Anda di halaman 1dari 9

Upaya Perawat Memutus Rantai Infeksi dalam Mewujudkan K3RS di

Rumah Sakit
Indri Novita Magdalena Aruan
@indrinovitaaruan@.gmail.com

A. Latar Belakang
Perawat berperan penting sebagai pemutus rantai infeksi untuk menurunkan
angka kejadian infeksi yang didapat di rumah sakit (HAIs). Healthcare Associated
Infections (HAIs) merupakan infeksi yang didapat saat pasien dirawat di rumah sakit
dan setelah pasien dirawat lebih dari 48 jam menerima pelayanan kesehatan
(Chalmers & Straub, 2006; JCI, 2011; WHO, 2002). Perawat merupakan tena- ga
kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien dan dapat menjadi media
transmisi infeksi baik bagi perawat maupun pasien (Bartley & Russell, 2003; Kagan,
Ovadia & Kaneti, 2009).
Perawat mencegah terjadinya infeksi dengan cara memutuskan rantai
penularan infeksi (Craven & Hirnle, 2007). Kegiatan ini berkai- tan dengan perilaku
perawat. Perilaku perawat. dalam melakukan kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi dapat dibentuk dengan aktivitas dalam menampilkan peran dan fungsi kepala
ruang sebagai pemimpin. Kepemim- pinan kepala ruang dapat memengaruhi peri-
laku bawahannya (Robbins, 2003; Sellgren, Ekval, & Tomson, 2006). Perilaku pera-
wat dapat ditunjukkan dengan peningkatan kinerja dan kepatuhan perawat dalam
melaku- kan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Perawat adalah profesi yang dalam asuhan dan pelayanannya berada paling
lama dan paling dekat dengan pasien. Berada di sisi klien membuat perawat lebih
mengerti tentang apa yang dirasakan dan dibutuhkan klien terkait kesejahteraan
kesehatannya. Tuntutan profesi dan juga naluri seorang perawat yang harus berada di
dekat klien membuat perawat rentan menginfeksi dan juga terinfeksi. Hal ini tentu
harus diperhatikan secara khusus oleh pihak terkait yang terlibat dalam pemberian
tindakan medis tidak hanya di rumah sakit tetapi di setiap fasilitas kesehatan. Satu-
satunya upaya yang dapat dilakukan agar tidak menginfeksi dan terinfeksi adalah
dengan cara memutus rantai infeksi tersebut. Apabila rantai ini terus berlanjut maka
tidak
hanya keselamatan perawat yang terancam, tetapi juga seluruh tenaga
kesehatan, pasien, keluarga, atau orang lain yang memiliki kontak dengan perawat.

B. Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah literature review. Dengan


melakukan analisis dan kajian bebas pada jurnal dan textbook yang sudah terjamin
datanya dengan tahun 2012-2020. Pengambilan informasi melalui jurnal dan textbook
adalah untuk mendapatkan berbagai informasi yang lengkap dan akurat dengan cara
melakukan penyimpulan dari jurnal dan textbook tersebut. Rancangan penugasan
kajian ini menggunakan referensi yang terjamin datanya dengan menganalis,
eksplorasi dan kajian bebas.

C. Hasil

Berdasarkan hasil pencarian literature didapatkan bahwa setiap petugas


kesehatan perlu diberi pelatihan dan pemahaman dasar infeksi. Perkembangan
penyakit infeksi dengan re-emerging infectious diseases, kompleksitas serta
komorbiditas rujukan dari rumah sakit lain membutuhkan pemahaman terhadap
pengelolaan setiap kasus infeksi. Pemahaman dasar infeksi yang terdiri dari tiga
aspek, yaitu agent, host, dan environment, memiliki visi dinamik yang berbeda pada
pasien imunodefisiensi, geriatri, komorbid penyakit metabolik, dan kondisi khusus
tertentu. Setiap pasien infeksi (medik/ trauma) dalam perjalanan klinisnya akan
mengikuti proses/ kaskade membaik atau memberat (sepsis). Setiap petugas kesehatan
hendaknya memahami kondisi nyata pasien saat masuk rumah sakit mencakup: (1)
Apakah pasien dalam kondisi infeksi dengan kolonisasi; (2) Apakah pasien dirujuk
dalam kondisi SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome tanpa fokus infeksi
(misalnya trauma); (3) Apakah pasien dengan kondisi sepsis (didapatkan fokus
infeksi); (4) Apakah pasien dengan kondisi sepsis berat dengan Multi-Organ
Disfunction Syndrome.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit perlu mendapat perhatian
serius dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan
logistik lainnya yang ada di lingkungan Rumah Sakit. Pengobatan merupakan salah
satu unsur penting dalam upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pemberian obat yang aman merupakan perhatian utama ketika memberikan obat
kepada pasien (Kuntarti, 2005). Kesalahan medikasi adalah setiap kejadian yang dapat
dicegah, yang mengakibatkan penggunaan obat obatan yang tidak seharusnya
diberikan atau yang dapat menimbulkan cedera kepada pasien saat berada dalam
kontrol tenaga kesehatan, pasien dan consumer (World Health Organization, 2016).
Kasus kesalahan obat tidak jarang menjadi tuntutan hukum dan berakhir di
pengadilan. mengingat dampak yang ditimbulkan antara lain bertambahnya biaya
perawatan, hari rawat inap yang memanjang bahkan yang terburuk adalah kehilangan
nyawa pasien. Salah satu aspek yang khas dalam kejadian medication error adalah
tingkat kejadiannya yang cukup sering namun masih bersifat under reportyang
diakibatkan oleh sistem pelaporan yang belum baik (Ramya, 2014). Medication safety
practice diterapkan melalui pelaksanaan sistem pelaporan insiden medication errors
RS serta sistem pelaporan insiden Mes milik IFRS. Sistem pelaporan IFRS menerima
laporan Mes lebih banyak daripada sisten pelaporan RS.

