Anda di halaman 1dari 20

PRINSIP PENCEGAHAN

INFEKSI DAN STRATEGI


PENGENDALIAN DI
TEMPAT PELAYANAN
KESEHATAN

Ns. Zulkarnaini, M.Kep


Pendahuluan
• ”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan
kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi
Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit
• ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius
karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak
langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat
kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus
membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
Mengapa Pencegahan &Pengendalian
Infeksi?
1. Peningkatan kasus-2 penyakit infeksi (new emerging, emerging- dan re-emerging
diseases) dan infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs)
2. 2. RS dan Fas. Yan. Kes lainnya harus mampu memberikan pelayanan yg
bermutu, akuntabel serta meminimalkan risiko infeksi kepada nakes, pengunjung
dan pasien RS
3. 3. KLB unpredictable
4. Gambaran mutu yan RS (instrumen akreditasi)
5. Infeksi Nosokomial (HAIs)
1 dari 20 pasien dirawat mengalami infeksi akibat pelayanan kesehatan
(healthcare associated infection)
70 % diantaranya BISA DICEGAH !!
< 10 % dipengaruhi lingkungan
>90 % dipengaruhi perilaku
Tujuan PPI:
Meningkatkan mutu layanan RS dan fasyankes lain
melalui PPI di seluruh satker di RS dan fasyankes lain,
yaitu:
• – Manajemen risiko,
• – Clinical governance,
• – K3. Melindungi nakes & masy dari penularan penyakit
menular (Emerging Infectious Diseases) Menurunkan
angka penularan HAIs (Hospital Acquired Infections)
Kebijakan PPI
1. Setiap RS & Fasyankes lainnya harus laksanakan PPI 2. Pelaksanaan
PPI sesuai:
• Pedoman Manajerial PPI di RS & Fasyankes lain (SK Menkes
no.270/2007)
• Pedoman PPI di RS & Fasyankes lainnya(SK Menkes no.382/2007)
• Pedoman PPI lainnya
SE Dirjen Bina Yanmed No.HK.03.01/III/3744/08 ttg
Pembentukan Komite PPI RS & Tim PPI RS
3. Dir. RS dan Fasyankes lainnya membentuk : Komite PPI dan Tim PPI
dibawah koord. Direktur
4. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi kewenangan jelas.
5. Setiap RS dan Fasyankes lainnya wajib memiliki Infection Prevention
and Control.
Rantai Penularan Infeksi
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting
karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak,
maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme
yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat
berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit.
Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan
jumlah (dosis, atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup,
tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada
orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan
organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput
lendir saluran nafas atas, usus dan vagina
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen
infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi :
saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan
darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana
transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang
suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
a. Kontak (contact transmission):
1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab
secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen
2) Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek
(benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak
dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar
pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva,
hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus
influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak
penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam
mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai
masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan.
Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau
binatang lain yang dapat menularkan kuman
penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau
menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau
makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang
pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi
memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa
melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta
mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur,
status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan
faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras
atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
• Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana
pelayanan kesehatan memerlukan penerapan prosedur
dan protokol yang disebut sebagai "pengendalian".
• Secara hirarkis hal ini telah di tata sesuai dengan
efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi
(Infection Prevention and Control – IPC), yang
meliputi: pengendalian bersifat administratif,
pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan alat
pelindung diri (APD).
1. Pengendalian administratif.
• Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari
strategi IPC, meliputi penyediaan kebijakan
infrastruktur dan prosedur dalam mencegah,
mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama
perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif
biladilakukan mulai dari antisipasi alur pasien
sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari
sarana pelayanan.
Lanjutan…

• Pengendalian administratif dan kebijakan – kebijakan


yang diterapkan meliputi pembentukan infrastruktur
dan kegiatan IPC yang berkesinambungan, membangun
pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan
pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang
tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan
pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan kesehatan
agar persedian perbekalan digunakan dengan benar
Lanjutan…

• Langkah-langkah penting dalam pengendalian


administratif, meliputi identifikasi dini pasien dengan
penyakit tertentu seperti ISPA / ILI (Influenza like
Illness) baik ringan maupun berat.
2.Pengendalian dan rekayasa
lingkungan.
• Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan
kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat kasus dengan
gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS.
• Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa
ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas
pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan
lingkungan yang memadai.
• Harus dijaga pemisahan jarak minmal 1 m antara setiap pasien ISPA
dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak
menggunakan APD).
3. Alat Perlindungan Diri (APD).
• Penggunaan secara rasional dan konsisten APD
yang tersedia serta higiene sanitasi tangan yang
memadai juga akan membantu mengurangi
penyebaran infeksi. Meskipun memakai APD adalah
langkah yang paling kelihatan dalam upaya
pengendalian dan penularan infeksi, namun upaya
ini adalah yang terakhir dan paling lemah dalam
hirarki kegiatan IPC.
• Bila tidak ada langkah pengendalian administratif
dan rekayasa teknis yang efektif, maka APD hanya
memiliki manfaat yang terbatas.
Strategi pencegahan dan
pengendalian infeksi
• Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif
(contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang
adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
• Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun
kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau
sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk
klorinasi air, disinfeksi.
• Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda
ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
• Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation
Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2
pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan
Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan
berdasarkan cara penularan)
• Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure
Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan.
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu
mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
?
Sekian Dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai