DEFINISI
A. Pendahuluan
Program pencegahan dan pengendalian infeksi sangat penting untuk dilaksanakan
di rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur
mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas rumah sakit, pengunjung,
dan keluarga pasien dari risiko tertularnya infeksi karna di rawat, bertugas atau
berkungjung di rumah sakit.
Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di lain
pihak rumah sakit dihadapi tantangan yang semakin besar. Rumah Sakit dituntut
agar dapat memberikan pelayan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan
kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan keselamatan pasien.
Untuk hal tersebut Rumah Sakit perlu ditingkatkan pelayanan khususnya dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. Bukan saja untuk para petugas tetapi juga
pasien, keluarga pasien dan lingkungan Rumah Sakit.
B. Tujuan Pedoman
Adapun tujuan dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit Bhakti Nugraha Samarinda adalah :
1. Dapat digunakan dalam rangka meningkatkan layanan Rumah Sakit, meliputi
kualitas pelayanan, manajemen resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menjadi pedoman dalam pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah
Sakit agar sesuai dengan prosedur dengan sumber daya terbatas dapat
menerapkannya sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat
dari penuran penyakit yang mungkin timbul.
C. Sasaran
Seluruh Unit kerja dan Staff di RS Bhakti Nugraha melaksanakan pelayanan
yang mendukung sesuai dengan Kompetensi dan Kewenangan.
BAB II
RUANG LINGKUP
2. Di luar gedung
Kawasan luar gedung rumah sakit dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk
PPI yaitu PPI di tempat umum seperti kantin, tempat ibadah dan lain-lain yaitu
dengan melakukan pemasangan banner dan poster-poster.
BAB III
KONSEP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
A. Definisi
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang ditujukan
untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan
(Minnesota Department of Health, 2014).
B. Tujuan
Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan
risiko infeksi yang didapat serta ditularkan di antara pasien, staf, tenaga
professional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan
pengunjung.
Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda dari satu rumah sakit ke rumah
sakit lainnya bergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan rumah sakit, populasi
pasien yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien, serta jumlah pegawainya.
Program PPI akan efektif apabila mempunyai pimpina yang ditetapkan, pelatihan
dan pendidikan staf yang baik, metode untuk mengidentifikasi serta proaktif pada
tempat berisiko infeksi, regulasi yang ,memadai, juga melakukan koordinasi ke
seluruh rumah sakit.
C. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah
atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis,
atau “load”).
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang
sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan
reservoir yang umum.
3. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh
lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi
dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
- kontak : langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui
vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya
serangga dan binatang pengerat).
5. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu
(yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan, pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi, status
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosuresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
BAB IV
TATA LAKSANA
1) Kebersihan tangan.
1.1 definisi
Mencuci tangan Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air.
1.2 Hal-hal yang perlu diingat saat membersihkan tangan
Bila jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang
mengandung protein, tangan harus dicuci dengan sabun dan air
mengalir.
Bila tangan TIDAK jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, harus
digunakan antiseptic berbasis alkohol untuk dekontaminasi tangan
rutin.
1.3 Indikasi kebersihan tangan (5 momen)
Sebelum kontak dengan pasien
Sebelum tindakan aseptic
Setelah terkena cairan tubuh pasien
Setelah kontak dengan pasien
Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
1.4 Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Teknik Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air harus dilakukan
seperti di bawah ini:
Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih..
Tuangkan 3 - 5 cc sabun cair utk menyabuni seluruh permukaan
tangan.
Ratakan dengan kedua telapak tangan.
Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya.
Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya.
Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai
benar-benar kering.
Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup
kran.
5) Penatalaksanaan Linen
5.1 Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya, termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang
sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini
mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan
membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan
standar dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan
linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen
harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan.
Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung
tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi
cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya
oleh perawat atau petugas.
Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi
ke udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen
kotor segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di
lokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi
dimana linen dipakai.
Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya
harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan
diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi
kebocoran.
Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer
bedpan, spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen
terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius. Pengangkutan
dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi
dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak
bocor dan lepas ikatan selama transportasi.Kantong tidak perlu
ganda.
Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di
laundry TERPISAH dengan linen yang sudah bersih.
Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi
seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi
disinfektan.
Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen
dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan
selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%.
Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah
tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan
anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet
flora orofaring
No. Kewaspadaan Standar Uraian
1. Kebersihan Tangan Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien
agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari dan
ke permukaan.
Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan
berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dengan air mengalir.
Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi
dengan alkohol handsrub
Sebelum kontak langsung dengan pasien
2. Alat Pelindung Diri Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh,
(APD): sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus
Sarung tangan, Masker, membrane dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang
Kaca mata pelindung, potensial terkontaminasi
Pelindung wajah, Gaun Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat
pasien langsung
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,
sebelum menyentuh benda dan permukaan yang
tidak terkontaminasi,atau sebelum beralih ke pasien
lain
Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk
pasien yang berbeda
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus
membrane mata, hidung, mulut selama
melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan
pasien yang berisiko terjadi cipratan/ semprotan
dari darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi
a) Kontak langsung
Meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang
rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi.Misal
perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien
bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband,
petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien dengan Virus Herpes
Simplex (HSV) atau scabies.
b) Transmisi kontak tidak langsung
Meliputi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang
terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci
atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan
yang lainnya, dan melalui mainan anak serta kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas
atau benda mati dilingkungan pasien.
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung
tangan.Petugas harus menghindari mengkontaminasi permukaan
lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal:
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Kebijakan KKS
2. Pedoman KKS
3. Forma Pola Ketenagaan RS
4. Form Pola Ketenagaan Masing2 Unit
5. SPO Rekrutemen Staf Klini ASN
6.