Anda di halaman 1dari 13

RESUME MANAJEMEN PATIENT SAFETY

“INFEKSI NOSOKOMIAL & TEKNIK ISOLASI”

DISUSUN OLEH :

YUNI MARDATILAH

1A

193110160

DOSEN PENGAMPU :

EFITRA, S.Kp.M.Kep

PRODI D3 KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2019/2020
RESUME
1. INFEKSI NOSOKOMIALh

Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas


(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated
Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan
diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated
Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari
rumah sakit, tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas
infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang
tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan (PMK nomor 27
tahun 2017)

1. Pengertian infeksi

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan
/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated
Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika
masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit
tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infections (HAIs) ” apabila
memenuhi batasan/ kriteria sebagai berikut:

1) Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam
masa inkubasi infeksi tersebut.
2) Merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, setelah dirawat 3 x 24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala
tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi nosokomial bukan merupakan
dampak dari infeksi penyakit yang telah dideritanya (Depkes, 2003)
3) Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok
yang paling berisiko terjadinya HAIs, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke
petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke
pasien (Husain, 2008)
4) HAIs adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke
rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah
sakit(Vincent, 2003).
5) HAIs adalah suatu infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan yang berasal
dari alat-alat medis, prosedur medis atau pemberian terapi (Breathnach (2005)

Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002):


a. Conventional pathogens
Penyebab penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan terhadap kuman
tersebut, misalnyaStaphylococcus aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus
influenza, virus hepatitis.
b. Conditional pathogens
Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman
langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril, misalnyapseudomonas,
proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter.
c. Opportunistic pathogens
Penyebab penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat
menurun, misalnya mycobacteria, nocardia, pneumocytis.
2. Diagnosa infeksi nosokomial
Jika diduga telah terjadi infeksi, penderita rawat inap akan mengalami demam yang tidak
diketahui penyebabnya. Pada orang lanjut usia, demam bisa tidak terjadi. Adanya napas yang
cepat dan gangguan mental (bingung) merupakan gejala awal infeksi.
Diagnosis infeksi nosokomial fasilitas pelayanan kesehatandapat ditentukan dengan :
a. Mengevaluasi gejala dan tanda infeksi
b. Memeriksa luka dan tempat masuk kateter untuk melihat adanya warna kemerahan,
pembengkakan, adanya nanah atau abses.
c. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk mengetahui apakah ada penyakit
tersamar (underliying disease)
d. Pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, biakan
kuman dari luka, darah, dahak, urine atau cairan tubuh untuk menemukan organisme
penyebabnya.
e. Pemeriksaan sinar-X dada jika diduga terjadi pneumonia
f. Melakukan pemeriksaan ulang atas semua tata laksana dan tindakan yag sudah
dilakukan.

3. Jenis dan Faktor Risiko Infeksi Terkait Layanan Kesehatan “ Healthcare


associaterd infections (HAIs)
Semua penderita rawat inap di rumah sakit berisiko untuk mendapatkan infeksi dari
pengobatan atau tindakan operatif yang diterimanya.
a. Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah
sakit mencakup:
1) Ventilator associated pneumonia (VAP)
2) Infeksi aliran darah (IAD)
3) Infeksi saluran kemih (ISK)
4) Infeksi Daerah Operasi (IDO)
b. Faktor Risiko HAIs:
1) Umur: neonatus dan lansia lebih rentan.
2) Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised): penderita dengan
penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.
3) Gangguan/Interupsi barier anatomis:
 Kateter urine: meningkatkan infeksi saluran kemih (ISK)
 Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO)
“Surgical Site Infection” (SSI)
 Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator
associated Pneumonia” (VAP)
 Kanula vena dan arteri: Plebitis
 Luka bakar dan trauma
4) Implantasi benda asing
 Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung
 “cerebrospinal fluid shunts”
 “valvular / vascular prostheses”
5) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat
menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten
terhadap berbagai antimikroba.
Rantai penularan infeksi :
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada
manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada
tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu:
patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen
infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratoriummikrobiologi,semakin cepat pula
upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan.
2. Reservoir adalah wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan
penelitian, reservoir terbanyakadalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga
ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas,
usus dan vagina juga merupakan reservoir.
Adanya mikroorganisme tidak selalu menyebabkan seseorang menjadi sakit.
Carrier (penular) adalah manusia atau binatang yang tidak menunjukkan gejala
penyakit tetapi ada mikroorganisme patogen dalam tubuh mereka yang dapat
ditularkan ke orang lain. Misalnya, seseorang dapat menjadi carrier virus hepatitis B
tanpa ada tanda dan gejala infeksi. Untuk berkembang biak dengan cepat, organisme
memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang
tepat, pH, dan cahaya (Perry & Potter, 2005).
3. Tempat keluar (Port of exit) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta. Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, mereka harus menemukan jalan ke luar jika mereka masuk ke
pejamu lain dan menyebabkan penyakit.
4. Cara penularan (Mode of transmision) adalah metode transport mikroorganisme dari
wadah/reservoir ke pejamu yang rentan.
Ada beberapa metode penularan yaitu:
a. kontak: langsung dan tidak langsung
b. droplet
c. airborne
d. melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah)
e. melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
Secara langsung misalnya; darah/cairan tubuh, dan hubungan kelamin, dan secara
tidak langsung melalui manusia, binatang, benda-benda mati, dan udara.
5. Portal masuk (Port of entry) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan
dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui
kulit yang tidak utuh. Sebelum infeksi, mikroorganisme harus memasuki tubuh. Kulit
adalah bagian rentan terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit merupakan tempat
masuk mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk melalui rute yang sama untuk
keluarnya mikroorganisme.
6. Penjamu Rentan (host susceptibility) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh
menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
lukabakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan
imunosupresan. Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen. Semakinvirulen suatu mikroorganisme, semakin besar
kemungkinan kerentanan seseorang. Resistensi seseorang terhadap agen infeksius
ditingkatkan dengan vaksin. Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras
atau etnik tertentu, status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan heriditer.

