasi
9. Menyatakan outbreak berakhir

LANGKAH 1 :VERIFIKASI DIAGNOSIS

 Verifikasi diagnosis dengan definisi kasus yang jelas sangat diperlukan untuk memastikan
bahwa diagnosis telah ditegakkan secara benar baik klinis maupun laboratoris atau berdasar
kriteria standar maupun definisi kasus yang lazim dipakai
 Sedapat mungkin verifikasi diagnosis dan tindakan selanjutnya dilaksanakan berdasarkan
prinsip evidence based medicine ( review literature )

LANGKAH 2 : MENENTUKAN ADANYA OUTBREAK

 Bandingkan peningkatan kasus atau insidens saat ini dengan periode sebelumnya dalam kurun
waktu mingguan, bulan atau tahun pada periode waktu yang sama
 Peningkatan belum tentu outbreak, mungkin :
1. Ada perubahan sistem pelaporan
2. Ada perubahan definisi kasus
3. Peningkatan kualitas diagnosis
4. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

LANGKAH 3 : PENGUMPULAN DATA

 TUJUAN PENGUMPULAN DATA :


Menentukan sumber penularan atau penyebab outbreak , cara penularan,dan population at
risk
 JUGA DILAKUKAN :
Pelacakan kasus yang tidak terlaporkan atau belum terdeteksi dan mencari mereka yang
mengalami kontak langsung dengan sumber penularan ( index case )

29
PENGUMPULAN DATA
 Perjelas definisi kasus
 Tentukan informasi yang akan dikumpulkan
 Susun kuesioner pengumpulan data
 Cari kasus baru dan orang yang kontak dengan sumber penularan

LANGKAH 4 : ANALISIS DATA

 Buat kurva epidemi menurut waktu : jumlah kasus pada sumbu – y dan waktu pada sumbu - x
 Buat studi kasus kontrol yang membandingkan data pasien berdasar umur, jenis kelamin dan
faktor risiko potensial
 Analisis kurva epidemi : apakah outbreak sedang berlangsung, sudah berakhir atau masih akan
berlanjut ?
 Analisis tempat kejadian : dibuat area map atau spot map, untuk menggambarkan clustering
(pengelompokan kasus) dan menganalisis luasnya masalah
 Analisis orang-perorang : kasus index, kasus dengan karakteristik tertentu, atau kesalahan data ?

LANGKAH 5 : BUAT HIPOTESIS

 Buat hipotesis mengenai sumber penularan, cara penularan ( kontak langsung, droplet
infection, air borne, melalui alat medik, makanan dll.), population at risk. Karena ketiga
faktor ini penting untuk menentukan tindakan dan peralatan yang diperlukan dalam
pengendalian infeksi dan penanggulangannya
 Hipotesis harus dibuat berdasarkan semua informasi yang diperoleh selama investigasi
outbreak

LANGKAH 6 : PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

 Pencegahan harus dilakukan sedini mungkin.pencegahan sudah dapat dimulai sejak


diagnosis diverifikasi ( langkah 1 )
 Segera setelah sumber penularan diketahui dapat dilakukan pencegahan dan
penanggulangan
 Dalam suatu outbreak sering kali kita belum dapat mengidentifikasi penyebab (contoh :
sars), namun dengan mengetahui cara penyebarannya dapat dilakukan tindakan pencegahan
sehingga dapat dikendalikan secepatnya

30
LANGKAH 7 : SURVEILANS

 Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan intepretasi data secara
sistematik dan terus menerus diikuti penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan
 Surveilans sentinel : surveilans yang dilakukan pada populasi atau wilayah terbatas untuk
mendapatkan sinyal adanya masalah infeksi nosokomial pada populasi atau wilayah yang
lebih luas

TUJUAN SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL

 Menurunkan laju infeksi di rumah sakit


 Mendapatkan data dasar endemisitas
 Mengidentifikasikan Kejadian Luar Biasa
 Meyakinkan petugas medis
 Mengevaluasi sistem pengendalian
 Memenuhi persyaratan administratif
 Mengantisipasi tuntutan hukum
 Membandingkan angka infeksi nosokomial antar rumah sakit / daerah

PERAN RUMAH SAKIT


1. Melaksanakan SE infeksi nosokomial di Rumah Sakit
2. Identifikasi dan rujukan kasus sebagai sumber data SE
3. Melakukan kajian epidemiologi penyakit menular serta masalah kesehatan lainnya

METODE SURVEILANS INFEKSI NOSOKOMIAL


 Surveilans komprehensif: menentukan incidence dan prevalence
 Surveilans selektif : menurut tempat infeksi, menurut unit, bergiliran sesuai prioritas
 Surveilans dengan sasaran khusus : ilo, isk dll
 Surveilans periodik terbatas :
 Surveilans pasca rawat : meningkatkan case finding secara bermakna

LANGKAH 8 : KOMUNIKASI

 Setelah pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis dan rekomendasi tindak lanjut
maka diperlukan komunikasi dalam bentuk distribusi data, umpan balik, laporan
 Dalam komunikasi termasuk pula advokasi dan sosialisasi ( untuk dukungan anggaran
pembiayaan, prasarana dan sarana )
 Selanjutnya disusun rencana kerja, pertemuan berkala, penerbitan bulletin / laporan,
penyusunan pedoman, membangun jejaring surveilans epidemiologi

31
LANGKAH 9 : MENYATAKAN OUTBREAK BERAKHIR

 Berikan pernyataan bahwa outbreak telah berakhir kepada mereka yang terkait
 Kumpulkan laporan lengkap dan sampaikan kepada Panitia Pengendalian Infeksi
Nosokomial
 Ubah dan perbaiki kebijakan apabila diperlukan
 Outbreak dinyatakan selesai apabila dalam 2 kali masa inkubasi terpanjang samasekali tidak
ditemukan kasus baru

32
BAB IX
KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI
ILO, IADP, ISK, PNEUMOMIA, VAP

A. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI SURGICAL SITE INFECTION(


INFEKSI LUKA OPERASI )

Infeksi akibat tindakan Pembedahan, dapat mengenai berbagai lapisan jaringan tubuh,superfisial
atau dalam
Diklasifikasikan menjadi:
1. Infeksi insisional superfisial
2. Infeksi insisional dalam
3. Infeksi organ / rongga

1. kriteria Infeksi insisional superfisial


Infeksi pada luka insisi (kulit dan subcutan),terjadi dalam 30 hari pasca bedah.
kriteria dibawah ini :
 Keluar cairan purulen dari luka insisi
 Kultur positif dari cairan yang keluar atau jaringan yang diambil secara aseptik
 Ditemukan paling tidak satu tanda infeksi : nyeri, bengkak lokal, kemerahan, kecuali bila
hasil kultur negatif
 Dokter yang menangani menyatakan infeksi

2. kriteria Infeksi Insisional Dalam


Infeksi pada luka insisi, terjadi dalam 30 hari pasca bedah atau sampai 1 tahun bila ada implant.
Terdapat paling tidak satu keadaan dibawah ini :
 Keluar cairan purulen dari luka insisi, tapi bukan berasal dari rongga / organ
 Secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah dan paling
sedikit satu dari tanda berikut : demam (>38 ˚C), nyeri lokal,kultur ( + )
 Dokter merawat menyatakan luka infeksi

3. Kriteria Infeksi Organ/Rongga


Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada implant
Infeksi terjadi dalam 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implant
Paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :
 Drainase purulen dari drain yang dipasang
 melalui luka insisi kedalam organ / rongga
 Ditemukan organisme melalui aseptik kultur dari organ / rongga.
 Dokter menyatakan infeksi pada organ tsb

33
KATEGORI OPERASI

1.Operasi Bersih :
 Operasi dilakukan pada daerah / kulit yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat
peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, orofaring,
traktus urinarius atau traktus billier
 Operasi berencana dengan penutupan kulit primer, dengan atau tanpa pemakaian drain
tertutup
 Kemungkinan infeksi tidak lebih dari 2 % ( infeksi saat operasi dari petugas/lingkungan )

2.Operasi Bersih Tercemar :


 Operasi membuka traktus digestivus, traktus biller, traktus urinarius, traktus respiratorius
sampai dengan orofaring, atau traktus reproduksi kecuali ovarium
 Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage), contohnya operasi pada traktus billier,
apendiks, vagina , orofaring.
 Kemungkinan untuk infeksi 4 – 10 %

3.Operasi Tercemar :
 Operasi yang dilakukan pada kulit yang terbuka, tetapi masih dalam waktu emas (Golden
periode )
 Kemungkinan untuk infeksi 20 %

4.Operasi Kotor atau dengan Infeksi :


 Perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus respiratorius yang terinfeksi
 Melewati daerah purulen ( Inflamasi Bakterial )
 Luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian , terdapat jaringan luas atau kotor
 Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi kotor / terinfeksi
 Kemungkinan untuk infeksi 40 %

PENCEGAHAN ILO

1.Pre-operative Phase
 Berikan penjelasan pentingnya pencegahan infeksi
 Kaji adanya tanda – tanda infeksi
 Mandikan pasien dengan antiseptik sore hari sebelum operasi
 Lakukan pencukuran satu jam sebelum operasi ( bila di perlukan ) menggunakan elektik
clipper
 Mandi dengan antiseptik setelah pencukuran

34
2.Intra operasi

A.Petugas kamar bedah :


 Petugas yang sakit dilarang masuk kamar bedah
 Tidak memakai kutek,berkuku panjang,memakai perhiasan di tangan ( cincin,gelang,jam
tangan )
 Bekerja dengan tehnik aseptik
 Lakukan kebersihan tangan bedah sebelum menggunakan sarung tangan
 Gunakan baju dan sandal khusus kamar bedah
 Gunakan APD sebelum masuk kamar bedah

B. Lingkungan kamar bedah :


 Tekanan positive
 Kelembaban 40 -60 %
 Suhu 20 – 25 º C
 Pertukaran udara 15 x/jam
 personil yang bekerja di kamar bedah minimum dan tamu hanya maximal 2 orang
 Kamar operasi /lingkungan di bersihkan menggunakan desinfektan ( tidak ada fogging atau
UV )

C.Pasien
 Kaji ada alergi atau tidak dengan antiseptik
 Antibiotika di berikan 1 jam sebelum insisi
 Gula darah terkontrol selama di kamar bedah
 Suhu pasien sebelum anaesthesi normal
 Preparasi kulit sebelum operasi menggunakan antiseptik yang sesuai dengan pasien
 Saat preparasi kulit dengan cara melingkar dari dalam keluar

3.Post operasi
Ada 2 macam luka post operasi
 Tertutup ( the skin edges are held in approximation by staples or sutures )
 Rawat luka dengan cara septik dan aseptik
 Gunakan APD
 Luka di tutup hanya 48 jam
 Rawat luka dengan cairan normal salin
 Terbuka ( delayed primary clossured )
 Rawat luka bila kotor atau sesuai indikasi

4.Petugas
 Pendidikan dan pelatihan
 Motivasi

35
5. Pasien & Keluarga
Berikan pendidikan:
 Cara merawat luka
 Menjaga kebersihan diri
 Makan Makanan bergizi

SURGICAL SITE INFECTION PREVENTION BUNDLES COMPONENTS


1. Prophylactik antibiotik
 Di berikan 1 jam sebelum insisi
 Seleksi penggunaan antibiotika sesuai dengan aturan di RS
 Di berikan hanya untuk 24 jam
2. Kontrol gula darah
3. Pencukuran rambut sebelum operasi
 Cukur rambut bila menggangu jalannya operasi apabila harus dicukur gunakan elektik
clipper
4. Peri operative Temperature normotermia

SURVAILANS ILO

Populasi berisiko ILO


Populasi berisiko SSI → Semua pasien yang dilakukan tindakan pembedahan
Numerator → Jumlah kasus terjadi SSI
Denominator → Jumlah pasien yang dilakukan operasi
(Stratifikasi berdasarkan Indeks Risiko)
Kelompokkan infeksi luka operasi sesuai dengan jenis operasi
(appendiktomie, SC, laparascopy, CABG)

TEKNIK PENGHITUNGAN ILO

Angka infeksi : Numerator


X 100 = 0/0
Denominator

Angka infeksi : Jumlah kasus infeksi


x 100 = 0/0
Jumlah kasus operasi
(berdasarkan Indeks Risiko)

36
KESIMPULAN

Risiko terjadinya SSI tergantung banyak faktor baik faktor dari pasien itu sendiri maupun dari
lingkungan dan SSI bisa di dapatkan pada preopersi,intra operasi, post operasi,post discharge dari
Rumah Sakit
Kondisi tersebut dapat di cegah atau dieliminir dengan cara mengelompokan atau bundles dari
mulai persiapan sampai dengan perawatan post operasi sehingga mudah untuk pelaksanaannya
Pendidikan dan latihan serta motivasi kepada petugas adalah hal Penting dilakukan untuk
mengurangi jumlah Pasien yang mendapat SSI
Surveilans SSI adalah hal mutlak yang harus dilakukan untuk memudahkan melakukan monitoring
dan evaluasi

