Anda di halaman 1dari 10

Healthcare Associated Infections (HAIs)

Healthcare associated infections (HAIs) dahulu dikenal sebagai infeksi nosokomial


atau hospital-acquired infections. HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Infeksi tersebut tidak ditemukan atau
tidak sedang berinkubasi pada saat pasien masuk. Termasuk dalam definisi ini adalah infeksi
yang didapat di rumah sakit namun baru bermanifestasi setelah pasien keluar. Selain pada
pasien, HAIs dapat terjadi padatenaga kesehatan, staf,dan pengunjung rumah sakit. (WHO)

Penyebab HAIs adalah mikroorganisme yang berasal flora normal pasien itu sendiri yang
menjadi invasif pada keadaan tertentu, maupun tercemar dari alat/prosedur yang steril melalui
tangan para tenaga kesehatan. Di negara maju, faktor-faktor yang menyebabkan seorang
pasien rentan HAIs antara lainadalah umur >65 tahun, masuk sebagai kasus gawat darurat yang
dirawat di ICU, lama perawatan ≥ 7 hari, menggunakan central venous catheter, indwelling
urinary catheter, atau endotracheal tube, pasca pembedahan,keadaan imunosupresi, penyakit
berat, dan penurunan kesadaran.Di negara berkembang, faktor-faktor tersebut ditambah
dengan kemiskinan, malnutrisi, usia < 1 tahun, berat badan lahir rendah, dan kurangnya
berjalannya program pengendalian infeksi di rumah sakit.

Data global HAIs saat ini masih terbatas, namun secara umum disebutkan bahwa
prevalensi HAIs di negara berkembang lebih tinggi dari negara maju (10,1% vs 7,6%). Di
Indonesia adalah 7,1%. Infeksi yang sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan
penggunaan alat atau prosedur invasif, yaitu catheter-associatedurinary tract
infection(CAUTI), central line-associatedblood stream infection (CLABSI), ventilator-associated
infection (VAP)dan surgical site infection (SSI). Risiko pasien terkena HAIs meningkat signifikan
di ICU. Di negara maju sekitar 30% pasien ICU menderita sedikitnya satu episode HAIs. Dan
risiko ini meningkat 2-3 kali lipat di negara berkembang.
Laporan CDC yakni “Multistate Point-Prevalence Survey of Health Care-Associated
Infections” , menunjukkan data dari 183 rumah sakit di Amerika pada tahun 2011 used 2011
data from 183; memperkirakan terjadi 721,800 kasus infeksi yang diderita oleh 648,000 pasien,
sejumlah 75,000 pasien meninggal pada saat perawatan akibat associated infections.

HAI yang umum diderita adalah pneumonia (22%), infeksi luka operasi/surgical-site infections
(22%), infeksi saluran cerna (17%), infeksi saluran kemih (13%), and infeksi alirah darah (10%).
kuman penyebab HAI adalah Clostridium difficile (12%), Staphylococcus aureus, including
methicillin-resistant Staphylococcus aureus [MRSA] (11%), Klebsiella (10%), Escherichia
coli (9%), Enterococcus (9%), and Pseudomonas (7%).
Dampak HAIs adalah peningkatan kesakitan dan kematian, penambahan lama hari dan biaya
perawatan, peningkatan resistensi antibiotik, serta peningkatan beban biaya pada sistem
kesehatan.

Definisi Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat
pasien menjalani proses asuhan keperawatan.

Menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi
pada pasien yang dirawat selama 72 jam (3 hari) dan pasien tersebut tidak menunjukkan
tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat
masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi
terinfeksi.

Penyebab Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)

Menurut (Farida, 1999) Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa
keadaan tertentu, yaitu sebagai berikut:
1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau pasien, sehingga jumlah
dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada ditempat lain.
2. Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular.
3. Rumah sakit sering kali melakukan tindakan invasif mulai dari sederhana misalnya
suntikan sampai tindakan yang lebih besar, operasi. Dalam melakukan tindakan sering
kali petugas kurang memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik, akibat
penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang dapat
menularkan kuman patogen.
6. Penggunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman

Cara Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)

Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, tenaga kesehatan lain), agen
(mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan,
dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Pejamu

Agen Lingkungan

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata
rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :

1. Agen infeksi (infectious agent) meruapakan mikroorganisme yang dapat


menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan
parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis,
atau load).
2. Pejamu (reservoir) adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum
adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan
vagina.
3. Pintu keluar (port of exit) meruapakan jalan dimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.
4. Cara penularan (transmisi) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita (yang suseptibel).
5. Pintu masuk (port of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu
(yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui : saluran pernafasan, saluran pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (host suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor
yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar
yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor
lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status
ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

Mekanisme transmisi patogen ke pejamu yang rentan melalui 3 cara (WHO, 2002) yaitu:

