1. Schistosoma japonicum
a) Etiologi penyebab (klasifikasi, siklus hidup, morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma japonicum
2. Morfologi
Telur berhialin, subsperis atau oval dilihat dari lateral, dekat salah satu kutub
terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter (tombol);
berukuran (70-100) × (50-65) m. khas sekali, telur diletakkan dengan
memusatkannya pada vena kecil pada submukosa atau mukosa organ yang
berdekatan. Tempat telur s. japonicum biasa pada percabangan vena
mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus (Natadisastra,
2005).
Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan lunak
dalam 5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua sporokista. Pada
perkembangan selanjtunya dibentuk cercaria yang bercabang. Cercaria ini
dikeluarkan jika siput berada pada atau di bawah permukaan air. Dalam waktu
24 jam, cercaria menembus kulit sebagai hasil kerja kelenjar penetrasi yang
menghasilkan enzim proteolitik, menuju jalinan kapiler, ke dalam sirkulasi
vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa sampau ke jantung kiri
menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini diambil oleh
schistosomula (schistosoma muda) pada migrasi mereka dari paru-paru ke
hati. Mungkin seperti S. mattheei, schistosomula merayap melawan aliran
darah sepanjang dinding A. Pulmonalis, jantung kanan, dan vena cava menuju
ke hati melalui vena hepatica. Infeksi dapat bertahan untuk jangka waktu yang
tidak terbatas, dapat mencapai 47 tahun. (Natadisastra, 2005).
Penetasan berlangsung di dalam air. Walaupun Ph, kadar garam, suhu, dan
aspek lainnya penting, faktor-faktor di dalam telur berperan utama dalam
proses penetesan. Migrasi Schistosoma japonicum ke dalam tubuh dimulai dari
masuknya cacing tersebtu ke dalam pembuluh darah kecil, kemudian ke
jantung dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang migrasi biasanya
tidak atau sedikit menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang terjadi
reaksi hebat, misalnya pneumonia akibat masuknya cacing ke dalam paru.
Schistosoma japonicum merupakan penyakit yang ebih berat dan destruktif
daripada penyakit yang disebabkan oleh dua spesies lain yang biasa
menginfeksi manusia (Muslim, 2009).
2. Schistosoma mansoni
a) Etiologi penyebab (klasifikasi, siklus hidup, morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma mansoni
2. Morfologi
3. Siklus hidup
Manusia terinfeksi oleh serkaria di air tawar melalui penetrasi pada kulit.
Serkaria masuk tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan
sirkulasi portal. Setelah tiga minggu serkaria matang dan mencapai vena
mesenterika superior usus halus lalu tinggal disana serta berkembang biak
(Abdul Ghaffar dan Gregory Brower, 2009). Telur yang dikeluarkan oleh
cacing betina di dalam usus menembus jaringan sub mukosa dan mukosa lalu
masuk kedalam lumen usus dan keluar bersama tinja.
Telur yang berada di air tawar menetas dan melepaskan mirasidium yang
kemudian berenang bebas mencari hospes perantaranya yaitu keong. Dalam
tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista 1 dan 2 kemudian
menjadi larva serkaria yang ekornya bercabang. Serkaria selanjutnya akan
mencari hospes definitif dalam waktu 24 jam. ( Onggowaluyo, 2001).
d) Tatalaksana
3. Schistosoma haematobium
a) Etiologi penyebab (klasifikasi, siklus hidup, morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma japonicum
2. Morfologi
Telur berhialin, subsperis atau oval dilihat dari lateral, dekat salah satu kutub
terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimenter (tombol);
berukuran (70-100) × (50-65) m. khas sekali, telur diletakkan dengan
memusatkannya pada vena kecil pada submukosa atau mukosa organ yang
berdekatan. Tempat telur s. japonicum biasa pada percabangan vena
mesenterika superior yang mengalirkan darah dari usus halus (Natadisastra,
2005).
3. Siklus hidup
Schistosoma hidup terutama di dalam vena mesenterika superior, di tempat ini
betina menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau meninggalkan yang jantan
untuk bertelur di dalam venula-venula mesenterika kecil pada dinding usus.
Telur berbentuk oval hingga bulat, dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk berkembang menjadi mirasidium matang di dalam kulit telur. Massa
telur menyebabkan tekanan pada dinding venula yang tipis, yang biasanya
dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium yang masih berada
di dalam kulit telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur menembus lumen
usus yang kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing
ditemukan di dalam pembuluh darah (Muslim, 2009).
Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva menembus jaringan lunak
dalam 5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua sporokista. Pada
perkembangan selanjtunya dibentuk cercaria yang bercabang. Cercaria ini
dikeluarkan jika siput berada pada atau di bawah permukaan air. Dalam waktu
24 jam, cercaria menembus kulit sebagai hasil kerja kelenjar penetrasi yang
menghasilkan enzim proteolitik, menuju jalinan kapiler, ke dalam sirkulasi
vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa sampau ke jantung kiri
menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini diambil oleh
schistosomula (schistosoma muda) pada migrasi mereka dari paru-paru ke
hati. Mungkin seperti S. mattheei, schistosomula merayap melawan aliran
darah sepanjang dinding A. Pulmonalis, jantung kanan, dan vena cava menuju
ke hati melalui vena hepatica. Infeksi dapat bertahan untuk jangka waktu yang
tidak terbatas, dapat mencapai 47 tahun. (Natadisastra, 2005).
Penetasan berlangsung di dalam air. Walaupun Ph, kadar garam, suhu, dan
aspek lainnya penting, faktor-faktor di dalam telur berperan utama dalam
proses penetesan. Migrasi Schistosoma japonicum ke dalam tubuh dimulai dari
masuknya cacing tersebtu ke dalam pembuluh darah kecil, kemudian ke
jantung dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang migrasi biasanya
tidak atau sedikit menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang terjadi
reaksi hebat, misalnya pneumonia akibat masuknya cacing ke dalam paru.
Schistosoma japonicum merupakan penyakit yang ebih berat dan destruktif
daripada penyakit yang disebabkan oleh dua spesies lain yang biasa
menginfeksi manusia (Muslim, 2009).
Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk ke dalam pembuluh darah
kulit. Lebih kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau vena
portae dan hati. Kira-kira tiga minggu setelah infeksi pematangan cacing dimulai
sejak keluarnya dari vena portae. Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina
mulai meletakan telur pada venule.
a. Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang tumbuh dan
matang
b. Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule.
c. Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur terbatas
pada jaringan perivaskuler
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi
hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval
precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation
test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno
sorbent assay).
d) Pengobatan
2) NEMATODA
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dari gejala gejala yang timbul seperti
peradangan pada saluran dan kelenjar limfe (limfadenitis, limfangitis, retrogad) dan
adanya demam dan malaise, yang dimana mengindikasikan fase akut.
Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan identifikasi microfilaria dalam darah
melalui apusan darah tepi, cairan hidrokel/cairan kiluna pada sediaan darah tebal dan
teknik konsentrasi knoft. Dapat juga dilakukan diferensiasi spesies dan stadium
filarial menggunakan pemeriksaan DNA. Pada pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
USG pada skrotum dan juga menggunakan limfositografi. Pemeriksaan imunologi
yang dapat dilakukan adalah penggunaan metode ELISA dan ICT
(Immunochromatographic test).
1. Wuchereria bancrofti
a) Etiologi penyebab (klasifikasi, siklus hidup, morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Class : Secernentea
Ordo : Spirurida
Famili : Onchocercidae
Genus : Wuchereria
Spesies : Wuchereria bancrofti
2. Siklus hidup
Daur hidup parasit yang membutuhkan manusia (hospes definitif) dan nyamuk
(hospes perantara) memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan
parasit didalam nyamuk Culex quinquefasciatus, atau nyamuk Anopheles,
Aedes, dan Mansonia untuk pedesaan sebagai vektor kurang lebih dua minggu.
Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi
diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di
dalam Presbytis cristata (lutung). Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk,
melepaskan sarungnya didalam lambung, menembus dinding lambung dan
bersarang diantara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek,
bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang
lebih satu minggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan
panjan, disebut larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva
bertukar kulit sekali lagi, dan tumbuh makin panjang dan kurus disebut larva
stadium III.
Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke
rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk
yang mengandung larva stadium III (bentuk infektif) mengigit manusia, maka
lava tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk kedalam tubuh hospes dan
bersarang disaluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami
dua pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, lalu stadium V atau
cacing dewasa.
3. Morfologi
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe,
bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing baetina
berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. cacing
betina mengeluarkan filarial yang bersarung dengan ukuran 250-300 mikron x
7-8 mikron. Mikrofilaria hisup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi
pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas.Pada umumnya
W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat
dalam darah tepi pada malam hari saja.Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di
kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal, dan sebagainya. (Sutanto, 2008)
Sesuai dengan periodisitasnya, mikrofilaria sampai ke pembuluh darah
perifer.Darah dihisap nyamuk yang bertindak sebagai vector, mikrofilaria
terhisap sampai ke lambung nyamuk.Kemudian dengan ujung chepalicnya,
dinding lambung nyamuk ditembus dan menuju ke otot thoraks. Dengan
melalui tiga metamorphosis, pada hari ke 10-11 menjadi larva kecil, langsing,
infektif berukuran (1,4-2) mm x (18-23) m menuju kelenjar liur nyamuk. Larva
bergerak aktif menembus kulit hospes menuju kelenjar limfe perifer.Larva
tumbuh kemudian bermigrasi menuju pembuluh limfe untuk menjadi dewasa
yang dapat bertahan hidup selama 10-18 tahun. (Natadisastra, 2005)
Bila nyamuk sedang aktif mencari darah akan terbang berkeliling sampai
adanya rangsangan hospes yang cocok diterima oleh alat penerima
rangsangannya. Rangsangan ini akan memberi petunjuk pada nyamuk untuk
mengetahui dimana adanya hospes baru menggigit (Jurnal kesehatan
lingkungan, 2005)
Pada manusia, masa pertumbuhan belum diketahui secara pasti, tetapi diduga
kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasite ini di dalam
Presbytis cristata (lutung). Mikro-filaria yang terhisap oleh nyamuk
melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan
bersarang di antara otot-otot toraks.Mula-mula parasite ini memendek,
bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Larva ini bertukar
kulit kurang lebih selama seminggu dan tumbuh menjadi lebih gemuk dan
panjang, disebut larva stadium II.Pada hari ke sepuluh selanjutnya, larva
bertukar kulit sekali lagi tumbuh menjadi makin panjang dan lebih kurus,
disebut larva stadium III. (Sutanto, 2008)
Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke
rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk.Bila nyamuk yang
mengandung larva stadium II (bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva
mengalami dua pergantian kulit menjadi larva stadium IV dan stadium V atau
cacing dewasa. (Sutanto, 2008)
c) Tatalaksana
Pemberian Dietilcarbamazin (DEC) dengan dosis 6 mg/kgBB selama 12 hari, 3
kali pemberian setelah makan.
Brugia malayi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secermentea
Ordo : Spirurida
Genus : Brugia
Species : Brugia malayi
2. Siklus hidup
Daur hidup Brugia timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam
nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di
dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit,
berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III.
3. Morfologi
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe.
Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina
berukuran 21 – 39 mm x 0,1 mm dan yang jantan 13- 23 mm x 0,08 mm.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Ukuran mikrofilaria
Brugia timori adalah 280 – 310 mikron x 7 mikron.
Dewasa menyerupai cacing nematoda cacing gelang klasik. Panjang dan
benang, B. dan lain nematoda malayi hanya memiliki otot longitudinal dan
bergerak dalam S-bentuk gerakan sebuah. Orang dewasa biasanya lebih kecil
dari dewasa W. bancrofti, meskipun beberapa orang dewasa telah di isolasi.
cacing dewasa Wanita (50 mikro) lebih besar dari cacing jantan (25 mikro).
Mikrofilaria Mikrofilaria B. malayi mempunyai panjang 200-275 mikro dan
bulat mengakhiri anterior dan posterior ujung runcing. Microfilaria ini adalah
berselubung, yang banyak noda dengan Giemsa. Selubung ini sebenarnya kulit
telur, lapisan tipis yang mengelilingi kulit telur sebagai mikrofilaria yang
beredar dalam aliran darah. mikrofilaria yang mempertahankan sarungnya
sampai dicerna dalam midgut nyamuk.
Perioditas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik
nokturna atau non periodik, sedangkan mikrifilaria brugia timori mempunyai
sifat periodik nokturna. Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan
oleh nyamuk Anopheles barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan
ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles
barbirostris.
c) Tatalaksana
Pemberian Dietilcarbamazine dengan dosis 5 mg/kgBB selama 10 hari. Untuk
pengobatan masal diberikan dosis rendah jangka panjang(100 mg/minggu selama
40 minggu) atau garam DEC 0,2-0,4% selama 9-12 bulan.
3. Loa loa
a) Etiologi penyebab (klasifikasi, siklus hidup, morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelmynthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Spirurida
Family : Onchocercidae
Genus : Loa
Spesies : Loa loa
2. Siklus hidup
Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih
10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dan
siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan
manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing
dewasa betina mengeluarkan microfilaria (Sutanto, 2008).
3. Morfologi
Cacing Loa loa memiliki tubuh yang sederhana termasuk kepala, badan dan
ekor. Cacing dewasa berbentuk seperti benang halus dan berwarna putih susu.
Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50 – 70 x
0,5 mm dan yang jantan berukuran 30 – 34 x 0,35 – 0,43 mm.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang beredar dalam darah pada siang
hari (diurna). Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-
paru (Sutanto, 2008).
Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250 – 300 mikron x 6 – 8,5 mikron,
dapat ditemukan dalam urin, dahak dan kadang-kadang ditemukan dalam cairan
sumsum tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilaria
yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di
dalam badan serangga, mikrofilaia tumbuh menjadi larva infektif dan siap
ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia
dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina
mengeluarkan mikrofilaria (Sutanto, 2008).
c) Tatalaksana
Pemberian Dietilcarbamazine 2 mg/kgBB, 3 kali sehari sesudah makan selama 14
hari. Pada kasus cacing dewasa, dilakukan operasi pada mata untuk membuang
cacing.
4. Onchocerca volvulus
a) Etiologi penyebab (klasifikasi, siklus hidup, morfologi)
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Rabdithea
Ordo : Spirurida
Familiy : Onchocercidae
Genus : Onchocerca
Species : Onchocerca volvulus
2. Morfologi
Cacing betina berukuran 23-60 x 0,30-0,5 mm, vulva terbuka dan terletak di
sebelah posterior esophagus, dan uterus mengandung mikrofilaria. Cacing jantan
berukuran 16-42 x 0,124-0,2 mm, ujung posterornya melingkar ke ventral dan
dilengkapi papilla perianal maupun kaudal dengan jumlah dan ukuran yang
brevariasi.
Mikrofilia tidak bersarung, panjang mikrofilia mencapai 360 mikron, dan inti
tambahan tidak mencapai ujung ekor. Mikrofilaria jarang ditemukan dalam darah
perifer, tetapi lebih sering ditemukan dalam kelenjar limfe, stratum germinativum
kulit dan kongjungtiva corneal.
3. Siklus hidup
Cacing dewasa berlokasi dibawah kulit dan akan terbentuk kapsula karena
reaksi tubuh hospes. Bilamana berlokasi dekat tulang seperti persendian atau
diatas tulang kepala, nodule yang permanen akan terjadi.
Mikrofilaria berada dalam kulit kemudian terhisap oleh lalat penghisap
darah/lalat hitam/bleck fly (Simulium damnosum) sebagai hospes intermedier.
Bagian mulut lalat tidak menembus terlalu dalam, berisi cairan kental yang
penuh dengan mikrofilaria. Fase pertama dari larva cacing bergerak dari
saluran cerna lalat ke otot dada. Kemudian mengalami moulting yang
kemudian moulting lagi menjadi larva infektif menjadi bentuk filaria
(filariform), filaria muda bergerak kearah mulut lalat dan akan menginfeksi
hospes definitif baru. Filaria tumbuh menjadi dewassa tinggal dibawah kulit
selama kurang dari 1 tahun. Cacing biasanya berpasangan. Cacing yang berada
dibawah kulit atau dibawah kulit yang lebih dalam akan memproduksi
mikrofilaria. Mikrofilaria kemudian menginvasi kepermukaan kulit dan akan
terhisap oleh hospes intermedier.
c) Tatalaksana
Pemberian Ivermectin dan Suramin.