Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN

PENCEGAHAN INFEKSI PADA PROSEDUR


DAN PROSES INVASIF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SULTAN MUHAMMAD JAMALUDIN I
TAHUN 2019
PANDUAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA PROSEDUR DAN PROSES INVASIF
PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN MUHAMMAD JAMALUDIN I

BAB I
DEFINISI

Prosedur invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh manusia. Tindakan invasif meliputi pemasanagan infus, NGT, DC,
Infus, Trakeostomi, CVP, WSD, ETTdan tindakan invasif lainnya.
Phlebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik yang
sering dilaporkan sebagai komplikasi pemasangan infus.
ISK (infeksi saluran kencing) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih bagian
traktus urinarius terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh.
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan bawah kulit, bahkan menembus
otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
ILO (Infeksi Luka Operasi) adalah infeksi pada luka operasi/organ/ruang yang
terjadivdalam 30 hari paska dilakukannya tindakan pembedahan/operasi yang terjadi pada
kulit dan subkutan disertai dengan keluarnya nanah adri luka operasi.
IADP (infeksi aliran darah primer) adalah infeksi darah yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi.
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat atau benda bebas dari mikroba hidup,
baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetati f(siap untuk berkembang biak) maupun
dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi
diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Alat steril adalah alat-alat yang telah mengalami proses sterilisasi diantaranya dengan
pemanasan, dengan uap air bertekanan dengan mengunakan autoclave atau penyinaran.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Pencegahan infeksi pada tindakan invasif


 Pencegahan infeksi sebelum melakukan tindakan invasif wajib dilakukan oleh semua
petugas yang melakukan tindakan invasif.
 Pencegahan infeksi sebelum melakukan tindakan invasif dapat dilakukan dengan
melakukan praktek cuci tangan yaitu cuci tangan dengan mengunakan sabun dengan air
mengalir dan menggunakan larutan berbasis alcohol atau handrub. Praktek cuci tangan
dilakukan dengan 6 langkah 5 moment.

Pelabelan Pada Tindakan Invasif


 Pelabelan wajib dilakukan pada setiap tindakan invasif.
 Pelabelan dilakukan pada saat pertama kalinya pasien diberikan atau dilakukan tindakan
invasif, dimana pelabelan tersebut dilakukan oleh petugas atau perawat yang melakukan
tindakan invasif.
 Label tindakan invasif berisi tanggal pertama kali dilakukannnya tindakan invasif.
 Pelabelan tanggal dituliskan pada fiksasi alat invasif.
 Label diganti bila alat invasif yang digunakan diganti dengan yang baru.

Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasif.


 Pemantauan setelah dilakukannya tindakan invasif dilakukan oleh petugas/perawat.
 Pemantuan dilakukan terhadap kemungkinan tanda-tanda infeksi yaitu Calor
(panas),Dolor (rasa sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan), danFunctiolaesa
(Adanya perubahanfungsisecara superficial).

Penggantian alat invasif


 Penggantian alat invasif segera dilakukan apabila ada tanda tanda infeksi.
 Penggantian alat invasif dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat invasif.

Pencegahan Infeksi Pada Penggunaan Alat Steril


Pencegahan infeksi akibat penggunaan alat tidak steril dilakukan pencegahan dengan cara
memastikan penggunaan alat steril dengan cara mengecek tanggal kadarluarsa, tidak
menggunakan peralatan yang sudah kadarluarsa dan atau menggunakan alat yang kemasannya
sudah rusak (robek/ basah)
Kemasan
Setiap kemasan bahan/alat steril harus ada informasi sebagai petunjuk bahwa
bahan/alat tersebut telah melalui proses sterilisasi.

2
Label
 Pelabelan wajib dilakukan pada alat yang telah disterilisasi
 Label memuat tanggal sterilasi dan tanggal kadaluarsa.

Alat Steril yang Beresiko menyebabkan infeksi


Kadaluarsa
 Alat steril yang telah memasuki tanggal kadaluarsa beresiko menyebabkan infeksi.
 Alat steril yang telah memasuki tanggal kadaluarsa dilakukan pensterilan ulang
walaupun alat steril tersebut tidak dapat digunakan.
Kemasan
 Kemasan dari alat steril yang mengalami kerusakan seperti lembab dan robek harus
dilakukan penggantian kemasan.
 Alat steril yang kemasanya mengalami kerusakan baik lembab ataupun robek
dilakukan pensterilan ulang.

Pemantauan Infeksi
Pemantauan Infeksi Saluran Kencing Pada Pemasangan Kateter
 Pemasangan Kateter pada pasien beresiko menyebabkan infeksi saluran kencing dan
menyebabkan trauma pada urethra.
 Faktor resiko utama dari pemasangan kateter diantaranya disebabkan karena
pemakaian kateter yang terlalu lama, pemasangan tidak sesuai indikasi dan kurangnya
prosedur aseptis saat kateterisasi.
 Penanganan infeksi saluran kencing dapat dilakukan dengan cara pelepasan atau
penggantian kateter sesuai dengan waktu penggantian katerter.
 Upaya pencegahan ISK akibat katerisasi difokuskan pada teknik pemasangan kateter
secara aseptik dan sesuai indikasi.