1. Transmisi dari flora normal pasien (endogenous infection)


Bakteri dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi flora normal yang dapat
menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat terjadi bila sebagian dari flora normal pasien
berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, misalnya: infeksi saluran kemih
akibat pemasangan kateter.
2. Transmisi dari flora pasien / tenaga kesehatan (exogenous cross-infection)
Infeksi didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan
merupakan flora normal seperti melalui kontak langsung antara pasien (tangan,
tetesan air liur, atau cairan tubuh yang lain), melalui udara (tetesan atau kontaminasi
dari debu yang berasal dari pasien lain), melalui petugas kesehatan yang telah
terkontaminasi dari pasien lain (tangan, pakaian, hidung dan tenggorokkan), melalui
media perantara meliputi peralatan, tangan tenaga kesehatan, pengunjung atau dari
sumber lingkungan yang lain (air dan makanan).
3. Transmisi dari flora lingkungan layanan kesehatan (endemic or epidemic exogenous
environmental infection)
Beberapa jenis organisme yang dapat bertahan hidup di lingkungan rumah sakit
yaitu: dalam air, tempat yang lembab, dan terkadang di produk yang steril atau
desinfektan (pseudomonas, acinetobacter, mycobacterium); dalam barang-barang
seperti linen, perlengkapan dan persediaan yang digunakan dalam perawatan atau
perlengkapan rumah tangga; dalam makanan; dalam inti debu halus dan tetesan yang
dihasilkan pada saat berbicara atau batuk.

Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara.

Cara terjadinya trasmisi mikroorganisme yaitu:

1. Contact transmission
Contact transmission adalah yang paling sering pada infeksi nosokomial, dibagi dalam 2
grup :
 Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme langsung permukaan
tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat memandikan, membalikkan pasien,
kegiatan asuhan keperawatan yang menyentuh permukaan tubuh pasien, dapat
juga terjadi di antara dua pasien.
 Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang yang
lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang
terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci,
dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien.
2. Droplet transmission (Percikan)
Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme
transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi kontak.
Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet transmisi dapat terjadi
ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan tindakan khusus, seperti saat
melakukan pengisapan lendir, dan tidakan broschoskopi. Transmisi terjadi ketika droplet
berisi mikroorganisme yang berasal dari orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui
udara menetap / tinggal pada konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena.
Karena droplet tidak meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus udara dan
ventilasi tidak diperlukan untuk mencegah droplet transmisi. Contohnya : Difteria,
Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps,
rubella
3. Airbone transimission (melalui udara)
Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen,
memiliki partikel kurang atau sama dengan 5 mikron. Transmisi terjadi ketika menghirup
udara yang mengandung mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di
udara beberapa waktu sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan.
Mikroorganisme yang ditransmisi melalui udara adalah mycrobacterium tubercolusis,
rubeola, dan varicella virus.
4. Common Vehicle Transmission
Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan
peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.
5. Vectorborne transmission
Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus, serangga
lainya.

Manajemen Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)

Manajemen infeksi nosokomial merupakan suatu kegiatan perencanaan,


pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan dengan tujuan untuk menurunkan kejadian
infeksi nosokomial.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu,
agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko
pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Tujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :

1. Melindungi pasien
2. Melindungi tenaga kesehatan dan pengunjung
3. Mencapai cost effective

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :

1. Peningkatan daya tahan penjamu


Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk
nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimiawi termasuk klorinasi air, desinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan.
Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi,
tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan.
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan
tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan
HIV.

Kewaspadaan Isolasi (Isolations Precautions) dirancang untuk mengurangi risiko


terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui. Yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.

Kewaspadaan standar yang dilakukan kepada semua pasien tanpa memandang pasien
tersebut infeksius atau tidak.

1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD) : Sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindung wajah)
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan atau perlindungan petugas kesehatan.
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi atau etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman.
10. Praktek untuk lumbal punksi

Kewaspadaan transimisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak,


droplet, airbone.

1. Contact Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan jubah ketika melakukan perawatan langsung
 Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung
2. Droplet Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan masker dengan jarak 2 meter dari pasien
 Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
 Gunakan masker N95 ketika memasuki ruangan
Dampak yang dapat dirasakan apabila terjadi infeksi nosokomial adalah sebagai berikut :

1. Bagi pasien
 Lama perawatan lebih panjang
 Pembiayaan meningkat
 Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit dasarnya
2. Bagi staff: medis dan non medis
 Beban kerja bertambah
 Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaan
 Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan


Medik. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. 2010. Pedoman Surveilans
Infeksi Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
2. Firman Dwi Cahyo. Manajemen Health Associated Infection (HAIs). MAKALAH :
Diajukan guna memenuhi tugas akademik dalam Mata Kuliah Management Patient
Safety. Tangerang : 2014.
3. Ullyadien. Healthcare Associated Infection (HAI).
https://ullyadien.wordpress.com/2014/04/11/healthcare-associated-infections-hai/.
2014
4. Panduan Bagi Pengendalian Infeksi. 2002. www.ansellhealthcare.com,

Anda mungkin juga menyukai