Anda di halaman 1dari 29

TELAAH JURNAL

HUBUNGAN PENGGUNAAN HUMIDIFIER PADA TERAPI


OKSIGEN ALIRAN RENDAH DENGAN PENINGKATAN
SUHU TUBUH DAN KADAR LEUKOSIT

Oleh:
Prima Cahyati
Rani Cyntia Dewi
Rizki Murni
Sarifhatul Aini
Tissa Kurnia Adharin
Vanechia Septi Johani

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Nosokomial (asal kata dari nosos = penyakit, komeon =

merawat) adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien

selama dirawat dirumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72

jam pasien berada di rumah sakit, serta infeksi itu tidak ditemukan atau

diderita pada saat pasien masuk rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi

pada berbagai system atau organ tubuh seperti saluran kemih kelamin, saluran

pencernaan, pembuluh dan aliran darah, luka pembedahan atau post-operasi,

dan pada sistem pernafasan seperti pneumonia nosokomial.

Pneumonia Nosokomial atau yang sering disebut juga hospital acquired

pneumonia (HAP) adalah infeksi paru yang didapat seseorang setelah 48 jam

menjalani perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial disebabkan oleh

pemakaian ventilator yang disebut dengan Ventilator Associated Pneumonia

(VAP) dan pneumonia yang diakibatkan oleh perawatan yang disebut dengan

Healthcare Assosiated Pneumonia (HCAP)

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah

pneumonia yang didapat di rumah sakit yang menduduki peringkat ke-2

sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan

peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit.

Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke

rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai
alatbantu napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-

50%. Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan oleh

P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder. Angka kematian

pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI)

meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa

penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan

pasien tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di

rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan

bertambah rata-rata 7-9 hari.

Pneumonia nosokomial di Amerika Serikat menduduki peringkat

pertama yang menyebabkankematian pasien di ruang rawat ICU dengan

insidensi sebesar 37%-54% dan angka kematian sebesar 50% - 75 %.

Pneumonia beresiko tinggi terjadi terutama pada pasien yang

menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT,

dan terapi inhalasi. Pneumonia nosokomial merupakan penyebab kematian

yang paling fatal dan paling sering di ICU. Resiko kematian pun meningkat

hingga dua kali pada pasien yang diintubasi, dengan rerata kejadian 9%-27%.

Berdasarkan studi epidemiologis, Pneumonia terkait ventilator merupakan

60% dari seluruh kejadian infeksi nosokomial, dan di Amerika sendiri

menempati peringkat pertama

Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per

1000 kasus yang dirawat. Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan

berkembang menjadi pneumonia dan angka kejadian pneumonia nosokomial


pada pasien yang menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar 20 –

30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih tinggi di

rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.

Prevalensi untuk kejadian pneumonia di Indonesia adalah sebesar

4,5% pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Survey

Kesehatan Rumah Tangga Depkes tmenyebutkan, penyakit infeksi saluran

napas bagian bawah menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian

(Soedarsono, 2010). Selain itu pneumonia di Indonesia termasuk dalam 10

besar penyakit rawat inap di rumah sakit yaitu dengan proporsi kasus 53,95%

laki-laki dan 46,05% perempuan, dengan CFR atau Crude Fatality Rate

7,6%, dan merupakan CFR paling tinggi dibandingkan dengan penyakit

lainnya (PDPI, 2014).

Prevalensi kasus pneumonia di Sumatera Barat pada tahun 2013

adalah 3,1% dari keseluruhan kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Untuk Kota Padang pada tahun 2008 ditemukan kasus pneumonia yang

membutuhkan pengobatan sebanyak 5878 kasus, sedangkan pada tahun

2013 ditemukan sebanyak 8970 kasus (Dinas Kesehatan Kota Padang,

2014). Kasus pneumonia di RSUP Dr. M. Djamil pada tahun 2012 yang

membutuhkan rawat inap sebesar 16,6% atau sebanyak 94 pasien dari 565

pasien yang dirawat. Sedangkan yang tidak membutuhkan rawat inap

sebesar 1,3% atau 108 pasien dari total 8325 (PDPI, 2014).
Beberapa penyebab pneumonia nosokomial antara lain aspirasi asam

lambung, penggunaan penghambat histamine tipe II,penggunaan alat-alat

nebulizer, alat pelembab (humidifier), pipa nasogastrik, pipa endotrakeal

termasuk penghisapan lendir, dan pemberian makanan melalui enteral

yang semuanya merupakan faktor resiko terjadinya infeksi nosokomial

pada paru-paru.

Penggunaan humidifierpenting pada terapi oksigen, tetapi beberapa

buku menyebutkan bahwa terapi oksigen yang menggunakan nasal kanul

dengan kecepatan aliran oksigen kurang dari 4 liter per menit tidak

perlu memakai humidifier (Perry & Potter, 2006). Ada perbedaan

pendapat diantara peneliti terkait penggunaan humidifier hubungannya

dengan kejadian HAP. Hilton (2004) menyebutkan bahwa pemberian

non humidifier tidak boleh labih dari 4 jam. Kenji (2004) melakukan

demonstrasi matematika, menyimpulkan bahwa pemakaian oksigen 4-5 liter

per menit tidak membutuhkan humidifier karena aliran oksigen 4-5 liter per

menit dengan menggunakan alat nasal kanul atau simple masker, masih

dipengaruhi udara ruangan. Kelembaban udara ruangan masih mencukupi

untuk membantu kelembaban terapi oksigen yang diberikan.

Campbell, et al (1988) melakukan penelitian bahwa pemakaian

humidifierdengan diisi air atau tidak diisi air dengan aliran oksigen kurang

dari 5 liter per menit selama perawatan, setiap harinya masih ditemukan

keluhan kekeringan pada mukosa hidung. Non humidifier masih dapat

menjadi pilihan terapi karena dapat mengurangi biaya dan


mempermudah perawat pada waktu perawatan tabung. Terjadinya kekeringan

pada mukosa saluran pernapasan pada pemeberian okdigen tanpa

pelembab dapat menjadi port de entri masuknya kuman ke dalam

lapisan mukosa dan menyebabkan infeksi. Penggunaan pelembab juga

memungkinkan masuknya kuman ke dalam saluran pernapasan. Kuman

penyebab pnemunia mungkin masuk ke dalam saluran pemberian oksigen

pada saat pengisian. Suasanyang lembab diperkirakann juga menjadi

media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

B. Rumusan masalah

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh terapi oksigen aliran rendah

menggunakan humidifier dengan air dan tanpa air terhadap terjadinya

Pneumonia Acquired Nosokomial (HAP).

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi

oksigen aliran rendah menggunakan humidifier dengan air dan tanpa air

terhadap terjadinya Pneumonia Acquired Nosokomial (HAP).

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh terapi oksigen aliran rendah

menggunakan humidifier dengan air terhadap terjadinya Pneumonia

Acquired Nosokomial (HAP).


b. Untuk mengetahui pengaruh terapi oksigen aliran rendah

menggunakan humidifier tanpa air terhadap terjadinya Pneumonia

Acquired Nosokomial (HAP).

D. Manfaat

1. Sumber informasi untuk perkembangan ilmu yang berkaitan dengan

pneumonia nosokomial

2. Memberikan informasi tentang pnemonia nosokomial sehingga dapat

memberikan pilihan terapi yang lebih optimal di RSUP Dr. M. Djamil

Padang
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang

merupakan parameter kesehatan manusia. Proses pernapasan terdiri dari

beberapa proses penting yaitu pada sistem pernapasan, sistem saraf pusat,

serta sistem kardiovaskular . Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik

dari dalam untuk bernafas, dan secara refleks merangsang toraks dan otot-otot

diafragma, yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Sistem

kardiovaskuler menyediakan pompa, jaringan pembuluh darah yang

diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru-paru dan sel tubuh. Proses

bernapas merupakan proses mengalirkan udara ke paru-paru, memasukkan

oksigen ke dalam tubuh, dan membawa karbon dioksida kembali ke udara.

Sistem pernapasan tidak hanya melibatkan paru-paru, tetapi juga hidung,

faring, laring, trakea, bronkus, alveolus dan lain-lain (Washudi, 2016).

Gambar 2.1 Sistem pernapasan


a. Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar yang dapat terlihat dan

rongga hidung bagian dalam yang terletak di dalam. Septum nasi

membagi rongga hidung kanan dan kiri. Udara masuk melalui bagian-

bagian yang disebut meatus. Bulu hidung, lendir, pembuluh darah, dan

silia yang melapisi rongga hidung akan menyaring, melembabkan,

menghangatkan, dan menghilangkan kotoran dari udara. Di sekitar

rongga hidung terdapat 4 pasang sinus para nasalis yaitu: sinus

frontalis, maxillaris, spenoidalis dan ethmoidalis. Selama berada dalam

rongga hidung, udara mengalami tiga proses yaitu penyaringan oleh

silia, pelembaban karena udara bersentuhan langsung dengan lapisan

mukosa dan terakhir pemanasan karena udara yang masuk dalam tubuh

bersentuhan dengan pembuluh darah yang berada di submukosa

(Washudi, 2016).

Gambar 2.2 saluran pernafasan bagian atas


b. Faring

Faring terdiri dari tiga bagian Nasofaring, orofaring dan

laringofaring. Nasofaring yaitu bagian faring yang letaknya sejajar

hidung, menerima udara yang masuk dari hidung. Terdapat saluran

eusthacius yang menyamakan tekanan udara di telinga tengah.

Orofaring adalah bagian faring terletak di sejajar mulut,menerima

udara dari nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Laringofaring

merupakan bagian faring dan terletak sejajar laring, menyalurkan

makanan ke kerongkongan dan udara ke laring.

c. Laring

Laring menerima udara dari laringofaring. Laring terdiri dari

sembilan keping tulang rawan yang bergabung dengan membran dan

ligamen. Epiglotis merupakan bagian pertama dari tulang rawan laring.

Saat menelan makanan, epiglottis tersebut menutupi pangkal

tenggorokkan untuk mencegah masuknya makanan dan saat bernapas

katup tersebut akan membuka Tulang rawan tiroid melindungi bagian

depan laring.

d. Trakea

Trakea merupakan saluran fleksibel yang panjangnya 10 sampai 12

cm (4 inci) dan berdiameter 2,5 cm (1 inci). Dindingnya terdiri dari

empat lapisan yang terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan

hialin, dan adventitia.


e. Bronkus

Bronkus merupakan cabang trachea dan terdiri dari dua buah yaitu

bronchus kanan dan bronchus kiri, masing-masing akan menuju ke

paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Bronchus kanan lebih besar,

pendek dan tegak dibandingkan dengan bronchus kiri. Di dalam paru-

paru, masing-masing bronkus utama bercabang dengan diameter yang

lebih kecil, membentuk bronkus sekunder (lobar), bronkus tersier

(segmental), bronkiolus terminal (0.5 mm diameter) dan bronchioles

pernapasan mikroskopis.

Gambar 2.3 Bagian anterior dan sagital laring dan trakea

f. Alveolus

Saluran alveolus adalah cabang akhir dari pohon bronkial. Masing-

masing pembesaan disebut alveolus, dan sekelompok alveolar yang

bersebelahan disebut kantung alveolar. Beberapa alveoli yang

berdekatan dihubungkan oleh alveolar pori-pori.

Gambar 6.4. Alveoli


g. Membran pernapasan

Membran pernapasan terdiri dari dinding alveolar dan kapiler.

Pertukaran gas terjadi di membran ini. Karakteristik membran ini

sebagai berikut:

Tipe I : sel tipis, sel-sel epitel skuamosa yang merupakan sel primer

jenis dinding alveolar. Difusi oksigen terjadi di sel-sel.

Tipe II : sel sel epitel kuboid yang diselingi antara sel tipe I. sel Tipe II

mensekresi surfaktan paru (fosfolipid terikat protein) yang mengurangi

tegangan permukaan kelembaban yang menutupi dinding alveolar.

Penurunan tegangan permukaan memungkinkan oksigen untuk lebih

mudah meredakan dalam kelembaban. Sebuah tegangan permukaan

yang lebih rendah juga mencegah kelembaban di dinding yang

berlawanan dari duktus alveolus atau alveolar dari inti dan

menyebabkan saluran udara kecil runtuh. Alveolar makrofag (sel debu)

berkeliaran di antara sel-sel lainnya dari dinding alveolar

menghilangkan kotoran dan mikroorganisme.

h. Paru-paru

Jaringan paru-paru elastis, berpori dan seperti spons, seperti

kerucut, berbentuk badan yang menempati thorax. Paru-paru kiri

terdiri dari 3 lobus, dan paru – paru kanan terdiri dari 2 lobus. Setiap

lobus paru-paru dibagi lagi ke segmen bronkopulmonalis (masing-

masing dengan bronkus tersier), yang dibagi lagi menjadi lobulus


(masing-masing dengan bronchiale terminal). Pembuluh darah,

pembuluh limfatik, dan saraf menembus masing-masing lobus.

B. Mekanisme Pernafasan

Hukum Boyle menggambarkan hubungan antara tekanan (P) dan

Volume (V) dari gas. Hukum Boyle menyatakan bahwa jika kenaikan

volume, maka tekanan harus turun (atau sebaliknya). Hubungan ini sering

ditulis sebagai PV = konstan, atau P1V1 = P2V2. Kedua persamaan dari

tekanan dan volume tetap sama(hukum berlaku hanya ketika suhu tidak

berubah). Pernapasan terjadi ketika otot-otot sekitar paru-paru kontraksi atau

relaksasi yang mengubah volume total udara di dalam saluran udara (bronkus,

bronchioles) dalam paruparu. Ketika volume paru-paru berubah, tekanan

udara di paru-paru berubah sesuai dengan hukum Boyle. Udara keluar jika

tekanan di paru-paru lebih besar dibandingkan di luar paruparu. Jika terjadi

sebaliknya, maka udara bergegas masuk. Berikut merupakan mekanisme

sistem pernapasan manusia :

a. Inspirasi

Inspirasi terjadi ketika diafragma dan otot interkostalis eksternal

berkontraksi. Kontraksi diafragma (otot rangka bawah paru-paru)

menyebabkan peningkatan ukuran rongga dada, sedangkan kontraksi otot

interkostalis eksternal mengangkat tulang rusuk dan tulang dada. Dengan

demikian, otot menyebabkan paru-paru untuk memperluas dan

meningkatkan volume saluran udara internal. Sebagai tanggapan, tekanan

udara di dalam paru-paru menurun di bawah udara luar tubuh, karena gas
bergerak dari daerah tekanan tinggi ke tekanan rendah, udara masuk ke

paru-paru.

b. Ekspirasi

Ekspirasi terjadi ketika otot diafragma dan interkostal eksternal

rileks. Sebagai tanggapan, serat elastis pada jaringan paru-paru

menyebabkan paru-paru untuk menahan diri untuk volume aslinya.

Tekanan udara di dalam paru kemudian meningkat di atas tekanan udara

luar tubuh, dan udara keluar. Selama tingginya tingkat ventilasi,

berakhirnya difasilitasi oleh kontraksi dari otot-otot ekspirasi (otot

interkostalis dan otot perut).

1. Volume Dan Kapasitas Paru-Paru

Istilah-istilah berikut menggambarkan volume paru-paru berbagai

pernafasan:

a) Volume tidal (TV), sekitar 500 ml, adalah jumlah udara

terinspirasi saat normal, pernapasan santai.

b) Volume cadangan inspirasi (IRV), sekitar 3.100 ml, adalah

tambahan udara yang dapat dihirup secara paksa setelah

inspirasi normal tidal volume.

c) Volume cadangan ekspirasi (ERV), sekitar 1.200 ml, adalah

tambahan udara yang dapat dihembuskan paksa setelah

berakhirnya normal tidal volume.


d) Volume residu (RV), sekitar 1.200 ml, adalah volume udara

masih yang tersisa di paruparu setelah volume cadangan

ekspirasi dihembuskan.

Volume paru-paru menghasilkan kapasitas paru-paru sebagi berikut:

a) Kapasitas paru total (TLC), sekitar 6.000 ml, adalah maksimum

jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru (TLC = TV + IRV

+ ERV + RV).

b) Kapasitas vital (VC), sekitar 4.800 ml, adalah jumlah total atau

udara yang dapat berakhir setelah sepenuhnya menghirup (VC

= TV + IRV + ERV =sekitar 80% TLC).

c) Kapasitas inspirasi (IC), sekitar 3.600 ml, adalah maksimum

jumlah udara yang dapat terinspirasi (IC = TV + IRV). 4.

Kapasitas residual fungsional (FRC), sekitar 2.400 ml, adalah

jumlah udara yang tersisa di paru-paru setelah ekspirasi yang

normal (FRC = RV + ERV).

2. Pertukaran Gas

Dalam campuran gas yang berbeda, masing-masing gas memberikan

kontribusi terhadap tekanan total campuran. Kontribusi masing-masing

gas, disebut tekanan parsial adalah sama dengan tekanan bahwa gas akan

memiliki jika itu sendirian di kandang. Hukum Dalton menyatakan bahwa

jumlah dari tekanan parsial masing-masing gas dalam campuran adalah

sama dengan tekanan total campuran. Faktor-faktor berikut menentukan

sejauh mana gas akan larut dalam cairan:


a) Tekanan parsial gas. Menurut hukum Henry, semakin besar

tekanan parsial gas, semakin besar difusi gas ke cairan

b) Kelarutan gas. Kemampuan gas untuk larut dalam cairan

bervariasi dengan jenis gas dan cairan.

c) Suhu cairan. Kelarutan berkurang dengan meningkatnya

temperatur. Pertukaran gas terjadi di paru-paru antara alveoli

dan plasma darah dan seluruh tubuh antara plasma dan cairan

interstitial. Berikut faktor yang memfasilitasi difusi O2 dan

CO2

Gambar 2.4 pertukaran gas

C. Terapi Oksigen

1. Pengertian

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih

dari fraksi oksigen di ruangan (20- 21%). Pemberian terapi ini bertujuan

untuk mengobati atau mencegah gejala hipoksia serta mengurangi beban

kerja jantung dan paru-paru (Rubin et al, 2012).

2. Tujuan pemberian terapi O2

a. Mengatasi keadaan hipoksemia


b. Menurunkan kerja pernafasan

c. Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard).

3. Indikasi Pemberian

Indikasi pemberian terapi O2 adalah kerusakan 02 jaringan yang

diikuti gangguan metabolisme dan sebagai bentuk Hipoksemia, secara

umum pada:

a. Kadar oksigen arteri (Pa 02) menurun

b. Kerja pernafasan meningkat ( laju nafas meningkat, nafas dalam,

bemafas dengan otot tambahan)

c. Adanya peningkatan kerja otot jantung (miokard)

Indikasi klinisnya:

a. Henti jantung paru

b. Gagal nafas

c. Gagal jantung atau ami

d. Syok

e. Meningkatnya kebutuhan o2 (luka bakar, infeksi berat, multiple

trauma)

f. keracunan co

g. Post operasi, dll


4. Metode Pemberian Oksigen

Sistem Aliran Rendah

a. Kateter Nasal Oksigen :

1. Aliran 1 - 6 liter/ menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi

24-44 % tergantung pola ventilasi pasien.

2. Bahaya : Iritasi lambung, pengeringan mukosa hidung,

kemungkinan distensi lambung, epistaksis.

b. Kanula Nasal Oksigen

1. Aliran 1 - 6 liter / menit menghasilkan 02 dengan konsentrasi 24 -

44 % tergantung pada polaventilasi pasien.

2. Bahaya : Iritasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus

dan epitaksis

c. Sungkup muka sederhana Oksigen :

1. Aliran 5-8 liter/ menit menghasilkan 0 2 dengan konsentrasi 40 -

60 %.

2. Bahaya : Aspirasi bila muntah, penumpukan C02 pada aliran 02

rendah, Empisema subcutan kedalam jaringan mata pada aliran 02

tinggi dan nekrose, apabila sungkup muka dipasang terlalu ketat.

d. Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong 02 Oksigen :

1. Aliran 8-12 l/menit menghasilkan oksigen dnegan konsentrasi 60 -

80%.
2. Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah, empisema subkutan kedalam

jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose, apabila sungkup

muka dipasang terlalu ketat.

e. Sungkup muka" Non Rebreathing" dengan kantong 02 Oksigen :

1. Aliran 8-12 l/menit menghasilkan konsentrasi 02 90 %.

2. Bahaya : Sama dengan sungkup muka "Rebreathing". II.

Sistem Aliran tinggi

a. Sungkup muka venturi (venturi mask) Oksigen :

1. Aliran 4 -14 It / menit menghasilkan konsentrasi 02 30 - 55 %.

2. Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah dan nekrosis karena

pemasangan sungkup yang terialu ketat.

b. Sungkup muka Aerosol (Ambu Bag) Oksigen :

1. Aliran lebih dan 10 V menit menghasilkan konsentrasi 02 100 %.

2. Bahaya : Penumpukan air pada aspirasi bila muntmuntah serta

nekrosis karena pemasangan sungkup muka yang terialu ketat.


BAB III

TELAAH JURNAL

A. Deskripsi Jurnal
1. Judul : Hubungan Penggunaan Humidifier Pada Terapi
Oksigen Aliran Rendah dengan Peningkatan Suhu Tubuh dan Kadar
Leokosit
2. Penulis : Saifudin Zukhri , Sukirno
3. Publikasi : Jurnal Motorik, Vol .10 Nomor 21, Agustus 2015
4. Penelaah : kelompok W
5. Tanggal telaah : 15 Desember 2017

B. Telaah Jurnal
1. Judul

Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca

judul akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus

membaca keseluruhan dari jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki

makna ganda.

Kelebihan Judul
 Judul pada jurnal ini sudah baik dilengkapi dengan adanya dua
variabel.
 Judul sudah ditulis dengan huruf besar dan di bold.
 Penulis sudah memaparkan nama dengan jelas tanpa menggunakan
gelar, nama tidak disingkat
Kekurangan Judul
 Judul tidak menunjukkan bahwa penelitian dilakukan
menggunakan terapi oksigen dengan dan tanpa air terhadap
peningkatan suhu tubuh dan kadar leokosit.
 Penulis tidak melampirkan email penulis tidak mencantumkan
alamat korespondensi, fax, sehingga tidak memungkinkan
menghubungi penulis. Penulis juga tidak menjelaskan asal instansi
penelitian, yang ditulis hanya nama dan penerbit jurnal.
2. Abstrak

Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat

tentang keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari


sekitar 250 kata yang berisi tentang tujuan, metode, hasil, dan

kesimpulan isi jurnal.

Kelebihan Jurnal:

Pada jurnal ini abstrak menggunakan bahasa Indonesia. Abstrak


ditempatkan sebelum pendahuluan, diketik dengan jarak 1 (satu) spasi.
Abstrak telah memenuhi kecukupan standar kata yaitu 248 kata, dimana
seharusnya abstrak ditulis kurang dari 250 kata. Abstrak telah
menggambarkan latar belakang, tujuan, metode hasil serta kesimpulan.
Adapun poin-poin yang dimuat dalam abstrak tersebut adalah

sebagai berikut :

 Latar belakang

Pada jurnal ini, latar belakang telah digambarkan dengan baik

terkait penggunaan humidifier dengan dan tanpa air, dimana

terdapat dua teori yang berlawanan tentang penggunaan humidifier

dengan dan tanpa air pada oksigen aliran rendah.

 Tujuan

Pada jurnal ini tujuan penelitian telah dicantumkan yaitu untuk

mengetahui pengaruh penggunaan humidifier dengan dan tanpa air

pada oksigen aliran rendah terhadap kejadian HAP, yang

dibuktikan melalui peningkatan suhu dan kenaikan kadar leukosit.

 Metode

Metode dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen.

 Tempat dan sampel


Penelitian dilakukan pada Instalasi Rawat Intensive RSUP. Dr.

Soradji Tirtonegoro Klaten yang melibatkan 30 pasien. Empat

belas pasien diberikan terapi oksigen dengan air pelembab

(humidifier), sisanya 16 pasien diberikan terapi oksigen tanpa air

pelembab. Sebelum pemberian terapi okisgen seluruh pasien

dilakukan pemeriksaan leukosit dan rongent untuk memastikan

bahwa pasien tidak menderita pneumonia. Setelah 3 hari

mendapatkan terapi oksigen, dilkaukan pemeriksaan lagi untuk

mengetahui ada tidaknya pneumonia.

 Hasil

Hasil menunjukkan bahwa klien yang terpasang oksigen aliran

rendah tanpa air humidifier beresiko lebih kecil terkena HAP,

dibanding yang menggunakan air, karena di curigai air yang

digunakan dalam humidifier menjadi tempat berkembangnya spora

penyeban HAP.

 Saran

Saran telah dicantumkan dalam jurnal yaitu untuk perawat dan

peneliti selanjutnya.

 Kata kunci

Kata kunci terdapat dibawah abstrak dengan 3 kata tunggal.

Humidifier, suhu tubuh dan leukosit.Penulisan kata kunci

ditempatkan di bawah abstrak, terdiri dari dua sampai lima kata


yang berfungsi untuk memudahkan pencarian jurnal ini secara

elektronik (LIPI, 2013).

Kelemahan Jurnal:

 Abstrak dalam penelitian ini tidak menampilkan abstrak dalam

bahasa inggris.

C. Pendahuluan

Pendahuluan tidak boleh terlalu panjang, tidak boleh melebihi 2

halaman ketik (Fakultas Keperawatan UNAND, 2012). Itulah sebabnya,

kalimat pada pendahuluan ini harus padat dan berisi.


Kelebihan pendahuluan jurnal:

 Dalam pendahuluan sudah memuat fenomena jurnal yang dimulai dari

perbedaan teori pemasangan oksigen aliran rendah dengan dan tanpa air.

Dijelaskan juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi pneumonia.

 Pendahuluan jurnal juga sudah berisikan beberapa hasil penelitian

sebelumnya yang didapatkan perbedaan jumlah kuman sebelum dan

setelah diberi perlakuan.

 Pembahasan dalam pendahuluan sudah sesuai dengan kaidah penulisan

jurnal yang baik yaitu tidak lebih dari 2 halaman ketik.

Kelemahan pendahuluan jurnal

 Pendahuluan memuat tiga hal pokok, yaitu: latar belakang, tinjauan

pustaka, dan tujuan penelitian.

D. Metodologi

Metode dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen. Penelitian dilakukan

pada Instalasi Rawat Intensive RSUP. Dr. Soradji Tirtonegoro Klaten yang

melibatkan 30 pasien. Empat belas pasien diberikan terapi oksigen dengan

air pelembab (humidifier), sisanya 16 pasien diberikan terapi oksigen

tanpa air pelembab. Sebelum pemberian terapi okisgen seluruh pasien

dilakukan pemeriksaan leukosit dan rongent untuk memastikan bahwa

pasien tidak menderita pneumonia. Setelah 3 hari mendapatkan terapi

oksigen, dilkaukan pemeriksaan lagi untuk mengetahui ada tidaknya

pneumonia.
E. Hasil Penelitian

Hasil menunjukkan bahwa klien yang terpasang oksigen aliran rendah

tanpa air humidifier beresiko lebih kecil terkena HAP, dibanding yang

menggunakan air, karena di curigai air yang digunakan dalam humidifier

menjadi tempat berkembangnya spora penyeban HAP.

F. Diskusi

Pada telaah jurnal ini topik yang dibahas adalah bagaimana kejadian

HAP dilihat dari peningkatan suhu dan leukosit pada klien terpasang

oksigen aliran rendah dengan dan tanpa air.

G. Kesimpulan

Kesimpulan harus menjawab pertanyaan penelitian yang dinyatakan

dalam sub-bab pendahuluan. Saran mengikuti kesimpulan yang umumnya

mengemukakan rekomendasi kepada pihak pengambil kebijakan dalam

menanggulangi masalah yang di teliti serta saran untuk penelitian berikutnya.

Kesimpulan dan saran disusun dalam beberapa kalimat dan umumnya hanya

satu paragraf (LIPI, 2013).

Kelebihan Jurnal:

 Kesimpulan dalam jurnal ini telah mencantumkan saran untuk perawat

terkait dengan hasil penelitian.

Kekurangan Jurnal:

 Kesimpulan belum tercantum dalam satu paragram, masih dibagi dalam 3

sub bab.
H. Daftar Pustaka

Daftar Pustaka seharusnya tersusun berdasarkan abjad, dalam jurnal ini

sudah tersusun berdasarkan abjad. Sumber pustaka yang dicantumkan

dalam teks kutipan pada jurnal ini berdasarkan penulisan dengan gaya

APA style. Pada jurnal ini, sumber merujuk dari tahun 2001 hinga tahun

2010.Daftar pustaka telah mencukupi kaedah yaitu lebih dari 10 daftar

pustaka. Telah disusun berdasarkan abjad. Namun, daftar pustaka yang

digunakan lebih dari 10 tahun yang lalu, serta hanya satu jurnal dalam

rentang 10 tahun.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembersihan urin bag dengan klorin dapat diterapkan di Rumah sakit

pada pasien yang terasang kateter. Berdasarkan hasil penelitian jurnal

terdapat perbeaan jumlah kuman pada responden yang dilakukan

pembersihan urin bag dengan pembersihan urin bag menggunakan klorin

dengan responden yang tidak melakukan pembersihan urin bag. Pembersihan

urin bag dengan klorin dapat mengurangi kejadian Infeksi saluran kemih

terhadap pasien yang terpasang kateter.

B. Saran

Agar rumah sakit dapat memfasilitasi dan menyediakan alat dan bahan

yang dibutuhkan untuk melakukan pembersihan urin bag dengan klorin.

Sehingga perawat diruangan dapat melaksanakan pembersihan urin bag

dengan klorin.
DAFTAR PUSTAKA

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/1729
http://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_Pneumonia_Nosokomial_PD
PI.pdf
Huda, Amin.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda Noc Nic.

Jogjakarta: Mediaction

Jacob, A, dkk. (2014). Buku Ajar Clinical Nursing Procedures Jilid Satu.
Tanggerang
Rubin S. Gondodiputro AO, H. Uun Sumardi, editor. Panduan Penatalaksanaan

Kegawatdaruratan. Departemen IPD FKUP2012.

Selatan : Bina Grup Aksara Publisher.


Syaifuddin. 2006. Anatomi dan Fisiologi Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC

Washudi. 2016. BIOMEDIK DASAR (Anatomi, Fisisologi, Biokimia,

Fisika, Biologi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Pedoman penulisan jurnal standarisasi.2014. diakses melalui internet


pada 17 desember 2017 di www.bsn.go.id

Anda mungkin juga menyukai