Sumber
1. Institute for Health care Improvement ( IHI )
2. National Health Care Sevices ( NHS )
3. Center of Prevention and deseases Controle ( CDC )
4. APIC Guidelines of SSI prevention
5. Buku pedoman PPI RSJPDHK
6. Patient Risk Factors and Best Practicesfor Surgical Site Infection Prevention (by
Suzanne M. Pear, RN, Ph.D, CIC )
7. www.pdffactory.com
8. Canadian Nosocomial Infection Surveillance Program 2007
9.Protocol for theSurveillance of Surgical SiteInfection 2011 ( healthprotection agency )
10. Website www.health.vic.gov.au/sssl

B. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER


 Penggunaan peralatan intravaskuler ini tidak dapat dihindari yang bertujuan memberikan
terapi dan cairan, nutrisi serta mengukur hemodinamik
 Penggunaan IV sering menjadi penyebab komplikasi infeksi lokal atau sistemik termasuk
septik thrombophleblitis, endocarditis, infeksi aliran darah yang diakibatkan oleh
terinfeksinya bagian tubuh tertentu karena kateter yang terkolonisasi

PENGERTIAN

Kolonisasi :
Terdapatnya mikroorganisme dalam darah tetapi tidak disertai dengan adanya tanda – tanda
klinis

Bacteriemia :
Hasil kultur darah menunjukan positive adanya mikroorganisme

37
Primary BSI

Infeksi aliran darah primer yang terjadi akibat dari IV divices disertai adanya tanda klinis, tapi
tidak ada infeksi ditempat lain

Secondary BSI

Infeksi aliran darah primer yang terjadi akibat dari IV divices disertai adanya tanda klinis, tapi
ada infeksi ditempat lain

SEPSIS:

Infeksi sistemik pembuluh darah yang menyebabkan reaksi sistemik yang lebih meluas

KRITERIA IADP

Terdapat kuman pathogen yang diketahui hasil satu kali atau lebih dari biakan darah dengan salah
satu gejala klinis seperti:

 demam< 38’C
 menggigil
 hipotensi

Pada pasien berumur < 1 tahun paling sedikit satu dari tanda-tanda :

 demam > 38’C


 hipotermia < 37’C
 apneu
 bradikardia

SUMBER INFEKSI

 Intrinsik:

terjadi pada cairan infus yang terkontaminasi mikroorganisme dari pabrik pembuatan. misalnya:
bakteria gram negatif, klebsiela spp, enterobacter.

 Extrinsik :

kontaminasi terjadi saat insersi catheter, persiapan cairan/obat, tangan petugas.misalnya;


coagulasi gram negative staphylococci, staphylococcus aureus.

38
1. Hand hygiene
 Sebelum dan setelah palpasi daerah insersi
 Sebelum dan setelah insersi,mengganti, mengkaji, memperbaiki atau dressing kateter
vena sentral
 Bila tangan kotor atau kemungkinan terkontaminasi ,
 Sebelum dan setelah prosedur tindakan
 Sebelum memakai sarung tangan
 Diantara pasien
 Setelah melepas sarung tangan

2. Maximal Barrier Precautions

Operator dan asisten

 Topi ( non steril ): menutupi seluruh rambut


 Maker ( non steril) : menutupi seluruh mulut dan hidung
 Gaun ( steril)
 Sarung tangan ( steril )

Pasien

 Menutupi seluruh kepala dan badan pasien dari atas sampai bawah dengan steril drape

3. Chlorhexidine Skin Antisepsis


 Berdasarkan data klinik chlorhexidine antiseptik kulit lebih efektif dibanding dengan
antiseptik kulit yang lain seperti povidone-iodine.
 CDC guidelines
o untuk mencegah intravascular catheter-related infections chlorhexidine lebih disukai
untuk cutaneous antisepsis,

39
o tincture of iodine, an iodophor, or 70% alcohol merupakan alternatif
 Prepare the skin at the insertion site with chlorhexidine 2% in 70% isopropyl alcohol.
 Aplikasikan antiseptik paling sedikit 30 detik
 Biarkan antiseptik mengering sebelum di insersi lebih kurang 2 menit

4. Optimal Catheter Site Selection


 Area Femoral : risiko infeksi lebih tinggi terutama pada pasien gemuk
 Area Subclavian : risiko lebih kecil daripada lower internal jugular vein
o Pertimbangkan risiko infeksi
o Lebih tinggi risiko komplikasi mekanikal
 Dokter harus melihat risiko –keuntungan pada setiap individu
o Kepatuhan Bundle didokumentasikan

 CDC merekomendasikan subclavian site, daripada jugular or femoral sites, untuk


nontunneled central venous catheter pada pasien dewasa

 Klinisi sebaiknya mempertimbangkan resiko komplikasi infeksi, dan komplikasi mekanikal


seperti pneumothorax, hemothorax, thrombosis, air embolism, catheter misplacement,
subclavian artery puncture, and subclavian vein stenosis or puncture ketika seleksi area
penusukan

5. Assessment of Central Line Necessity

Tujuan: menurunkan hari pemakaian kateter sentral

 Setiap hari kaji ulang, keperluan kateter masih indikasi apa tidak, adanya tanda-tanda infeksi

 Segera lepas jika tidak diperlukan

 Bila pemasangan kateter central dalam situasi emergency dimana tidak terjamin
kesterilannya , maka kateter harus diganti dalam 48 jam

 Semua kateter harus diganti jika diduga ada infeksi

Check list Elements

 Sebelum tindakan, apakah nakes :

 Kebersihan tangan dilakukan?

 Prosedur steril?

 Pasien menggunakan drape steril ?

 Selama prosedur, apakah nakes During:

 Menggunakan sarung tangan steril, gaun steril masker dan topi ?

40
 Mempertahankan kesterilan area?

 Verifikasi: apakah semua personil yang membantu mengikuti prosedur kewapadaan diatas ?

Rekomendasi CDC dalam pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer berhubungan dengan
pemasangan kateter vena

Rekomendasi Umum dalam Pemakaian Alat Intraveskuler

1. Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis

Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang materinya
menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler,prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan
peralatan intravaskuler dan pencegahan .

2.Surveilans Aktif IADP

 Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi

 Pengumpulan data setiap hari

 Perhitungan IADP setiap bulan

 Laporan setiap bulan,triwulan,semester, tahunan

 Insiden rate IADP:

Jumlah IADP

------------------------- X 1000 =

Jumlah hari pemakaian kateter vena sentral

3. Kebersihan tangan
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan alat intravaskuler,
penggantian alat intravaskuler, atau memasang perban .
 Penggunaan barrier pada pemasangan dan perawatan kateter
 Gunakan sarung tangan saat mengganti perban alat intravaskuler
 Tidak ada rekomendasi mengenai pemilihan sarung tangan untuk mengganti perban .

4.Intravena Kateter
Pemasangan Kateter
 Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan

41
Perawatan Luka Kateter
 Bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang sesuai,sebelum pemasangan kateter.
 Biarkan antiseptik mengering pada lokasi sebelum memasang
 Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik
( lokasi dianggap daerah steril )
 Gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi pemasangan
 Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum pemasangan kateter
,maka harus dibilas dengan alkohol
 Ganti perban bila basah, kotor.
 Hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat mengganti perban.

5.Pemilihan dan Penggantian Alat Intravaskuler


 Pilih alat yang resiko komplikasinya relatif rendah dan harganya paling murah yang dapat
digunakan untuk terapi IV dengan jenis dan jangka waktu yang sesuai, saat ini bahan vialon
lebih baik dibanding teflon
 Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi klinis
 Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah ada
pembengkakan , demam tanpa adanya penyebab yang jelas, atau gejala infeksi lokal atau
infeksi bakterimia
 Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba atau dilihat, lepas perban
terlebih dahulu ,periksa secara visual setiap hari dan pasang perban baru
 Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat dengan jelas

6. Pengganti perlengkapan dan cairan intravena


Set Perlengkapan
 Secara umum, set perlengkapan intravaskuler terdiri atas seluruh bagian mulai dari ujung
selang yang masuk ke kontainer cairan infus sampai ke hubungan alat
 Ganti selang penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti.
 Ganti selang IV, termasuk selang piggyback dan stopcock, dengan interval yang tidak
kurang dari 72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis .
 Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah atau emulsi lemak
dalam 24 jam dari diawalinya infus.

7. Penggantian administrasi set


 Administrasi set : 72 jam
 Administer blood, produk blood, lipid emulsion : 24 jam
 Intermiten infusion : 24 jam

8. Cairan Parentral
 Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan parentral yang mengandung
lemak.

42
 Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infus dalam 12 jam setelah botol emulsi
mulai digunakan .

