Anda di halaman 1dari 11

1.

Interprofessional education
a. Definisi interprofessional education
Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE,
2002) menyebutkan, IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar
bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-
masing profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan
kualitas pelayanan kesehatan. IPE adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang
diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan
kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelakasanaanya dapat dilakukan dalam
semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahap pendidikan klinik
untuk menciptakan tenaga kesehatan yang profesional (Lee et al., 2009). IPE
adalah metode pembelajaran yang interaktif, berbasis kelompok, yang
dilakukan dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi untuk
mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga untuk menyampaikan
pemahaman mengenai interpersonal, kelompok, organisasi dan hubungan antar
organisasi sebagai proses profesionalisasi (Clifton et al., 2006). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Broers (2009) praktek kolaborasi antar
profesi didefinisikan sebagai beragam profesi yang bekerja bersama sebagai
suatu tim yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien/klien
dengan saling mengerti batasan yang ada pada masing-masing profesi
kesehatan. Interprofessional Collaboration (IPC) adalah proses dalam
mengembangkan dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara
pelajar, praktisi, pasien/ klien/ keluarga serta masyarakat untuk
mengoptimalkan pelayanan kesehatan.

b. Tujuan interprofessional education


Tujuan IPE adalah praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan
berbagai profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan
memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
berkolaborasi secara efektif (Sargeant, 2009). Implementasi IPE di bidang
kesehatan dilaksanakan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan
kompetensi-kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga
ketika mahasiswa berada di lapangan diharapkan dapat mengutamakan
keselamatan pasien dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bersama
profesi kesehatan yang lain (Buring et al., 2009).

c. Manfaat interprofessional education


World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42
negara tentang dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam dunia
kesehatan menunjukkan hasil bahwa praktek kolaborasi dapat meningkatkan
keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya
klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan
pelayanan serta keselamatan pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktek
kolaborasi dapat menurunkan komplikasi yang dialami pasien, jangka waktu
rawat inap, ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan (caregivers),
biaya rumah sakit, rata-rata clinical error, dan rata-rata jumlah kematian
pasien.
Framework for Action on Interprofessional Education & Collaborative
Practice, WHO (2010) menjelaskan IPE berpotensi menghasilkan berbagai
manfaat dalam beberapa aspek yaitu kerjasama tim meliputi mampu untuk
menjadi pemimpin tim dan anggota tim, mengetahui hambatan untuk kerja
sama tim; peran dan tanggung jawab meliputi pemahaman peran sendiri,
tanggung jawab dan keahlian, dan orang-orang dari jenis petugas kesehatan
lain; komunikasi meliputi pengekspresikan pendapat seseorang kompeten
untuk rekan, mendengarkan anggota tim; belajar dan refleksi kritis meliputi
cermin kritis pada hubungan sendiri dalam tim, mentransfer IPE untuk
pengaturan kerja; hubungan dengan pasien, dan mengakui kebutuhan pasien
meliputi bekerja sama dalam kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan
pasien, keluarga mereka, penjaga dan masyarakat sebagai mitra dalam
manajemen perawatan; praktek etis meliputi pemahaman pandangan stereotip
dari petugas kesehatan lain yang dimiliki oleh diri dan orang lain, mengakui
bahwa setiap tenaga kesehatan memiliki pandangan yang sama- sama sah dan
penting.
Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar,
sampai kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja
profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah
atau untuk peningkatan kualitas kesehatan (Thistletwaite dan Moran, 2010).

d. Kompetensi interprofessional education


Barr (1998) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu: 1) memahami
peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2) bekerja
dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan
dan pengobatan pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji,
merencanakan, dan memantau perawatan pasien, 4) menoleransi perbedaan,
kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain, 5) memfasilitasi pertemuan
interprofessional, dan 6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi
kesehatan lain. American College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009)
membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan,
keterampilan, orientasi tim, dan kemampuan tim yang dijabarkan pada tabel
2.1.

e. Pengaruh persepsi pada interprofessional education


Buku Acuan Umum CFHC-IPE (Tim CFHC-IPE, 2014) menyatakan
keefektifan komunikasi antar profesi dipengaruhi oleh persepsi, lingkungan,
dan pengetahuan. Persepsi yaitu suatu pandangan pribadi atas hal-hal yang
telah terjadi. Persepsi terbentuk melalui apa yang diharapkan dan pengalaman.
Perbedaan persepsi antar profesi yang berinteraksi akan menimbulkan kendala
dalam komunikasi.
Tabel 2.1 Kompetensi untuk IPE

No Kompetensi utama IPE Komponen kompetensi IPE


1 Kompetensi pengetahuan Strategi koordinasi
Model berbagai tugas/ pengkajian situasi
Kebiasaan karakter bekerja dalam tim
Pengetahuan terhadap tujuan tim
Tanggung jawab tugas spesifik
2 Kompetensi keterampilan Pemantauan kinerja secara bersama-sama
Fleksibelitas/ penyesuaian
Dukungan/ perilaku saling mendukung
Kepemimpinan tim
Pemecahan konflik
Umpan balik
Komunikasi/ pertukaran informasi
3 Kompetensi sikap orientasi Kemajuan bersama
tim (moral) Berbagai pandangan/tujuan
4 Kompetensi kemampuan Kepaduan tim
tim Saling percaya
Orientasi bersama
Kepentingan bekerja tim
Sumber: American College of Clinical Pharmacy (ACCP), 2009

f. Kompetensi interprofessional education


Interprofesional education (IPE) merupakan bagian integral dari
pembelajaran professional kesehatan, yang berfokus pada belajar dengan, dari,
dan tentang sesama tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
pada pasien. Peserta didik dari beberepa profesi kesehatan belajar bersama
dalam meningkatkan pelayanan kepad apasien secara bersama-sama
(kolaborasi) dalam lingkungan interprofesional. Model ini berfungsi untuk
mempersiapkan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan yang lain dalam sistem kesehatan yang kompleks. (Becker,
Hanyok & Walton-Moss, 2014) Sehingga, strategi pendidikan komunikasi
melalui IPE antara perawat dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya dapat
membangun budaya komunikasi dan kolaborasi yang efektif dalam
memberikan pelayanan kepada pasien (Liaw, Siau, Zhou, & Lau, 2014)
Meskipun IPE ini dapat membangun budaya komunikasi dan kolaborasi
yang efektif dalam memberikan pelayanan kepada pasien, namun ada beberapa
tantangan dalam pelaksanaannya. Tantangan tentang pelaksanaan IPE menurut
World Health Organization tahun (2010) menyatakan bahwa banyak system
kesehatan di Negara-negara di dunia yang sangat terfragmentasi pada akhirnya
tidak mampu menyelesaikan masalah kesehatan di Negara itu sendiri. Hal ini
kemudian disadari karena permasalahan kesehatan sebenarnya menyangkut
banyak aspek dalam kehidupan, dan untuk dapat memecahkan satu persatu
permasalahan tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri,
tidak dapat dilakukan hanya dengan system uniproffesional. Kontribusi
berbagai disiplin ilmu ternyata memberi dampak postitif dalam penyelesaian
berbagai masalah kesehatan (Pfaff, 2014). Selain itu, beberapa penelitian
menyebutkan bahwa terdapat hambatan dalam penyelenggaraan IPE.
Hambatan ini terdapat dalam berbagai tingkatan dan terdapat pada
pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Sangat
penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sebagai persiapan mahasiswa
dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi praktik kolaborasi hingga
perubahan sistem pelayanan kesehatan (Becker, Hanyok, & Moss, 2014).
Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan
akademik, peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek
klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi,
pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan
pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat
persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan
penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem penggajian dan komitmen
terhadap waktu (Pfaff, 2014). Selain itu menurut Sedyowinarso (2011)
hambatan yang terjadi pada penyelenggara IPE adalah dari ego masing-masing
profesi, beragamnya birokrasi dan kurikulum di tiap institusi pendidikan
profesi kesehatan, fasilitas fisik dan konsep pembelajaran yang belum jelas
paradigma terhadap profesi kesehatan, kekaburan identitas dan peran masing-
masing profesi, belum adanya kejelasan payung hukum tiap profesi kesehatan,
serta budaya.
Kemampuan bekerjasama secara interprofesi (interprofessional
teamwork) tidak muncul begitu saja, melainkan harus ditemukan dan dilatih
sejak dini mulai dari tahap perkuliahan agar mahasiswa mempunyai bekal
pengetahuan dan ketrampilan. Dalam dunia kesehatan, IPE dapat terwujud
apabila para mahasiswa dari berbagai program studi di bidang kesehatan dan
bagaimana kualitasnya dapat ditingkatkan demi kepentingan masyarakat luas,
secara spesifik, IPE dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu kesehatan
maupun kasus tertentu yang terjadi di masyarakat melalui diskusi
interprofesional tersebut ditemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat
diaplikasikan secara efektif dan efisien. Penerapan IPE diharapkan dapat
membuka mata masing-masing profesi, untuk menyadari bahwa dalam proses
pelayanan kesehatan, seorang pasien menjadi sehat bukan karena jasa dari
salah satu profesi saja, melainkan merupakan kontribusi dari tiap profesi yang
secara terintegrasi melakukan asuhan kesehatan.
Pengembangan IPE di institusi pendidikan kesehatan tidak terlepas dari
konsep berubah. Perubahan merupakan suatu proses di mana terjadinya
peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat
dinamis. Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial maupun
organisasi untuk dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai
tujuan tertentu. Kurt Lewin (1951) dalam Hidayat (2008) mengungkapkan
bahwa seseorang yang akan berubah harus memiliki konsep tentang perubahan
yang tercantum dalam tahap proses perubahan agar perubahan tersebut menjadi
terarah dan mencapai tujuan yang ada. Tahapan tersebut meliputi unfreezing,
moving dan refreezing. Tahap Pencairan (Unfreezing) merupakan tahap awal.
Pada kondisi ini mulai muncul persepsi terhadap hal yang baru. Persepsi
mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus dan penterjemahan
atau penafsiran stimulus yang telah terorganisir yang akhirnya mempengaruhi
pembentukan sikap. Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal terdiri dari karakteristik individu, pengalaman dan
pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu stimulus dan lingkungan sosial.
Sikap dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon. Sikap dosen yang positif terhadap IPE mendorong untuk berperilaku
mendukung sistem IPE yang baru. Berikutnya merupakan tahap bergerak
(Moving). Pada tahap ini sudah dimulai adanya suatu pergerakan ke arah
sesuatu yang baru. Tahap ini dapat terjadi apabila seseorang telah memiliki
informasi yang cukup serta kesiapan untuk berubah, juga memiliki kemampuan
dalam memahami masalah serta mengetahui langkah-langkah dalam
menyesuaikan masalah atau hambatan dalam penerapan IPE. Akhirnya, tahap
pembekuan (freezing), yaitu ketika telah tercapai tingkat atau tahapan yang
baru. Proses pencapaian yang baru perlu dipertahankan dan selalu terdapat
upaya mempertahankan perubahan yang telah dicapai. Tahap ini merupakan
tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap model
pembelajaran terintegrasi setelah dilakukan pergerakan dan merasakan adanya
manfaat dari pembelajaran IPE ini.
Bagan 1. Pengembangan IPE menurut Kurt Lewin (1951) dalam Hidayat
(2008)
Menurut Tyastuti, Onishi, Ekayanti, Kitamura (2013) bahwa untuk
mengembangkan program IPE ini agar berhasil maka diperlukan beberapa
langkah antara lain:
1) Melakukan seleksi program IPE

Seleksi ini untuk mengidentifikasi situasi dan kondisi setting intervensi dan

pendidikan yang akan diberikan serta menyeleksi metode yang tepat untuk

program implementasi yang akan dilakukan.

2) Mengembangkan program

Pengembangan program pembelajaran difokuskan pada sikap, keterampilan

dan praktik untuk mencapai kesuksesan dalam program IPE. Dalam

program ini, mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan praktik


kolaborasi secara langsung di setting pelayanan klinik. Selain itu,

pengembangan program ini, dikembangkan untuk meningkatkan

kemampuan berfikir kritis dalam bekerja secara kelompok untuk

meningkatkan kompetensi dan kemampuan yang mumpuni sehungga,

peserta didik mencapai tujuan kompetensi pendidikan. Dalam program IPE

ini dapat mengembangkan program formasi kognitif, tingkah laku dan

kemampuan praktik kolaborasi.

g. Tujuan objektif dari program IPE


Prinsip dari model pembelajaran ini, adalah meningkatkan kemampuan
berkomunikasi mahasiswa dengan keluarga, dokter dan tenaga kesehatan yang
lain serta memahami peran sebagai perawat profesional.
1) Tutor dalam Program IPE adalah seorang yang berkompeten dan memiliki
kemampuan dalam komunikasi dan membentuk tim profesional, sebagai
role model dan mampu mendidik mahasiswa sesuai dengan level
kompetensi mahasiswa.
2) Pendukung program IPE

Meliputi pembuatan scenario pembelajaran, scenario yang tepat, metode

implementasi program yang interaktif dan ice breaking activity, serta

simulasi model yang mampu meningkatkan skill kompetensi.

Berikut ini gambaran model pembelajaran IPE yang dapat dikembangkan:


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPE merupakan
pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
berkolaborasi dan berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan yang
lain dalam memberikan pelayan kesehatan yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Becker, K.L, Hanyok, L.A, Walton-Moss, B. (2014). The turf and baggage of
nursing and medicine: Moving forward to achieve success in interprofessional
education. The Journal for Nurse Practitioners, 10 :4, 240-244
Bennet, P.N, Gum, L., Lindeman, I., Lawn, S., McAllister, S., Richards, J.,
Kelton, M., Ward, H. (2011). Faculty perceptions of interprofessional
education, Nurse Education Today, 31, 571-576
Buring et al. (2009). Interprofessional Education: Definitions, Student
Competencies, and Guidelines for Implementations. Am J Pharm Educ , 73(4).
Liaw, S.Y, Siau, C., Zhou, W.T, Lau. (2014). Interprofessional simulation-
based education program: A promising approach for changing stereotypes and
improving attitudes toward nurse-phisician collaboration. Applied Nursing
Research, 27, 258-260.
Pfaff, Michele A. (2014). Learning together: The image gently interprofessional
simulation for nursing and allied health students. Teaching and Learning in
Nursing , 9 (1), 108–114.
Poore, J.A, Cullen, D.L, Schaar, G.L. (2014). Simlation-based interprofessional
education guided by Kolb’s experiential learning theory.
Clinical Simulation in Nursing, 10, e241-e247
Sedyowinarso, M., Fauziah, F.A., Aryakhiyati, N., Julica, M.P, Munira, L.,
Sulistyowati, E., Masriati, F.N., Olam, S.J., Dini, C., Afifah, M., Meisudi, R.,
Piscesa, S. (2011). Persepsi dan kesiapan mahasiswa & dosen profesi kesehatan
terhadap model pembelajaran pendidikan interprofesi: Kajian nasional
mahasiswa ilmu kesehatan Indonesia. Proyek HPEQ Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi
Steketee, Forman, Dunston, Yassine, Matthews, Saunder, Nicol, & Alliex.
(2014). Interprofessional health education in Australia: Three research projects
informing curriculum renewal and development. Applied Nursing Research, 27,
115-120
Tyastuti, Dwi, Onishi, Hirotaka, Ekayanti, Fika and Kitamura, Kiyoshi. (2013)
An Educational Intervention of Interprofessional Learning in Community
Based Health Care in Indonesia: What did We Learn from the Pilot Study?,
Journal of Education and Practice, 4 (25)

Anda mungkin juga menyukai