Anda di halaman 1dari 148

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Helminth berarti cacing, baik yang hidup secara parasit maupun yang hidup
bebas. Helminth (cacing) termasuk dalam golongan Metazoa (hewan bersel banyak)
yang dilengkapi dengan jaringan ikat dan organ-organ yang berasal dari ektoderm,
endoderm dan mesoderm. Tanda-tanda umum cacing yaitu multiseluler, bilateral
simetris dan mempunyai tiga lapis germ (tripblastik meazoa). Kulit cacing atau kutikula
dapat keras atau kuat dan elastis, relatif lembut. Kebanyakan resisten terhadap
pencemaan. Dapat dilengkapai oleh spine (spina), hooks (kait-kait),cutting plate, stylet,
untuk melekat, menembus dan merusak jaringan host (inang). Bentukan-bentukan
tersebut biasanya terdapat disekitar mulut. Beberapa spesies dilengkapi dengan kelenjar
yang sektesinya masuk kedalam mulut cacing dan berfungsi mencema jaringan
host(inang) yang digunakan sebagai makanannya atau dapat juga menyebabkan cacing
bermigrasi dalam jaringan host (inang). Cacing-cacing yang penting untuk menusia
dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu terdiri dari 2 phylum yakni Phylum
Nemathelminthe dan Platyhelmintees. Phylum Nemathelmintes terdiri dari Class
Nematoda. Sedangkan Phylum Platyhelminthes terdiri dari Class Cestoda dan Class
Trematoda.

Phylum Nemathelminthes merupakan kelompok hewan cacing yang memiliki


tubuh bulat panjang dengan ujung yang runcing. Secara bahasa, kata Nemathelminthes
berasal dari bahasa yunani, yaitu “Nema” yang artinya benang, dan “helmintes” yang
artinya cacing. Class Nematoda terdiri dari beberapa spesies tidak hanya bersifat
parasitik terhadap manusia, namun juga terhadap hewan, tumbuhan baik yang
diusahakan maupun liar. Nematoda merupakan organisme yang mempunyai struktur
sederhana.

Nematoda merupakan hewan tripoplastik dan pseudoselomata (berongga tubuh


semu), yang umumnya berbentuk bulat (silindris) memanjang dari anterior ke posterior
dan pada anterior terdapat mulut. Tubuhnya ditutupi oleh selapis kutikula yang tidak
berwarna dan hampir transparan. Kutikula dihasilkan oleh hipodermis yang berada

1
dibawahnya. Nematoda adalah filum hewan yang beragam yang menghuni rentang
lingkungan yang sangat luas. Spesies Nematoda bisa sulit untuk dibedakan, dan
meskipun lebih dari 25.000 telah dijelaskan, lebih dari setengahnya adalah parasit,
jumlah spesies Nematoda telah diperkirakan sekitar 1 juta. Berbeda dengan filum
Cnidaria dan Platyhelminthes (cacing pipih), Nematoda memiliki sistem pencernaan
tubular dengan bukaan di kedua ujungnya.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui klasifikasi dari Nematoda


2. Untuk mengetahui morfologi dari Nematoda
3. Untuk mengetahui siklus hidup dari Nematoda

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Nematoda parasit merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan


(OPT) penting yang menyerang berbagai jenis tanaman budidaya. Di Indonesia sudah
diidentifikasi sebanyak 26 spesies nematoda parasit yang menyerang tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan (lada, nilam, jahe, tembakau, kopi). Di antara nematoda
tersebut Meloidogyne, Pratylenchus, Radopholus, dan Globodera merupakan nematoda
parasit yang paling merusak (Mustika, 2005).

Nematoda memliki saluran pencernaan yang sempurna. Mereka tidak memiliki


sistem sirkulasi, tetapi nutrien diangkut ke seluruh tubuh melalui cairan dalam
pseudoselum. Otot nematoda semuanya longitudinal, dan kontraksinya menghasilkan
gerakan mendera (Campbell dan Neil, 2003).

Menurut habitat (tempat tinggal cacing dewasa), nematoda dibagi dua


kelompok, yaitu nematoda usus (intestinal) dan nematoda darah dan jaringan.
Kelompok cacing ini terdiri atas beberapa spesies yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, cacing tambang (Necator americanus, Ancylostoma duodenale),
Strongyloides stercolaris serta beberapa spesies Trichostrongylus. (Natadisastra dan
Djaenudin, 2009)

Infeksi oleh cacing dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sanitasi
lingkungan dan kebersihan. Sedangkan penularannya dapat melalui beberapa cara
antara lain melalui perantara vektor, larva menembus kulit dan memakan telur infektif
melalui perantara jari-jari tangan yang terpapar telur cacing khususnya telur nematoda
usus seperti Ascaris lumbricoides (Resnhaleksmana dan Ersandhi, 2014).

Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar


nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara
nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan

disebut soil transmitted helminths yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercolaris dan beberapa spesies Trichostrongylus (Nugroho dkk., 2010).

3
Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50
mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Didalam rongga
usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak
dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai
ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan
lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur ( Rasmaliah, 2001).

Untuk perkembangan telur A.lumbricoides, misalnya, memerlukan temperatur


yang berkisar antara 200-250 C, T.trichiura kira-kira 300C dan untuk N.americanus
memerlukan temperatur optimum antara 280-320 C. Kelembaban juga merupakan
faktor penting untuk mempertahankan hidup cacing. Bila kelembaban rendah maka
telur A.lumbricoides dan T.trichiura tidak akan berkembang dengan baik dan larva
cacing tambang akan cepat mati. Kelembaban tanah tergantung pada besarnya curah
hujan ( Suriptiastuti, 2006).

Ascaris lumbricoides adalah parasit usus halus manusia yang menyebabkan


penyakit askariasis. Infeksi cacing perut menyebabkan penderita mengalami
kekurangan gizi. Tubuh pada bagian anterior cacing mempunya mulut yang dengan
dikelilingi tiga bibir dan gigi-gigi kecil. Cacing betina memiliki ukuran panjang sekitar
20-49 cm, dengan diamater 4-6 mm, di bagian ekor runcing lurus, dan dapat
menghasilkan 200.000 telur per hari. Cacing jantan berukuran panjang sekitar 15-31
cm, dengan diameter 2-4 mm, bagian ekor runcing melengkung, dan di bagian anus
terdapat spikula yang berbentuk kait untuk memasukkan sperma ke tubuh betina (Sofia,
2001).

Nematoda adalah binatang mungil (mikrofauna) menyerupai cacing atau belut


yang menjadi parasit paling merugikan bagi tanaman (Supramana dan Gede, 2012).
Serangan nematoda dapat diantisipasi sebelum mengakibatkan kerugian yang lebih
besar maka perlu dilakukan tindakan preventif (pencegahan). Dalam rangka tindakan
pencegahan, maka informasi tentang berbagai spesies dan populasi nematoda pada
suatu daerah menjadi suatu faktor yang sangat penting (Panggeso, 2010).

BAB III

4
PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi

Nematoda dibagi dalam beberapa kelas antara lain Adenophorea dan


Secernentea.
1. Adenophorea

Anggota kelas dari Adhenophorea tidak mempunyai phasmid (organ


kemosreseptor) sehingga disebut dengan Aphasmida. Banyak dari anggota
Adenophorea yang hidup bebas, tetapi menjadi parasit di berbagai hewan. Contohnya
Trichuris ovis sebagai parasit di domba.
Cacing Trichinella spiralis menjadi parasit di usus karnivor dan manusia. Cacing yang
menyebabkan penyakit trikinosis. Setelah cacing dewasa kawin, cacing jantan mati,
sedangkan cacing betina menghasilkan larva. Larva memasuki sel-sel mukosa dinding
usus kemudian mengikuti peredaran darah hingga ke otot lurik. Dalam otot lurik, larva
membentuk sista. Manusia mengalami infeksi cacing jika cacing dimakan yang kurang
matang dan mengandung sista. Penyakit trikinosis ditandai dengan rasa mual yang
hebat dan terkadang menimbulkan kematian ketika larva menembus otot jantung.

2. Secernentea

Secernentea disebut dengan Phasmida, karena terdapat anggota spesiesnya


mempunyai phasmid. Banyak anggota kelas hidup dalam tubuh vertebrata, serangga
dan tumbuhan. Berikut uraian mengenai contoh-contoh spesies Secernentea yaitu:
a. Ascaris lumbricoides (Cacing Perut)

Ascaris lumbricoides adalah parasit usus halus manusia yang menyebabkan


penyakit askariasis. Infeksi cacing perut menyebabkan penderita mengalami
kekurangan gizi. Tubuh pada bagian anterior cacing mempunya mulut yang dengan
dikelilingi tiga bibir dan gigi-gigi kecil. Cacing betina memiliki ukuran panjang sekitar
20-49 cm, dengan diamater 4-6 mm, di bagian ekor runcing lurus, dan dapat
menghasilkan 200.000 telur per hari. Cacing jantan berukuran panjang sekitar 15-31
cm, dengan diameter 2-4 mm, bagian ekor runcing melengkung, dan di bagian anus
terdapat spikula yang berbentuk kait untuk memasukkan sperma ke tubuh betina.

5
Setelah terjadi perkawinan, cacing betina menghasilkan telur. Telur kemudian keluar
bersama tinja. Telur mengandung embrio terletan bersama-sama dengan makanan yang
terkontaminasi. Di dalam usus inang, telur menetas menjadi larva. Larva selanjutnya
menembus dinding usus dan masuk ke daerah pembuluh darah, jantung, paru-paru,
faring, dan usus halus hingga cacing dapat tumbuh dewasa.

b. Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang)

Anylostoma duodenale disebut cacing tambang karena sering ditemukan


didaerah pertambangan, misalnya di Afrika. Spesies cacing tambang di Amerika yaitu
Necator americanus. Cacing yang hidup parasit di usus halus manusia dan mengisap
darah sehingga dapat menyebabkan anemia bagi penderita ankilostomiasis.
Cacing tambang dewasa betina yang berukuran 12 mm, mempunyai organ-organ
kelamin luar (vulva), dandapat menghasilkan 10.000 sampai 30.000 telur per hari.
Cacing jantan yang berukuran 9 mm dan mempunyai alat kopulasi di ujung posterior.
Di ujung anterior cacing terdapat mulut yang dilengkapi 1-4 pasang gigi kitin untuk
mencengkeram dinding usus inang.
Setelah terjadi perkawinan, cacing betina menghasilkan telur. Telur keluar bersama
feses (tinja) penderita. Di tempat yang becek, telur menetas dan menghasilkan larva.
Larva masuk ke tubuh manusia dari pori-pori telapak kaki. Larva mengikuti aliran darah
menuju jantung, paru-paru, faring, dan usus halus hingga yang tumbuh dewasa.

c. Oxyuris vernicularis (Cacing Kremi)

Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis (cacing kremi) berukuran


10-15 mm. Cacing yang hidup di usus besar manusia, khususnya pada anak-anak.
Cacing dewasa betina menuju ke dubur pada malam hari untuk bertelur dan
mengeluarkan suatu zat yang menyebabkan rasa gatal. Rasa gatal menyebabkan
penderita menggaruknya sehingga telur cacing mudah terselip di buku-buku. Telur
cacing dapat tertelan kembali pada saat penderita makan. Di usus, telur akan menetas
menjadi cacing kremi baru. Cara penularan cacing kremi tersebut disebut dengan
autoinfeksi.

d. Wuchereria bancrofri (Cacing Filaria atau Cacing Rambut)

6
Wuchereria bancrofti yang hidup parasit di kelenjar getah bening (limfa).
Cacing menyebabkan penyakit kaki gajah (elephantiasis). atau filariasis. Cacing
dewasa berdiameter 0,3 mm. Cacing betina berukuran panjang 8 cm dan jantan
berukuranpanjang4cm.
Setelah terjadi perkawinan, cacing betina menghasilkan mikrofilaria. Di siang hari,
mikrofilaria berada di pembuluh darah yang besar dan malam hari pinadh ke pembuluh
darah kecil di bawah kulit. Bila nyamuk perantara (Culex, Anopheles Mansonia atau
Aedes) menggigit di malam hari, mikrofilaria bersama darah masuk ke perut nyamuk.
Mikrofilaria menembus dinding usus nyamuk menuju ke otot toraks dan
bermetamorfosis. Setelah mencapai ukuran 1,4 mm, mikrofilaria pindah ke belalai
nyamuk, dan siap ditularkan ke orang lain. Cacing akan menggulung di kelenjar limfa
dan tumbuh hingga dewasa. Cacing deawasa yang berjumlah banyak akan menghambat
sirkulasi getah benang, sehingga setelah beberapa tahun
mengakibatkanpembengkakankaki.

e. Onchorcerca volvulus

Onchorcea vovulus merupakan cacing mikroskospis penyebab onchocerciasis


(river blindness) yang mengakibatkan kebutaan. Vektor pembawa adalah lalat kecil
pengisap darah black fly (simulium). Cacing banyak terdapat di Afrika dan Amerika
Selatan.

3.2 Morfologi

Bentuk tubuh nematoda adalah silindris memanjang atau vermiform, meruncing


pada bagian ujung kepala dan ekor, mikroskopis dengan ukuran sangat kecil (panjang
0. 25 — 3 mm, kebanyakan kurang dari 2 mm dengan lebar tubuh antara 50 — 250
pm). Beberapa spesies nematoda betina mempunyai diameter tubuh yang melebar,
menggelembung atau pyriform, seperti buah peer atau jeruk. Di dalam ukuran tubuh
yang sangat kecil, nematoda mempunyai sistem fisiologi yang kompleks. Nematoda
mempunyai semua sistem organ utama seperti organisme tingkat tinggi yang lain, yaitu
sistem pencemaan, sistem reproduksi, sistem syaraf, kecuali sistem pernafasan dan

7
sirkulasi darah. Pada dasamya tubuh nematoda terdri atas, dinding tubuh dan somatic
musculature, sistem pencernaan, sistem reproduksi. Rongga tubuh nematoda berisi
cairan dan beberapa sel kelenjar sekresi dan ekskresi. Di dalam rongga tubuh tersebut
juga terdapat sistem pencernaan dan reproduksi.

a. Sistem pencernaan

Sistem pencernaan nematoda dibagi menjadi 4 bagian yaitu, stoma atau rongga
mulut (kerongkongan) atau buccal cavity, esophagus atau farink dan klep esophagus-
intestinum atau disebut cardia, intestinum, klep intestinum-rectum (intestinorectal
valve) dan anus pada jenis betina atau kloaka pada jenis jantan . Bagian anterior sistem
pencernaan yang membentang dari stoma sampai klep antara usofagus dan intestinum
disebut stomatodeum (stomausofagus) atau foregut atau perut depan. Sedangkan
intestinum disebut mesenteron (usus halus), serta usus besar atau rectum atau disebut
juga proctodeum. Bentuk stoma atau rongga mulut nematoda bervariasi, menyesuaikan
lingkungan tempat nematoda hidup dan sumber makanan yang digunakan. Dikenal ada
4 tipe stoma pada nematoda, yaitu tipe silindris dijumpai pada Ordo Rhabditida, tipe
subglobular dijumpai pada Ordo Mononchida, tipe stomatostilet dijumpai pada Ordo
Tylenchida, dan tipe odontostilet dijumpai pada Ordo Dorylamida.

b. Sistem reproduksi

Sesuai dengan perannya, nematoda jantan dan betina dapat dibedakan dengan
melihat karakter sexual pada masing-masing jenis tersebut. Nematoda jantan dicirikan
dengan adanya struktur organ copulasi seperti spikula, gubernaculums, sayap (bursa)
ekor (caudal alae), genital papillae pada bagian posterior tubuh dekat daerah anal.
Sedangkan nematoda jantan dicirikan dengan adanya vagina dan vulva yang terletak di
tengah atau pada bagian posterior tubuh. Organ reproduksi pada nematoda jantan dan
betina secara umum hampir sama, yaitu terdiri atas 1 atau 2 tabung. Organ reproduksi
jantan disebut testis atau orchic yang terdiri atas : testis, seminal vesicle, vas deferens,
dan bermuara pada kloaka. Nematoda jantan yang mempunyai 1 testis disebut
monarchic dan yang mempunyai 2 testis disebut diorchic. Testis memproduksi
spermatogonia yang selanjutnya disimpan dalam seminal vesikel sampai saatnya
dikeluarkan melalui spikula pada waktu kopulasi dengan nematoda betina. Organ
reproduksi nematoda betina adalah ovarium atau delphic. Nematoda betina yang
mempunyai satu ovarium disebut monodelphic, sedangkan yang mempunyai 2 ovarium

8
disebut didelphic. Dikenal beberapa tipe sistem reproduksi nematoda betina yaitu,
monodelphic prodelphic yaitu 1 ovarium mengarah ke anterior, monodelphic
episthodelphic yaitu 1 ovarium mengarah ke bagian posterior tubuh nematoda,
didelphic amphidelphic yaitu 2 ovarium, satu mengarah ke bagian anterior dan yang
lain mengarah ke bagian posterior, dan didelphic prodelphic, 2 ovarium keduanya
mengarah ke bagian anterior, contoh seperti terdapat pada nematoda betina genus
Meloidogyne.

3.3 Foto Morfologi

3.4 Siklus Hidup

1. Siklus Hidup Cacing Usus (Ascaris lumbricoides)

9
1. Cacing usus dewasa hidup pada lumen dari usus halus. Cacing betina akan
menghasilkan telur yang dapat mencapai 200.000 butir per hari. Telur-telur ini
dapat berembrio ataupun tidak berembrio.
2. Telur-telur tersebut dikeluarkan melalui kotoran. Hanya telur yang dibuahi yang
dapat berkembang dan menginfeksi manusia.
3. Telur yang berembrio dapat menginfeksi (bersifat infektif) setelah 18 hari
sampai beberapa minggu bergantung dari kondisi lingkungan (kelembaban
tanah, suhu, ada tidaknya sinar matahari).
4. Telur infektif tertelan manusia.
5. Larva menetas dan kemudian menyerang membran lendir usus.
6. Larva menembus dinding usus dan terbawa aliran darah menuju paru-paru.
Dalam paru-paru larva tumbuh selama 10 sampai 14 hari dan naik ke faring.
7. Larva tersebut tertelan kembali dan berkembang menjadi cacing dewasa dalam
usus halus. Cacing usus dewasa dapat hidup selama satu sampai dua tahun.

2. Siklus Hidup Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale)

1. Telur dikeluarkan melalui feses, dan dengan kondisi yang tepat (suhu,
kelembaban, keteduhan), larva menetas dalam satu sampai dua hari.
2. Larva yang menetas disebut larva rhabditiform dan tumbuh pada feses atau
tanah.
3. Larva tersebut lalu berkembang menjadi larva filariform setelah lima sampai
sepuluh hari (dan dua kali molting). Larva bentuk ini telah bersifat infektif dan
dapat bertahan hidup tiga sampai empat minggu pada kondisi lingkungan yang
menguntungkan.

10
4. Ketika bersentuhan dengan manusia, larva filariform menembus kulit manusia
dan terbawa oleh pembuluh darah ke jantung kemudian ke paru-paru. Lalu naik
ke faring dan tertelan menuju ke usus halus untuk hidup dan mencapai dewasa.
5. Cacing filaria dewasa hidup di usus halus untuk kemudian bertelur kembali.

3. Siklus Hidup Cacing Filaria (Wuchereria bancrofti)

1. Ketika menghisap darah, nyamuk yang terinfeksi menularkan larva (tahap


ketiga) pada kulit inang manusia melalui luka “gigitan.”
2. Larva berkembang menjadi cacing filaria dewasa pada kelenjar getah bening
(limfa).
3. Cacing dewasa menghasilkan mikrofilaria yang memiliki lapisan pelindung dan
bergerak aktif dalam peredaran darah.
4. Mikrofilaria dalam darah tersebut ikut tertelan oleh nyamuk yang “menggigit”
manusia yang terinfeksi.
5. Mikrofilaria melepaskan lapisan pelindung dan hidup pada perut nyamuk.
6. Mikrofilaria kemudian berkembang menjadi larva tahap pertama.
7. Berkembang lagi menjadi larva tahap ketiga.
8. Larva tahap ketiga pindah ke kepala dan “belalai” nyamuk untuk siap
menginfeksi manusia ketika nyamuk “menggigit” manusia.

11
4. Siklus Hidup Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

1. Telur disimpan pada daerah anus.


2. Autoinfeksi terjadi ketika seseorang menggaruk daerah anus dan tidak sengaja
menelan telur yang berembrio. Penularan dari manusia ke manusia juga terjadi
melalui pakaian, sprei yang terinfeksi, dan berbagai cara lainnya.
3. Setelah telur berembrio tertelan, telur tersebut menetas menjadi larva di usus
halus.
4. Larva berkembang menjadi dewasa pada daerah sekum (kantong pada usus
besar dekat usus buntu).
5. Cacing dewasa yang “hamil” berpindah ke daerah sekitar anus untuk bertelur
saat malam hari. Saat bertelur inilah yang menimbulkan rasa gatal pada inang.

5. Siklus Hidup Onchorcerca volvulus

12
1. Pada waktu lalat Simulium mengisap darah penderita, ikut masuk juga cairan
limfa yang mengandung mikrofilaria.
2. Di dalam tubuh lalat, mikrofilaria mengalami pertumbuhan dan 2 kali ecdysis
di dalam otot thorax lalat dan menjadi larva stadium 3 yang infektif dalam
waktu ± 6 hari.
3. Jika larva infektif ini masuk ke dalam tubuh manusia maka akan menjadi cacing
dewasa dalam waktu kurang dari 1 tahun pada jaringan di bawah kulit.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum dengan judul Nematoda dapat disimpulakan bahwa


Nematoda merupakan cacing yang berbentuk bulat panjang (gilik) atau seperti benang,
yang memiliki tubuh silindris dan tidak bersegmen serta kulitnya dilapisi oleh kutikula,
antara jantan dan betina pun memiliki perbedaan yang spesifik. Nematoda juga dibagi
dalam beberapa kelas antara lain Adenophorea dan Secernentea. Serta siklus hidup
dibagi atas secara langsung dan tidak langsung.

14
Daftar Pustaka

Campbell dan A. Neil. 2003. Biologi Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.

Mustika, I. 2005. Konsepsi dan strategi pengendalian nematoda parasit tanaman


perkebunan di indonesia. Perspektif. 4(1):20.

Natadisastra dan Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Diserang. EGC, Jakarta.

Nugroho., Cahyono., S.N Djanah dan S.A Mulasari. 2010. Identifikasi kontaminasi
telur nematoda usus pada sayuran kubis (Brassica oleracea). KESMAS.
4(1):68.

Panggeso, J. 2010. Analisis kerapatan populasi nematoda parasitik. Jurnal Agroland.


17(3):25.

Rasmaliah. 2001. Ascariasis dan upaya penanggulangannya. Fakultas kesehatan


masyarakat universitas sumatera utara. Digitalized By USU Joernal. 4(2):10.

Resnhaleksmana dan Ersandhi. 2014. Prevalensi nematoda usus golongan soil


transmitted helminthes. Media Bina Ilmiah. 8(5):24.

Sofia, W. 2011. Dunia Insekta. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Supramana dan G. Suastika. 2012. Spesies nematoda puru akar (Meloidogyne Spp.)
yang berasosiasi dengan penyakit umbi bercabang pada wortel penyakit baru
di indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17(2):14.

Suriptiastuti. 2006. Infeksi soil transmitted helminth: Ascariasis, Trichiuriasis dan


cacing tambang. Universa Medicina. 25(2):87.

15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi


dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang
menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai
batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh.
Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes
perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air
sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan Vertebrata dapat menjadi hospes
definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada
yang di usus, hati, paru-paru, dan darah.

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang
berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan keong air lainnya, atau
dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti Schistosoma. Dalam
hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista.
Hospes definitife mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung
metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik

1.2. Tujuan
Untuk mengetrahui morfologi dan siklus hidup trematoda

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Trematoda merupakan cacing yang tubuhnya terdapat satu atau lebih bagian
yang berlekuk yang bertujuan untuk menempel pada hospesnya, dimana anggotanya
terdiri dari cacing isap. Trematoda yang hidup pada manusia hidup sebagai parasit
sehingga organ pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya mengalami
kemunduran.Trematoda diketahui bisa menyebabkan penyakit infeksi pada manusia.
Dalam siklus hidupnya, trematoda memerlukan hospes perantara untuk pertumbuhan
dan perkembangannya, berupa Mollusca (biasanya kelas Gastropoda), yang lebih
dikenal dengan siput. Siklus hidup Trematoda diawali dari fase telur. Pada beberapa
spesies Trematoda, telur menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah
mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong atau telur dapat langsung menetas
dan mirasidium berenang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah
menemukan keong agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini
berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut
mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut
sporokista. Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia, bentuknya
berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring, dan sekum. Di dalam sporokista
II atau redia, larva berkembang menjadi serkaria (Onggowaluyo,2001).

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang
berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan keong air lainnya, atau
dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti Schistosoma. Dalam
hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista.
Hospes definitife mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung
metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik (Sutanto dkk., 2008).

Echinostoma spp merupakan cacing trematoda usus yang memiliki batil isap
kepala dengan duri-duri disekitarnya (circum oral spines) yang khas, dua sekum, uterus
berisi telur-telur, ovarium bulat, dua testis yang terletak atas-bawah, kelenjar vitelaria

17
sampai posterior pada cacing dewasa. Telur Echinostoma spp memiliki ukuran ± 115
x 60 mikron, operculum kecil, penebalan pada dinding bagian posterior, berisi morula,
dan berbentuk lonjong. Dari hasil yang kelompok kami periksa, ciri-ciri telur yang ada
pada Echinostoma spp yaitu lonjong, beroperkulum, dan memiliki morula hampir sama
dengan dengan telur yang ditemukan dalam keong mas yang kami periksa
menggunakan mikroskop (Purnomo dkk.,2005).

Schistosomiasis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi


cacing yang tergolong dalam kelas trematoda, genus Schistosoma. Penyakit ini
merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penularan tidak hanya pada penderita
manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Penyakit Schistosomiasis
umumnya terjadi di wilayah tropis yang disebabkan cacing pipih darah (blood flukes)
genus Schistosoma. Meskipun penyakit ini tidak fatal, tetapi dapat melemahkan dan
menimbulkan kelesuan yang menyeluruh pada penderita. Telur cacing pipih keluar
bersama feses dan urin manusia penderita, dan jika mencapai perairan tawar akan
berkembang menjadi larva mirasidium yang dapat menginfeksi siput. Di dalam siput
mirasidium berkembang menjadi serkaria, tahap lanjut perkembangan larva, dan
ketika meninggalkan inang mereka menembus kulit manusia atau hewan mamalia
yang mengarungi air. Mereka matang di dalam aliran darah, menunjukkan kesukaan
tertentu di pembuluh portal yang membawa muatan nutrien darah dari usus ke hati
(Nurul dkk.,2016).

Fasciolopsis buski, cacing yang menyebabkan penyakit pada usus manusia,


termasuk golongan fasciola, kelas trematoda terbesar yang menyebabkan parasit pada
manusia. Siklus hidup cacing ini melalui air dan berkembang biak terutama di daerah
beriklim tropis. Cacing ini mengambil zat-zat makanan di dalam usus host. Sekresi
dan telurnya menjadi infektif bila berada di dalam air. Manusia berperan sebagai
hospes definitive cacing. Fasciolopsiasis buski sedangkan siput air tawar genus

Segmentina, Hippeutis atau Graulus bertindak sebagai hospes perantara kedua.


Tanaman air berfungsi sebagai tempat berkembangnya larva infektif
(Metacercaria,Hippeutis atau Gyraulus) yang bertindak sebagai hospes perantara.
Untuk melengkapi siklus hidupnya, Fasciolopsiasis memerlukan hospes perantara

18
kedua, yaitu tananam air sebagai tempat berkembangnya larva infektif metaserkaria
(metasercaria). Di dalam duodenum larva akan lepas dari jaringan tanaman air

dan selanjutnya akan melekatkan diri pada mukosa usus halus, lalu berkembang
menjadi cacing dewasa dalam waktu 25-30 hari. Cacing dewasa ini mampu
menghasilkan cacing muda. Rata-rata umur cacing dewasa mencapai umur 6 (enam)
bulan. Telur cacing yang keluar bersama tinja penderita akan masuk ke dalam air dan
dalam waktu 3-7 minggu akan menetas menjadi larva mirasidium pada suhu 30. Larva
mirasidium akan berenang dan dalam waktu 2 jam sudah mampu menembus siput
yang menjadi hospes perantara pertama. Jika dalam waktu 5 jam sesudah keluar tubuh
penderita larva ini tidak menjumpai siput, larva akan mati.12-13 Di dalam tubuh siput
air tawar mirasidium tumbuh menjadi sporokista. Jika sporokista sudah matang, akan
terbentuk redia induk yang memproduksi redia anak yang selanjutnya berkembang
menjadi serkaria (cercaria). Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan berenang untuk
mencari tumbuhan air yang sesuai, yang bertindak sebagai hospes perantara yang
kedua. Dalam waktu 1-3 jam sesudah mendapatkan tanaman air yang sesuai, serkaria
akan tumbuh menjadi larva metaserkaria yang infektif (Khairudin dkk.,2012).

Jenis trematoda lainnya yang dapat menginfeksi manusia memiliki siklus hidup
yang mirip, yaitu memerlukan siput air tawar sebagai hospes perantaranya.
Kecacingan oleh trematoda yang dapat menginfeksi manusia antara lain
adalahm:fasciolopsiasis (F. buski), fascioliasis ( Fasciolahepatica ), echinostomiasis
(Echinostomasp.), opisthorciasis (Opisthorcis sp.), paragonimiasis ( Pa ragonimus
sp.), schistosomiasis (Schistosoma sp.), angiostrongyliasis (Angiostrongylus sp.), dan
cercarial dermatitis (Annida dan Paisal,2014).

Beberapa jenis keong air tawar berperan sebagai hospes perantara cacing
trematoda karena pada tubuh keong mengandung stadium aseksual dari cacing,
sedangkan stadium seksual cacing berada dalam tubuh manusia. Manusia berperan
sebagai sumber penular karena tinja dari penderita dapat mengontaminasi perairan di
lingkungan. Penularan terjadi tanpa harus ada kontak langsung antara manusia dengan
keong. Keong air tawar juga berperan sebagai hospes perantara infeksi cacing

19
bersumber makanan (foodborne fluke infections) yang menyerang hati, paru-paru dan
usus pada manusia atau binatang (Nurwidayati,2015).

Jenis keong yang mengandung serkaria yaitu Pomacea, Bellamya dan Gyraulus,
yang menandakan bahwa keong tersebut merupakan hospes perantara trematoda, hal
ini diperkuat dengan beberapa hasil penelitian di wilayah berbeda yang menunjukkan
bahwa ketiga jenis keong tersebut merupakan hospes perantara trematoda. Diantara
beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa Pomacea merupakan hospes
perantara cacing trematoda Stromylotrematidae; Bellamya dan Gyraulus merupakan
hospes perantara dari 14–18 cacing Echinostomatidae (Hairani dan Fakhrizal,2017).

Morfologi telur cacing dari genus Schistosoma dicirikan dengan tidak memiliki
operkulum, bertekstur tipis dan pada beberapa spesies memiliki spina lateral atau
terminaL. Telur cacing Schistosoma japonicum pada feses host berukuran 50-80 μm
dan 70-100 μm berbentuk pendek, oval dengan spina lateral. Sedangkan Schistosoma
spindale berukuran 70-90 μm dan 160-400 μm berbentuk rata memanjang pada satu
sisi dan memiliki spina terminal. Ukuran telur cacing yang diperiksa pada pengujian
ini sedikit berbeda dengan yang dinyatakan dalam pustaka. Namun, Foreyt (2001)
menyatakan bahwa ukuran telur cacing parasitik pada satwa liar tidak selalu sama

dengan ukuran telur cacing parasitik pada satwa domestik. Telur cacing trematoda
parasitik yang ditemukan pada badak sumatera merupakan genus cacing yang banyak
ditemukan pada hewan ruminansia maupun hewan mamalia di seluruh dunia
(Sulinawati,2016).

Filum Nematoda dahulu dikenal dengan nama Aeschelminthes atau


Nemathelminthes, akan tetapi filum tersebut sudah usang dan sekarang menggunakan
istilah resmi Nematoda. Ciri-ciri utama Nematoda adalah bentuk tubuhnya yang gilik
(bulat memanjang) dan tidak bersegmen. Anggota filum Nematoda merupakan hewan
yang memiliki tiga lapisan embrionik (triploblastik). Tubuhnya berbentuk simetris
bilateral, sehingga merupakan kelompok Bilateria. Saraf Nematoda berada di
sepanjang tubuhnya pada permukaan dorsal, ventral, dan lateral. Cacing gilik tidak
memiliki organ respirasi khusus, pertukaran oksigen dan karbondioksida pada hewan

20
ini terjadi melalui kutikula. Sistem pencernaan Nematoda sudah berkembang dengan
baik. Pada Cacing gilik, organ-organ internal (termasuk organ reproduksi), berada
dalam pseudoselom. Nutrisi diedarkan ke seluruh tubuh melalui cairan dalam
pseudoselom. Sebagian besar spesies pada filum Nematoda memiliki kelamin terpisah
sehingga dapat dibedakan antara individu jantan dan individu betina (disebut
gonokoris). Reproduksi biasanya terjadi secara seksual, namun ada juga spesies
hermaprodit yang membuahi sendiri (Irmawati,2013).

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Subkelas : Aspidogastrea
Digenea

Spesies : Fasciolopsis buski


Heterophyes heterophyes
Echinostoma
Metagominus yokowai
Paragominus westermani
Opistorchis
Clonorchis
Fasciola hepatica
Schystosoma spp.

3.2. Morfologi

Ciri-ciri utama Nematoda adalah bentuk tubuhnya yang gilik (bulat


memanjang) dan tidak bersegmen. Anggota filum Nematoda merupakan hewan yang
memiliki tiga lapisan embrionik (triploblastik), namun belum memiliki selom sejati.
Selom pada cacing ini merupakan selom semu atau pseudoselom sehingga Cacing gilik
adalah hewan triploblastik pseudoselomata. Tubuhnya berbentuk simetris bilateral,
sehingga merupakan kelompok Bilateria.

22
Pada perkembangan embrionya, mulut pada embrio cacing gilik terbentuk
terlebih dahulu daripada anus, sehingga hewan ini termasuk dalam kelompok
Protostomia. Nematoda juga merupakan kelompok hewan yang melepaskan lapisan
kulit eksternal keras seiring dengan pertumbuhan mereka, lapisan ini disebut kutikula.
Kelompok yang menggugurkan kutikula ini disebut dengan Ecdysozoa.

Cacing gilik termasuk ke dalam kelompok Ecdysozoa. Nama ini berasal dari
kata ecdysis yang berarti molting atau yang biasa kita kenal dengan berganti kulit.
Tubuh Nematoda terbungkus dengan lapisan kutikula tebal yang fleksibel; lapisan ini
akan “rontok” dan berganti dengan lapisan baru secara periodik. Nematoda parasit
setidaknya berganti kulit empat kali selama hidupnya.

Sistem Saraf
Saraf Nematoda berada di sepanjang tubuhnya pada permukaan dorsal, ventral,
dan lateral. Tali saraf ini berada di bawah kutikula dan di antara sel-sel otot. Saraf dorsal
bertanggung jawab mengatur motorik, saraf lateral mengatur sensorik, kemudian saraf
ventral yang memiliki ukuran paling besar mengkombinasikan kedua fungsi tersebut.
Sistem saraf adalah tempat satu-satunya pada tubuh Cacing gilik yang memiliki silia.
Silia-silia tersebut semuanya non-motil dan memiliki fungsi sensorik. Pada ujung
anterior, saraf-saraf tersebut bercabang-cabang dan membentuk saraf padat berbentuk
cincin yang mengelilingi faring. Cincin saraf inilah yang memiliki fungsi sebagai otak.

Sistem Respirasi dan Ekskresi


Cacing gilik tidak memiliki organ respirasi khusus, pertukaran oksigen dan
karbondioksida pada hewan ini terjadi melalui kutikula. Sisa nitrogen juga
diekskresikan dalam bentuk amonia melalui dinding tubuhnya tanpa menggunakan
organ yang spesifik. Namun, struktur yang mengekskresikan garam dan menjaga
regulasi osmosis biasanya lebih kompleks. Dalam hal ini (pada kebanyakan anggota
filum Nematoda), terdapat saluran ekskresi yang terhubung pada pori-pori.

Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan Nematoda sudah berkembang dengan baik dan mereka
memiliki sumber makanan yang berbeda-beda. Pada spesies karnivora, cacing ini dapat
memiliki alat pencabik yang bernama stylet. Stylet ini digunakan untuk menusuk
mangsanya. Pada spesies yang lain, stylet dapat berongga dan digunakan untuk
23
menghisap cairan dari tanaman dan hewan. Makanan kemudian masuk ke dalam mulut
akibat daya hisap yang dihasilkan oleh kontraksi otot faring, lalu masuk menuju usus.
Hewan ini tidak memiliki lambung, sehingga makanan langsung menuju usus untuk
dihancurkan dan diserap nutrisinya. Sisa pencernaan kemudian dibuang melalui anus.

Sistem Transportasi
Pada Cacing gilik, organ-organ internal (termasuk organ reproduksi), berada
dalam pseudoselom. Nutrisi diedarkan ke seluruh tubuh melalui cairan dalam
pseudoselom. Dengan kata lain, cacing gilik tidak memiliki sistem transportasi (atau
sirkulasi).

Sistem Reproduksi
Sebagian besar spesies pada filum Nematoda memiliki kelamin terpisah
sehingga dapat dibedakan antara individu jantan dan individu betina (disebut
gonokoris). Individu jantan dan betina memiliki bentuk yang berbeda, biasanya cacing
gilik jantan berukuran lebih kecil dari yang betina. Kemudian ekor dari individu jantan
berbentuk seperti kait, sedangkan yang betina lurus.

Reproduksi biasanya terjadi secara seksual, namun ada juga spesies hermaprodit
yang membuahi sendiri. Pada cacing gilik yang hidup bebas, telur menetas menjadi
larva yang memiliki penampakan yang sama dengan individu dewasa. Tapi pada cacing
gilik parasit, siklus hidupnya biasanya jauh lebih rumit (melibatkan pertukaran inang
satu dengan yang lain).

Individu dewasa pada beberapa spesies terdiri dari sel-sel yang jumlahnya tetap.
Jumlah sel ini sama antara satu individu dengan individu lain pada spesies yang sama.
Fenomena ini disebut dengan eutely. Oleh karena itu, Nematoda merupakan subjek
penelitian yang penting bagi studi genetik.

24
3.3. Gambar Morfologi

3.4. Siklus Hidup

 Host intermediet 1 : siput


 Host intermediet 2 : semut
Telur dimakan H.I → menetas→ mirasidium→ migrasi ke glandula
mesenterika→ sporosiste→ sporosiste anak → serkaria→ bergerombol, satu sama lain
dilekat kan oleh subtansi gelatinous yang disebut “SLIME BALLS”→ mengandung
200-400 serkaria→ dikeluarkan dari siput→ melekat di tumbuh-tumbuhan.
Slime balls dimakan semut. Metaserkaria di cavum abdominalis semut ± 128 per semut.
Dapat juga memasuki otak semut. Induk semang definitif terinfeksi karena makan
semut→ duktus biliverus→ hati Cacing yang kecil masuk kecabang duktus
biliverus→menempel dengan perubahan patologi tidak begitu tampak untuk
memproduksi telur yang di butuhkan sekitar 11 minggu setelah hewan memakan
metaserkaria (dibanding Fasciola hepatica) kecuali ada infeksi berat. Pada infeksi
lanjut→ Cirrhosis hepatica dan terbentuk pada permukaan hati, duktus biliverus
melebar terisi cacing.

25
Cacing isap ini memiliki daur hidup yang berbeda-beda tergantung dari
spesiesnya. Namun ada persamaan dari kelompok hewan ini, yaitu berkembang biak
dengan aseksual pada inang perantara, dan berkembang biak dengan seksual pada
inang primer. Variasi yang ada terjadi akibat perbedaan inang primer dan inang
perantara tersebut. Berikut ini adalah daur hidup umum dari Trematoda:

 Telur – Trematoda bereproduksi seksual, lalu menghasilkan telur.


 Larva mirasidium – Telur menetas menjadi larva bersilia yang disebut
mirasidium (en: miricidium), yang akan menginfeksi inang perantara pertama.
 Sporosista – Dalam tubuh inang perantara, mirasidium berkembang menjadi
kantong memanjang yang disebut sporosista (en: Sporocyst). Sporosista dapat
berkembang menjadi lebih banyak sporosista, atau menjadi larva tahap
berikutnya.
 Larva redia – Sporosista berkembang menjadi larva dengan mulut penghisap
yang disebut redia. Redia dapat berkembang menjadi lebih banyak redia, atau
menjadi larva tahap berikutnya.
 Larva serkaria – Redia berkembang menjadi larva seperti kecebong yang
disebut serkaria (en: cercaria). Serkaria mungkin motil dan memiliki ekor, dan
kemudian menginfeksi inang perantara kedua (tergantung spesies).
 Sista mesoserkaria atau metaserkaria – serkaria dapat berkembang menjadi
Trematoda dewasa, atau dorman terlebih dahulu dalam bentuk sista.
Mesoserkaria (en: mesocercaria) merupakan bentuk serkaria yang sedikit
dimodifikasi dan dorman. Metaserkaria (en: metacercaria) merupakan bentuk
serkaria yang berubah menjadi sista dan dorman.
 Dewasa – merupakan fase cacing hisap yang mampu melakukan reproduksi
seksual untuk menghasilkan telur.

26
Siklus Hidup Cacing Hati (Fasciola hepatica)

Fasciola hepatica atau yang biasa disebut cacing hati, merupakan spesies
Trematoda yang memiliki inang perantara siput; dan inang primer domba, sapi, atau
herbivora lain. Cacing hati dewasa merupakan parasit pada hati inang primer yang
umumnya adalah herbivora, walaupun juga bisa hidup pada manusia. Daur hidup
Fasciola hepatica adalah sebagai berikut (disarankan untuk memahami dahulu daur
hidup umum Trematoda):

1. Telur yang belum berembrio dikeluarkan melalui kotoran.


2. Embrio berkembang di air.
3. Larva mirasidium menetas dan menginfeksi inang perantara siput.
4. Perkembangan larva (4a) sporosista, (4b) redia, dan (4c) serkaria dalam tubuh
siput.
5. Serkaria berenang keluar dari tubuh siput dan membentuk sista pada tumbuhan
air.
6. Sista (metaserkaria) pada tumbuhan air dimakan oleh inang primer (herbivora
atau manusia).
7. Metaserkaria “pecah” di usus dua belas jari.
8. Cacing hati dewasa hidup pada hati inang primer.

27
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas trematoda filum platyhelminthesdan
hidup sebagai parasit pada umumnya hermatodit. Spesies ini merupakan parasityang
terdapat dalam tubuh manusia, termasuk subkelas digenea yang hidup
sebagaiendoparasit.
Pada umumnya Trematoda atau cacing daun merupakan parasit dengan sifat
hermafrodit yang memiliki siklus hidup yang kompleks. Mulai dari telur, mirasidium.
Serkaria. Redia, kemudian menjadi cacing dewasa muda dan akhirnya menjadi cacing
dewasa.berdasarkan tempat hidupnyapun jenis cacing ini lebih bervariasi. Ada
trematoda yang hidup di hati, Paru, usus bahkan dalam darah. Proses
penyebarannyapun sangatlah mudah dan sangat sederhana.

Ada 4 jenis Trematoda Hati, yaitu:

1. Clonorchis sinensis (Opisthorchis sinensis)


2. Fasciola hepatica
3. Opistorchis felineus
4. Opisthorchus viverrini
Trematoda hati memiliki daur hidup, morfologi, patologi, gejala klinis, diagnosis,
pengobatan dan pencegahan yang sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing
trematoda hati, tetapi ada pula yang sama.

29
DAFTAR PUSTAKA

Annida dan Paisal. 2014. Freshwater snail as intermediate host of trematodein


Kalumpang Dalam and Sungai Papuyu Village,
Babirik Subdistrict, Hulu Sungai Utara District.
Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber
Binatang. 5(2) : 55 - 60.

Hairani, B., dan Deni F. 2017. Identifikasi serkaria trematoda dan keong
hospes perantara pada ekosistem perairan Rawa Tiga
kabupaten di Kalimantan Selatan. Jurnal Vektor
Penyakit. 11(1) : 1 - 8.

Irmawati. 2013. Prevalensi larva Echinostomatidae pada berbagai jenis


Gastropoda air tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. e-
Jipbiol. 2(4) : 1-6.

Khairudin, Ririh Y., dan M. Farid D. L. 2012. Kejadian fasciolopsiasis pada


anak sekolah dasar di wilayah endemik. Makara
Kesehatan. 16(2) : 84-88.

Nurul, R., M. Jusman R., dan Lisdayanthi A. 2016. Analisis faktor risiko
kejadian Schistosomiasis di desa Puroo Kecamatan
Lindu Kabupaten Sigi tahun 2014. Jurnal Preventif. 7(1)
: 1- 64.

Nurwidayat, A. 2015. Variasi genus keong di daerah fokus keong perantara


Schistosomiasis di dataran tinggi Lindu, Sulawesi
Tengahi. Balaba. 11(2) : 59-66.

30
Onggowaluyo, J. S.. 2001. Parasitologi Medik 1 helmintologi Pendekatan
Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. EGC, Jakarta.

Purnomo, Gunawan J., dan Magdalena. 2005. Atlas Helmintologi


Kedokteran. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Sulinawati, Saputra, Ediwan, dan Priono T.H., Slamet, dan Candra D. 2016.
Kecacingan trematoda Schistosoma spp. pada badak
sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Taman Nasional
Way Kambas. Jurnal Sumatran Rhino Sanctuary Taman
Nasional Way Kambas.

Sutanto, Inge S. I., Pudji K. S., dan Saleha S. 2008. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

31
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum
Platyhelminthes. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan
larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan cacing dewasa
memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat
cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang
disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.
Ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks
yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat
menimbulkan kelainan pada manusia umumnya adalah : Taenia saginata dan
Taenia solium, Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus
granulosus, Echinococcus multilocularis.
Manusia merupakan hospes Cestoda ini dalam bentuk :
a. Cacing dewasa, untuk spesies Diphyllobothrium latum, Taenia saginata, Taenia
solium, H.nana, H.diminuta, Dipylidium caninum.
b. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp, T.solium, H.nana, E.granulosus,
Multiceps
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mampu
mengidentifikasi morfologi dari spesies-spesies cestoda yang penting dalam
kesehatan veteriner dan untuk mengetahui siklus hidup cestoda.

BAB II

32
TINJAUAN PUSTAKA

Cacing pita (Cestoda) adalah cacing yang tidak memiliki saluran pencernaan.
Proses pengambilan makanan dan komponen yang dibutuhkan bagi kehidupannya
dilakukan dengan menggunakan tegumen yang memiliki mikrovili. Zat yang
diserap oleh cacing pita adalah glukosa, lemak, dan protein (dalam bentuk asam
amino). Proses penyerapan terhadap protein sebagai sumber nitrogen dilakukan
secara transport aktif melalui lokus khusus pada tegumen (Candra, dkk., 2008).

Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Pseudophyllidea, Cyclophyllidea
1) Ordo Pseudophyllidea
 Bentuk kepala lonjong, memiliki dua buah lekuk atau celah yang disebut
bothrium sebagai alat menempel pada hospesnya
 Habitatnya di dalam usus halus
 Spesies: Diphyllobothrium latum, Spiromeptra mansoni, dan Sparganum
proliferum
2) Ordo Cyclophyllidea
 Kepala bulat memiliki empat buah batil isap (acetabulum) berbentuk seperti
mangkuk.
 Spesies: Hymenolepis nana, H. diminuta, Taenia saginata, T. solium,
Echinococcuc granulosus, dan E. multilocularis (Natadisastra, D., 2009).

Berdasarkan tempat hidupnya, cestoda dapat dikelompokkan menjadi 2


golongan, yaitu cestoda usus dan cestoda jaringan. Hospes definitif cestoda usus
umumnya adalah manusia dan hewan mamalia tertentu. Seluruh cestoda mempunya
hospes perantara kecuali spesies H. nana, (Muslim., 2009)

33
Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40
mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit.
Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan
diri pada dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian
cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin
lama semakin banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan
bersegmen-segmen.

Cacing dewasa antara 2 sampai 3 meter dan dapat hidup sampai 25 tahun
lamanya. Skoleks bergaris tengah 1 mm, bulat dan mempunyai 4 buah alat isap.
Kepala juga dilengkapi dengan rostellum yang mempunyai dua deret kait yang
melingkar. Leher pendek, berukuran panjang antara 5-10 milimeter kali 6
milimeter. Jumlah segmen taenia pada umumnya tidak lebih dari 1000 buah,
segmen mature berukuran 12 kali 6 milimeter.. telur berbentuk bulat, coklat,
berdinding tebal, dan bergaris radial, ukurannya antara 30 sampai 45 mikron.
(Malemna., 2005)

Untuk morfologi cestoda secaar umum : bentuknya panjangdan pipih terdiri


dari scolex dan segmen dan segmen segmen tubuh (proglotid) yang dibedakan
segmen muda (immature), segmen dewasa (mature), dan segmen masak (gravid).
Tanda tanda karakteristik untuk menentukan jenis (spesies) cestoda adalah sebagai
berikut :Scolex, yang perlu diperhatikan bentuknya bulat atau memanjang , ada atau
tidaknya leher, adanya batil penghisap atau sucker yang berbentuk cangkir atau
cawan atau berbentuk celah memanjang dengan atau tanpa sejumlah kait kait, ada
atau tidaknya restellum dengan sejumlah baris kait. Tiap proglotid meruapakan
satu individu yang berfungsi dan satu anggota dari strobili. Tempat pertumbuhan
proglotid dimulai dari pertumbuhan jaringan yang ada di posterior leher dan
berturut turut kearah posterior akan semakin jelas perkembangannnya karena
bentuk, struktur dan fungsi organ organ semakin jelas (Astuti, 2010).

34
Ukuran strobuila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang
ada didalam hospes. Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil hisap, dan
rostellum yang pendek dan berkait kait. Bagian leher panjang dan halus. Strobili
dimulai dengan proglotid imatur yang sangat pendek dan sempit, lebih distal
menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung distal strobili membulat (Marbawati,
2010).

Manusia merupakan definitivehost cacing pita dewasa, sedangkan larva


cacing (cisticercus cellulosae) terdapat dalam bentuk kista di dalam jaringan organ
babi (hospes perantara). Cacing dewasa akan melepaskan segmen gravid dan pecah
di dalam usus sehingga telur dapat di temukan dalam tinja penderita dan dapat
bertahan beberapa bulan di lingkungan. Telur yang keluar bersama tinja jika
termakan oleh babi, di dalam usus babi telur akan pecah dan onskofer akan terlepas.
Onskofer memiliki kait sehingga dapat menembus dinding usus dan masuk dalam
sirkulasi darah. Onskofer menyebar ke jaringan dan organ tubuh babi yaitu lidah,
otot leher, otot jantung, dan otot gerak. Dalam waktu 60-70 hari onskofer akan
berubah menjadi larva sistiserkus.Infeksi pada manusia terjadi karena
mengkomsumsi daging babi mentah atau kurang matang yang mengandung larva
sistiserkus. Di saluran cerna skoleks mengalami eksvaginasi dan melekatkan diri
dengan alat isap di dinding usus. Skoleks akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan
kemudian membentuk strobila. Dalam waktu 2-3 bulan telah tumbuh menjadi
cacing dewasa yang mampu menghasilkan telur untuk meneruskan daur hidupnya
Taenia solium panjang sekitar 7 meter dan dapat menghasilkan 50.000/tiap
proglotid (Sandy, 2014).

Pada siklus hidup T. saginata, telur berembrio termakan oleh sapi, kemudian
akan menetas di dalam saluran pencernaan sapi menjadi heksakan. Heksakan
selanjutnya menembus masuk ke dalam jaringan otot sapid an berkembang menjadi
onkosfer. Onkosfer akan membentuk larva sistikerkus. Sistiserkus di dalam otot
sapi, jika dikonsumsi manusia dengan setengah matang akan menginfeksi ke dalam
tubuh manusia dan akan berkembang menjadi cacing t. saginata dewasa dalam

35
saluran pencernaan manusia. Cacing dewasa akan bertelur lagi dan dikeluarkan
melalui feses ke lingkungan (Susilowarno, dkk., 2000).

Cacing dewasa Echinococcus granulosus menempati saluran usus


vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrate. Hospes
perantara cacing ini biasanya adalah domba, sapi, dan herbivora lain. Manusia
hampis selalu memperoleh infeksi dari anjing. Walupun serigala, coyote, dan rubah
juga merupakan hospes tetap. Cacing dewasa ini hidup di dalam usus muda anjing,
serigala, dan jarang pada kucing (Muslim, 2009).

Sistem saraf terdiri dari ganglia yang terdapat pada skoleks. Saraf
longitodinal berjalan dari skoleks ke tiap tiap proglotid pada kedua sisi lateralnya
sebagai lateral nerve. Pada tiap tiap proglotid lateral nerve ini dihubungkan oleh
saraf saraf transversal. Tractus digestivus dan tractus circulatorius tidak ada
(Tarmudji., 2009).

Penyebaran penyakit sistiserkosis pada ternak dan babi di mancanegara,


termasuk Indonesia, tidak banyak di laporkan. Pada umumnya data tersebut
berdasarkan inspeksi daging yang dilakukan menurut keadaan setempat, sepintas
lalu atau sama sekali tidak diperhatikan, sehingga jumlah kasus yang dilaporkan
mungkin tidak benar dan biasanya kurang (Widarso. dkk., 2001).

36
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Pseudophyllidea, Cyclophyllidea
3) Ordo Pseudophyllidea
 Bentuk kepala lonjong, memiliki dua buah lekuk atau celah yang disebut
bothrium sebagai alat menempel pada hospesnya
 Habitatnya di dalam usus halus
 Spesies: Diphyllobothrium latum, Spiromeptra mansoni, dan Sparganum
proliferum
4) Ordo Cyclophyllidea
 Kepala bulat memiliki empat buah batil isap (acetabulum) berbentuk seperti
mangkuk.

Spesies: Hymenolepis nana, H. diminuta, Taenia saginata, T. solium, Echinococcuc


granulosus, dan E. multilocularis

3.2 Morfologi

Cestoda memiliki bentuk tubuh pipih, bersegmen, hrmaprodit dan tidak


memiliki usus. Morfologi cestoda secara umum yaitu :

1. Skoleks (kepala) yang berbentuk bulat atau lonjong. Pada bagian ini
terdapat :
 Rostellum , berfungsi untuk melekatkan ke organ predileksi
 Hooks seperti duri untuk memperkuat cengkraman menempel pada
organ predileksi

37
 Sucker , berfungsi menghisap nutrsi
2. Coloumn (leher)
Pada leher terdapat zona profilerasi tempat terjadinya strobilisasi yaitu
proses terbentuknya strobili baru
3. Strobila (badan) terdiri atas proglotid proglotid,yang dikelompokan menjadi
3 yaitu :
 Immature (proglotid muda) , yaitu masa perkembangan alat kelamin
 Mature (proglotid dewasa), sudah terbentuk alat kelamin yang
lengkap.

Alat kelamin jantan terdiri dari :

- Testis
- Kantong sirrus dan sirrus

Alat kelamin betina terdiri dari :

- Ovarium
- Vitellarium,kelenjar dalam Platyhelmintes yang
menghasilkan bahan cangkang telur dan akan menjadi
bakal telur.
- Ootype , tempat pembentukan telur
- Vagina
- Uterus
 Gravid ( segmen masak ), terdapat alat kelamin dan telur telur.

Semakin posterior letak proglotid, maka semakin matang dan siap untuk
melepaskan diri dari strobila, untuk kemudian keluar dari tubuh induk semang
bersama feses.

38
3.3 Gambar Morfologi

Gambar Cestoda bagian Skoleks dan Coloumn :

2
4

Keterangan :

A.Skoles : 1. Rostellum

2. Hooks

3. Sucker

B.Coloumn

Gambar Cestoda bagian proglotid mature :

39
1
2 3 4

7
9
8
5
10
00

Keterangan :

Organ kelamin jantan :

1. Genital pore
2. Sirrus dan kantung sirrus
3. Vas deferent
4. Vesicula seminalis
5. Testis

Organ kelamin betina :

6. Vagina
7. Uterus
8. Ootyp
9. Vitellaria

40
10. Ovarium

3.4 Siklus hidup


1. Taenia solium

Host definitive Taenia solium adalah manusia, sedangkan larva cacing (cisticercus
cellulosae) terdapat dalam bentuk kista di dalam jaringan organ babi (hospes
perantara). Cacing dewasa akan melepaskan segmen gravid dan pecah di dalam
usus sehingga telur dapat di temukan dalam tinja penderita dan dapat bertahan
beberapa bulan di lingkungan. Telur yang keluar bersama tinja jika termakan oleh
babi, di dalam usus babi telur akan pecah dan onskofer akan terlepas. Onskofer
memiliki kait sehingga dapat menembus dinding usus dan masuk dalam sirkulasi
darah. Onskofer menyebar ke jaringan dan organ tubuh babi yaitu lidah, otot leher,
otot jantung, dan otot gerak. Dalam waktu 60-70 hari onskofer akan berubah
menjadi larva sistiserkus.Infeksi pada manusia terjadi karena mengkomsumsi
daging babi mentah atau kurang matang yang mengandung larva sistiserkus. Di
saluran cerna skoleks mengalami eksvaginasi dan melekatkan diri dengan alat isap
di dinding usus. Skoleks akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan kemudian

41
membentuk strobila. Dalam waktu 2-3 bulan telah tumbuh menjadi cacing dewasa
yang mampu menghasilkan telur untuk meneruskan daur hidupnya Taenia solium
panjang sekitar 7 meter dan dapat menghasilkan 50.000/tiap proglotid

2. Taenia saginata

Siklus hidup dan penularan parasit ini terjadi di lingkungan sanitasi jelek,
manajemen peternakan yang buruk, di wilayah dengan pengendalian penyakit dan
pemeriksaan kesehatan daging tidak dilakukan dengan baik . Pada siklus hidup T.
saginata, telur berembrio termakan oleh sapi, kemudian akan menetas di dalam
saluran pencernaan sapi menjadi heksakan. Heksakan selanjutnya menembus
masuk ke dalam jaringan otot sapid an berkembang menjadi onkosfer. Onkosfer
akan membentuk larva sistikerkus. Sistiserkus di dalam otot sapi, jika dikonsumsi
manusia dengan setengah matang akan menginfeksi ke dalam tubuh manusia dan
akan berkembang menjadi cacing t. saginata dewasa dalam saluran pencernaan
manusia. Cacing dewasa akan bertelur lagi dan dikeluarkan melalui feses ke
lingkungan

42
3. Echinococcus granulosus

Cacing dewasa Echinococcus granulosus menempati saluran usus


vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrate. Hospes
perantara cacing ini biasanya adalah domba, sapi, dan herbivora lain. Manusia
hampis selalu memperoleh infeksi dari anjing. Walupun serigala, coyote, dan rubah
juga merupakan hospes tetap. Cacing dewasa ini hidup di dalam usus muda anjing,
serigala, dan jarang pada kucing

4. Moniezia sp
Telur atau proglotid akan keluar bersama feses dan akan mencemari rumput
yang ada pada lapangan, telur yang berada pada feses akan termakan oleh tungau
dari jenis galumna, orbatid. Didalam tubuh tungau telur yang ermakan akan
berkembang menjadi L4 dan tungau akan termakan bersama rumput pada saat sapi
atau domba, kambing merumput dan pada usus halus ternak cacing akan

43
berkembang menjadi cacing dewasa yang akan menempel pada mukosa usus
ternak.

5. Dipylidium caninum
Proglottids gravid dilewatkan utuh dalam tinja atau muncul dari daerah
perianal dari hospes (1). Selanjutnya mereka menjadi paket telur khas(2) . Pada
kesempatan langka, proglotid pecah dan paket telur terlihat pada sampel tinja .
Setelah menelan telur oleh antara host ( tahap larva dari anjing atau kucing
(Ctenocephalides spp . ) , Sebuah oncosphere dilepaskan ke usus kutu itu .
Oncosphere menembus dinding usus , menyerang hemocoel serangga ( rongga
tubuh) , dan berkembang menjadi larva cysticercoid(3) . Larva berkembang
menjadi dewasa , dan kutu yang terdapat cysticercoid infektif (4). Vertebrata inang
terinfeksi dengan menelan kutu dewasa yang mengandung cysticercoid
tersebut(5).Anjing adalah hospes definitif utama untuk Dipylidium caninum . Host
potensial lainnya termasuk kucing , rubah , dan manusia ( kebanyakan anak-anak
)(6)(7) . Manusia mendapatkan infeksi dengan menelan kutu yang terkontaminasi
cysticercoid . Dalam usus halusdari vertebrata inang cysticercoid berkembang
menjadi cacing pita dewasa yang mencapai kematangan sekitar 1 bulan setelah
infeksi(8) . Cacing pita dewasa (berukuran panjang sampai 60 cm dan 3 mm lebar
) berada di usus hlus l dari hospes. Mereka menghasilkan proglotid ( atau segmen )
yang memiliki dua pori-pori genital ( maka nama " double- berpori " cacing pita ) .
proglotid matang , menjadi gravid , melepaskan diri dari cacing pita , dan bermigrasi
ke anus atau lulus dalam tinja(1).

44
45
BAB IV
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum
Platyhelminthes. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan
larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan cacing dewasa
memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat
cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang
disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.
Untuk morfologi cestoda secaar umum : bentuknya panjangdan pipih terdiri
dari scolex dan segmen dan segmen segmen tubuh (proglotid) yang dibedakan
segmen muda (immature), segmen dewasa (mature), dan segmen masak (gravid).
Tanda tanda karakteristik untuk menentukan jenis (spesies) cestoda adalah sebagai
berikut :Scolex, yang perlu diperhatikan bentuknya bulat atau memanjang , ada atau
tidaknya leher, adanya batil penghisap atau sucker yang berbentuk cangkir atau
cawan atau berbentuk celah memanjang dengan atau tanpa sejumlah kait kait, ada
atau tidaknya restellum dengan sejumlah baris kait.

DAFTAR PUSTAKA

46
Astuti,N.T., 2010. Pemeriksaan endoparasit (cacing Nematoda dan Cestoda) yang
ditemukan dalam organ tikus . Jurnal Balaba. 6(2) : 20-21
Candra, Rianto,dan Melani. 2008. Potensi anthelmintik akar tanaman putri malu
(Mimosa pudica L.) terhadap Hymenolepis nana pada Mencit. Media
Peternakan 31(1): 33
Malemna S., 2005. Pemeriksaan larva cacing pita pada daging babi (Porcina)
dirumah makan babi panggang karo sekitar padang bulan-simpang
selayang Medan. Skripsi

Marbawati, Dewi., 2010. Hymenolepis sp, Cacing pita parasit pada tikus dan
manusia. Jurnal Balaba. 6(2) : 24-25

Muslim. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Penerbit Kedokeran EGC, Jakarta

Natadisastra, D. dan Ridad Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran. Penerbit


Kedokteran EGC, Jakarta
Sandy dan Samuel. 2014. Kajian Aspek Epidemiologi Taeniasis dan Sistiserkosis
di Papua. Jurnal Penyakit Bersumber Binatang 2(1): 3.
Susilowarno, Teuku, dan Reza. 2000. Biologi. Grasindo, Jakarta
Tarmudji., 2009. Ekinokokkis/hidatidosis, suatau zoonosis parasit cestoda penting
terhadap kesehatan masyarakat. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.
Jurnal Kesehatan. 27(13): 24

Widarso H. S., Margono., Wilfrie., dan Rizal Subahar. 2001. Prevalensi dan
distribusi taeniasis dan sistiserkosis. Jurnal Makara. 23(4):45

BAB I

47
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas, berkuku dan


bersegmen. Istilah Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang berarti kaki. Arthropoda merupakan
hewan tripoblastik selomata dan bilateral simetris. Tubuh Arthropoda terdiri dari
kepala, dada, dan abdomen yang keseluruhan dibungkus oleh zat kitin dan kerangka
luar (eksoskeleton). Umumnya diantara ruas-ruas terdapat bagian yang tidak
memiliki zat kitin sehingga ruas-ruas tersebut mudah untuk digerakkan. Di waktu
tertentu kulit dan tubuh Arthropoda mengalami pergantian kulit (eksdisis).
Berdasarkan struktur tubuhnya, Arthropoda dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu
Crustacea seperti udang – udangan, Arachnoidea seperti caplak, Myriapoda seperti
hewan kaki seribu, Insecta seperti kutu.

Class Arachnoidea merupakan kelas hewan invertebrata Arthropoda dalam


subfilum Chelicerata. Istilah arachnid berasal dari bahasa Yunani arachne, berarti
laba-laba, dan juga merujuk pada figur mitologi Yunani, Arachne. Di dalamnya
termasuk hewan seperti laba-laba, kalajengking, serta ketonggeng. Anggotanya
meliputi kalajengking, laba-laba, caplak dan tungau.

Caplak adalah ektoparasit penghisap darah pada hewan vertebrata, nama


umum bagi hewan kecil berkaki delapan anggota Ixodoidea, yang bersama-sama
dengan tungau dimasukkan ke dalam anak kelas Acarina, ordo Arachnoidea (laba-
laba dan kerabatnya). Caplak dikenal sebagai parasit luaran (eksoparasit) yang
hidup dari darah hewan vertebrata yang ditumpanginya. Karena kebiasaaannya ini,
caplak menjadi vektor bagi sejumlah penyakit menular. Kutu babi ini sangat
merugikan bagi hewan ternak. Caplak muda bertungkai enam, namun setelah
dewasa memiliki empat pasang tungkai. Contoh caplak berkulit keras di Indonesia
adalah caplak sapi (Boophilus microplus), caplak anjing (Rhipicephalus

48
sanguineus), caplak babi (Dermacentor auratus). Dalam familynya caplak dibagi
atas caplak keras (Isodidae) dan caplak lunak (Agrasidae).

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui klasifikasi dari Caplak serta mengidentifikasi


perbedaan Ixodidae dan Agrasidae
2. Untuk mengetahui morfologi dari Caplak
3. Untuk mengetaui siklus hidup dari Caplak

BAB II

49
TINJAUAN PUSTAKA

Caplak adalah hewan arthropoda kecil yang biasanya menggigit dan


menghisap darah. Gigitan caplak ini dapt menyebabkan rasa gatal. Di samping itu
caplak ini juga dapat menjadi vektor dari parasit darah seperti Anaplasma dan
Babesia. Ada dua jenis caplak yang berparasit pada ternak, yaitu caplak lunak /
Argasidae dan caplak keras / Ixodidae (Darmono, 2005).

Caplak merupakan parasit yang hidup di tubuh reptil, mamalia dan burung.
Ukuran tubuh caplak sekitar 0,15-0,3 cm. Caplak berdiam di suatu tumbuhan untuk
menunggu hewan yang lewat. Saat hewan lewat dan menyentuh tumbuhan tersebut,
caplak akan memanjat ke tubuh hewan. Caplak menusuk kulit hewan inang dengan
rahangnya yang bergerigi, lalu meminum darahnya (Setford, 2005).

Caplak sepintas seperti serangga atau laba-laba, padahal abdomen binatang


tersebut biasanya tidak beruas. Saat baru menetas caplak hanya memiliki 3 psang
kaki. Namun setelah dewasa, caplak memiliki 4 pasang kaki. Pernapasannya
menggunakan alat trakea atau melalui kulit (Pracaya, 2001). Caplak merupakan
golongan ektoparasit yang menginfeksi dengan cara menghisap darah pada
permukaan tubuh ternak . Caplak yang dominan dan sangat merugikan pada usaha
terrnak ruminansia adalah Rhipicephalus sanguineus (Leliana, 2014).

Caplak muda bertungkai enam, namun setelah dewasa memiliki empat


pasang kaki. Larva-Limfa-Imago, hanya makan satu kali ada inang , mengisap
darah pada inang lalu keluar ada yang tetap tinggal, hidup parasit pada burung dan
mamlia , dapat mengakibatkan kematian pada hewan kecil, karena penghisapan
darah yang banyak, menyebabkan infeksi sekunder , vektor penyakit (Mokosul,
2011).

Darah yang dihisap caplak mengandung protein yang diperlukan untuk


pembentukan telur. Caplak ini tidak menghisap darah begitu saja dari semua hewan,
tetapi juga mempertimbangkan kepekatan komponen kandungan darah yang
dihisapnya, seperti eritrosit dan plasma protein inangnya (Wahyuwardani, 1994).

50
Bagian dorsal caplak ini mempunyai skutum atau perisai yang menutupi
seluruh bidang dorsal tubuh pada caplak jantan, sedangkan pada yang betina
skutum hanya menutupi sepertiga bagian anterior tubuh.Oleh karena itu tubuh
caplak betina dapat berkembang lebih besar dari pada yang jantan setelah
menghisap darah ( Suparmin, 2015 ).

Caplak memiliki Panjang tubuh dapat mencapai 2.000-30.000 µm. Caplak


memiliki karakter-karakter khas tersendiri pada hipostoma memiliki ocelli/mata,
tetapi tidak memiliki epistoma, corniculi dan tritosternum. Caplak dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu caplak berkulit keras/ hard tick (Ixodidae) dan caplak
berkulit lunak/ soft tick (Argasidae) karena tidak memiliki scutum (Bashofi, 2013).
Pcnanggulangan caplak Rllipiceplwlus sanguineus dilakukan dcngan
vaksinasi yang dibuat dari ckstrak penuh eaplak yang diproses untuk mcnjadi
antigen. Vaksinasi dilakukan pada hcwan pcrcobaan (anjing, kelinci dan domba)
secara suhkutan scbanyak tiga kali dengan interval 2 minggu. Pcngamatan
dilakukan 3 hari sctclah infestasi caplak untuk dibandingkan dcngan hewan yang
tidak divaksinasi (Astyawati dan Wulansari, 2008).

Caplak memiliki ukuran lebih besar dari pada tungau.Panjang tubuh dapat
mencapai 2.000-30.000 μm.Selain ukurannya, caplak dibedakan dari tungau
berdasarkan letak stigma yang berada di bawah coxa (pangkal kaki) ke empat.
Caplak juga memiliki karakter-karakter khas tersendiri pada hipostoma , memiliki
ocelli/mata, tetapi tidak memiliki epistoma, corniculi dan tritosternum. Caplak
dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu caplak berkulit keras/hard tick (Ixodidae) dan
caplak berkulit lunak/soft tick (Argasidae) karena tidak memiliki scutum
(Dwibadra, 2008)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi

51
Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Sub filum : Chelicerata

Kelas : Arachnida

Sub Kelas : Acarina

Ordo : Acari

Family : Ixodidae, Argasidae

Genus : Argas, Ornithodorus, Antricola dan Otobius.

3.2 Morfologi

Ciri-ciri umum Caplak yaitu:

 Caplak pada dasarnya merupakan tugau raksasa


 Hipostoma mengandung gigi-gigi yang melengkung kebelakang
 Sub ordo tersebut dibagi menjadi dua famili atas ada atau tidaknya
skutum pada punggung
 Untuk membedakan caplak lunak dengan caplak keras adalah pada
skutumnya. Caplak lunak tidak mempunyai skutum

Ixodidae

 Bagian mulut terletak pada ujung anterior tubuh, sepasang mata pada sisi
lateral skutum dan sepasang stigmata/spirakel yang berada pada posisi

52
posterior/lateral sampai koksa keempat kaki. Pada basis kapitulum
terdapat bagian alat-alat mulut, palpi, kalisera, dan hipostoma. Skutum
memiliki serviks bilateral dan lekuk bilateral yang bervariasi
kedalamannya menurut species caplak. Tubuh betina mempunyai
sepasang lekuk marginal pada sisi latel dibelakang skutum. Sedangkan
pada sisi postero-lateral terdapat lekuk median.
 Bagian akhir posterior tubuh membentuk suatu keping barisan yang
disebut festoon, pada boophlius tidak ditemukan. Beberapa species
caplak terdapat bail pada jantan dan betina. Anggota gerak terdiri dari
atau koksa, troknter, femur, tibia, pretarsus, tarsus, pulvilus dan cakar.

Aragsidae

 Caplak dewasa berukuran panjang 4-10 dan lebar 2,5-6 mm, tubuh bulat
dan menyempit kerarah anterior. Sisi-sisi tubuh tajam, pada saat lapar
tubuh berwarna kekuningan dan status kenyang berwarna kebiruan.
Identifikasi antara caplak jantan dan caplak betina agak sulit. Perbedaan
mudah diamaati pada alat kelamin luar. Pada betina alat kelamin
mengarah keanterior pada sisi dorsal dan ukkurannya lebih besar
dibandingkan caplak jantan.

3.3 Foto Morfologi

53
3.4 Siklus Hidup

Siklus hidup Rhipicephalus sanguineus

1. Caplak betina bertelur 2.000-4.000 butir yang menetas 17 – 30 hari


2. Kemudian larva menempel pada hospes 1 (rambut panjang belakang leher
anjing).
3. Larva menghisap darah 2-6 hari, jatuh, dan menyilih menjadi nimfa 5-23
hari.
4. Lalu nimfa menempel pada hospes 2, terutama di belakang leher, menghisap
darah 4-9 hari, jatuh, dan menyilih menjadi dewasa 11-73 hari.
5. Yang dewasa kemudian menempel pada hospes ke3 yang sering pada
hospes telinga dan sela-sela jari anjing, menghisap darah pada 6-21 hari dan
lalu jatuh untuk bertelur. Larva tidak makan dapat hidup sampai dengan 8,5
bulan, nimfa dewasa 19 bulan.

54
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

55
Dari hasil praktikum dengan judul Caplak dapat disimpulkan bahwa Caplak
merupakan bagian dari phylum Artrophoda yang memiliki family terdiri atas
Ixodidae (Caplak keras) dan Agrasidae (Caplak lunak). Ixodidae dan Agrasidae
dibedakan bedasarkan ada tidaknya skutum pada tubuhnya. Siklus hidupnya
termasuk kedalam siklus hidup tidak sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Astyawati, T dan R. Wulansari. 2008. Penanggulangan caplak Rllipiceplwlus


sanguineus dengan vaksinasi. Jurnal Ilmu Pertnian Indonesia. 13(1) :
45.

56
Bashofi, A.S. 2013. Infestasi caplak pada kucing liat di Institut Pertanian Bogor.
Jurnal Biologi. 11(3) : 5.

Darmono. 2005. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dwibadra. D. 2008. Tungau, caplak , kutu dan pinjal. Jurnal Fauna Indonesia. 8.
(2): 25.

Leliana .2014.Pola makan dan indeks kenyang pad caplak betina Rhipicephalus
sanguineus. Jurnal Biologi. 4(2) : 23.

Mokosul, Y.S. 2011. Lalat tungau dan caplak sebagai vektor. Laboratorium
Bioaktivitas dan Biologi Molekuler FMIPA UNIMA. 2(8) : 1-18.

Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebit Swadaya, Jakarta.

Setford, S. 2001. Inti Sari Hewan Merayap. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Suparmin, Y. 2015. Deteksi Dan Identifikasi Faktor Penyebab Timbulnya


Infestasi Caplak Boophilus Sp Pada Sapi Bali Di Kecamatan
Mallusetasi, Kabupaten Barru. Skripsi. Program Studi Kedokteran
Hewan Fakultaskedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Wahyuwardani, S. 1994. Pengaruh perkembangan tubuh caplak Boophillus


microplus betina dewasa terhadap fertilisasi telurnya. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner. 1(1) : 65.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arthropoda adalah hewan dengan kaki beruas-ruas, berkuku dan


bersegmen. Istilah Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata

57
yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang berarti kaki. Arthropoda merupakan
hewan tripoblastik selomata dan bilateral simetris. Tubuh Arthropoda terdiri dari
kepala, dada, dan abdomen yang keseluruhan dibungkus oleh zat kitin dan kerangka
luar (eksoskeleton). Umumnya diantara ruas-ruas terdapat bagian yang tidak
memiliki zat kitin sehingga ruas-ruas tersebut mudah untuk digerakkan. Di waktu
tertentu kulit dan tubuh Arthropoda mengalami pergantian kulit (eksdisis).
Berdasarkan struktur tubuhnya, Arthropoda dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu
Crustacea seperti udang – udangan, Arachnoidea seperti laba-laba, Myriapoda
seperti hewan kaki seribu, Insecta seperti kutu.

Insekta adalah suatu kelas dari arthropoda memiliki tiga pasang kaki jalan
dan biasanya ada 1-2 pasang sayap, atau biasanyanya disebut Hexapoda.
Kata Insekta berasal dari bahasa Latin Insectum yang berarti “memotong ke dalam”.
Jenis insekta mencapai kurang lebih 650 jenis, dan sebagian besar insekta berperan
sebagai pemakan atau hama tumbuhan. Pada Insekta dikenal dua
macam metamorfosis, yaitu metamorfosis sempurna dan metamorfosis tidak
sempurna. Salah satu hewan arthropoda yaitu kutu.

Kutu adalah serangga yang tidak bersayap dan berukuran kecil, kutu
dibedakan pula ordonya bedasarkan cara hidupnya seperti flea (kutu yang
melompat, ordo Siphonaptera) dan louse (kutu yang lebih suka merayap,
kebanyakan ordo Phtiraptera yang semuanya adalah parasit). Adapula ordo
Mallophaga dan Anoplura. Mallophaga dan Anoplura adalah kelompok insekta
yang tidak bersayap dengan bentuk tubuh yang pipih, antena pendek dengan tiga
sampai lima segmen dan mata mereduksi atau tidak ada. Perbedaan antara
Mallophaga dan Anoplura adalah pada bagian kepala. Mallophaga mempunyai
kepala lebar, paling sedikit sama lebar dengan toraks. Anoplura mempunyai kepala
yang lebih sempit daripada toraks. Struktur mulut yang demikian disesuaikan
dengan aktifitas makan kedua ordo kutu tersebut. Oleh karena itu
anoplura digolongkan kedalam jenis kutu penghisap dan mallophaga
sebagai kutu penggigit.

58
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui klasifikasi dari Kutu serta mengidentifikasi perbedaan


Mallophaga dan Anoplura
2. Untuk mengetahui morfologi dari Kutu
3. Untuk mengetaui siklus hidup dari Kutu

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ektoparasit adalah parasit yang hidup di luar tubuh inang. Walaupun


ektoparasit merupakan permasalahan klasik yang merugikan, namun belum banyak
diteliti. Kerugian yang ditimbulkan ektoparasit antara lain penurunan bobot badan,
penurunan produksi, kerontokan rambut atau bulu, trauma, iritasi, anemia sampai

59
dengan kematian. Ektoparasit juga berperan sebagai vektor penyakit seperti
protozoa, bakteri, virus yang dapat ditularkan pada hewan peliharaan dan manusia
(Puri dkk.,2014).

Kutu adalah serangga yang tidak bersayap dan berukuran kecil, yang dalam
bahasa Inggris mencakup flea (kutu yang melompat, ordo Siphonaptera) dan louse
(kutu yang lebih suka merayap, kebanyakan ordo Phtiraptera yangn semuanya
adalah parasit). Dalam bahasa Indonesia keduanya tidak dibedakan, malah
mencakup juga sebagian dari kerabat wereng (ordo Hemiptera) dan beberapa
anggota ordo Coleoptera. Untuk menjelaskan, diberi keterangan di belakang kata
"kutu". Para biologiwan berusaha mendayagunakan kata tuma bagi kelompok
Phtiraptera, walaupun menyadari terdapat kesulitan dalam penerapannya
(Komariah, 2010).

Kutu dari phylum arthropoda, kelas insekta dan terbagi menjadi dua ordo
yaitu mallophaga dan anoplura. Walaupun mallophaga dan anoplura biasanya
ditempatkan pada ordo terpisah, tetapi prinsipnya mempunyai kemiripan struktur
dan siklus hidup yang sama (Parasitologi, 2008).

Kutu termasuk anggota kelompok serangga yang mempunyai sepapasang


kaki dan sayap yang mereduksi.Dua kelompok kutu yaitu kutu penghisap dan kutu
penggigit (Hadi dan Upik, 2004). Kutu penggigit bertubuh pipih, berukuran tubuh
2-6 mm; bagian mulut mandibula, mata majemuk mereduksi, lebar kepala sama
atau lebih dengan protoraksnya, tarsi beruas 2-5 dan tidak memiliki cerci
(Dwibadra, 2008).
Kutu mengacu pada berbagai artropoda berukuran kecil hingga sangat kecil.
Nama ini dipakai untuk sejumlah krustasea air kecil (seperti kutu air), serangga
(seperti kutu kepala dan kutu daun), serta — secara salah kaprah — berbagai
anggota Acarina (tungau dan caplak, yang berkerabat lebih dekat dengan laba-laba
daripada serangga). Semua disebut "kutu" karena ukurannya yang kecil (Hadi dkk.,
2010).

60
Semua kutu unggas dan sedikit kutu mamalia termasuk mallophagorida.
Mereka berinduk semang sangat spesifik, dan kenyataannya sering kali spesifik
sekali terhadap bagian tubuh tempat mereka ditemukan. Kebanyakan kutu mamali
termask ordo anoplurorida. Kutu ini juga sangat spesifik induk semagnya. Mareka
memiliki cakar sebagai alat bergantung pada induk semangnya. Kira-kira lebih dari
400 jenis yang telah pertelakan (Levine, 1994).

Bertelur 2-3 telur selama 24 jam, tiap betina bertelur 15-50 telur disepanjang
hidupnya, telur menetas 6-8 hari, instar 1 (nymph) berlangsung 5-6 hari sebelum
molting , instar 2 selesai sekitar 9-10 hari dan instar 3 memerlukan 13-17 hari ,
dewasa hidup sekitar 15-25 hari (Nurjannah, 2013). Individu jantan mengalami
metamorphosis holometabola (metamorphosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium
telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang
disebut prapupa, dan instar keempat berupa pupa, kemudian stadium imago yang
memiliki sepasang sayap (Pramayudi dan Hartati, 2012).

Ektoparasit (ektozoa) merupakan parasit yang berdasarkan tempat


manifestasi parasitismenya terdapat di permukaan luar tubuh inang, termasuk di
liang-liang dalam kulit atau ruang telinga luar. Kelompok parasit ini juga meliputi
parasit yang sifatnya tidak menetap pada tubuh inang, tetapi datang pergi di tubuh
inang (Ristiyanto dkk.,2008).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi

Pylum : Arthropoda

Class : Insecta

61
Ordo : Mallophaga (kutu penggigit) dan Anoplura (kutu
penghisap)

3.2 Morfologi

Mallophaga (kutu penggigit)

Adapun morfologi dari Mallophaga yaitu kepala besar, lebarnya minimal


sama atau pada umumnya lebih lebar dibandingkan toraknya. Ditemukan sepasang
antena berukuran pendek yang tersusun oleh 3 – 5 segmen, mata mereduksi atau
tidak ada. Alat mulut yang perlu mendapat perhatian yaitu Palpus Maksilaris dan
Mandibula yang mengalami pengerasan dan bersegmen torak, segmentasinya tidak
jelas, tidak memiliki sayap. Mesotorak dan Metatorak mengalami penggabungan
menjadi satu bagian. Tarsus tersusun oleh satu atau dua segmen dan setiap ujungnya
berisi satu atau dua cakar (satu cakar jika hidup pada mamalia, atau dua cakar jika
hidup pada unggas).

Ciri-ciri Mallophaga yaitu :

 Sebagian besar ekstoparasit unggas.


 Mulut untuk makan runtuhan epitel kulit, serpihan bulu dan
kulit.
 Tidak mempunyai mata.
 Antena pendek beruas 3-5 segmen (lekukan).
 Meso dan metathorax berfusi, prothorax-nya jelas.
 Spirakel diventral mesothorax.
 Tarsus berkuku/ kait 2 (burung) & 1 kuku (mamalia).

Anoplura (kutu penghisap)

62
Adapun morfologi dari Anoplura (kutu penghisap) yaitu anoplura (kutu
penghisap) kira-kira memiliki 400 spesies, berukuran besar lebih dari 5 mm,
bersifat host spesifik artinya hanya menyerang hewan tertentu saja dan umumnya
pada daerah tertentu pula. Tubuhnya pipih atas-bawah (dorsoventral) bersifat
ektoparasit permanen pada mamalia. Pergerakannya lambat. Jenis kelamin sulit
dibedakan. Tubuhnya dapat dibedakan atas kepala, torak dan abdomen

Kepala, ukurannya kecil dan meruncing sehingga lebih sempit atau minimal
sama jika dibandingkan dengan toraknya. Memiliki alat mulut yang mengalami
modifikasi (penyesuaian) untuk menghisap cairan jaringan atau darah hospes dan
dapat ditarik jika tidak dipergunakan (Mandibula tidak mengalami pengerasan dan
tidak berfigmen), permukaannya tajam terdiri dari tiga pisau yang disembunyikan
dibawah kepala dan tidak memiliki palpus maksilaris . Memiliki sepasang antena
yang selalu nampak dibagian pinggir kepala dan biasanya tersusun oleh 5 segmen.
Matanya mereduksi atau tidak ada, tetapi ada pada jenis yang menginfestasi
manusia (Pediculus humanus dan Phthirus pubis)

Torak, berukuran kecil tersusun oleh 3 segmen dan telah mengalami


penggabungan, tidak ditemukan adanya sayap. Kakinya kokoh, pasangan kaki-1
umumnya paling kecil dan diakhiri dengan cakar yang lembek dan pasangan kaki
ke-3 berukuran paling besar. Setiap tarsus masing-masing mempunyai sebuah (1)
cakar

Abdomen relatif besar, nampak tersusun oleh 7 – 9 segmen dan pada tepi
setiap segmen selalu ditemukan lempeng paratergal “paratergal plate” yang
merupakan lapisan tebal dari kitin sehingga berwarna coklat gelap. Pada bagian
dorsal abdomen juga ditemukan 6 pasang spirakel.

Ciri- ciri Anoplura :

 Parasit pada mamalia: mamalophilik.

63
 Kepala runcing, mulut terminal.
 Mulut menghisap cairan dan darah.
 Antena jelas (3-5 segmen). ♂ & ♀ sukar dibedakan.
 Thorax-nya kecil (3 segmen menyatu).
 Abdomenya relatif > (7-9 segmen) tdp paratergal plate.
 Mata sangat kecil sampai tidak ada, kecuali P. humanus dan P.
pubis.
 Pasangan kaki ke -1 kecil, ke-3 besar, tiap tarsus mempunyai 1
kait/kuku
 Spirakel di mesothorax dan abdomen.

3.3 Foto Morfologi

3.4 Siklus Hidup

Mallophaga

64
Metamorfosis tidak lengkap (sederhana):

1. Kutu betina bertelur (telur memiliki operculum),


2. Dilekatkan pada bulu atau rambut,
3. Selanjutnya terjadi perkembangan didalam telur dan keluarlah nimfa.
4. Nimfa mengalami 3 kali menyilih (ekdisis) (Nimfa I menjadi Nimfa II
dan Nimfa III) dan selanjutnya berkembang menjadi dewasa.

Lama siklus hidup berbeda-beda diantara jenis kutupenggigit, dipengaruhi oleh


kondisi lingkungan.

Anoplura

65
Siklus hidup Metamorfosis tidak lengkap(sederhana)
1. Kutu betina bertelur (telur memiliki operculum)
2. Dilekatkan pada bulu atau rambut, berukuran kecil
3. Selanjutnya terjadi perkembangan didalam telur dan nimfa akan keluar dari
dalam telur. Nimfa mengalami 3 kali menyilih (ekdisis) (Nimfa I menjadi Nimfa II
dan Nimfa III) dan selanjutnya berkembang menjadi dewasa.

Lama siklus hidup berbeda-beda diantara jenis kutu penggigit, dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum dengan judul kutu dapat disimpulkan bahwa kutu
termasuk kedalam kelas insecta dan termasuk dalam phylum arthropoda. Kutu
memiliki dua ordo yaitu Mallophaga dan Anoplura, dapat dibedakan pula antara

66
mallophaga dan anoplura bedasarkan ciri mandibulanya yaitu anoplura
digolongkan kedalam jenis kutu penghisap dan mallophaga sebagai kutu
penggigit. Serta memiliki siklus hidup yang tidak sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Dwibadra, D. 2008. Tungau, caplak, kutu, dan pinjal. Jurnal fauna Indonesia. 8(2):
29-30.
Hadi., U. Kesumawati dan S.Susi. 2010. Ektoarasit: Pengenalan, Indentifikasi,
Dan Pengendaliannya. PT IPB Press, Bogor.

67
Hadi dan U. Kesumawati. 2004. Bioekologi berbagai jenis serangga pengganggu
pada hewan ternak di indonesisa dan pengendaliannya. Jurnal Veteriner
Indonesia. 5(7): 47.
Komariah. 2010. Pengendalian Vector. Jurnal kesehatan bina husada. 6(1): 34-43.
Levine, N. D. 1994. Parasitologi Veteriner. UGM Press, Yogyakarta.

Nurjannah, A. D. 2013. Entomologi kutu anoplura. Jurnal Veteriner Indonesia. 2(6)


: 23-27.
Pramayudi, I. N. dan Hartati. O. 2012. Biologi hama kutu putih pepaya (Paracoccus
marginatus) pada tanaman pepaya. Jurnal Floratek. 7(3):32–44.
Puri, K.M., Dahelmi dan Mairawita. 2014. Jenis-jenis dan prevalensi ektoparasit
pada anjing peliharaan. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 3(3):183-
187.
Ristiyanto., A. Mulyono., M. Agustina., B. Yuliandi dan Muhidin. 2008. Indeks
keragaman ektoparasit pada tikus rumah (Rattus tanezumi temminck),
1844 dan tikus polinesia R.exulans (Peal,1848) di daerah enzootik pes
lereng gunung merapi, Jawa Tengah. Jurnal Vektora. 1(2): 73-74.

Parasitologi, S. P. 2008. Parasitologi Veteriner dan Penyakit Parasitik.

FKH Unsyiah, Banda aceh.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tungau merupakan organisme dari golongan Arachnida, berkulit lunak,


berukuran kecil, tidak bersegmen, dan tubuh berbentuk kantung. Tungau sendiri
ada yang bertindak sebagai parasite hewan dan tanaman, ada pula yang bertindak

68
sebagai predator serangga hama tanaman. tungau memiliki kepala, dada, dan perut
yang berbentuk satu bagian dengan bagian tubuh tersebut yang membentuk seperti
kantung. Tungau bukan golongan serangga karena tungau memiliki 4 pasang kaki.
Alat mulut tungau pada umumnya yaitu menusuk-menghisap, alat mulut tipe ini
digunakan oleh tungau untuk menyerap cairan tanaman yang digunakan sebagai
sumber makanannya. Tungau merupakan hewan yang kecil dari serangga, akan
tetapi hubungan tungau dengan serangga lainnya tidak saling bersinggungan.

Tungau merupakan salah satu organisme pengganngu. Bentuknya bulat, oval,


pipih dorso ventral. Ukurannya sangat kecil sehingga harus menggunakan
mikroskop untuk mengamati dengan jelas. Tungkainya berjumlah empat pasang
atau total tungkainya ada delapan tungkai. Tubuhnya yang kecil dan ringan sangat
memungkinkan uttuk terbawa angin dan menyebarkan benih virus pada tanaman.
Bagian tubuh dari tungau itu sendiri berbda dengan serangga atau laba-laba. Tungau
memiliki bagian mulut menyatu dengan badan. Tubuhnya tidak bersegmen,
bernafas dengan trakea namun terkadang menggunakan kulitnya.

Tungau merupakan serangga polifag yang memiliki peluang populasi yang


besar dilapang. Ketika musim kering atau kemarau dengan cuaca yang sangat
panas. Tungau memiliki tubuh yang terbagi atas beberapa bagian yang berbeda-
beda, diantaranya adalah Gnatosoma dan idossoma. Gnatosoma pada tungau terdiri
atas mulut, sedangkan idioshoma adalah yang mencakup tubuhnya yang sejajar
antara kepala, dada dan perut tunggau. Proses perkembangan serangga sangat
antara satu dengan lainnya, siklus hidup serangga diawali dari telur, nimfa dan
dewasa (imago). Pada saat tungau menjadi nimfa terdiri dari dua tahapan yang
berbeda, yaitu: protonymph dan deutonymoh.

1.2. Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui morfologi dan siklus hidup tungau dari beberapa spesies.

69
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tungau adalah sekelompok serangga ordo Acarina yang terdiri dari beratus-
ratus spesies yang termasuk dalam superfamili Sarcoptoidea. Infeksi oleh tungau
disebut acariasis. Tungau yang penting dalam ilmu kedokteran termasuk dalam
famili Sarcoptidae dan famili Trombiculidae, sedangkan yang kurang penting dari

70
famili Demodicidae, famili Dermanyssidae, dan famili Pyroglyphidae.
(Natadisastra dan Ridad, 2009).

Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var hominis


termasuk ordo Acariformes, family Sarcoptidae, Genus Sarcoptes. Sarcoptes
scabiei var hominis menular melalui kontak manusia dengan manusia, sedangkan
Sarcoptes scabiei var mange ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan
berbagai hewan liar, hewan yang didomestikasi dan hewan ternak. Nama Sarcoptes
scabiei adalah turunan dari kata Yunani yaitu sarx yang berarti kulit dan koptein
yang berarti potongan dan kata latin scabere yang berarti untuk menggaruk. Secara
harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit
yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies berarti lesi kulit yang muncul oleh
aktivitas tungau. Ciri morfologi tungau skabies antara lain berukuran 0.2-0.5mm,
berbentuk oval, cembung dan datar pada sisi perut. Tungau dewasa mempunyai
empat pasang tungkai yang terletak pada toraks. Toraks dan abdomen menyatu
membentuk idiosoma, segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Terdapat 15
varietas atau strain tungau yang telah diidentifikasi dan dideskripsikan secara
morfologi maupun dengan pendekatan molekuler. Keberadaan spesies Sarcoptes
scabiei telah diketahui sekitar 2500 tahun yang lalu, sebagai parasit obligat yang
menggali lapisan epidermis kulit. Pada abad ke 17 seorang ilmuan bernama
Giovanni Cosimo Bomomomengidentifikasi tungau yang menyebabkan scabies.
(Setyaningrum, 2013).

Penyakit kudis disebabkan oleh infestasi beberapa jenis tungau. Selama ini
sudah ada laporan bahwa penyakit kudis tersebut disebabkan oleh beberapa jenis
tungau antara lain Sarcoptes, Psoroptes dan Chorioptes. Sarcoptes paling banyak
menyerang daerah muka, telinga, punggung, daerah leher. Chorioptes yang
terbanyak di daerah kaki belakang, panggul dan kaki depan. Sedangkan Psoroptes
yang terbanyak pada daerah kaki belakang, punggung dan leher. (Kamaruddin dkk.,
2001).

71
Salah satu hama penting jeruk adalah tungau merah P. citri (Acarina:
Tetranychidae). Tungau ini menyerang daun dan buah tanaman. Sehingga pada
daun menimbulkan gejala bercak berwarna keputihan. Usaha pengendalian
terhadap tungau ini masih bertumpu pada penggunaan akarisida dan insektisida
karena alternatif teknologi pengendalian masih belum tersedia dan perkembangan
relatif cepa. Pengendalian cara kimia ini telah menimbulkan masalah lain yaitu
munculnya kasus resistensi pada tungau sebagai akibat penggunaan pestisida yang
kurang bijaksana. (Istianto, 2003).

Penyakit zoonotik bersumber mamalia kecil liar yang terdiri dari rodensia
(tikus dan mencit) dan insektivora (cerucut) seperti infeksi Hantavirus (demam
berdarah dengan sindrom renal), scrub typhus, murine typhus, spolted fever group
(SFG). Rickettsiae, pes, leptospirosis, salmonellosis, schistosomiasis, eosinofilik
meningitis (angiostrongiliosis) dan echinostomiasis atau pun penyakit lainnya yang
disebabkan oleh virus, rickettsia, bakteri, protozoa, jamur atau cacing yang dapat
ditularkan langsung melalui kontak/gigitan rodensia maupun melalui berbagai jenis
ektoparasit vektor seperti kutu, pinjal, caplak dan tungau. (Nurisa dan Ristiyanto,
2005).

Otodectic mange, merupakan tipe kudis yang sangat umum menyerang kucing,
agen penyebabnya adalah Otodectes cynotis. Otodectes cynotis merupakan tungau
yang secara normal ditemukan di dalam saluran eksterna telinga kucing. Pada
jumlah populasi yang masih mampu ditolerasi oleh tubuh, tungau tersebut tidak
akan menyebabkan infeksi, tetapi jika jumlah populasi melebihi ambang batas dan
kemampuan tubuh untuk mentolerir rendah, gejala klinis baru akan terlihat seperti
iritasi. (Bengi dkk., 2017).

Tungau dewasa besarnya sekitar 0,5 mm. Warna telur kuning pucat atau
sedikit kemerahan. Garis tengahnya 0,15 mm. Tungau jantan berwarna hijau
kekuningan, kadang kemerahan dengan beberapa bercak kecil hitam. Sementara itu,
betinanya berwarna merah atau merah kecoklatan dengan beberapa bercak hitam.
Kaki dan bagian mulut tungau betina kelihatan putih jernih. (Pracaya, 2008).

72
Fase pertumbuhan nyamuk Aedes sp. sebagian besar berada di habitat aquatic
yang dipengaruhi oleh air yang ada di dalam kontainer, air di dalam kontainer
biasanya terdapat patogen dan parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva
tersebut. Tungau merupakan salah satu parasit yang berpotensi menginfeksi di
setiap stadium nyamuk Aedes sp. Sebagian besar tungau dewasa hidup bebas,
namun sebagian larva tungau hidup parasit pada arthropoda, termasuk nyamuk.
Tungau parasit yang memparasiti nyamuk termasuk dalam familia Hydryphantidae,
Arrenuridae dan Erythraeidae. Tungau pararasit ini dapat menembus exoskeleton
inang dan memakan hemolymph dan jaringan disekitarnya. Kemampuan
menginfeksi tungau parasit terhadap inangnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti temperatur, ketinggian tempat, pH air, curah hujan, variasi musim dan
ketersediaan tempat perindukan nyamuk. (Laksono dkk., 2014).

Tungau debu rumah (TDR) merupakan aeroallergen yang dapat ditemukan di


berbagai bagian rumahperkotaan terutama kasur, sehingga faktor risiko tersebut
mempengaruhi angka prevalensi TDR. Prevalensi untuk masing-masing spesies
TDR tersebut bervariasi bergantung pada suhu dan kelembapan. Spesies TDR yang
penting sebagai salah satu pencetus penyakit alergi pada manusia
adalahDermatophagoides pteronyssinus, D. farinae, dan Glyciphagus destructor.
(Subahar dkk., 2016).

Entomologi kedokteran dan veteriner yaitu ilmu yang mempelajari berbagai


serangga penular dan penyebab penyakit, seperti nyamuk, lalat, kutu, dan tungau
sebagai penular/pembawa penyakit, maupun berbagai serangga beracun dan
ektoparasit yang menjadi penyebab penyakit secara langsung. Dalam entomologi
juga akan dibahas tentang cara penanggulangan serangga, termasuk insektisida.
(Sardjono, 2015).

73
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Klasifikasi

Phylum : Arthropoda

Sub phylum : Chelicerata

Class : Arachnida

74
Sub class : Acarina

Ordo : Acari

Sub ordo : Trombidiformis

Famili : Demodisidae

Genus : Demodex

3.2. Morfologi

Tungau adalah arachnida, karenanya, memiliki ciri umum arachnida, yaitu


memiliki tubuh tersegmentasi dengan segmen disusun dalam dua tagmata: sebuah
prosoma (cephalothorax) dan opisthosoma (perut). Namun, hanya jejak-jejak
samar segmentasi utama tetap di tungau, sedangkan prosoma dan opisthosoma yang
insensibly menyatu, dan daerah kutikula fleksibel (kerutan cirumcapitular)
memisahkan chelicerae dan pedipalpus dari seluruh tubuh. Daerah tubuh ini
anterior disebut kapitulum atau gnathosoma, menurut beberapa peneliti, juga
ditemukan dalam Ricinulei. Sisa tubuh disebut idiosoma dan adalah unik untuk
tungau.

Tungau dewasa memiliki empat pasang kaki, seperti arachnida lain, tetapi
beberapa memiliki kaki lebih sedikit. Misalnya, empedu tungau seperti
Phyllocoptes variabilis (keluarga Eriophyidae) memiliki tubuh seperti cacing
dengan hanya dua pasang kaki, beberapa tungau parasit hanya memiliki satu atau
tiga pasang kaki dalam tahap dewasa. Tahap larva dan prelarval memiliki maksimal
tiga pasang kaki; tungau dewasa dengan hanya tiga pasang kaki dapat disebut
'larviform'.

Bagian mulut dari tungau dapat disesuaikan untuk menggigit, menyengat


menggergaji, atau mengisap. Mereka bernapas melalui tracheae, stigmata (lubang
kecil pada kulit), usus dan kulit itu sendiri. Spesies tungau lain berburu untuk
memiliki indra yang sangat akut, tetapi tungau banyak yang tanpa mata. Mata pusat

75
arachnida selalu hilang, atau mereka menyatu menjadi satu mata. Dengan demikian,
sejumlah mata dari tidak ada sampai lima dapat terjadi.

3.3. Gambar Morfologi

3.4. Siklus Hidup

Siklus hidup dimulai dari telur, larva, nimfa dan dewasa. Betina membuat liang
berkrlok – kelok pada lapisan epidermis, makan cairan dari jaringan yang telah
rusak. Telur diletakkan dalam terowongan tersebut dan menetas 3-4 hari menjadi
larva berkaki enam dilengkapi cakar. Larva membuat terowongan pada bagian
superfisial kulit dan diikuti proses multing menjadi nimfa serta diikuti multing
berikutnya untuk menjadi dewasa. Seluruh siklus dari telur sampai dewasa
membutuhkan 17-21 hari.

76
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Tungau adalah arachnida, karenanya, memiliki ciri umum arachnida, yaitu


memiliki tubuh tersegmentasi dengan segmen disusun dalam dua tagmata: sebuah
prosoma (cephalothorax) dan opisthosoma (perut). Namun, hanya jejak-jejak
samar segmentasi utama tetap di tungau, sedangkan prosoma dan opisthosoma yang
insensibly menyatu, dan daerah kutikula fleksibel (kerutan cirumcapitular)
memisahkan chelicerae dan pedipalpus dari seluruh tubuh. Daerah tubuh ini

77
anterior disebut kapitulum atau gnathosoma, menurut beberapa peneliti, juga
ditemukan dalam Ricinulei. Sisa tubuh disebut idiosoma dan adalah unik untuk
tungau.

Siklus hidup tungau dimulai dari telur, larva, nimfa dan dewasa. Betina
membuat liang berkrlok – kelok pada lapisan epidermis, makan cairan dari jaringan
yang telah rusak. Telur diletakkan dalam terowongan tersebut dan menetas 3-4 hari
menjadi larva berkaki enam dilengkapi cakar. Larva membuat terowongan pada
bagian superfisial kulit dan diikuti proses multing menjadi nimfa serta diikuti
multing berikutnya untuk menjadi dewasa. Seluruh siklus dari telur sampai dewasa
membutuhkan 17-21 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Bengi, W. T. M., Erina dan Darniati. 2017. Isolosi dan identifikasi Pseudomonas
aeruginosa pada kasus Ear mites kucing domestik (Felis domesticus) di
Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Jimvet. 1(2) : 161-168.

Istianto, M. 2003. Pengaruh minyak atsiri asal kulit jeruk manis dan besar terhadap
perkembangan tungau Panonychus citri (Acarina : Tetranychidae). Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia. 9(2) : 99-107.

78
Kamaruddin, M., M. Hanafiah, Y. Fahrimal dan Winaruddin. 2001. Predileksi yang
disukai oleh tungau pada kambing kacang lokal. Agripet. 2(1) : 10-12.

Laksono, A. S., B. H. Budianto dan E. A. Setyowati. 2014. Distribusi geografis


tungau parasit nyamuk Aedes sp. Di daerah endemis demam berdarah
dengue di Kabupaten Banjarnegara. Scripta Biologica. 1(2) : 123-128.

Natadisastra, D. dan R. Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ


Tubuh yang Diserang. EGC, Jakarta.

Ristiyanto dan I. Nurisa. 2005. Penyakit bersumber rodensia (tikus dan mencit) di
Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan. 4(3) : 308-319.

Sardjono, T. W. 2015. Helminotologi Kedokteran dan Veteriner. UB Press, Malang.

Setyaningrum, Y. I. 2013. Skabies penyakit kulit yang terabaikan: prevalensi,


tantangan dan pendidikan sebagai solusi pencegahan. Seminar Nasional X
Pendidikan Biologi FKIP UNS.

Subahar, R., Widiastuti dan A. Aulung. 2016. Prevalensi dan faktor risiko tungau
debu rumah di Pamulang (Tangerang) dan pasar rebo (Jakarta). Jurnal
Profesi Medika. 10(1) : 4-13.

Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

79
BAB I
PEMDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seringkali terdapat kerancuan dalam masyarakat untuk menyebut binatang


yang kecil, mengganggu manusia dan hewan peliharaan dengan satu sebutan
tunggal yaitu kutu. Padahal terdapat kemungkinan bahwa binatang pengganggu
tersebut dari kelompok yang berbeda. Kelompok hewan yang sering menimbulkan
kerancuan dalam penyebutan adalah tungau (mite), caplak (tick), kutu (lice) dan
pinjal (flea).

Pinjal adalah jenis serangga yang masuk dalam ordo Siphonaptera yang
secara morfologis berbentuk pipih lateral dibanding dengan kutu manusia
(Anoplura) yang berbentuk pipih, tetapi rata atau horizontal khas, yakni berbentuk
pipih horizontal, tidak bersayap, tanpa mata majemuk, memiliki dua oseli, antena

80
pendek tetapi kuat, alat-alat mulut dimodifikasi dalam bentuk menusuk dan
menghisap, bagian ekstrnal tubuh memiliki struktur seperti sisir dan duri-duri,
bersifat ektoparasit pada hewan-hewan berdarah panas. Apabila dibiarkan begitu
saja, pinjal dapat membahayakan kesehatan pada manusia dari berbagai penyakit
yang dibawanya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui tentang pinjal dan cara
penanggulangannya.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui morfologi anatomi ,siklus hidup


nyamuk, membantu mengidentifikasi pinjal dan mempermudah didunia kedokteran
dalam mengangani penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk sebagai vektor suatu
penyakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pinjal merupakan artropoda yang telah lama dikenal sebagai vektor penyakit
mematikan yaitu pes. Terdapat lebih dari 30 spesies pinjal yang mampu menularkan
Yersinia pestis, namun diantara semuanya, X.cheopis (pinjal tikus oriental)
merupakan spesies paling banyak ditemukan sebagai vektor di dunia termasuk
Indonesia, selain pes, X.cheopis dilaporkan sebagai vektor utama murine typhus
(endemic typhus), epidemic typhus, serta bartonelosis ( Joharina dkk,2016).
Flea dalam bahasa Indonesia berarti pinjal, yaitu insecta kecil yang sering
berada pada anjing atau kucing. Pinjal mempunyai bentuk pipih vertical, warna
parasit ini coklat kehitaman dan sering bergerak cepat di dasar kulit hewan. Pinjal
dewasa hidup dari menghisap darah anjing,kucing atau manusia. Air liur(saliva)
pinjal tersebut ikut masuk dalam kulit. Air liur pinjal itulah yang menyebabkan
radangkulit (dermatitis) disertai reaksi alergi. (Soeharsono. 2011).
Pinjal adalah serangga dari ordo Siphonaptera berukuran kecil (antara 1,5 – 4
mm); berbentuk pipihdibagian samping (dorso lateral). Kepala-dada-perutterpisah

81
secara jelas. Pinjal tidak bersayap, berkaki panjang terutama kaki belakang,
bergerak aktif di antara rambut-rambut inang dan dapat meloncat. Serangga ini
berwarna coklat muda atau tua, ditemukan hampir diseluruh tubuh inang yang
ditumbuhu rambut. Pinjal dewasa bersifat paristiksedangkan pendewasaaannya
hidup disarang.tempat berlindung atau tempat-tempat yang sering dikuncungi tikus
( Komariah dkk, 2010).
Pinjal mengalami metamorfosis sempurna, yang didahului dengan telur,
larva, pupa kemudian dewasa. Pinjal betina akan meninggalkan inangnya untuk
meletakkan telurnya pada tempat-tempat yang dekat dengan inangnya, seperti
sarang tikus, celah-celah lantai atau karpet, di antara debu dan kotoran organik, atau
kadang-kadang di antara bulu-bulu inangnya. Telurnya menetas dalam waktu 2–24
hari tergantung jenis pinjal dan kondisi lingkungan. Larva pinjal sangat aktif,
makan berbagai jenis bahan organik di sekitarnya termasuk feses inangnya.
Larvanya terdiri atas 3-4 instar (mengalami 2–3 kali pergantian kulit instar) dengan
waktu berkisar antara 10–21 hari. Larva instar terakhir bisa mencapai panjang 4–
10 mm, setelah itu berubah menjadi pupa yang terbungkus kokon. Kondisi pupa
yang berada dalam kokon seperti itu merupakan upaya perlindungan terhadap
sekelilingnya. Tahap dewasa akan keluar 7–14 hari setelah terbentunya pupa.
Lamanya siklus hidup pinjal dari telur hingga dewasa berkisar antara 2–3 minggu
pada kondisi lingkungan yang baik. Pinjal dewasa akan menghindari cahaya, dan
akan tinggal di antara rambut-rambut inang, pada pakaian atau tempat tidur
manusia. Baik pinjal betina maupun yang jantan keduanya menghisap darah
beberapa kali pada siang atau malam hari ( Hadi, 2010).
Pinjal merupakan serangga ektoparasit yang hid up diluar tubuh inangnya. I
nang pinjal antara lain tikus, kucing,anjing, kelinci dan kelelawar. Secara morfologi
tubuh pinjal dewasa berbentuk pipih bilateral sehingga dapat dilihat dari samping.
Bentuk tubuh yang unik ini sesuai dengan inangnya, hewan-hewan berbulu lembut
menjadi inang yang nyaman. Berdasarkan klasifikasinya pinjal masuk kedalam
filum arthropoda, kelas insecta dan ordo Siphonaptera.Terdapat beberapa genus
pinjal yang penting yaitu Tunga, Ctenocephalides, dan Xenopsylla. Pinjal
mempunyai ukuran kecil, larvanya berbentuk cacing (vermiform) sedangkan

82
pupanya berbentuk kepompong dan membungkus diri dengan seresah. Pinjal
mengalami metamorfosis sempuma. Perilaku pinjal secara umum merupakan
parasit temporal, yaitu berada dalam tubuh hospes saat membutuhkan makan.
Jangka hidup pinjal bervariasi pada spesies pinjal tergantung pada mereka
mendapatkan makanan atau tidak. Pinjal yang tidak mendapatkan makanan tidak
dapat hidup dalam lingkungan kering, tetapi pad a lingkungan lembab terutama
apabila ada reruntuhan/tempat persembunyian maka pinjal dapat hidup selama
berbulan-bulan ( Kesuma,2007).
Pinjal bermetamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago), Telur tidak
berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas, Larva tidak bertungkai kecil, dan
keputihan. Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari struktur tubuhnya,
yaitu jika jantan pada ujung posterior bentuknya seperti tombak yang mengarah ke
atas dan antenna lebih panjang, sedangkan tubuh betina berakhir bulat dan antenna
nya lebih pendek dari jantan.Pinjal dewasa berwarna hitam kecoklatan, tapi tampak
hitam kemerahan setelah makan darah. Pinjal dewasa panjangnya 3-4mm. Memiliki
baik ctenidia genal danpronatal, memiliki mata, pada koksa kaki ke-2
(mesopleuron) ditemukan batang pleural (batang meral) (levine, 1977).
Pinjal ditemukan dekat dengan induk semangnya, baik di rambut, bulu-bulu
atau di sarangnya. Pinjal dewasa menghisap darah induk semang. Contoh pinjal
adalah pinjal kucing (Ctenophalides felis) dan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis).
Infestasi pinjal bahkan pernah menyebabkan epidemi pes di daerah Boyolali, Jawa
Tengah pada akhir 1960an. Hal ini disebabkan karena pinjal dapat menularkan
bakteri Yersinia pestis, penyebab penyakit pes, dari tikus ke manusia. siklus hidup
yang dijalani pinjal merupakan metamorfosa sempurna yaitu telur-larva-pupa-
dewasa. Larva yang baru menetas tidak memiliki kaki. Fase pupa adalah fase yang
tidak memerlukan makanan. (Dhyan, 2008).
Pinjal dewasa berukuran 1,5 – 4 mm, berwarna cokelat muda atau cokelat tua,
tubuh terbagi menjadi 3 bagian : kepala (caput, cephalus), dada (thorax) dan perut
(abdomen) yang terbagi secara jelas, tidak bersayap, bertungkai panjang terutama
sepasang tungkai belakang (mampu melompat tinggi dan jauh), serta dilengkapi

83
sisir sisir pada dua tempat : Genal comb dan thoracal comb. Pinjal berberak aktif
diantara rambut-rambut hospes. (Arni. 2013)
Ada beberapa macam tipe mulut dari insecta, yaitu tipe menggigit (
belalang, jangkrik, kecoa, kumbang, semut) tipe menggigit dan menjilat (lebah),
tipe penghisap kupu kupu, tipe menusuk dan menghisap ( yamuk, kutu, keoik,
pinjal), dan tipe menjilat ( lalat). (suwed dan rodame. 2011)
daerah tropik seperti indonesia merupakan tempat yang ideal untuk
perkembangan caplak anjing, dalam bahasa sehari hari orang sering menyebut
dengan kutu anjing dengan nama caplak dan pinjal. Secara taksonomi kedua jenis
kutu anjing ini berbeda. (soeharsono. 2007)

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.KLASIFIKASI

Nama Umum : Pinjal


Nama Latin : Ctenocephalides

Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Ordo : Siphonaptera
Family : Pulicidae
Genus : Ctenocephalides
Spesies : C. Canis, C. Felis

Pinjal masuk ke dalam ordo Siphonaptera yang pada mulanya dikenal sebagai
ordo Aphniptera. Ordo Siphonaptera terdiri atas tiga super famili yaitu Pulicoidea,
Copysyllodea dan Ceratophylloidea. Ketiga super famili ini terbagi menjadi

84
Sembilan famili yaitu Pulicidae, Rophalopsyllidae, Hystrichopsyllidae,
Pyglopsyllidae, Stephanocircidae, Macropsyllidae, Ischnopsyllidae dan
Ceratophillidae. Dari semua famili dalam ordo Siphonaptera paling penting dalam
bidang kesehatan hewan adalah famili Pulicidae

3.2.MORFOLOGI

Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di belakang lekuk antenna. Kaki
belakang dari sub spesies ini terdiri dari enam ruas dorsal dan manubriumnya tidak
melebar di apical, sedangkan pinjal yang masuk ke dalam sub spesies C. felis
formatipica memiliki dahi yang pendek dan melebar serta membulat di anterior.
Pinjal pada sub spesies ini memiliki jajaran rambut satu sampai delapan yang
pendek di belakang lekuk anten. Kaki belakang dari pinjal ini terdiri atas tujuh ruas
dorsal dan manubrium melebar di apical.
Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh
berbentuk pipih bilateral dengan panjang 1,5-4,0 mm, yang jantan biasanya lebih
kecil dari yang betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjal
mempunyai kritin yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal sebagai pronotum,
mesonotum dan metanotum (metathoraks). Segmen yang terakhir tersebut
berkembang, baik untuk menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal tersebut
saat meloncat. Di belakang pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri yang
kuat berbentuk sisir, yaitu ktenedium pronotal. Sedangkan tepat diatas alat mulut
pada beberapa jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu
ktenedium genal. Duri-duri tersebut sangat berguna untuk membedakan jenis pinjal.
Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat ujung
posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan
mempunyai alat seperti per melengkung , yaitu aedagus atau penis berkitin di lokasi
yang sama. Kedua jenis kelamin memiliki struktur seperti jarum kasur yang terletak
di sebelah dorsal , yaitu pigidium pada tergit yang kesembilan. Fungsinya tidak
diketahui, tetapi barangkali sebagai alat sensorik.

85
Mulut pinjal bertipe penghisap dengan tiga silet penusuk (epifaring dan
stilet maksila). Pinjal memiliki antenna yang pendek, terdiri atas tiga ruas yang
tersembunyi ke dalam lekuk kepala.

Karakteristik
Bernafas menggunakan Trakea, dan berkembang biak dengan bertelur, dalam
sekali bertelur Pinjal bisa menghasilkan 30-70 butir telur yang akan tersebar di
seluruh rambut/ bulu inangnya.

Ciri- ciri Fisik

o Pinjal berukuran kecil dengan panjang 1,5-3,3 mm dan bergerak cepat


o Berwarna gelap (misalnya, cokelat kemerahan untuk kutu kucing)
o Kaki pinjal berukuran panjang
o Tubuh pinjal bersifat lateral dikompresi yang memudahkan mereka untuk
bergerak di antara rambut-rambut atau bulu di tubuh inang
o Kulit tubuhnya keras, ditutupi oleh banyak bulu dan duri pendek yang mengarah
ke belakang Pinjal merupakan kutu pelompat terbaik
diantara kelompoknya Umur pinjal secara umum
hanya 6 minggu, namun bisa menjadi 1 taun pada spesies tertentu Jika kita
menjumpai darah kering di kepala hewan atau bahkan kepala kita,itu adalah
kotoran pinjal.
Dapat menimbulkan alergi oleh karena reaksi hipersensitivitas terhadap antigen
ludah pinjal. Mengakibatkan penyakit Vektor Pes
Seekor betina dapat bertelur sekitar 1.500 telur di dalam hidupnya.
Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan dan menetas
dalam dua atau lima hari
Pinjal juga bisa hidup di kepala manusia dan menimbulkan rasa gatal karena di
sengat olehnya. Bagi kawan sumber yang terkena waba pinjal, sebaiknya bisa
menggunakan cara tradisional berupa pemanasan rambut dengan zat kapur

86
3.3.FOTO/GAMBAR MORFOLOGI

3.4.SIKLUS HIDUP

1.Ctenocephalides felis

Siklus Hidup
Telur akan menetas 2-10 hari menjadi larva yang makan darah kering (yang
dikeluarkan pinjal dewasa), feses, bahan organik lainnya. Larva juga membuat pupa
dengan menyilih 2 kali. Stadium larva berlangsung 1-24 minggu. Pupa dapat hidup
selama 1 minggu sampai 1 tahun tergantung faktor lingkungan.Pinjal ini dapat
sebagai hospes intermedier dari Dypillidium caninum, dan menyebabkan gatal dan
iritasi pada tubuh hospes (kucing).

2.Ctenocephalides canis

Siklus Hidup
Ada empat tahap utama dari siklus hidup kutu: telur, larva, pupa dan
dewasa. Dibutuhkan sekitar 30 sampai 40 hari untuk kutu anjing dalam mengerami
telur menjadi telur yang sempurna,meskipun ada beberapa kasus yang

87
menunjukkan siklus ini berlangsung selama satu tahun.Kutu betina mulai bertelur
dalam waktu 2 hari makan darah pertamanya. Telur yang putih dan kecil (0.5mm)
tetapi yang terlihat dengan mata telanjang. Telur diletakkan pada rambut, bulu atau
dalam habitat hospesnya, mereka kemudian jatuh ke tempat-tempat seperti tempat
tidur, karpet atau perabot. Beberapa kutu meletakkan 3-18 telur sekaligus di dalam
tubuh anjing tersebut,hal ini berpotensi memperbanyak telur hingga 500 telur
selama beberapa bulan. Telur menetas dalam 1-12 hari setelah disimpan kemudian
memproduksi larva seperti cacing yang tidak memiliki kaki dan tidak ada mata.
Larva berwarna putih dan 1,5-5mm panjang dengan pelindung dari bulu
tipis. Mereka jarang tinggal di tubuh inang mereka, kemudian mereka segera
mencari daerah tertutup seperti tempat tidur hewan peliharaan , serat karpet dan
retakan pada lantai di mana mereka mencari makanan sementara menghindari
cahaya. Larva memakan berbagai bahan organik termasuk kulit-kulit yang terjatuh,
kotoran hewan dan kotoran dewasa (terdiri dari darah ). Larva memungkinkan
untuk mengganti kulit mereka untuk tumbuh dan berubah menjadi kepompong sutra
selama 5-15 hari. Sisa larva sebagai pre-pupa selama 3 hari sebelum molting lagi
untuk membentuk pupa.
Pupa mengembangkan dalam kokon dari lima hari sampai lima minggu.
Dalam kondisi normal, bentuk dewasa siap untuk muncul setelah kira-kira 2
minggu tetapi pada temperatur yang lebih tinggi perubahan akan lebih cepat.
Mereka kadang-kadang tetap tinggal di kokon sampai getaran atau kebisingan
dirasakan (yang mengindikasikan keberadaan manusia atau binatang) yang berarti
- karena tidak ada gerakan bentuk dewasa dapat tinggal di kokon sampai dengan 6
bulan.

Kutu dewasa, tidak bersayap, ukuran 2-8mm panjang dan lateral


dikompresi. Mereka tercakup dalam bulu dan sisir yang membantu mereka untuk
menempel pada host dan memiliki antena yang dapat mendeteksi dihembuskannya
karbon dioksida dari hewan. Antena mereka juga sensitif terhadap panas, getaran,
bayangan dan perubahan arus udara. Semua kutu bergantung pada darah untuk
nutrisi mereka tetapi mampu hidup dalam waktu yang lama tanpa makan, biasanya

88
sekitar 2 bulan. Dalam kondisi yang menguntungkan dan disertai dengan sumber t
makanan (darah) yang memadai, kutu dapat hidup sampai satu tahun.

3. Xenopsylla cheopsis

Siklus Hidup
Tahap Telur
Seekor kutu betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan anda.
Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan anda dan
menetas dalam dua atau lima hari. Seekor betina dapat bertelur sekitar 1.500 telur
di dalam hidupnya.
Tahap Larva
Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap
sekitar rumah anda dan makan dari kotoran kutu loncat ( darah kering yang
dikeluarkan dari kutu loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan membuat
kempongpong dimana mereka tumbuh menjadi pupae.
Tahap Pupa
Lama tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca,
ledakan populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai hangat.
Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus tidak aktif sampai
satu tahun. Tahap Dewasa Kutu loncat dewasa keluar dari kepompong nya waktu
mereka merasa hangat, getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di
sekitarnya. Setelah mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai
siklus baru. Siklus keseluruhnya dapat dipendek secepatnya sampai 3-4 minggu.

4. Echidnophaga gallinacean

Siklus Hidup
Perkawinan terjadi sebelum kedua jenis kelamin melompat di sekitar
tanaman bebas. Siklus hidup spesies ini mirip dengan yang irritans Pulex, kecuali
pembuahan. Diman betina tetap melekat pada host dan bertelur dalam borok yang

89
telah terbentuk. Larva kemudian jatuh dan memakan sampah organik, termasuk
kotoran dari kutu dewasa. Setelah beberapa minggu larva akan berubah menjadi
kepompong, kemudian tertutup debu dan kotoran, di mana mereka menjadi
kepompong. Kepompong dapat berubah menjadi kutu dewasa dalam beberapa hari,
minggu atau bahkan berbulan-bulan tergantung pada kondisi lingkungan. Kutu
dewasa muncul mencari inang, kawin dan betina melekat pada host untuk
menghasilkan generasi baru. Siklus hidup membutuhkan waktu sekitar 30-60 hari.

5. Pulex irritans

Siklus Hidup
Metamorfosis sempurna, pinjal dewasa dapat hidup 58 hari tanpa makan
dan 234 hari bila dapat makan. Pinjal betina bertelur berukurannya kecil berbentuk
ovoid, berwarna keputihan dengan panjang 0,5 mm berjumlah 3 – 18 butir setiap
hari (sejumlah 448 selama hidupnya, biasanya diletakkan dicelah kandang atau
tubuh hospes definitif (tetapi pada umumnya sebelum menetas akan jatuh. Dari
dalam telur akan keluar larva berbentuk seperti cacing bergerak aktif untuk mencari
makan berupa bahan-bahan organik atau darah yang mengering. Larva terdiri dari
14 segmen yang ditutupi oleh bulu-bulu. Larva akan mengalami ekdisis (menyilih)
selama 3 kali dan pergantian kulit yang terakhir terjadi di dalam kokon. Didalam
kokon yang biasanya tertutup oleh partikel kotoran, terbentuk pupa yang berwarna
keputihan dan akhirnya terbentuk pinjal dewasa. Sampai terbentuknya kokon itu
diperrlukan waktu 14-21 hari, lalu menjadi dewasa. Pinjal bisa hidup selama 1 – 2
tahun dan tahan hidup tanpa menghisap darah selama 6 minggu.

90
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pinjal merupakan kutu hitam halus yang dapat melompat dan termasuk ke
dalam ordo Siphonaptera Pinjal mengalami metamorphosis yang sempurna, yang
dimulai dari telur, larva, pupa kemudian menjadi pinjal dewasa. Beberapa jenis
pinjal yaitu: pinjal kucing, pinjal anjing, pinjal manusia, pinjal tikus utara, dan kutu
tikus oriental.Penyakit yang berhubungan dengan pinjal ialah Flea Allergy
Dermatitis, Cacing Pita, Anemia, dan Pes.

91
DAFTAR PUSTAKA

Arni, D. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Rumah Warga Dengan Jumlah Tikus
dan Kepadatan Pinjal Di Desa Selo Boyolali. UMS Press, Surakarta.
Dhyan, M.A. 2008. Tungau, Caplak , Kutu dan Pinjal.Jurnal Indonesia LIPI. 8(2):
29-33.
Hadi, U.K.2010. Bioteknologi berbagai jenis serangga pengganggu pada hewan
ternak di indonesia dan pengendaliannya. Jurnal bogor agricultural
university. 1(2) : 1—13.
Joharina, A.S., A. Mulyono., T.F. Sari., E.Rahardianingtyas., D.B.W. Putro., N.E.
Pracoyo dan Ristiyanto.2016. Rickettsia pada Pinjal Tikus
(Xenopsylla cheopis) di Daerah Pelabuhan Semarang, Kupang dan
Maumere. Jurnal buletin penelitian. 44(4): 237 – 244.
Kesuma, A.P.2007. Pinjal. Jurnal Litbang P2B2. 4(1) : 20-21.
Komariah, S., Pratia dan T. Makala.2010. Pengendalian vektor. Jurnal kesehatan
bina husada. 6(1): 34-43.
Levine,N.D.1977. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Suwed A. Muhammad dan roden M. Napitapulu. 2011. Panduan lengkap kucing.
Penebar suwadaya ikpi. Bogor .
Soeharsono.2011.Penyakit Zoonotik Pada Anjing dan Kucing Kanisius,
Yogyakarta

92
Soeharsono.2011.Penyakit Zoonotik Pada Anjing dan Kucing Kanisius,
Yogyakarta
.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lalat merupakan salah satu insekta Ordo Diptera yang merupakan anggota
kelas insekta mempunyai jumlah genus dan spesies yang terbesar yaitu mencakup
60-70 % dari seluruh spesies Anthropoda. Mulutnya digunakan sebagai alat untuk
menghisap atau menjilat. Lalat merupakan vektor mekanis dari berbagai macam
penyakit, terutama penyakit-penyakit pada saluran pencernaan makanan. Penyakit
yang ditularkan oleh lalat tergantung sepesiesnya. Lalat rumah (musca domestica)
dapat membawa telur ascaris, spora anthrax dan Clostridium tetani. Lalat dewasa
dapat membawa telur cacing usus (Ascaris, cacing tambang, Trichuris trichiura,
Oxyiuris vermicularis, taenia solium, taenia saginata), Protozoa (Entamoeba
histolytica), bakteri usus (Salmonella, Shigella dan Escherichia coli), virus polio,
Treponema pertenue (penyebab frambusia) dan Mycobacterium tuberculosis
Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat
seperti : bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta fecesnya. Dalam
upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha peningkatan
kesehatan lingkungan, salah satu kegiatannya adalah pengendalian vektor penyakit.
Oleh sebab itu, dilaksanakan praktikum parasitologi guna untuk mengidentifikasi
morfologi lalat tertentu yang terkait dalam dunia veteriner.

93
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mampu
mengidentifikasi morfologi dari spesies-spesies lalat yang penting dalam kesehatan
veteriner dan dapat membedakan jenis kelamin masing-masing spesies lalat. Serta
untuk mengetahui siklus hidup dari lalat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) dan termasuk Phylum


Arthropoda, Class Insekta, Sub Class Pterygota, Ordo Diptera, Sub Ordo
Nematocera, Family Muscidae, dan Genus Musca. Famili yang terpenting dari
subordo Cyclorrhapa ini terdiri atas dua golongan, yaitu lalat penghisap darah
(blood-sucking flies) dan lalat yang tidak menghisap darah (nonblood sucking flies).
Termasuk lalat penghisap darah adalah Glosina dan Stomoxys, sedangkan Musca,
Fannia, dan Muscina termasuk Family Muscidae yang tidak menghisap darah
(Soedarto, 2008).

Serangga merupakan jenis hewan yang paling banyak populasinya didunia.


Kehadiran serangga di alam bisa mendatangkan manfaat dan keuntungan, namun
tidak sedikit pula yang mendatangkan masalah dan kerugian. Contoh serangga yang
mendatangkan kerugian adalah lalat. Saat ini cara pengendalian serangga
pengganggu tersebut dengan menggunakan insektisida, baik insektisida nabati
maupun sintetik (Iffah dkk, 2008).
Lalat mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat juga
merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat, yaitu
sebagai vector penularan penyakit saluran pencernaan seperti: kolera, typhus,
disentri, dan lain lain. Pada saat ini dijumpai ± 60.000 – 100.000 spesies lalat (Santi,
2001).

94
Penularan penyakit dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti :
bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta fecesnya. Dalam upaya
pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha peningkatan kesehatan
lingkungan, salah satu kegiatannya adalah pengendalian vektor penyakit (Santi,
2001).

Beebagai spesies lalat yang penting bagi kesehatan manusia adalah lalat
rumah (Musca domestica), lalat kandang ( Stomoxys calcitrans), lalat hijau
(Phenisia sp.), lalat daging (Sarcophaga sp), dan lalat kecil (Sayono dkk., 2006).
Lalat terdiri dari Haematobia irritans (lalat tanduk). Tabanus sp (lalat petak),
Chrysops sp (lalat krisop). Haematopota sp (lalat totol), Simulium sp (lalat punuk),
Hippobosca sp (lalat Sumba), Stomocys sp (lalat kandang), Haemotobia sp (lalat
kerbau), dan Musca domestica (lalat rumah). Selain sebagai vektor, lalat tertentu
seperti M. domestica, Chrysomyia bezziana, Booponus intonsus, Sarcophaga spp
dapat menyebabkan miasis/belatungan (infestasi lalat pada jaringan tubuh hewan
hidup), miasis menyebabkan sapi menderita borok (Ahmad, 2014).
Lalat yang ukuran tubuhnya sedikit lebih besar dari lalat rumah (Musca
domestica) yaitu 6-13 mm, berwarna hitam/kuning, Mulut mempunyai proboscis
yang horizontal kedepan dan berbentuk sangkur bila sedang tidak digunakan.
Pangkal proboscis tampak membesar. Sayap pada waktu istirahat tampak saling
menyilang mirip gunting. Lalat tsetse adalah vector penular Trypanosome
gambiense dan Trypanosoma rhodesiense, baik secara biologis maupun secara
mekanik (Natadisastra, 2009).

Lalat mempunyai kedekatan dengan pemukiman manusia maupun di


peternakan. Populasi lalat di alam sangat tinggi, hal ini dipengaruhi oleh morfologi
tubuh lalat yang berukuran kecil, kemampuan terbang yang jauh, serta sirklus hidup
yang pendek, termasuk hewan omnivorous (pemakan segala). Disamping itu,
serangga ini juga mempunyai daya reproduksi yang cukup tinggi dan merupakan
multivoltine (beberapa generasi dalam satu tahun). Lalat merupakan hama
pengganggu baik pada manusia maupun pada hewan lainnya. Jenis lalat yang
terutama menimbulkan masalah dalam industri peternakan baik peternakan unggas,

95
babi dan sapi perah dan pada prosesing makanan asal hewan adalah lalat rumah
Musca domestica (Astuti dan Firda, 2010).
Lalat adalah insekta yang mengalami meta-morfosa yang sempurna, dengan
stadium telur, larva/tempayak, kepompong dan stadium dewasa. Hal ini
menunjukkan semua lalat mengalami metamorfosis sempurna dalam
perkembangannya. Metamorfosis sempurna yang dialami lalat adalah sebagai
berikut: Stadium telur, stadium larva/tempayak, stadium kepompong dan terakhir
stadium dewasa. Siklus ini bervariasi bergantung pada keadaan lingkungan
perkembangbiakannya. Waktu yang dibutuhkan lalat menyelesaikan siklus
hidupnya dari sejak masih telur sampai dengan dewasa antara 12 sampai 30 hari.
Rata-rata perkembangan lalat memerlukan waktu antara 7-22 hari, tergantung dari
suhu dan makanan yang tersedia. Pada musim panas, usia lalat berkisar antara 2-4
minggu, sedang pada musim dingin bisa mencapai 70 hari. Tanpa air lalat tidak
dapat hidup lebih dari 46 jam. Sehingga lama hidup lalat pada umumnya berkisar
antara 2-70 hari (Siaahan,2017).

Lalat buah (Diptera:Tephritidae) merupakan hama yang sangat merugikan


di bidang hortikultura, karena sering membuat produk hortikultura seperti mangga,
cabai, jambu biji, belimbing, nangka, jeruk dan buah-buahan lainnya menjadi busuk
dan berbelatung. Lalat buah merupakan salah satu hama yang sangat ganas pada
tanaman hortikultura diantaranya mangga. Lalat buah yang sering menyerang buah-
buahan dan sayur-sayuran adalah Lalat buah genus Bactrocera. Serangan hama ini
menyebabkan rendahnya produksi dan mutu buah. Kerugian akibat lalat buah
(Bactrocera sp.) (Marikun dkk, 2014).

Lalat dari famili Simullidae, seperti anggota-anggota dari genus Simullium,


selain dapat menularkan penyakit Onchocerciasis (kebutaan sungai) yang
disebabkan oleh filarial nematoda, Onchocerca volvulus juga dapat menyerang dan
menggigit manusia. Lalat Simullidae biasanya hidup di air yang bergerak, seperti
sungai, selokan persawahan, saluran-saluran air irigasi dan air-air jerniih yang
mengalir lainnya (Sembel, 2015).

96
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi

3.1.1. Lalat hijau kebiruan metalik (Chrysomya megacephala)


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Hexapoda
Ordo : Diptera
Family : Calliphoridae
Genus : Chrysomya
Spesies : Chrysomya megacephala.

3.1.2 Lalat rumah (Musca domestica)


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropodagm
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Muscidae
Genus : Musca
Spesies : Musca domestica.

3.1.3 Lalat hijau metalik (Lucilia sp)


Kingdom : Animalia

97
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Calliphoridae
Genus : Lucilia
Spesies : Lucilia sp.

3.1.4 Lalat daging (Sarcophaga sp.)


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Sarcophagidae
Genus : Sarcophaga
Spesies : Sarcophaga sp.

3.1.5 Lalat kecil (Fannia sp)


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Muscidae
Genus : Fannia
Spesies : Fannia sp.

98
3.2 Morfologi

1. Tubuh relative slindris

2. Mempunyai sayap pada mesotorax yang spesifik

3. Beberapa lalat tertentu mempunyai sayap berambut/bersisik

4. Perhatikan letak sayap pada saat hinggap (seperti gunting/menusuk)

5. Pada caput terdapat bagian-bagian yaitu Probocis dan antenna.

 Probocis : terdapat perbedaan antara lalat penghisap darah dengan


yang tidak
 Antena : bentuk & jumlah segmen tertentu pada tiap genus dan
beberapa genus mempunyai avista yang spesifik

Keterangan:
Lalat Muca domestica
1. Arista 4. Mata Majemuk 7. Skutelum

2. Antena 5. Preskutum 8. Halter

3. Palsus 6. Skutum 9. Abdomen


99
Sayap lalat

Keterangan:

1. Humeral 5. Radius I 9. Media II 13. Anal II

2. Costa 6. Radius II 10. Cubitus I 14. Stem Vein

3. Subcosta 7. Radius III 11. Cubitus II

4. Radius 8. Media I 12. Anal I

3.3 . Gambar Pratikum

100
3.4 Siklus Hidup

Pada umumnya siklus hidup lalat melalui 4 stadium yaitu : ”telur larva pupa
lalat dewasa” Pada beberapa jenis lalat telur-telur tetap dalam tubuh lalat dewasa
sampai menetap dan baru kemudian dilahirkan larva. Lamanya siklus hidup dan
kebiasaan tempat bertelur bisa berbeda antara berbagai jenis lalat. Demikian pula
terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal suhu dan tempat hidup yang biasanya
untuk masing-masing jenis lalat.

Siklus hidup lalat berlangsung melalui metamorphosis sempurna dari mulai


telur, larva, pupa dan akhirnya menjadi dewasa.

 Telur

Telur yang dihasilkan berbentuk oval, berwarna putih dan berukuran 10 mm


dan bisa mengelompok sebanyak 75-150 telur setiap kelompoknya. Telur
diletakkan pada bahan bahan organik yang lembab (sampah, kotoran binatang dan

101
lain-lain) pada tempat yang tidak langsung kena sinar matahari dan biasanya telur
menetas setelah 12 jam, tergantung dari suhu sekitarnya.

 Larva

Tingkat I : Telur yang baru menetas, disebut istar I berukuran panjang 2


mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, amat aktif dan ganas terhadap
makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit keluar istar II. Tingkat II : Ukuran besarnya
2 kali instar I, sesudah satu sampai beberapa hari, kulit mengelupas keluar instar
III. Tingkat III : Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu
sampai 3 sampai 9 hari. Larva diletakkan pada tempat yang disukai dengan
temperatur 30- 35 °C dan akan berubah menjadi kepompong dalam waktu 4- 7 hari.

 Pupa atau kepompong.

Kepompong lalat berbentuk lonjong dan umumnya berwarna merah atau


coklat. Jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa. Stadium ini
berlangsung 3-9 hari dan temperatur yang disukai ± 35°C, kalau stadium ini sudah
selesai, melalui celah lingkaran pada bagian anterior keluar lalat muda.

 Lalat dewasa

Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam dan setelah
itu siap mengadakan perkawinan. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4 minggu.

BAB IV

102
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Lalat merupakan salah satu insekta Ordo Diptera yang merupakan anggota
kelas insekta mempunyai jumlah genus dan spesies yang terbesar yaitu mencakup
60-70 % dari seluruh spesies Anthropoda. Tubuh lalat biasanya relatif silindris.
Lalat memiliki kepala yang dapat begergerak dengan mata dan sebagian besar
memiliki mata majemuk yang besar di sisi kiri dan kanan kepalanya. Lalat dianggap
sebagai penyebar penyakit yang cukup serius karena ya itu tadi bisa menyebarkan
ratusan ribu kuman bakteri saat mendarat disuatu tempat. Lalat sendiri sangat
mengandalkan penglihatannya agar bisa terus bertahan hidup. Lalat memiliki
populasi yang sangat besar karena mereka mampu melakukan perkawinan secara
efektif dalam waktu yang relatif singkat selama musim kawin.
Lalat berperan dalam masalah kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vektor
penularan penyakit. Sebagai vektor mekanis lalat membawa bibit-bibit penyakit
melalui anggota tubuh seperti rambut-rambut pada kaki, badan, sayap dan
mulutnya. Lalat untuk mempertahankan kehidupannya dan daya tariknya terhadap
bau-bau yang busuk menuntun lalat untuk mencari tempattempat yang kotor untuk
mencari sesuatu yang dapat dimakannya. Biasanya tempat-tempat tersebut adalah
tempat yang banyak berhubungan dengan aktivitas manusia

DAFTAR PUSTAKA

103
Ahmad, I., Silvi S., Kustiatil., Sri Y., Resti R., dan Nova H. 2015. Resisten lalat
rumah, Musca domestica Linnaeus (Diptera: Muscidae) dari empat kota
di Indonesia terhadap permetrin dan propoksur. Jurnal
Entomologi Indonesia. 12 (3): 123-128

Ahmad, R.Z. 2014. Beberapa penyakit parasitik dan mikrotik pada sapi perah yang
harus diwaspadai. JITV. 1(3):10-15
Astuti, E.P dan F.Y. Pradani. 2010. Pertumbuhan dan Reproduksi Lalat Musca
domestica pada Berbagai Media Perkembangbiakan. Aspirator.
2(1):11-16
Iffah, D., D.J. Gunandini, dan A. Kardinan. 2008. Pengaruh Ekstrak Kemangi
(Ocimum basilicum formacitratum) terhadap Perkembangan Lalat
Rumah (Musca domestica) (L.). J. Entomol. Indon. 5(1):36-44
Marikun, M., A. Anshary, dan Shahabuddin. 2014. Daya tarik jenis atraktan dan
warna perangkap yang berbeda terhadap lalat buah pada tanaman
mangga (Mangifera indica) di desa Soulove. Jurnal Agrotekbis. 2 (5)
: 454-459
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. Jakarta: EGC

Santi, D.N. 2001. Manajenemen pengendalian lalat. Jurnal Kesehatan Masyarakat.


10(2):20-27

Sayono., Sifak M., dan Martini. 2006. Pengaruh aroma umpan dan warna kertas
perangkap terhadap jumlah lalat yang tertangkap. Jurnal Litbang
Universitas Muhammadiyah Semarang. 2(6): 30-36.

Sembel, D.T. 2015. Toksikologi Lingkungan. Penerbit ANDI, Yogyakarta

Siahaan, Y. 2017. Pemanfaatan Daun Tithonia diversifolia sebagai Insektisisda


Nabati pada Musca domestica berdasarkan Jenis Media. Karya Tulis
Ilmiah. Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Medan, Kabanjahe

104
Soedarto, 2008. Pengantar Keshatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

105
1.1 Latar Belakang

Nyamuk adalah serangga yang memiliki dua sayap yang bersisik. Sayap ini
mampu mengepak 1000 kali per menit, tubuh langsing dan mempunyai enam kaki.
Nyamuk memiliki ukuran yang berbeda-beda tetapi jarang sekali ukurannya
melebihi 15 mm. Dalam bahasa Inggeris, nyamuk dinamakan “Mosquito”, yang
berasal dari bahasa Sepanyol atau Portugis yang berarti lalat kecil yang digunakan
sejak tahun 1583.

Nyamuk termasuk Phylum Arthropoda Kelas Insecta, Ordo Diptera dan


Fanily Cullicidae. Family Cullicidae dibagi menjadi 3 tribus, yaitu tribus
Anophelini (Anopheles), tribus Cullicini (Culex, Aedes, Mansonia) dan tribus
Toxorynchitini (Toxorhynchites). Jumlah spesies yang telah diketahui kira-kira
2400 spesies.

Ordo diptera yang terdiri dari lebih 80 ribu spesies serangga yang berasal
dari sekitar 140 famili. Ordo ini merupakan golongan serangga yang paling banyak
menjadi penular penyakit. Arthropoda ini hanya mempunyai 2 sayap, karena
pasangan sayap posterior telah berubah bentuk dan fungsi menjadi alat
keseimbangan (halter). Mulut dipteral berfungsi menghisap (sucking-mouth)
dengan berbagai modifikasi antara lain juga memiliki fungsi menusuk (piercing-
mouth) untuk menghisap darah.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini ialah agar mahasiswa mampu


mengidentifikasi morfologi dari spesies-spesies nyamuk yang penting dalam
kesehatan veteriner dan dapat membedakan jenis kelamin masing-masing spesies
nyamuk. Serta untuk mengetahui siklus hidup nyamuk.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

106
Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang
dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada
ordo Diptera dan family Culicidae. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada
nyamuk betina (Lestari,2010).

Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform berbentuk panjang


dan langsing serta terdiri atas 15 segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci
untuk membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih
lebat daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada nyamuk jantan disebut plumose
sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose. Tubuh
nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut (Sayono,2008).

Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk


betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk
serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik. Dada terdiri atas protoraks,
mesotoraks dan metatoraks. Mesotoraks merupakan bagian dada yang terbesar dan
pada bagian atas disebut scutum yang digunakan untuk menyesuaikan saat terbang.
Sepasang sayap terletak pada mesotoraks. Nyamuk memiliki sayap yang panjang,
transparan dan terdiri atas percabangan-percabangan (vena) dan dilengkapi dengan
sisi. Abdomen nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat segmen
pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen terakhir biasanya
termodifikasi menjadi alat reproduksi. Nyamuk betina memiliki 8 segmen yang
lengkap

Nyamuk lebih dikenal sebagai vector penyakit. Beberapa jenis penyakit


yang disebabkan oleh gigitan nyamuk diantaranya, demam berdarah (DBD),
malaria, filariasis (kaki gajah) (Lesatari, dkk., 2008). Tempat perindukan nyamuk
(tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun di luar rumah. Tempat
perindukan di dalam rumah yaitu tempat-tempat penampungan air antara lain bak
air mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong air, ember, dan
lainlain. Tempat perindukan di luar rumah antara lain dapat ditemukan di drum,
kaleng bekas, botol bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan dan

107
lain-lain. Tempat perindukan nyamuk juga dapat ditemukan pada tempat
penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun
(Soegijanto, 2006)

 Anopheles

Nyamuk Anopheles adalah genus yang terpenting dalam subfamily ini


karena merupakan satu-satunya vector penular malaria pada manusi a.Diseluruh
dunia diketahui jumlahnya kira-kira 2.000 spesies, diantara 60 spesies yang dapat
menjadi vector penular malaria. bergantung kepada bermacam-macam faktor
seperti penyebaran geografis, iklim, dan tempat perindukan (Natadisastra, 2009)
Telur anopheles dalam waktu 1-2 hari akan menetas menjadi larva yang
kemudian waktu 8-12 hari berubah menjadi pupa. Dua sampai tiga hari kemudian
pupa berkembang menjadi nyamuk dewasa yang dapat hidup sampai satu bulan
lamanya. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai
menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, Tergantung spesies, makanan yang
tersedia dan suhu udara (Staf Pengajar, 2000).

Telur nyamuk ini biasa disimpan di permukaan air satu per satu . Menetas
dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30ºC dan 7 hari jika suhu 16ºC. Telur berbentuk
oval, salah satu atau kedua ujungnya meruncing, adanya bentuk spiral transparan di
sisi kanan kiri yang menyerupai pelampung. Telur Anopheles tidak tahan dalam
keadaan kekurangan air.

Larva nyamuk Anopheles

108
Sumber:http://ratnatanjung.blogspot.com/2012/05/anopheles-stadium.html
(2016)
Morfologi nyamuk dewasa Anopheles jantan, yaitu terdapat probosis/alat
penghisap (posisi di tengah kepala/di antara palpus maksilaris), di ujung probosis
terdapat labella (bentuk seperti ujung tombak), di antara probosis ada palpus
maksilaris. Bentuk khas pada Anopheles jantan, yaitu pada ujung palpus maksilaris
mengalami perlebaran, antena berambut lebat yang disebut Plumose.

Bagian kepala nyamuk Anopheles betina


Sumber:http://ratnatanjung.blogspot.com/2012/05/anopheles-stadium.html
(2016)
Sedangkan untuk morfologi nyamuk dewasa betina, yaitu terdapat
probosis/alat penghisap (posisi di tengah kepala/di antara palpus maksilaris), di
ujung probosis terdapat labella (bentuk seperti ujung tombak), di antara probosis
ada palpus maksilaris. Bentuk khas pada Anopheles betina tidak mengalami
pelebaran, antena berambut jarang yang disebut Pilose.

 Aedes

Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hari hingga
siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina yang menghisap
darah. Hal itu dilakukan untuk memperoleh asupan protein, antara lain
prostaglandin, yang diperlukan untuk bertelur. Sedangkan nyamuk jantan tidak
membutuhkan darah, dan memperoleh sumber energi dari nektar bunga ataupun
tumbuhan (Ginanjar, 2008).

109
Nyamuk Aedes aegypti lebih suka beristirahat di tempat yang gelap,
lembab, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur,
lemari, kamar mandi, kamar kecil maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan
di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan,
permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang
tergantung seperti baju, korden, serta di dinding. Hal itu menyebabkan
pertumbuhan jumlah telur di luar rumah lebih sedikit dibanding pertumbuhan telur
di dalam rumah (Sutiningsih dkk., 2015)

Nyamuk Aedes suka meletakan telurnya di tempat yang berisi air jernih,
tenang dan tidak mengalir. Telur Aedes berbentuk lonjong, seperti telur diletakan
satu per satu di atas permukaan air. Telur nyamuk ini dapat hidup dalam keadaaan
kering selama bertahun-tahun. Pada Aedes telur diletakkan satu persatu terpisah teta
pitelur ditemukan di tepi permukaan air pada lubang pohon dan container. Aedes
aegypti selain merupakan vector penular demam dengue, nyamuk ini juga adalah
vector utama penular demam kuning (yellow fever) sehinga juga disebut sebagai
yellow fever mosquito ( Ishartadiati dan Kartika. 2012).Demam berdarah
merupakaan penyakit menular yang disebabkan virus dangue dan ditularkan oleh
nyamuk A.Aegypti. Selain A.Aegypti., A.albopictus juga diktahui dapat menularkan
DBD (Islamiyah dkk., 2013).

Larva Aedes saat masa istirahat

Sumber:http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/04/makalah-nyamuk-
aedes-dan.html(2016)

110
Pada bagian kepala nyamuk Aedes betina terdapat sepasang antena dengan
rambut pendek dan berkelompok. Palpus lebih pendek dibandingkan dengan
proboscis. Cerci yang dimilikinya panjang dengan spermatecha 3 buah. Sedangkan
pada nyamuk Jantannya, memiliki antena dengan rambut lebat dan berkelompok.
Proboscis dan palpus sama panjang, tetapi pada palpusnya tidak mengalami
pelebaran seperti pada nyamuk Anopheles. Cakar atau kukunya melengkung dan
bertaju.

Nyamuk aedes betina mempunyai abdomen yang berujung lancip dan


terdapat cerci yang panjang. Larva mempunyai sifon yang gemuk, mempunyai satu
hair tuft dan pectin yang tumbuh tidak sempurna. Telur diletakkan satu-satu pada
permukaan air atau pada perbatasan air dan container. Semua nyamuk betina aedes
menghisap darah pada waktu siang hari, terutama sore hari.

Nyamuk aedes dewasa tubuhnya berwarna hitam mempunyai bercak putih


keperakan atau putih kekuningan. Di bagian dorsal toraks terdapat bercak putihyang
khas bentuknya berupa 2 garis sejajar dibagian tengah toraks dan 2 garis lengkup
di tepi toraks.

Morfologi aedes albopicus dewasa mudah dibedakan dari aedes aegypti


karena garis toraks hanya berupa 2 garis lurus di tengah toraks. Nyamuk dewasa
terutama hidup dan mencari mangsa di luar rumah atau bangunan, yaitu di kebun
yang rimbun dengan pepohonan.

 Culex

Morfologi Nyamuk Culex dapat diamati mulai dari stadium telur kemudian
larva dan pupa serta stadium dewasanya.

Telur

111
Telur Culex di permukaan air
Sumber:http://www.vetmed.ucdavis.edu/ucmrp/publications/eggraf
tphotopage.html (2016)

Telur culex berbentuk lonjong menyerupai peluru senapan, beroperkulum


tersusun seperti bentuk rakitsaling melekat satu sama lain, telur biasanya di letakan
di permukaan air.
Larva nyamuk Culex memiliki bentuk siphon langsing dan kecil yang
terdapat pada abdomen terakhir dengan rambut siphon yang berkelompok-
kelompok, bentuk comb scale lebih dari satu baris, jentik nyamuk culex membentuk
sudut di tumbuhan air (menggantung) Air tube berbentuk seperti tabung dengan
pasa paddle tidak berduri.

Perbandingan bagian kepala nyamuk Culex jantan dan betina dewasa


Sumber : http://armymedical.tpub.com/MD0170/MD01700117.html(2016)

Pada bagian kepala terdapat sepasang antena. Culex betina memiliki antena
yang berambut pendek dan berkelompok, palpus lebih pendek dari proboscis, cerci

112
yang pendek dan spermateka 3 buah. Sedangkan pada nyamuk jantan, memiliki
sepasang antena dengan rambut lebat dan panjang, palpus lebih panjang dari
proboscis. Memiliki kuku melengkung tidak bertaju.

 Mansoni

Nyamuk mansoni dewasa (imago) secara morfologis mempunyai ukuran


antara 5-6 mm, warna tubuh coklat terang yang ditandai dengan adanya dua garis
berwarna kuning-kuningan pada bagian skutum dengan banyak bercak dan bintik
putih serta warna kuning pada bagian toraks, abdomen dan kaki.

Femur tungkai belakang bergelang warna putih dengan letak yang tak
teratur, demikian pula tarsinya. Gigi-gigi yang tersusun seperti sisir pada ujung
tergit ruas abdomen yang kedelapan terdiri atas tiga deretan, dimana deret yang
terletak ditengah mempunyai 5-9 gigi dan deret kedua sisi deret tengah tadi
mempunyai empat atau lima gigi.

Pada ujung palpi bersisik putih kekuning-kuningan sedangkan pada bagian


belakang pronotum banyak ditumbuhi oleh sisik. Telur nyamuk mansoni sampai
dewasa (imago) pada temperature 26-30 C memerlukan waktu antara 25-40 hari.

Telur nyamuk mansoni bentuknya agak lonjong dengan salah satu


ujungmya meruncing mempunyai warna coklat gelap sampai hitam. Telur tersebut
oleh nyamuk biasanya diletakkan dalam bentuk kelompok pada permukaan bawah
daun tumbuhan inangnya yang hidup didaerah rawa-rawa yang banyak tumbuhan
air. Ukuran telur dapat mencapai panjang sekitar 1 mm.

Pada waktu telur menetas larva akan keluar dan langsung masuk air
berenang dan mencari tumbuhan baru untuk berlindung dan berkembang. Biasanya
larva tersebut selalu ada pada sela-sela akar tanaman air tersebut. Karena untuk
mendapatkan oksigen dari jaringan tanaman.

113
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes, Anopheles, Culex, Mansoni

3.2 Morfologi

114
1. Tubuhnya silindris dengan bagian abdomen yang relatif panjang

2. Mempunyai sepasang sayap yang bersisik

3. perhatikan posisi pada waktu hinggap (sejajar/membentuk sudut)

4. Bagian dorsal thorax biasanya mempunyai gambaran tertentu, ada juga yang
berbulu/berambut.

5. Abdomen kebanyakan relatif pendek dan mempunyai granulosa tertentu

Adapun struktur tubuh nyamuk yang tampak teridentifikasi yaitu:

 Caput

-Proboscis : sebagai alat penusuk dan penghisap

-Arista : sebagai alat sensorik

-Palpus : sebagai alat sensorik

-Mata majemuk

 Thorax : Sayap, Presukut, Skutum, femur, tibia dan tarsus


 Abdomen

-Halter : sebagai alat keseimbangan saat terbang

Perbedaan antara spesies nyamuk :

Aides Culex Anopheles


Suka tinggal di air bersih Suka tinggal di air kotor Suka tinggal di air kotor
Meletakkan telur di Telur dipermukaan air Telur dipermyukaan air
dinding wadah dan membentuk rakitan
Memiliki sifon yang Sifon lebih panjang dan Tidak memiliki sifon
besar dan pendek ramping

115
Nyamuk dewasa saat Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa
menghisap menurunkan menghisap dengan menghisap dengan posisi
abdomen dan abdomen sejajar dengan kepala dan abdomen
membentuk sudut kulit dan membentuk lurus 180 derjat.
sudut

3.3 Gambar

116
Keterangan:

1. Probioscis 5. Halter 9. Metathorax 13. Tarsus

2. Antena 6. Mesothorax 10. Tibia 14. Sayap

3. Palsus 7. Scutellum 11. Metatarsus

4. Mata 8. Femur 12. Abdomen

Gambar bagian caput nyamuk jantan yang memiliki rambut antena banyak dan
lebat :

117
probosis

palpus

antena

Gambar bagian caput nyamuk btina yang memiliki rambut antena sedikit dan
jarang:

3.4 Siklus Hidup

118
Nyamuk memiliki siklus hidup yang mirip dengan hewan kecil lainnya. Di
dalam siklus hidup tersebut terdapat perubahan bentuk yang disebut metemorfosis.
Proses metamorfosis ini disebabkan karena pertumbuhan sel dan diferensiasi sel
secara radikal yang berbeda. Untuk lebih jelas mengerti tentang daur hidup nyamuk,
berikut ini fase-fase daur hidup nyamuk berikut penjelasanya.

 Telur
Daur hidup nyamuk sangat mudah dikenali, pada setiap fasenya nyamuk
memiliki ciri khas tersendiri. Terutama dilihat dari bentuk tubuhnya, setiap
fase memiliki bentuk yang berbeda. Fase pertama dari daur hidup nyamuk
adalah fase telur. Nyamuk biasanya bertelur di air bersih yang terbuka. Telur
nyamuk akan mengambang pada permukaan air. Telur biasanya menempel
berkelompok atau berdiri sendiri. Sebagian besar telur akan menetas
menjadi larva setelah 48 jam.

 Larva
Fase kedua dalam siklus hidup nyamuk adalah larva. Larva memiliki habitat
di air, namun jika pada waktunya ia akan naik ke permukaan air untuk
mengambil nafas. Beberapa jenis larva nyamuk menempel pada tumbuhan
untuk mengambil oksigen. Larva nyamuk akan menanggalkan kulitnya
sebanyak 4 kali. Setiap hal itu terjadi, larva akan tumbuh semakin
membesar. Makanan larva nyamuk adalah mikroorganisme kecil yang ada
di dalam air. Ketika sudah melewati sekitar 4 kali pergantian kulit, larva
akan berubah menjadi pupa.

 Pupa
Setelah memasuki fase larva, fase siklus hidup nyamuk selanjutnya adalah
fase pupa. Fase ini adalah fase istirahat pada siklus hidup nyamuk. Pada fase
ini pupa nyamuk sama sekali tidak membutuhkan makanan. Pupa dalam
bahasa Indonesia biasa disebut juga dengan kepompong. Ternyata pada fase
ini, pupa tidak hanya diam di tempat. Ia akan bergerak mengikuti arah

119
sumber cahaya. Ia bergerak dengan menggunakan ekornya untuk
melindungi bagian bawah dari sumber cahaya. Fase pupa pada nyamuk
sangat mirip dengan proses metamorfosis pada kupu-kupu. Pada spesies
nyamuk culex yang banyak terdapat di Benua Amerika bagian selatan, fase
kepompong berlangsung selama 2 hari ketika memasuki musim panas.
Ketika proses pertumbuhan dalam kepompong sudah sempurna, kulit pupa
akan terlepas dan nyamuk dewasa akan keluar dari kepompong.

 Nyamuk dewasa
Setelah memasuki fase pupa atau kepompong, fase selanjutnya adalah
nyamuk dewasa. Ketika pertumbuhan nyamuk di dalam kepompong sudah
sempurna, maka nyamuk akan keluar dari kepompong dan memasuki fase
nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa sementara akan berada di permukaan air
untuk mengeringkan badan dan menguatkan bagian-bagian tubuh yang
baru terbentuk. Sayap nyamuk akan melebar dan mengering sebelum ia
mulai bisa terbang. Pada awal fase ini, nyamuk belum membutuhkan darah
untuk makananya. Tidak ada waktu yang pasti lama waktu yang
diperlukan pada setiap fase. Setiap fase pada siklus hidup nyamuk
memiliki lama waktu yang berbeda tergantung temperatur dan jenis
spesies nyamuk.

BAB IV

KESIMPULAN

120
4.1 Kesimpulan

Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang
dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada
ordo Diptera dan family Culicidae. Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi
untuk menusuk. Nyamuk betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan
tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik. Dada
terdiri atas protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Mesotoraks merupakan bagian
dada yang terbesar dan pada bagian atas disebut scutum yang digunakan untuk
menyesuaikan saat terbang. Sepasang sayap terletak pada mesotoraks. Nyamuk
memiliki sayap yang panjang, transparan dan terdiri atas percabangan-percabangan
(vena) dan dilengkapi dengan sisi. Abdomen nyamuk tediri atas sepuluh segmen,
biasanya yang terlihat segmen pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen
terakhir biasanya termodifikasi menjadi alat reproduksi. Nyamuk betina memiliki
8 segmen yang lengkap

Nyamuk selain menggangu manusia dan hewan melalui gigitannya, juga


dapat berperan sebagai vector penyakit pada manusia dan hewan yang penyebabnya
terdiri atas berbagai macam parasit.Nyamuk mengalami siklus hidup secara
sempurna yang terdiri atas empat tahap: telur, larva, pupa, dan dewasa. Tempo tiga
peringkat pertama bergantung kepada spesies - dan suhu. Hanya nyamuk betina saja
yang menyedot darah mangsanya. Sebab pada kenyataanya, baik jantan maupun
betina makan cairan nektar bunga. Karena nyamuk betina memberi nutrisi pada
telurnya. Telur-telur nyamuk membutuhkan protein yang terdapat dalam darah
untuk berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

121
Ginanjar, Genis. 2008. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam
berdarah. Universitas Padjadjaran Press , Bandung

Ishartadiati, Kartika. 2012. Aedes aegypti vektor demam berdarah dengue. Jurnal
Kesehatan. 15 (5): 1-8

Islamiyah, M., A.S.Leksono, dan Z.P.Gama, 2013. Distribusi dan komposisi


nyamuk di Wilayah Mojokerto. Jurnal Biotropika. 1(2) : 80

Lestari,2010. Identifikasi larva nyamuk pada tempat penampungan air di


Padukuhan Dero Condong Catur Kabupaten Sleman. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas. 10 (2): 172-178.

Lestari, B.D., Z.P.Gama, dan B.Rahardi, 2008. Identifikasi nyamuk di Kelurahan


Sawojajar Kota Malang . Jurnal Kesehtan. 27(13) : 45

Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh


yang diserang. EGC. EGC

Soegijanto. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi kedua. Airlangga University


Press. Surabaya.

Sutiningsih, D., Ali R., Devi PS., Ludfi S., dan Sri Y. 2015. Analisis kepadatan
nyamuk dan persepsi masyarakat terhadap penggunaan teknik serangga
mandul. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 10 (1): 108-113.

Suyanto., Sri D., dan Dwi A. 2011. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan
praktek pengendalian nyamuk Aedes aegypti di Kel. Sangkrah Kec.
Pasar Kliwon Kota Surakarta. Jurnal Kesehatan. 4 (1): 1-13.

Tim laboratorium parasitologi. 2017. Penuntun pratikum parasitologi veteriner.


Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala

BAB I
PENDAHULUAN

122
1.1 LATAR BELAKANG
Protozoa merupakan hewan berukuran mikroskopis yang terdiri dari satu
sel. Istilah Protozoa berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos berarti pertama dan
zoon berarti hewan. Setiap individu protozoa tersusun dari organela–organela yang
merupakan kesatuan lengkap dan sanggup melakukan semua fungsi kehidupan.
Sebagian besar protozoa hidup bebas di alam, tetapi beberapa jenis hidup sebagai
parasit pada binatang dan manusia. Sesuai dengan klasifikasi Protozoa termasuk
Protista yang menyerupai hewan. Kelompok ini mulanya “dibentuk” untuk
mengelompokan organisme yang bukan tumbuhan dan bukan hewan. Itulah
sebabnya Protozoa disebut organisme seperti hewan (animal like). Sebagian besar
Protozoa uniseluler memiliki ukuran tubuh antara 2μm-1.000μm, protozoa
termasuk eukariot. Biasanya hidup di dalam air, namun ada juga yang ditemukan
di dalam tanah bahkan di dalam tubuh organisme lain sebagai parasit. Di perairan
laut ataupun air tawar, Protozoa berperan sebagai zooplankton.
Dunia Protozoa dalam pengelompokan besar berdasarkan alat geraknya
dibedakan menjadi 4 Filum: Sarcodina, Cilliata, Flagellata, dan Sporozoa. Filum
protozoa dengan anggota yang paling besar adalah Sarcodina, meliputi 11500
spesies hidup dan 33000 spesies berupa fosil.Sarcodina yaitu protozoa yang
bergerak dengan cara melayang atau menjalar. Salah satu anggota filum Sarcodina
yang paling dikenal yaitu amoeba. Amoeba adalah hewan bersel satu hidup bebas
atau hidup sebagai parasit. Amoeba bergerak menggunakan kaki semu atau
pseupodia untuk bergerak dan menangkap mangsa. Amoeba yang hidup bebas di
tanah berair dan banyak mengandung bahan organik, contohnya Amoeba proteus.
Sedangkan Amoeba yang bersifat parasit terdapat di rongga mulut (Entamoeba
gingivalis) atau di dalam usus manusia (Entamoeba histolytica). Contoh lainnya
dari Sarcodina adalah protozoa yang terbungkus oleh cangkang seperti
Foraminifera dan Arcella.
1.2 TUJUAN

123
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui macam - macam dan jenis,
spesies dari protozoa serta mengetahui tentang morfologi dan siklus hidup nya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

124
Protozoa merupakan anggota dari hewan yang lain sederhana.Tubuh
mereka meskipun komplek, tersusun dari sel tunggal. Hampir semuanya tersusun
oleh sel tunggal (Levine,1994).
Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk
kolono (Proto = pertama ; zoom = hewan).Tiap protozoa merupakan kesatuan
lengkap ynag sanggupm melakukan semua fungsi kephidupan yang ada jasad yang
kebih besar dilakukan oleh sel-sel khusus. Sebagian besar protozoa hidup bebas di
alam,tetap beberapa jenis hidup sebagai parasit pada manusia dan berbagai macam
binatang ( Athaillah,dkk., 2003)
Protozoa tersusun dari organela-organela tetapi bukan organ,karena mereka
merupakan diferensiasi dari satu sel.Protozoa merupakan eukariotik,dengan suatu
inti yang diselebungi oleh membran,berlawanan dengan prokariotik bakteri, dimana
bahan-bahan inti tidak terpisah dari sitoplasma.
Protozoa bergerak dengan flagela, silia, pseuddopdia, selaput undulasi atau
lainnya.Flagella adalah organela yang menyerupai cambuk tersusun oleh aksonema
sentral dan selubung luar.Silia adalah flagella yang kecil,silia umumnya tersusun
berjajar sehingga mirip seperti bulu mata.Satu atau lebih jajaran silia longitudinal
dapat bergabung membentuk selaut undulasi atau seberkas silia dapat bergabung
suatu sirrus.Pseudopodia sedikit banyak merupakan alat gerak sementara yang
dapat dibentuk dan ditarik apabila dibutuhkan (Levine,1994).

BAB III
PEMBAHASAN

125
3.1 Klasifikasi
Menurut ‘Committee on Systematics and Evolution of The Society of
Protozoologist ada 4 Phylum yang penting sebagai berikut :
a. Phylum SARCOMASTIGOPHORA
Kelas : Zoomastigophorea
Ordo : Kinetoplastida
Famili : Typanosomatidae
Genus : Trypanosoma, Leishmania
Spesies : Typanosomatidae evansi, Leishmania donovani

Kelas : Zoomastigophorea
Ordo : Trichomonadida
Famili : Trichomonadidae
Genus : Tritrichomonas
Spesies : Trichomonas foetus

Kelas : Zoomastigophorea
Ordo : Trichomonadidae
Famili : Monocercomanadidae
Genus : Histomonas
Spesies : Histomonas meleagridis

Kelas : Zoomastigophorea
Ordo : Diplomanadida
Famili : Hexamatidae
Genus : Hexamita, Giardia
Spesies : Hexamita meleagridis, Giardia lamblia

b. Phylum SARCODINA

126
Kelas : Rhizopoda
Ordo : Amoeba
Famili : Amoebidae
Genus : Entamoeba, Dientamoeba
Spesies : Entamoeba histolytica, Entamoeba coli

c. Phylum CILIOPHORA
Kelas : Kinetofragminophorea
Ordo : Trichostomatida
Famili : Balantididae
Genus : Balantidum
Spesies : Balantidum coli

d. Phylum APICOMPLEXA
Kelas : Sprozoea Sub-Kelas : Coccidia

Ordo : Eucoccidia
Famili : Eimeriidae
Genus : Eimeria, Tyzzeria, Isospora
Spesies :

Ordo : Eucoccidia
Famili : Eimeriidae
Genus : Eimeria, Tyzzeria, Isospora
Spesies :

Ordo : Eucoccidida Sub ordo : Haemosporina


Famili : Plasmodidae
Genus : Plasmodium, Haemoproteus, Leucoctozoon

Ordo : Eucoccidiida

127
Famili : Cypotosporidiidae
Genus : Cryptosporoidum
Famili : Sarccystidae
Genus : Sarcocytis
Famili : Sarcocystidae

Kelas : Sprozoea Sub-Kelas : Piroplasmia


Ordo : Piroplasmida
Famili : Babesiidae
Genus : Babesia
Spesies : Babesia bigemia

Ordo : Piroplasmida
Famili : Theileriidae
Genus : Theileria
Spesies : Theileria parva

3.2 Morfologi

Protozoa merupakan organisme bersel tunggal, dimana pada beberapa


spesies mempunyai lebih dari satu nukleus (inti) pada bagian atau seluruh daur
hidupnya. Protozoa merupakan eukaryotik dengan inti yang diselubungi oleh
membran (selaput). Protozoa tersusun dari organela-organela yang
berdeferensiasi.Protozoa memiliki ukuran mikroskopis dan bentuk tubuh yang
bervariasi.
Protozoa dikelompokkan menurut habitat yaitu protozoa usus dan rongga
tubuh (rongga atrial), protozoa darah dan janringan ( termasuk ameba jaingan otak
primer).Protozoa usus dan rongga tubuh ordi Amoebia. Genus Entamoeba, Iodoma
dan Endolimax ; Ciliata dari phylum Ciliophora,Bakantidium coli; Flagelata dari
ordo Kinetoplastida, Giardia lambia, Dienamoeba fraglis, Trichomonad sp. ;
Sprozoa, Genus Eimeria, dan Isospora. Protozoa darah dan jaringan. Flagelata,

128
famili Trypanosoma, Genus Leishmania dan Trypanosoma; Sporozoa, subkelas
Coccidia, Subordo EIMERIINA,Genus Isospora,Sarcocystis, dan Toxoplasma;
Subordo HAEMOSPORINA, Genus Plasmodium.Amoeba jaringan otak
primer.Termasuk kelompok protozoa darah dan jaringan.(Natadisastra, 2009).
Protozoa bergerak dengan flagela, silia,pseudopodia (kaki
palsu), selaput undulasi atau lainnya. Flagela adalah organela yang menyerupai
cambuk tersusun oleh aksonema sentral dan selubung luar..Flagela ditemukan pada
Flagellata, beberapa Amoeba dan gamet jantan dari beberapa Apicomplexa. Silia
adalah flagela yang kecil, silia umumnya tersusun berjajar sehingga mirip seperti
bulu mata. Satu atau lebih jajaran silia longitudinal dapat bergabung membentuk
selaput undulasi atau seberkas silia dapat bergabung untuk membentuk suatu sirus.
Pseudopodia sedikit banyak merupakan alat gerak sementara yang dapat dibentuk
dan ditarik apabila dibutuhkan. Lobopodia merupakan pseudopodia yang relatif
lebar dengan lapisan luar yang tebal dan banyak cairan di dalamnya. Filopodia
adalah langsing, kaki palsu hialin, Miksopodia, rizopodia, atau retikulopodia
merupakan kaki palsu yang berfilamen dengan lapisan dalam yang padat dan
lapisan luar yang lebih encer di mana terjadi sirkulasi granuler. Aksopodia
merupakan kaki palsu langsing yang tidak terdapat cabang rnaupun anastomosa,
mempunyai filamen aksial (pipa fibriler) dan selaput luar tipis dari sitoplasma yang
encer. Tepi yang mengombak memanjang pada permukaan luar tubuh
memungkinkan untuk tipe gerak yang menggelinding pada beberapa protozoa
Apicomplexa, misalnya Gregarina. Protozoa Apicomplexa lain, misalnya
Coccidia, sanggup mengelinding tanpa sebab yang nyata. Rupanya mikrotubulus
subpelikuler yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop electron yang berperan,
tetapi tidak ada yang tahu bagaimana fungsinya. Gerakan dapat juga dihasilkan dari
pembengkokan, menggertak atau meliukkan seluruh tubuh. Agaknya mikrotubulus
atau mikrofibil juga melakukan hal yang sama (Levine,1994).

129
4 Siklus hidup
Reproduksi pada protozoa dapat terjadi secara seksual atau aseksual pada
protozoa. Pembelahan biner merupakan tipe reproduksi aseksual yang biasanya
terdapat pada flagellata, Amoeba dan ciliata; inti membagi 2 dan tubuh melakukan
hal yang sama. Pada pembelahan multiple atau skizogoni, inti membelah berulang-
ulang, sitoplasma bergabung mengelilingi setiap inti dan kemudian sitoplasma
membelah. Sel yang sedang membelah dikenal sebagai skizon, meron,agamon, atau
segmenter dan sel-sel anak adalah zoite, skizozoite, atau merozoite.
Endodiogeni merupakan tipe istimewa dari pembelahan biner dimana 2 sel
anak terbentuk di dalam sel induk dan kemudian memecah keluar dengan
merusakkannya. Endopoligeni merupakan tipe yang sama dengan skizogoni. Tipe-
3 dari pembelahan aseksual adalah tunas, dimana sel anak yang kecil secara
individu memisahkan dari sisi induk dan kemudian tumbuh menjadi berukuran
penuh. Pembelahan inti yang vesikuler atau inti mikro biasanya melalui mitosis,
sedangkan pembelahan inti makro secara amitosis (Levine 1990).

130
Protozoa parasit memiliki dua tipe reproduksi seksual, yaitu konjugasi dan
singami. Pada konjugasi, yang umumnya terdapat pada Ciliata, dua individu
sementara mendekat satu sarna lain dan bergabung sepanjang bagian tubuh. Inti
makro berdegenerasi dan inti mikro membelah beberapa kali. Salah satu bakal inti
haploid hasil pembelahan ini beralih dari satu konjugan ke dalam konjugan lain.
Kemudian konjugan-konjugan tersebut memisah, bakal inti bergabung dan terjadi
regenerasi inti.Pada singami terbentuk dua gamet haploid yang bergabung
membentuk suatu zigot. Gamet-garnet itu mungkin mirip satu sama lain, dalam hal
ini disebut isogami, atau mereka mungkin berbeda, dalam hal ini dikatakan
anisogami. Pada kasus yang disebut terakhir gamet yang lebih kecil adalah
mikrogamet dan yang lebih besar makrogamet. Gamet-gamet diproduksi oleh sel
khusus (gamon); yang memproduksi mikrogamet adalah mikrogamon atau
mikrogametosit dan yang memproduksi makrogamet adalah makrogamon atau
makrogametosit. Proses pembentukan gamet itu disebut gametogoni. Zigot dapat
atau tidak melaksanakan pembelahan melalui pembelahan multipel untuk
membentuk sejumlah sporozoit.Beberapa protozoa membentuk kista atau spora
yang resisten. Suatu kista dibentuk ketika dinding yang tebal dibentuk mengelilingi
seluruh organisme. Suatu spora dibentuk di dalam organisme dengan membentuk
dinding tebal mengelilingi satu atau lebih individu. Proses ini dikenal sebagai
sporogoni,biasanya setelah singami. Tiap spora mengandung satu atau lebih
organisme individu atau sporozoit. Bentuk vegetatif, stadium bergerak dari
protozoa disebut trofozoit. Kista dibentuk protozoa pada kondisi suhu yang
optimum, penguapan,perubahan pH, kandungan oksigen yang cukup dan
kelembaban yang mendukung (Atmojo, 2010).
Leucocytozoon adalah penyakit yang kadangkala bersifat patogen dan dapat
menimbulkan anemia, anemia hemolitik dan hemoglobinuria pada ayam, kalkun,
angsa, dan itik. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang termasuk parasit sel
darah dan sel jaringan unggas.Leucocytozoon spp dan anggota genus ini menyerang
unggas melalui vektor Culicoides sp. dan Simulium sp.
Dalam siklus hidupnya L. Caulleryi membutuhkan vektor Culicoides
arakawae u n t u k me n t r a n smi s i k a n p e n y a k i t leucocytozoonosis kepada

131
ternak unggas yang lain.Selain kemampuan C. arakawae yang dapat
mentransmisikan L. caulleryi pada ayam, ada juga beberapa spesies Culicoides
yang lain seperti C. circumspriptus Kieffer dan C.schutzei (C. oxystoma Kieffer)
juga dapat bertindak sebagai vektor dari penyakit leucocytozoonosis (Rusli dan
Hanafiah, 2010).
Famili Palasmodidae adalah Haemoproteus dan
Plasmodium.Leucocytozoon mirip dengan Plasmodium,kecuali tidak adanya
skison di dalam darah yang bersirkulasi.Siklus hidup Leucocytozoon meliputi
fertilisasi dan perkembangan seksual dengan cara sprogoni di dalam tubuh
insekta,skisogoni( merogoni) did adlam sel-sel jaringan( sering pada aparu,hati dan
ginjal) dan gametogoni didalam seritorsit atau leikosit ( Tabbu, 2002).
Leukositozoonosis merupakan penyakit protozoa yang menyerang darah
ternak unggas, yang disebabkan oleh parasit Leucocytozoon sp.Spesies
Leucocytozoon yang menyerang ayam di Indonesia teridentifikasi Leucocytozoon
caulleryi dan L.sabrazesi . L. caulleryi disebarkan oleh vektor Culicoides
arakawae.Penyakit ini menimbulkan kerugian yang sangat tinggi, pada unggas
muda menyebabkan kematian yang tiba-tiba. Unggas dewasa juga bisa terinfeksi
dengan menimbulkan gejala diare, lemah, penurunan produksi, penurunan daya
tetas telur, bahkan bisa menimbulkan kematian (Apsari dan Arta, 2010).

Jenis Jenis Protozoa dan Predileksinya


1. Protozoa Usus.
Manusia menjadi inang beberapa protozoa usus
Rhizopoda
* Entamoeba histolytica
* Entamoeba coil
* Entamoeba hartmani
* Entamoeba polechi
* Endoimax nana
* Entamoeaba gingivalis
* Jodamoeba butchili

132
Perbedaan sifat-sifat Amuba yang hidup dalam manusia pada berbagai stadium
yaitu:
trofozoit, prekista, kista, metakista trofozoit yang meliputi:
* ukuran
* benda-benda di dalam endoplasma
* bentuk-bentuk atau tipe pseudopodia
* pergerakan
Dan ke 7 spesies akan dibahas lebih lanjut yaitu E. histoiyticai.
Entamoeba histolytica :
Struktur dan karakter :
Ada empat stadia :
Trofozoit : bentuk tidak teratur
Adanya membran plasma adanya eritrosit dalam endoplasma
Nukleus satu
Prekista : bulat tidak teratur, adanya membran plasma, nukleus 1 – 2, tanpa eritrosit,
ada cadangan makanan.
Kista: bentuk bulat, ada dinding kista, nukleus 2 – 4
Metakista trofozoit : kista yang sudah mengalami pertumbuhan lebih lanjut.

Daur hidup dan Cara penularan :


Ekistasi terjadi di dalam usus halus.Cara infeksi ke mukosa belum banyak
diketahui yaitu kista tertelan dalam suasana asam tidak terjadi pertumbuhan pada
pH netral atau alkali dalam kista akan aktif berkembang menjadi 4 stadium
trofozoit. Amuba menghasilkan enzim untuk melisiskan.Amuba dapat membentuk
ulkus yang berbentuk botol.Kolonosasi : terjadi di dalam usus besar.Enkistasi :
terjadi di dalam usus besar descendens.Di dalam usus halus trofozoit mengalami
pemadatan berbentuk bulat (prekista). Kista mature ada masa glikogen dan benda
kromatoid yang bersifat refraktil.
Patologi :
Amubiasis usus :
Luka-luka di usus besar tempat-tempat utama adalah daerah soekum dan

133
sigmoidorektum
Luka dini, nekrosis kecil pada permukaan mukosa
Perubahan jaringan meliputi histolisis, trombosis kapiler
Amubiasis sistemik, terutama hati yang terserang, alat-alat lain jarang.
Dapatjuga terjadai Amubiasis paru-paru, otak, limpa, alat kelamin dan kulit,
walaupun
jarang sekali.

Flagellata yang berparasit pada usus manusia


* Giardia lamblia
* Chilomastik mesnelli
* Dientamoeba fragilis
* Enteromonas hominis
* Retartomonas intestinalis
Perbedaan sifat-sifat flagellata yang hidup pada manusia baik pada stadium
trofozoit dan kista meliputi ukuran, jumlah flagel, jumlah nukleus, membrana
undulata, axostyle.Dan ke lima spesies diatas akan dibahas lebih banyak tentang
Giardia lamblia

134
Giardia lamblia
Penyebab : Giardiasis, Lambliasis

Daur hidup dan cara Penularannya


Stadium pertumbuhan : trofozoit dan kista
Memperbanyak din dengan cara mitosis pada bentuk kista Memgalami
pembelahan binair (belah pasang) pada stadium trofozoit Lingkungan basa dan diet
kaya K.H. yang disenangi
Di lingkungan luar dengan keadaan lembab dapat hidup brbulan-bulan
Penularan dengan perantaraan makanan dan minuman Patologi dan Gejala Klininis
Anak-anak lebih serig menderita enteritis akut atau kronis dan pada orang dewasa.
Gejala gastrointestinal, iritasi usus Infeksi yang lebih lanjut diare kronis berlemak,
absorbsi berak-berak encer lebih sering.

Diagnosis
Pada pemeriksaan langsung dengan menemukan kista dalam tinja padat,
trofosoit dalam tinja encer atau segar. Dengan cara konsentrasi lebih bagus dan
lebih teliti. Pemeniksaan isi duodenum lebih baik dari pada pemeriksaan tinja

Ciliata pada usus manusia : Balantidium coli


Perbedaan sifat pada stadium trozoit dan kista
Perbedaan dengan E. histolytica

Sporozoa pada usus manusia


* Isospora hominis
* Isospora belli
Keduanya hidup di dalam sel-sel mukosa intestinum tenue manusia, kadang di
bawah ileum dan sekum. Dalam proses schizogoni banyak bentuk-bentuk yang
belum diketahui hanya bentuk ookista dan prekista yang sudah dipelajari.
Pretozoza Atrial Beberapa protozoa atrial yaitu:
* Trichomonas tenax

135
* Entamoeba ginggivalis
* Trichomonas vaginalis
Sifat-sifat flagellata diatas pada stadium trofozoit yang meliputi ukuran,
pergerakan, kelengkapan organella di dalam endoplasma. Dan ketiganya akan
banyak di bahas yaitu Trichomonas vaginalis

Tricomonas vaginalis
Penyebab vaginitis
Hanya ada bentuk trofozoit dengan ukuran (7-23) u X 95 — 15) UAxostyle jelas,
ada membrana undulata, Kromatin penyebarannya uniform
Tempat hidup : vagina, prostat

2. Protozoa Darah
Ada beberapa protozoa darah yang menginfeksi manusia
* Trypanosoma spp.
* Leishmania spp
* Plasmodium spp.
Trypansoma spp.
Penyebab tripanosomiasis
Struktur dan fungsi bentuk-bentuk pertumbuhan trypanosoma
* Leishmania (amastogot)
* Leptomonas (promastigot)
* Critidia (epimastigot)
* Trypanosoma (tripomastigot)
Ada 2 tipe tripanosomiasis : American trypanosoma dan African trypanosoma
Perbedaan antara stercoraria trypanosoma dan salivaria trypanosoma
Leishmaia spp.
Penyebab leishmaniasis
Struktur bentuk-bentuk pertumbuhan: lishmania dan leptomonas
Perbedaan leismaniasis tipe “strain minor dan strain mayor”
Plasmodium spp.

136
Ada empat spesies penyebab malaria pada manusia
* Plasmodium vivax * Plasmodium malariae
* Plasmodiumfalciparum * Plasmodium ovale
Bersifat intraselulair dalam butir darah manusia.
Struktur dan fungsi:
Dalam tubuh manisia ada beberapa stadium pertumbuhan yang hams
dipelajari yaitu:Trofozoit muda dan tua,Schizont muda dan Makrogametosit dan
mikrogametosit.

Cara penularan dan daur hidup:


Penyakit malaria ditularkan kepada orang lain dengan perantaraan gigitan
nyamuk antara lain nyamuk Anopheles spp. Tergantung daerah
penyebaran.Misalnya di Kalimantan adalah nyamuk Anopheles barbirostris .Daur
hidup Plasmodium sp.mempunyai dua inang : yaitu inang vertebrata dan
nyamuk.Reproduksi aseksual (proses schizogoni) di dalam tubuh vertebrata
(manusia). Reproduksi seksual (proses sporogoni) terjadi di dalam tubuh nyamuk.
Di dalam tubuh nyamuk akan mengalami pertumbuhan dan perbanyakan (
cycliko propagatitive). Akan dikeluarkan bersama air ludah nyamuk stadium

137
sporozoit.Di dalam tubuh manusiajuga terjadi proses gametogoni (pembentukan
gamet- gamet),mikrogametosit dan makrogametosit.
Fisiologi:
Oksigen dipakai dengan perantaraan enzim pernafasan logam berat.
Dektrose dioksidasi lebih cepat oleh sel darah merah yang mengandung parasit dan
pada sel eritrosit yang tidak dihinggapi parasit..Asam laktat hanya dioksidasi oleh
sel yang mengandung parasit. P. vivax mengunakan dektrose dan asam laktat 3 X
lebih banyak dari pada P.falciparum.Makanan diperoleh dari darah dan jaringan
inang P.malariae mempunyai masa hidup yang terpanjang..P.falciparum
mempunyai masa hidup yan terpendek.
Kerusakan jaringan dan gejala klinis
Kerusakan jaringan:
-penghancuran eritrosit penyurnbatan kapiler di alat-alat dalam
-anoksemi jaringan hati
-limpa membesar atau lembek
-gangguan peredaran darah
-sel parenkim hati bengkak keruh
Gejala Klinis:
Anemia, splenomegali, demam, berkeringat
Kekebalan:
Didapat secara aktif tergantung pada infeksi baru atau lama daripada stimulus
antigen
dan parasit atau dan hasil metabolismenya.
Di daerah hiperendemi penduduk ash dilindungi sejak masih anak-anak oleh
kekebalan pasif dan ibunya selama tiga bulan pertama
Terjadi perubahan genetik di dalam sel darah merah yang menghasilkan kekebalan
alamiah terhadap malaria
Perubahan pada permulaan eritrosit mengganggu perlekatan serta invasi merozoit
Kekebalan seluler dan humoral mempunyai peranan dalam perlindungan.
Kekebalan merupakan spesies spesifik pada beberapa kasus dapat “strain spesifik”

138
3. Protozoa Jaringan
Protozoa yang hidup dalam janingan tubuh organisme : Toxoplasma gondii
Penyebab toxoplasmosis. Dapat memparasiti binatang termasuk herbivora,
carnivora, dan omnivora.

Morfologi dan daur hidup:


H.D. kelompok Felidae ( kucing domestik dan liar).
Perkembangan pada kucing
Bentuk infektif : sporozoit, kistazoit, endozoit
Proses schizogoni
Perkembangan intestinal bersaman dengan perkembangan ekstraintestinal (bentuk
kista dan pseudokista).
Perkembangan pada manusia:
Bentuk endozoit,kista, pseudokista.( Marjiyo, 2004)

Babesia sp

139
Haemoproteus sp

140
Leismania sp

141
Leucocytozoon sp

142
Plasmodium sp

143
Theileria sp

144
Trypanosoma sp

145
146
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi dapat di simpulkan bahwa protozoa berdasarkan tempat tinggal nya
di bagi atas tiga jenis yaitu, protozoa yang terdapat dalam saluran pencernaan
seperti Koksidia,Entamoeba sp, Giadia sp,Histomonas dll. Kemuadian ada
protozoa yang tinggal didalam darah seperti; Babesia sp, Theileria sp,
Leucocyzoon sp, dan Anaplasma sp. dan yang terahir adalah protozoa yang
berada dalam plasma darah seperti ; Tricomonas foetus, trypanosome
evansi,trypanosoma equiperdum..

147
DAFTAR PUSTAKA

Apsari, I.A.P dan I.M.S. Arta. 2010. Gambaran darah merah buras yang terinfeksi
Leucocytozoon. Jurnal Veteriner. 11(2).
Atmojo, Supriyono Dwi. 2010. Identifikasi protozoa parasit darah pada anjing
(Canis sp.) ras impor di balai besar karantina pertanian Soekarno Hatta.
SkripsiFakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Attaillah, F., dkk.. 2003. Buku Ajar Parasitologi Veteriner. Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala.
Levine, Norman D..1994. Buku Pelajaran Parasitologi. Yogyakarta: Gadja Mada
Unive -rsity Press.
Marjiyo, Mardhiyah Fakih. 2004. Bahan Ajar Parasitologi. Yoyakarta.
Universitas Gadjah Mada.
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran; Ditinjau dari Organ
Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC.
Rusli dan M. Hanafiah. 2010. Identifikasi dan distribusi Culicoides spp.(DIPTERA:
CERATOPOGONIDAE) pada ayam pedaging di Banda Aceh. Jurnal
Kedoktean Hewan. 4(1).
Tabbu, Charles Rangga. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya – Volume
2. Yogyakarta: Kaninus.

148

Anda mungkin juga menyukai