9. Port Injeksi Intravena


 Bersihkan port injeksi dengan alkohol 70 % atau povidone -iodine sebelum mengakses
sistem .
 Campurkan seluruh cairan parentral di bagian farmasi dalam Laminar – air flow hood
menggunakan tehnik aseptik

10.Menggunakan vial multi dosis


 Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang dibuka, bila direkomendasikan oleh pabrik .
 Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alkohol sebelum menusukkan alat ke vial
 Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi dosis , dan hindari
kontaminasi alat sebelum menembus karet vial.
 Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat adanya kontaminasi,
atau bila telah mencapai tanggal kadaluarsa

11.Profilaksis Antimikroba
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau selama
pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi bakterimia

KESIMPULAN
• Pemasangan kateter intra vena tidak dapat dihindari untuk memberikan terapi dan cairan
serta memonitor hemodinamik
• Pemasangan kateter vena dapat berisiko terjadinya infeksi, penggunaan hanya jika benar
indikasi dan segera dilepas jika sudah tidak ada indikasi
• Ketrampilan dan kepatuhan individu dalam melaksanakan tindakan dan perawatan kateter
intra vena sangat diperlukan sehingga infeksi dapat diminimalkan

C. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI ISK

Pengertian Infeksi Saluran Kemih


Catheter associated urinary tract infection (CA-UTI)
Terjadi setelah pemasangan urine kateter ≥ 2 x 24 jam (48 jam )

PATOGENESIS
1. Kuman di meatus uretra bagian distal dapat langsung masuk ke saluran / kandung kemih ketika
kateter dimasukan.
2. Pada indwelling kateter mikroorganisme bermigrasi sepanjang permukaan luar kateter di mukosa
periuretra atau sepanjang permukaan dalam kateter, setelah terjadi kontaminasi pada kantong
penampung urine atau sambungan antara kantong penampung dengan pipa drainase.
Dalam 8 jam setelah insersi terbentuk biofilmpada permukaan kateter

43
Diagnosis ISK
• Tanda infeksi sebagai akibat dari pemasangan kateter > 48 jam
• Pyuria > 10 leukosit/LPB sedimen urin atau >10 leukosit/mL atau > 3 leukosit/LPB dari
urine tanpa dilakukan sentrifuse
• Nitrit dan / atau leukosit esterase positip dengan carik celup (dipstick)
• Terdapat koloni mikroorganisme pada hasil pemeriksaan urine kultur > 105 cfu / mL
• Dokter yang merawat menyatakan adanya ISK dan diberi pengobatan antimikroba.
Klasifikasi ISK
1. Simptomatik
2. Asimptomatik
3. ISK lainnya

Kriteria ISK Simptomatis


ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit 1 kriteria :
 Demam ( temp > 38.° c )
 Nikuria ( anyang – anyangan )
 Polakisuria
 Dysuria
 Nyeri supra pubik
 Biakan urin porsi tengah (midstream) > 105cfu/mL dengan jenis tidak > 2 jenis
 Kuman positip dari urin pungsi supra pubik tanpa melihat jumlah kuman

Pada pasien ≤ 1 th didapat paling sedikit 1 gejala sebagai berikut, tanpa ada penyebab lainnya :
 Demam (>38° C)
 Hipotermia (< 37° C)
 Bradikardi < 100 / mnt
 Letargia
 Vomiting
Dan ditemukan salah satu dari hasil di bawah ini :
 Hasil urin kultur 105 cfu/mL dengan tidak > dari 2 jenis kuman
 Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis. S.saprophyticus,
S.epidermidis dg jumlah kuman > 105 cfu/ mL

Kriteria ISK Asimptomatis


Paling sedikit 1 kriteria :
 Riwayat menggunakan urine kateter < 7 hari yang lalu
 Terdapat maksimal 2 spesies jenis kuman dalam biakan urin
 Tidak terdapat gejala - gejala
Dan salah satu dari hasil di bawah ini :
 Hasil urin kultur 105 cfu/ mL dengan tidak > 2 jenis kuman
 Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis.
S.saprophyticus, S.epidermidis dengan jumlah kuman > 105 cfu/ m

44
ISK Lainnya
Harus memenuhi salah satu kriteria:
 Ditemukan kuman yang tumbuh dari cairan
 Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, pemeriksaan langsung selama
pembedahan atau histopatologi
 Ada 2 tanda berikut: demam (>38⁰c), nyeri lokal, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai
infeksi

GUIDELINE FOR PREVENTION OF CATHETER-ASSOCIATED URINARY TRACT


INFECTIONS 2009
• Kategori IA
Rekomendasi yang kuat didukung oleh kualitas tinggi menunjukkan bukti manfaat klinis
baik / tidak merugikan
• Kategori IB
Rekomendasi yang kuat didukung oleh bukti kualitas rendah menunjukkan manfaat klinis
baik / tidak merugikan atau praktik yang diterima (misalnya, teknik aseptik) didukung oleh
bukti kualitas yang sangat rendah
• Kategori IC
• Rekomendasi yang kuat yang diperlukan oleh negara atau peraturan federal.
• Kategori II
Rekomendasi yang lemah didukung oleh bukti-bukti menunjukkan kualitas antara manfaat
klinis dan merugikan
• Rekomendasi No
Masalah yang tidak terselesaikan, bukti kualitas sangat rendah dengan yang tidak pasti
antara manfaat dan merugikan

Rekomendasi ( CDC)
Kategori 1 : sangat dianjurkan diadopsi
 Pelatihan petugas tentang prosedur cara pemasangan & pemeliharaan kateter yang benar
 Pemasangan kateter hanya bila diperlukan
 Tekankan pentingnya cuci tangan
 Memasang kateter dengan teknik dan peralatan steril
 Pertahankan/fiksasi kateter dengan benar
 Pertahankan sterilitas sistem drainage tertutup
 Pengambilan spesimen urin dengan cara aseptik
 Pertahankan aliran urin tetap lancar

Kategori 2 : Dianjurkan secara moderat untuk diterima


 Petugas dilatih pemasangan kateter secara periodik
 Gunakan kateter dengan diameter terkecil yang masih memadai
 Hindari tindakan irigasi kecuali diperlukan untuk mencegah / mengurangi obstruksi
 Hindari pembersihan meatus uretra setiap hari

45
 Tidak mengganti kateter pada interval yang masih diperdebatkan

Kategori 3 :Tidak begitu dianjurkan diadopsi


 Pertimbangan alternatif lain untuk drainage urin sebelum memasang indwelling kateter
 Ganti sistem penampungan bila sterilisasi sistem drainage tertutup telah terkontaminasi
 Pisahkan ruang rawat pasien dengan indwelling kateter yang TER-infeksi dari yang TIDAK
infeksi.
 Hindari biakan urin rutin untuk monitoring kuman

KOMPONEN BUNDLE UTI


1. Kaji Kebutuhan
2. Hand hygiene
3. Insertion Technique
4. Catheter Maintenance
5. Catheter Care
6. Catheter Removal

1. Kaji Kebutuhan:
 Hati – hati dalam menentukan pemasangan kateter
 Pertimbangkan untuk pemakaian kondom atau pemasangan intermitten
 Pemasangan kateter hanya jika betul- betul diperlukan seperti pada retensi urine, obstruksi
kemih, kandung kemih neurogenik, pasca bedah urologi, untuk memonitor output yang ketat

Segera lepas kateter jika sudah tidak diperlukan

2. Hand hygiene
• Segera lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah pemasangan kateter serta setelah
memanipulasi kateter
• Pakailah sarung tangan jika memanipulasi kateter atau pengosongan urine bag

3.Insertion Technique:
• Gunakan teknik aseptik saat pemasangan kateter, ( sarung tangan steril, tirai, cairan
antiseptik yang tepat, dan membersihkan bagian meatus uretra).
• Kembangkan Balon dengan jumlah air yang direkomendasikan pabrik.

4. Catheter Maintenance
 Fiksasi Kateter untuk mencegah gerakan dan trauma pada meatus.
 Selalu meletakan urine bag lebih rendah dari kandung kemih.
 Tidak meletakan urine bag dilantai
 Periksa slang sesering mungkin jangan sampai terlipat ( kingking).
 Menjaga sistem drainase tertutup.
 Gunakan penampung pembuangan urine untuk satu pasien satu alat

46
 Gunakan teknik aseptik untuk mendapatkan spesimen

5. Catheter Care
• Lakukan perawatan perineal sehari-hari dan setiap selesai buang air besar.
• Gunakan kateter terkecil yang mencapai drainase
• Tidak ada penggunaan krim atau serbuk di daerah perineum
• Irigasi kandung kemih & pemakaian antibiotika tidak dapat mencegah infeksi saluran kemih

6. Catheter Removal
• Kateter segera lepas jika tidak diperlukan. Lepas atau ganti semua kateter dalam waktu 24
jam masuk ke rumah sakit.
• Lepas atau ganti kateter jika pasien timbul gejala

KESIMPULAN

Infeksi saluran kemih dapat dicegah dengan memperhatikan dari berbagai segi, baik dari petugas,
peralatan yang dipakai maupun dari tehnik aseptic antiseptik selama pemasangan dan perawatan
pasien dengan kateterisasi urin

D. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI VENTILATOR ASSOCIATED


PNEUMONIA ( VAP )

PENGERTIAN VAP
Di definisikan sebagai nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanik baik melalui pipa endotrachea /tracheostomy (GUIDE LINES FROM
CDC 2008 )

KRITERIA VAP
 Klinikal
– Demam
– Temperature > 38 0 C atau < 35 o C
– Sputum purulent
– Batuk , dyspnoe atau tachypnoe
– Suara nafas ; rales ,/bronchial
 X ray
– Infiltrat baru persisten atau progresif
 Laboratorium
– Leukosit > 12000/mm3 atau < 4000/mm3
– Kulture aspirasi trakheal ≥ 10 5 ppm/ ml
– Perubahan hasil analisa gas darah (↓ O2sats, , ↑ O2 requirement.)
NHSN 2008

47
Penatalaksanaan Pencegahan VAP
1. Pendidikan dan pelatihan tentang VAP
2. Surveilans aktif VAP
3. Posisi pasien
4. Kebersihan tangan
5. Kebersihan mulut
6. Penghisapan lendir
7. Penggunaan alat pelindung diri
8. Dekontaminasi peralatan pernapasan
9. Pengobatan
10. Peran perawat
11. Penggunaan ETT

1. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VAP


 Pendidikan staf
 Motivasi

2. SURVEILANS AKTIF VAP


• Pengumpulan data setiap hari
• Perhitungan VAP setiap bulan
• Laporan setiap bulan,triwulan,semester, tahunan
• Insiden rate VAP:

Jumlah VAP
---------------------------------X 1000 =
Hari pemakaian ETT

3. POSISI PASIEN
 Posisi 30 – 45 º C setiap saat, kecuali ada kontra indikasi

48
4. KEBERSIHAN TANGAN
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak pasien
 Cuci tangan dengan air mengalir dan antiseptik jika tangan terlihat kotor
 Gosok tangan dengan cairan berbasis alkohol

5. KEBERSIHAN MULUT
Menjaga kebersihan mulut pasien secara rutin, dengan cara :
 Menyikat gigi setiap 12 jam untuk mencegah terjadinya plaque
 Membersihkan mulut setiap 2- 4 jam
 Gunakan oral antiseptik yang bebas dari alkohol (chlorhexidin 0.2 %)

6. PENGISAPAN LENDIR
 Pengisapan lendir jika diperlukan
 Lakukan tindakan aseptik
 Gunakan cairan steril untuk membersihkan jika kateter dimasukkan kembali ke ETT
 Sebaiknya dengan sistem tertutup
 Gunakan APD

7. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI


 Gunakan masker, sarung tangan ketika intubasi, pengisapan lendir
 Gunakan gaun jika ada prediksi terkena cairan tubuh pasien

8. DEKONTAMINASI PERALATAN PERNAPASAN


 Peralatan kritikal di sterilkan
 Peralatan semi kritikal disinfeksi tingkat tinggi
 Peralatan non kritikal dibersihkan, kecuali terkontaminasi darah atau cairan tubuh lakukan
disinfeksi
 Semua peralatan pasien sebelum didisinfeksi atau disterilkan harus dibersihkan terlebih
dahulu

9. PENGOBATAN
 Gunakan antimikroba rasional jika ada indikasi
 Selective digestive decontamination (SDD)
 DVT / PUD Profilaksis.

10. PERAN PERAWAT


 Peran perawat sangat penting dalam pencegahan VAP
a. Kaji proses weaning tiap hari.
b. Sedation Vacation

49
11. PENGGUNAAN ETT
Sebelum melakukan intubasi laryngoscope blade terlebih dahulu di alkoholise
Secepat mungkin extubasi, tetapi hindari re-intubasi

Kesimpulan
• Mencegah kontaminasi silang baik dari petugas ,peralatan maupun lingkungan
• Memberikan pendidikan dan pelatihan secara rutin kepada petugas
• Melakukan surveilans rutin untuk mendapatkan data kejadian VAP
• Menjalankan aturan – aturan pencegahan dan pengendalian infeksi akibat pemakaian
mekanikal ventilator

50

Anda mungkin juga menyukai