D. Pembahasan

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila


satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan
parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis,
atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling
umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan
organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas,
usus dan vagina
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan
tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan
yaitu :
• Kontak (contact transmission):
Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara
fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen
• Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat)
perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci
• Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar
pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung,
mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib),
Virus Influenza, mumps, rubella c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan
lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
• Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan
kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu
yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
• Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang
dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau
menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat,
pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit.
Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka
bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan
faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu,
status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/
komunitas (Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-
Associated Infections/ HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa
waktu yang lalu disebut sebagai infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection).
Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
dengan/ tanpa disertai gejala klinik. Rantai infeksi adalah rangkaian yang harus ada
untuk menimbulkan infeksi. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan
adalah agen infeksi (infectious agent) yaitu mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang
biak dan siap ditularkan kepada orang. Port of exit (pintu keluar) adalah jalan dari
mana agen infeksi meninggalkan reservoir. Transmisi (cara penularan) adalah
mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting
karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit juga untuk melindungi pasien,
petugas, pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi. Infeksi yang terjadi
di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat dicegah dengan
melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur dan pedoman yang berlaku.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI bersama
World Health Organization (WHO) ke berbagai rumah sakit di
Propinsi/Kabupaten/Kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS)/Tim PPIRS selama ini belum berfungsi optimal
sebagaimana yang diharapkan. Penelitian juga menunjukkan bahwa anggota Komite/
Tim PPI belum memahami dengan baik tugas, kewenangan, serta tanggung jawab
yang harus dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit.World Health Organization (WHO) menetapkan protokol untuk menilai
kejadian infeksi nosokomial yang terjadi di rumah sakit di dunia, diantaranya adalah
menjadikan tingkat kejadian infeksi nosokomial sebagai aspek yang dinilai dalam
standarisasi fasilitas kesehatan dan sistem surveilans. Sistem surveilans bertujuan
untuk mengetahui insidensi dan distribusi infeksi nosokomial sehingga pada akhirnya
fasilitas kesehatan tersebut dapat mengendalikan
kejadian infeksi nosokomial. Dengan mengamati faktor-faktor risiko dan
karakteristik pasien, tenaga medis dalam suatu fasilitas kesehatan dapat
memperkirakan pasien yang rentan terpapar infeksi nosokomial sehingga pencegahan
dapat dilakukan dan kondisi yang fatal dapat dihindari. 7 Penilaian mutu pelayanan
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit ditetapkan indikator mutu
yaitu ketaatan dalam melakukan hand hygiene serta pelaporan kebijakan infeksi
rumah sakit atau hasil surveilans HAI’s di ruang rawat inap.
Dalam upaya untuk memutus rantai penularan konjungtivitis edukasi oleh
tenaga medis kepada pasien, keluarga pasien maupun masyarakat penting dilakukan,
antara lain menjaga hygiene mata, rajin mencuci tangan, menghindari untuk
memegang mata dan tidak memakai bersama barang-barang yang kontak dengan mata
penderita seperti sapu tangan, sarung bantal dan handuk. Klasifikasi infeksi
nosokomial berdasarkan tempatnya adalah infeksi silang yaitu infeksi yang
didapatkan dari orang lain atau penderita lain yang di rawat di rumah sakit baik secara
langsung maupun tidak langsung. Infeksi lingkungan yaitu keadaan lingkungan yang
selalu dituduh sebagai penyebab infeksi nosokomial. Infeksi sendiri yaitu infeksi yang
paling sering disebabkan oleh kuman yang terdapat pada penderita itu sendiri. Adapun
jenis-jenis infeksi nosokomial adalah infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih,
infeksi saluran pernapasan, dan infeksi aliran darah primer.
Seluruh tindakan keperawatan di rumah sakit harus sesuai SOP yang ada di
rumah sakit yang sudah ditetapkan supaya nantinya perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan dapat bertolak ukur pada SOP yang sudah ada. Tim PPI di rumah
sakit sangat penting karena dapat menggambarkan mutu dalam pelayanan di rumah
sakit (Kemenkes RI, 2010 dalam Rio Afandi, 2016). Salah satu yang harus diketahui
perawat adalah universal precaution atau kewaspadaan universal dimana kewaspadaan
universal ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk mencegah penyebaran
berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya di
lingkungan rumah sakit, atau sarana kesehatan lainnya (Fairchild, 1996). Dengan
menerapkan hal ini maka tentu angka infeksi HAIs dapat ditekan. Beberapa cara yang
dapat dilakukan perawat terkait dengan oerannya dalam upaya pemutusan rantai
infeksi ini adalah :
• Kebersihan Tangan (Hand hygine)
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir apabila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs) apabila tangan tidak tampak kotor. Hand hygine
harus dilakukan sebelum kontak pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah kontak
darah dan cairan tubuh, setelah kontak pasien, setelah kontak dengan lingkunga
sekitar pasien.
• Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)
Penggunaan ini dilakukan saat melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
• Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
Alat yang tidak disposabbel atau sekali pakai buang, harus dibersihkan dengan
benar dan teliti agar tidak menginfeksi pasien lain atau tenaga kesahatan.
• Pengendalian Lingkungan
Dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah
transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.
• Pengelolaan Limbah
• Perlindungan Kesehatan Perawat
Maksudnya adalah denan melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada tenaga
kesehatan.
• Kebersihan Pernapasan/ Etika Batuk Bersin
• Praktik Lumbal Punksi yang Aman
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan steril saat
melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi spinal/epidural/pasang kateter vena
sentral.
• Penatalaksanaan Linen
• Penempatan Pasien, dan
• Praktik Menyuntik yang Aman

E. Penutup

Infeksi nosokomial atau HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul dalam
waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari
rumah sakit. Peran perawat dalam upaya pemutusan rantai infeksi adalah dengan
melakukan kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan
perawatan pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen,
perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan
bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal punksi yang aman.
Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang benar pada perawat sangat berpengaruh
untuk memutus rantai infeksi. Dengan diterapkannya dan disiplinnya perawat
menggunakan APD yang benar, maka perawat telah menyediakan lingkungan yang
bebas dari infeksi sekaligus sebagai upaya perlindungan diri dari pasien terhadap
penularan penyakit. Namun jika pemakaian APD yang benar diabaikan, maka
tentunya akan semakin bertambah risiko tertular penyakit misalnya hepatitis,
HIV/AIDS, dan COVID-19.

Daftar Pustaka

1. Alvadri, Z. (2015). Hubungan pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat dengan


Kejadian Infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Sumber Waras Grogol. Jurnal
Penelitian Ilmu Keperawatan Universitas Esa Unggul, pp. 1-4
2. Astri, Budhi, S. (2017). Analisis Penerapan Standard Percaution dalam Pencegahan
dan Pengendalian HAIs (Healthcare Associated Infection) di RSUD RAA
SOEWONDO PATI. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1).
3. Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK
Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta:
4. Dewi, F., Handiyani, H., & Kuntarti, K. (2016). Memutus Rantai Infeksi melalui
Fungsi Pengorganisasian Kepala Ruang Rawat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 19(2),
107-115.
5. Fitria, Imelda, D, dkk.(2016). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang. Jurnal Kedokteran Brawijaya , 29(3), 269-272.
6. Handayani, R,S., Herman, M,J. (2016). Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
Pemerintah dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Indonesia. Jurnal
Kefarmasian Indonesia, 6(2), 137-146.
7. Lardo, S., Prasetyo, B., Purwaamidjaja, D, B. (2016). Infection Control Risk
Assessment (ICRA). CDK-238, 43(3), 215-219.
8. Nurani, R. R., S., & Hidajah, A. C. (2017). Gambaran Kepatuhan Hand Hygiene pada
Perawat Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol. 5 No 2, hlm, 218-230
9. Nurseha, Djaafar. (2013). Pengembangan Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Oleh Perawat di Rumah Sakit Berbasis Health Belief Model. Jurnal Ners, 8(1), 64-71.
10. Putra M. K. P. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Mahasiswa Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id Diakses tanggal 5 Oktober 2016.
11. Simamora, R. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan Identifikasi Pasien dengan
Menggunakan Media Audiovisual terhadap Pengetahuan Pasien Rawat Inap. Jurnal
Keperawatan Silampari, 3(1), 342-351.

Anda mungkin juga menyukai