Cara penularan infeksi (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010)

a) Penularan secara kontak


Penularan dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet.
Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu,
misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral.
Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara
(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi
oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
b) Penularan melalui common vehicle.
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common
vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik,
dan sebagainya.
c) Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan terjadi, karena mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil
sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran
pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas
akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis.
d) Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang
menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan
secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami
perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea).
e) Penularan melalui makanan dan minuman
Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan
untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan
gejala baik ringan maupun berat.

Dampak Infeksi Nosokomial/HAIs


Infeksi nosokomial/HAIs memberikan dampak sebagai berikut:
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen serta kematian
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal
dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
Pengobatan Infeksi Nosokomial

Jika dicurigai penyebab infeksi adalah bakteri, dokter akan memberikan antibiotik secara


empiris. Terapi antibiotik secara empiris adalah pemberian antibiotik di awal, sebelum jenis
bakteri penyebab infeksi diketahui dengan pasti. Harapannya, antibiotik tersebut dapat
mengontrol atau membunuh bakteri penyebab infeksi sambil menunggu hasil kultur keluar.
Setelah hasil kultur keluar, pemberian antibiotik dan obat lain akan disesuaikan dengan jenis
bakteri atau kuman yang menyebabkan infeksi nosokomial.

Jika infeksi nosokomial disebabkan oleh infeksi luka operasi atau ulkus dekubitus, akan
dilakukan operasi debridement. Prosedur ini berguna untuk mengangkat jaringan yang
terinfeksi dan rusak agar infeksi tidak menyebar. Terapi suportif, seperti pemberian
cairan, oksigen, atau obat untuk mengatasi gejala, akan diberikan sesuai kondisi dan
kebutuhan pasien. Terapi suportif dilakukan untuk memastikan agar kondisi pasien tetap
stabil. Bila memungkinkan, seluruh alat yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi akan
dicabut atau diganti.

2. TEKNIK ISOLASI
A. Pengertian isolasi
Isolasi yaitu pemisahan penderita atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi
selama masa inkubasi dengan kondisi tertentu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
penularan baik langsung maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan.
Sebaliknya, karantina adalah tindakan yang dilakukan untuk membatasi ruang gerak orang
yang sehat yang di duga telah kontak dengan penderita penyakit menular tertentu. CDC telah
merekomendasikan suatu “Universal Precaution atau Kewaspadaan Umum” yang harus
diberlakukan untuk semua penderita baik yang dirawat maupun yang tidak dirawat di Rumah
Sakit terlepas dari apakah penyakit yang diderita penularanya melalui darah atau tidak. Hal
ini dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari penderita (sekresi tubuh
biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina, jaringan, Liquor Cerebrospinalis, cairan
synovia, pleura, peritoneum, pericardial dan amnion) dapat mengandung Virus HIV,
Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya yang ditularkan melalui darah.

Tujuan dari pada di lakukannya “Kewaspadaan Umum” ini adalah agar para petugas
kesehatan yang merawat pasien terhindar dari penyakit-penyakit yang di tularkan melalui
darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum karena tidak sengaja, lesi kulit, lesi
selaput lendir.

Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung tangan, Lab
jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata. Ruangan khusus diperlukan jika hygiene
penderita jelek. Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak yang berwenang.

B. Syarat-syarat ruang isolasi :


a. Pencahayaan
Menurut KepMenKes 1204/Menkes/SK/X/2004, intensitas cahaya untuk ruang isolasi
adalah 0,1 ± 0,5 lux dengan warna cahaya biru.Selain itu ruang isolasi harus mendapat
paparan sinar matahari yang cukup.
b. Pengaturan sirkulasi udara
Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan
yaitu tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Berdasarkan tekanannya ruang isolasi dibedakan atas :

a)   Ruang isolasi bertekanan negatif


Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih rendah
dibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang
keluar dari ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh udara
dari ruang isolasi. Ruang isolasi bertekanan negatif ini digunakan untuk
penyakit- penyakit menular khususnya yang menular melalui udara sehingga kuman-
kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara luar. Untuk metode
pembuangan udara atau sirkulasi udara digunakan sistem sterilisasi dengan
HEPA.
b) Ruang isolasi bertekanan positif
Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih tinggi
dibandingkan udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan udara dari
dalam ke luar ruang isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara luar
yang masuk ke ruangan isolasi sehingga udara ruang isolasi tidak terkontaminasi
oleh udara luar. Ruang isolasi bertekanan positif ini digunakan untuk penyakit-
penyakit immuno deficiency seperti HIV AIDS atau pasien-pasien transplantasi
sum sum tulang. Untuk memperoleh udara di ruang isolasi sehingga
menghasilkan tekanan positif di ruang isolasi digunakan udara luar yang
sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu.
c) Pengelolaan Limbah
Pada prinsipnya pengelolaan limbah pada ruang isolasi sama dengan pengelolaan
limbah medis infeksius yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
C. Macam-macam isolasi, diantaranya :
a) Isolasi ketat      
Kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang
sangat virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui kontak
langsung.
Cirinya adalah selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga
bagi mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas,
sarung tangan. Ventilasi ruangan tersebut juga dijaga dengan tekanan negatif
dalam ruangan.
b) Isolasi kontak
Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi yang
kurang serius, untuk penyakit-penyakit yang terutama ditularkan secara langsung
sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan kamar
tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh dirawat dalam satu
kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara langsung dengan
penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak dengan tanah atau
kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang
infeksius.
c) Isolasi pernafasan
Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara,
diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang
menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai
tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, pemakaian masker dianjurkan
bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas dan sarung tangan tidak
diperlukan.
d) Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA)
Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran
radiologisnya menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan adalah
kamar khusus dengan ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai tambahan
terhadap hal-hal pokok yang dibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan
bagi mereka yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas diperlukan untuk
mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan atidak diperlukan.
e) Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie
Untuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak langsung
melalui tinja. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, perlu
disediakan ruangan khusus bagi penderita yang hygiene perorangannya rendah.
Masker tidak diperlukan jika ada kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan
diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang terkontaminasi.
CONTOH SOAL

1. Rantai Infeksi merupakan rangkaian yang harus ada untuk menimbulkan infeksi. apabila
satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau
dihentikan. Ada berapa komponenkah rantai penularan infeksi …
a. 8
b. 7
c. 6
d. 5
2. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut
infeksi….

a. Nasokomial

b. Paru-paru

c. Kaki

d. Semua benar

3. Penyakit terjadi dengan konstan, dengan frekuensi sesuai dengan ekspektasi, biasanya
dengan frekuensi rendah hingga sedang adalah....
a. Pandemi
b. Endemi
c. Hiperendemi
d. Epidemi
e. E. Cluster
4. Bagaimana Pencegahan dari infeksi nosokomial oleh tenaga kesehatan termasuk perawat
diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk....

a. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan
b. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan
vaksinasi.
d. Semua benar
5. Apa pengertian isolasi?

a. Tindakan untuk menggabungkan pasien satu sama lainnya

b. Melindungi orang yang sedang melakukan interaksi dengan turis

c. Semua jawaban benar

d. Tindakan memisahkan orang sakit dengan penyakit menular dari orang sehat tanpa
penyakit menular itu untuk melindungi masyarakat umum dari paparan penyakit
menular.

e. Semua jawaban salah


DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. (2009). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No. 382/Menkes/2007. Jakarta:
Kemenkes RI

Depkes RI. (2006). Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI:
Ditjen Bina Yan Med
_____. (2007). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes RI
Kemenkes RI. (2017). PedomanPencegahanDanPengendalianInfeksi
DiFasilitasPelayananKesehatan. PMK nomor 27 tahun 2017. Jakarta :Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai