Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM KERJA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RSIA SAYANG IBUTAHUN 2016

A. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan masalah penting, baik di negara maju maupun di negara
berkembang.Menurut asal kuman penyebab, infeksi dibagi 2 yaitu infeksi yang berasal
dari komunitas dan infeksi yang berasal dari rumah sakit. Infeksi yang berasal dari rumah
sakit disebut HAIs(Hospital Acquired Infections) yaitu infeksi yang terjadi selama proses
perawatan di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan lain, dimana pasien tidak ada infeksi
atau tidak dalam masa inkubasi saat masuk, termasuk infeksi didapat di rumah sakit tapi
muncul setelah pulang juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi di pelayanan
kesehatan (WHO, 2007).
Program Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting untuk dilaksanakan di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.Sebagai tempat pelayanan
kesehatan dan sebagai mutu pelayanan yang melindungi pasien, petugas, pengunjung dan
keluarga dari risiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas dan berkunjung ke rumah
sakit. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan profesional : Klinis, Perawat,
Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi dan Petugas
Kebersihan, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi.
Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan,
serta monitoring dan evaluasi.Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
(PPIRS) sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.
Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan praktik
bagi  mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari berbagai
jenjang pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua
mahasiswa/siswa dan peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar
dalam penularan infeksi dan akan beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu penting
bagi mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan, termasuk juga karyawan baru
memahami proses terjadinya infeksi, mikroorganisme yang sering menimbulkan infeksi,
serta bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai
terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit mengatasinya, pada umumnya kuman sudah
resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua mahasiswa/siswa, peserta
magang/pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru yang akan bertugas harus diberikan
Layanan Orientasi tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

1
B. LATAR BELAKANG.
Akhir-akhir ini banyak muncul berbagai macam penyakit infeksi atau emerging
infection disease.Cara penularan penyakit infeksi tersebut telah diketahui namun apabila
pelayanan pada saat perawatan di rumah sakit tidak dilakukan sesuai prosedur akan
menyebabkan masalah yang besar. Oleh karena itu perlu dijalankan program pencegahan
pengendalian infeksidi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang
melibatkan berbagai unsur mulai dari pimpinan sampai petugas kesehatan itu sendiri
menjadi sangat penting.
Di Indonesia penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta
menunjukkan bahwa 9.8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama
dirawat (SKRT 2004).Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masayarakat.Masyarakat yang menerima pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi baik karena perawatan atau
datang berkunjung ke rumah sakit. Angka infeksi nosokomial terus meningkat (Al
Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia.
Hasil survey point prevalensi dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh
Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada
tahun 2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)
18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%,
Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta infeksi lain 32,1%.
Dampak HAIs meliputi peningkatan angka kesakitan dan kematian, kecacatan,
peningkatan lama tinggal di rumah sakit, dan peningkatan biaya. Selain itu infeksi akan
berdampak pada penurunan pendapatan Rumah Sakit, penurunan mutu dan citra RS serta
menimbulkan tuntutan hukum.

C. TUJUAN UMUM DAN KHUSUS.


1. Tujuan Umum.
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya melalui
program pencegahan dan pengendalian infeksi di RS. Prof. Dr. Tabrani Pekanbaru
tahun 2016 yang dilaksanakan oleh semua bagian meliputi kualitas
pelayanan,manejemen resiko,serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Tujuan Khusus.
a. Meningkatkan pelaksanaan kegiatan PPIRS meliputi;
1) Pelaksanaan Kewaspadaan isolasi; standar dan transmisi.
2) Pelaksanaan Surveilans.

2
3) Pelaksanaan Pendidikan dan pelatihan petugas RS.
4) Pelaksanaan Pencegahan infeksi HAIs yaitu ILO,ISK,VAP dan IADP.
5) Pelaksanaan Penggunaan obat antibiotik yang rasional.
6) Pelaksanaan Survei peta kuman dan pola resistensi terhadap antibiotika.
b. Meningkatkan fasilitas pencegahan dan pengendalian infeksi di RS.
c. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Tim PPI.
d. Semua petugas RS mengerti dan memahami pentingnya pencegahan pengendalian
infeksi.
e. Mendukung pelaksanaan program keselamatan pasien.
f. Adanya pelaporan kegiatan.

D. RANTAI PENULARAN INFEKSI


Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata
rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen
yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1. Agen infeksi  (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi.  Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit.
Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load).
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada
manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina.
3. Port of exit (Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan
tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi 
dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
a. Kontak (contact transmission)
1) Direct/Langsung:   kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik
pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen.
2) Indirect/Tidak langsung (paling sering): kontak melalui objek (benda/alat)
perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci.
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek,
tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut
contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), 
Virus Influenza, mumps, rubella.

3
c. Airborne : partikel kecil ukuran <  5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran
jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,    virus campak,
Varisela (cacar air), spora jamur.
d. Melalui Vehikulum :Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan
kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan.
Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.
e. Melalui Vektor :Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat
menularkan kuman penyebab  cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun
kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat,
pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui:  saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah  orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit.
Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan  imunosupresan.
Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau
etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

E. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,
agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor
resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi
hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan
secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.Tindakan pencegahan ini telah disusun
dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2

4
pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan
“Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C, dan HIV.

F. KEWASPADAAN ISOLASI.
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien terinfeksi/kolonisasi kepada
pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi diterapkan  benar dapat menurunkan
risiko transmisi dari pasien infeksi/kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah
menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara  petugas dan pasien. Kewaspadaan
Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu
hasil laboratorium keluar.
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
1. Kewaspadaan Standar (Standard Precautions).
Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung
terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi
silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:
a. Kebersihan tangan/Handhygiene.
b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung),
face shield (pelindungwajah), gaun.
c. Peralatan perawatan pasien.
d. Pengendalian lingkungan.
e. Pemprosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.
f.Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan.
g. Penempatan pasien.
h. Hyangiene respirasi/Etika batuk.
i. Praktek menyuntik yang aman.
j. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi.

2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi.


Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi.Diterapkan pada
pasien gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab infeksi menular
yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak kulit atau permukaan
terkontaminasi.

5
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:
a. Kewaspadaan transmisi kontak.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
1) Kewaspadaan Transmisi Kontak.
a) Penempatan pasien.
(1) Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri
mencegah HAIs).
(2) Kohorting.
b) APD petugas.
(1) Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak  bahan infeksius,
lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan
menggunakan antiseptic.
(2) Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan.
c) Transport pasien.
Batasi kontak saat transportasi pasien.

2) Kewaspadaan Transmisi Droplet.


a) Penempatan pasien
(1) Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m.
(2) Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka.
b) APD petugas
Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien.
c) Transport pasien
(1) Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi.
(2) Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk.

3) Kewaspadaan Transmisi Udara/airborne.


a) Penempatan pasien.
(1) Di ruangan  tekanannegative.
(2) Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol.
(3) Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA.
(4) Pintu harus selalu tertutup rapat.
(5) Kohorting.
(6) Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting 
jarak>1 m.
(7) Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif
mencegah penyebaran.

6
(8) Ventilasi  airlocka ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih
mahal).
(9) Terpisah  jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang.

b) APD petugas.
(1) Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur.
(2) Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien.
(3) Gaun.
(4) Goggle.
(5) Sarung tangan (bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan
aerosol).
c) Transport pasien.
(1) Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan.
(2) Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk.
Catatan :
Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi  patogen yang
sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.

7
G. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
NO KEGIATANPOKOK RINCIAN KEGIATAN CARA MELAKSANAKAN SASARAN BIAYA
1 Pelaksanaan prinsip dasar a. Edukasi dan supervisi kebersihan tangan ke a. Kunjungan Terlaksananya monitoring RP.
pencegahan dan pasien, pengujung dan petugas RS setiap hari lapangan/supervisi setiap dan evaluasi pelaksanaan
pengendalian infeksi : melakukan audit berkala. hari prinsip dasar pencegahan
1. Kewaspadaan Standar b. Membuat poster, banner, tulisan yang berisi b. Audit dan pengendalian infeksi;
a. Melakukan himbauan untuk mencuci tangan sesuai standar. c. Pengamatan/wawancara/ meliputi kewaspadaan
kebersihan tangan. Contoh: Lakukan kebersihan tangan 6 langkah, pendataan standar dan transmisi;
stop cuci tangan terlebih dahulu. d. Edukasi dan sosialisasi a. Terlaksananya
c. Melaksanakan koordinasi dengan Instalasi Humas e. Pendidikan Kesehatan ke edukasi dan
dan Bagian Rumah Tangga. pengunjung sosialisasi kebersihan
d. Memonitor sarana dan prasarana petunjuk f. Mencari staf yang potensial tangan pada pasien,
kebersihan tangan, sabun cair, sumber air, tissue, mengikuti lomba dance cuci pengunjung dan staf
handsrub. tangan RS
e. Mengikuti lomba cuci tangan sekota pekanbaru. g. Membuat proposal ke b. Terlaksananya audit
direktur berkala cuci tangan
h. Mengadakan Rapat c. Terpenuhinya
koordinasi petunjuk cuci tangan,
i. Membuat undangan sabun cair, dan tisu
d. Terlaksananya
perbaikan dan
pemeliharaan berkala

8
sarana prasarana PPI
oleh IPSRS
e. Terpenuhinya poster,
benner, tulisan
himbauan untuk
selalu mencuci
tangan.
f. Terlaksananya lomba
cuci tangan sekota
pekanbaru.

b. Penggunaan APD a. Audit Pemantauan kepatuhan pemakaian APD. a. Kunjungan Lapangan a. Terpenuhinya APD di
b. Membuat petunjuk cara pemakaian dan pelepasan b. Audit ruangan
APD yang benar di ruangan dan mengajukan c. Rapat koordinasi dengan b. Terlaksananya audit
pengadaannya. bagian farmasi dan kepatuhan pemakaian
perlengkapan dan pelepasan APD di
area penyakit menular
c. Terpenuhinya
petunjuk pemakaian
dan pelepasan APD di
ruangan.

9
c. Pengelolaan peralatan Monitoring dan evaluasi penyediaan sarana di a. Monev setiap bulan atau Terlaksananya monev di
Medis Instalasi CSSD meliputi proses : diperlukan instalasi CSSD.
a. Dekontaminasi. b. Kunjungan besar setiap
b. Pembersihan/Pencucian. sabtu sesuai jadual CSSD
c. Petunjuk pengelolaan peralatan perawatan pasien. c. Edukasi dan sosialisasi
d. Pemantauan pengelolaan peralatan medis pasien. d. Rapat koordinasi
e. Memonitor penyedian sarana pengelolaan e. Merencanakan tindak lanjut
peralatan medis. f. Rapat koordinasi dengan
f. Proses dekontaminasi harus dilakukan di CSSD instalasi
bila tidak memungkinkan pencucian di ruangan g. Membuat pelaporan kegiatan
menggunakan prinsip PPI. ke direktur Utama
g. Monitoring dan evaluasi pengelolaan peralatan
medis baik di CSSD secara berkala 1 bulan sekali.
h. Membuat petunjuk pengelolaan peralatan medis
di CSSD.
i. Kontrol dan edukasi secara berkala untuk alat
single use ke re-use.
j. Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan
tangan dan pemakaian APD.

10
d. Pengelolaan Limbah a. Memonitor Penyediaan sarana: a. Supervisi Terlaksananya
1) Tempat sampah sesuai standar b. Pengamatan pengelolaan limbah sesuai
2) Petunjuk jenis-jenis sampah infeksius, non c. Audit standar.
infeksius, benda tajam dan sitostatik. d. Edukasi dan sosialisasi
3) Pemantauan pengelolaan limbah cair. e. Rapat koordinasi
4) Edukasi tentang pembuangan sampah yang
benar.
5) koordinasi dengan bagian perlengkapan cara
penghitungan kebutuhan kantong sampah yang
cukup .
b. Koordinasi dengan instalasi kesehatan lingkungan
dalam monitor pembuangan sampah di ruangan
dan kelancaran IPAL.

e. Pengelolaan linen a. Memonitor Penyediaan sarana: a. Monev terjadwal setiap bulan Terlaksananya
1) Pengadaan peralatan linen sesuai standar. di instalasi laundry dan pengelolaan linen yang
2) Petunjuk pengelolaan linen. pelaporan setiap 3 bulan standart di instalasi
b. Pemantauan pengelolaan linen koordinasi dengan b. Membuat RTL Laundry.
instalasi loundry dalam pembuatan perendaman c. Edukasi dan sosialisasi
di area infeksi. d. Rapat koordinasi
c. Pembuatan petunjuk pengelolaan linen infeksi e. Audit
dan membersihkan linen dari sampah.

11
d. Monev kepatuhan petugas laundry menggunakan
APD.

f. Penyuntikan yang a. Memonitor dan Evaluasi Penyediaan sarana : a. Supervisi Terlaksananya


aman 1) Tempat jarum suntik bekas pakai yangsesuai b. Pengamatan penyuntikan yang aman
standar. c. Audit sesuai standar.
2) Petunjuk penyuntikan yang aman. d. Edukasi dan sosialisasi
3) Pemantauan penyuntikan yang aman. e. Rapat koordinasi
b. Edukasi dan sosialisasi ke petugas tentang:
1) Cara penyuntikan yang aman.
2) Menggabungkan obat pasien dalam satu
tempat.
3) Tidak melakukan recapping atau bila tidak
memungkinkan dengan tehnik one hand only.

g. Higiene respirasi / Memonitor penyediaan sarana: a. Kunjungan lapangan Terpenuhinya petunjuk


etika batuk a. Peralatan sesuai standar. b. Observasi etika batuk dan
b. Petunjuk etika batuk. c. Pendataan terlaksananya pendidikan
c. Mendata ulang ruangan/ instalasi yang belum d. Browsing dan edukasi Pasien,
tersedia petunjuknya. e. Rapat koordinasi pengunjung dan staf.

12
h. Pengelolaan a. Memonitor Penyediaan sarana: a. Kunjungan lapangan Terlaksanannya
kebersihan 1) Peralatan kebersihan ruangan sesuai standar. b. Pengambilan sample pengelolaan kebersihan
lingkungan : 2) Petunjuk SPO pengelolaan kebersihan pemeriksaan mikrobiologis lingkungan.
1) Kebersihan lingkungan. c. Membuat RTL
ruangan dan 3) Pemantauan pengelolaan kebersihan d. Rapat koordinasi
halaman lingkungan.
2) Pemeriksaan 4) Pemeriksaan makanan tiap 6 bulan sekali.
makanan secara 5) Pemeriksaan air tiap 6 bulan sekali.
berkala 6) Pemeriksaan mikrobiologis udara dan air tiap 6
3) Pemeriksaan air bulan sekali.
secara berkala b. Menganalisa dan mensosialisasi hasil pemeriksaan
4) Pemeriksaan mikrobiologis.
mikrobiologis c. Koordinasi dengan bagian kesling untuk
udara dan air menangkap dan memusnahkan kucing, tikus,
kecoak.

2. Kewaspadaan Penyediaan sarana : a. Pendataan Terlaksananya monitoring


Berdasarkan a. Peralatan sesuai standar. b. Kunjungan dan evaluasi kewaspadaan
Penularan/ Transmisi b. Petunjuk kewaspadaan berdasarkan penularan c. Observasi berdasarkan penularan
penyakit. d. Rapat penyakit.
c. Pemantauan kewaspadaan berdasarkan penularan f. Penkes
penyakit.

13
d. Mengedukasi dan memonitor evaluasi ke petugas
dan membuat catatan pelaporan ke koordinasi.

2 Surveilans Infeksi a. Membuat definisi operasional a. Kunjungan Terlaksananya surveilans


Nosokomial VAP,ISK,IDO,IADP,Plebitis,Decubitus. b. Observasi infeksi nasokomial.
b. Menganalisa dan menginterpretasikan data HAis. c. Wawancara
c. Membuat laporan kejadian dan Rencana tindak d. Rapat koordinasi
lanjut VAP,ISK,IDO,IADP,plebitis,decubitus.
d. Melaporkan data ke direktur dan komite PPI,
Dinkes, Kemenkes.
e. Mengkomunikasikan hasil surveilans ke instalasi
terkait.
f. Melaksanakan investigasi outbreak/KLB dan
penanganannya.

3 Survei Peta Kuman a. Survei untuk mendapatkan data peta kuman dan a. Kunjungan Terlaksananya survei peta
danPola Resistensi mengetahui pola resistensinya. b. Observasi kuman dan pola resistensi
Terhadap Antibiotik b. Berkoordinasi dengan mikrobiologi tentang survei c. Wawancara terhadap antibiotik.
peta kuman dan pola resistensi terhadap d. Rapat koordinasi
antibiotika.
c. Pemilihan antibiotika yang bekerja singkat dan

14
berspektrum sempit.
d. Menganalisa hasil survei peta kuman dan pola
resistensi terhadap antibiotika.

4 Kebijakan Penggunaan a. Berkoordinasi dengan IPCO, farmasi dan a. Kunjungan Terlaksananya kebijakan
Antimikroba mikrobiologi tentang kebijakan penggunaan b. Membuat RTL penggunaan antimikroba.
antimikroba. c. Rapat
b. Pemantauan penggunaan antimikroba. d. Sosialisasi

5 Pendidikan, Pelatihan, a. Berkoordinasi dengan Instalasi Diklat untuk a. Membuat proposal Terlaksananya pendidikan RP.,-
Penkes, Sosialisasi dan melanjutkan pelatihan PPI untuk perawat b. Edukasi dan sosialisasi dan pelatihan.
Edukasi pada staf RS pelaksana. c. Diklat
a. Pelatihan cuci tangan b. Orientasi oleh tim PPIRS kepada mahasiswa e. Kunjungan
b. Pelatihan pemakaian kesehatan yang akan berpraktek di RS. f. Browsing
APD c. Orientasi oleh tim PPIRS kepada karyawan g. Permintaan undangan
c. Pelatihan baru/pindahan yang akan bekerja di RS.
dekontaminasi d. Edukasi oleh Tim PPIRS.
d. Pelatihan manajemen e. Mengedukasi keluarga dan pengunjung setiap
linen dan laundry kunjungan lapangan.
e. Pelatihan penanganan f. Melaksanakan penkes ke keluarga dan pengunjung.
pasien infeksius g. Sebagai narasumber pada program instalasi
f. Pengadaan sarana pendidikan kesehatan RS setiap bulannya di

15
sosialisasi PPI instalasi berbeda.

6 Pelatihan tindakan a. Berkoordinasi dengan komite keperawatan dalam a. Pendataan Terlaksananya pelatihan RP.,-
invasif kepada petugas penerapan standar prosedur operasional penerapan b. Diklat tindakan invasif kepada
pelaksana area kritis tindakan invasif untuk pasien oleh petugas c. Workshop petugas pelaksana area
kesehatan. kritis.
b. Membuat pelaporan.

7 Mengadakan rapat a. Rapat triwulan dengan komite mutu,ppi dan a. Membuat undangan Terlaksananya rapat Rp.,-
tahunan direksi. b. Mengantar undangan tahunan.
b. Rapat rutin setiap bulan. c. Mempersiapkan bahan rapat
c. Rapat koordinasi setiap bulan.

8 Pelaksanaan kegiatan a. Menilai progress PPI prilaku petugas di sarana a. Kunjungan lapangan Terlaksananya kegiatan
monitoring dan tersebut diatas meliputi kepatuhan penggunaan b. Membuat laporan monev di Instalasi CSSD,
evaluasi di Instalasi APD. c. Wawancara Laundri, Gizi, dan
CSSD, Laundry, pihak b. Memonev fasilitas PPI. d. Pengamatan Pemulasaran Jenazah.
ketiga, Gizi, dan c. Berkoordinasi dengan kepala instalasi. e. Diskusi
Pemulasaran Jenazah d. Rapat.
e. RTL.

16
9 ICRA menilai kegiatan a. Menilai kegiatan konstruksi dan renovasi a. Rapat Terlaksananya kegiatan
konstruksi dan renovasi bangunan. b. Kunjungan ICRA; konstruksi dan
bangunan di RS dan Hais b. Pra meeting dengan pemborong dan pihak terkait c. Observasi renovasi bangunan di RS.
dari RS. d. Pelaporan
c. Perencanaan model bangunan menurut standar PPI
K3RS dan IPSRS.
d. Membuat assesment resiko infeksi Nosokomial di
RS.
e. Membuat asesstment resiko (ICRA) konstruksi
dan renovasi bangunan.
f. Membuat laporan ICRA dan melaporkan ke komite
PPI.

12 Tertusuk jarum a. Menilai kejadian tertusuk jarum pada petugas RS. a. Investigasi kejadian Terlaksananya penilaian
b. RTL. b. Pelaporan kejadian tertusuk jarum
diRS.
JUMLAH RP.

17
Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov
``]]
KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pelaksanaan progran kegiatan
surveilans PPI : H. JADWAL
KEGIATAN a. Surveilans infeksi luka infus
(Phlebitis), terkait
pemasangan kateter vena
perifer.
b. Surveilans Infeksi Saluran
Kencing (ISK) terkait
pemasangan kateter menetap
c. Surveilans infeksi luka
operasi (ILO) terkait
pembedahan.
2 Program Isfestigasi Outbreak
 Infestigasi dan
menganalisa infeksi
terbanyak di RSIA
Sukma Bunda

3 Program ICRA
 Mengidentifikasi resiko,
menganalisa dan
mengevaluasi resiko
yang terkait
 Membuat potensial risk
pada HAIs dan 18

melakukan action plan


 Membuat ICRA
I. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN.
a. Evaluasi pelaksanaan.
Evaluasi dilakukan tiap bulan 3 bulan sekali, yaitu :
a. Maret.
b. Juni.
c. September.
d. Desember.

b. Pelaporan.
Pelaporan diserahkan paling lambat setelah jadwal yang telah ditentukan.
Isi laporan adalah :
a. Pendahuluan.
b. Pelaksanaan Kegiatan.
c. Hasil Kegiatan dan Rencana Tindak Lanjut.
d. Kesimpulan Saran.
e. Penutup.

J. PENCATATAN,PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN.


1. Pencatatan.
Kegiatan didokumentasikan melalui tulisan dan foto ataupun video.
2. Pelaporan.
Laporan program dibuat setiap 3 bulan sekali, yaitu :
a. Maret.
b. Juni.
c. September.
d. Desember.
Laporan diserahkan ke Direksi.
3. Evaluasi program
Evaluasi program dilakukan tiap 6 bulan sekali, yaitu :
a. Juli.
b. Desember.

K. PENUTUP.
Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional.
Adapun cara memutus mata rantai penularan infeksi tersebut adalah dengan penerapan
“Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu

19
“Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions”
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat meningkatkan daya
tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas minimal dengan imunisasi
Hepatitis B, dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi.
Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus dilaksanakan
sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk Jarum merupakan
bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan program manajemen paska pajanan (“Post
Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan berkaitan pencegahan agen
infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena
luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.

20

Anda mungkin juga menyukai