Pemantauan Plebitis pada Pemasangan Infus


 Pemasangan infus pada pasien beresiko menyebabkan phlebitis.
 Faktor penyebab terjadinya Phlebitis yaitu kimia (Chemical Phlebitis), mekanik
(Mechanical Phlebitis),agen infeksi (bacterial phlebitis), dan post infuse (post infuse
phlebitis).
 Pencegahan phlebitis ditekankan pada kebersihan tangan, teknik aseptic, dan
perawatan daerah infus.

Pemantauan Dekubitus
 Pasien tirah baring beresiko tinggi mengalami kejadian dekubitus.
 Faktor yang menyebabkan terjadinya dekubitus ada dua factor yaitu factor instrinsik
dan factor ekstrinsik. Faktor intrinsic diantaranya penuaan (regenerasi sel lemah),
sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status Gizi, underweight atau
3
kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologic dan
penyakit –penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi/cairan tubuh.
Factor ekstrinsik diantaranya kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan
kotor, atau peraltan medik yang menyebabkan penderita terfisasi pada suatu sikap
tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubhan posisi yang kurang.
 Dalam Upaya Pencegahan luka decubitus, peran perawat menurut Potter dan Perry
(2005) menyatakan ada 3 area intervensi keperawatan utama dalam pencegahan luka
decubitus yaitu :
1. Perawatan kulit yang meliputi perawatan hygiene dan pemberian topical
2. Pencegahan mekanik dan dukungan permukaan yang meliputi penggunaan tempat
tidur, pemberian posisi dan kasur terapeutik.
3. Edukasi, pemberian edukasi kepada pasien sangat diperlukan untuk membantu
pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan , gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan prilaku pada pasien.
 Dalam memantau terjadinya decubitus Rumah Sakit Bangli Medika Canti mengacu
pada Skala Norton karena skala ini lebih baik dalam mendeteksi dini risiko decubitus
(Widodo, 2010).

Pemantauan ILO (Infeksi Luka Operasi)


 ILO terjadi pada pasien-pasien yang telah dilakukan tindakan operasi.
 Infeksi luka operasi dibedakan menjadi :
A. Infeksi Luka Operasi ( ILO) Superfisial apabila didapat :
Infeksi terjadi dalam 30 hari pasca bedah dan terjadinya pada kulit dan subkutan
disertai salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi
b. Terisolasi kuman pada ultur yang diambil dari cairan atau jaringan
c. Salah satu dari tanda dibbawah ini nyeri, pembengkakan, merah, lebih panas
dan ahli bedah sengaja membuka luka kecuali apabila kultur tidak
menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
d. Rekomendasi dokter.

B. ILO DALAM ( PROFUNDA ) apabila didapat :


Infeksi terjadi 30 hari pasca bedah bila tanpa “ IMPLANT “ atau “ 1 “ ( satu )
tahun pasca bedah bila ada “ IMPLANT “ dan infeksi ini meliputi jaringan lebih
dalam dari fisia. Disertai salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi.
b. Terjadi dehisensi luka secara spontan atau luka sengaja dibuka oleh dokter
apabila disertai dengan salah satu dari gejala panas ( 380C ) atau nyeri local
kecuali bila kultur tidak menunjukkan adanya kuman.

4
c. Adanya abses atau dibuktikan adanya abses dbawah fascia pada operasi ulang
atau pemeriksaan PA atau radiology menunjukkan gambaran infeksi.
d. Rekomendasi dokter.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko infeksi pada luka operasi meliputi.


1. Durasi rawat inap pra operatif
Semakin lama pasien dirawat di rumah sakit sebelum operasi, makasemakin rentan
terhadap infeksi luka. Alasan tepat mengenai kondisi tersebut tidak dapat diketahui
secara pasti, tetapi dimungkinkan karena kulit pasienterpapar mikroorganisme
rumah sakit yang resisten terhadap antibiotik multipel.
2. Persiapan kulit pra operatif
Beberapa bentuk persiapan kulita pra operasi meliputi mandi dengan
sabun,mencukur sekitar daerah yang akan dioperasi.
3. Penggunaan antibiotik profilaksis
Penggunaan antibiotik profilaksis membuat risiko infeksi berkurang sampaidengan
75%. Pemberian antibiotik secara umum diberikan satu jam sebelumpembedahan
maupun selama induksi anesthesia.
4. Faktor selama operasi
Lamanya operasi, tingkat trauma yang diderita jaringan selama operasi,masuknya
benda asing, misalnya benang atau drain mempengaruhi probabilitasinfeksi luka
operasi dan kemungkinan tinggi terjadinya kerusakan lukaberikutnya.
5. Perawatan luka pasca operatif
Perawat memiliki peranan yang sangat penting dalam pentalaksanaan lukabedah
tertutup. Peran perawat meliputi observasi luka dan pengkajian pasien,penggantian
balutan dan perawatan luka secara umum. Ruang perawatan luka operasi juga
berpengaruh terhadap peningkatanrisiko infeksi. Untuk mencegah kontaminasi
udara pada luka, ruang perawatandirekomendasikan memiliki sistem ventilasi
mekanik yang baik.
6. Kadar Albumin
Pasien yang akan dibedah pada umumnya tidak membutuhkan perhatiankhusus
tentang gizi. Mereka dapat berpuasa untuk waktu tertentu sesuai denganpenyakit
dan pembedahannya. Tetapi tidak jarang juga pasien datang dalamkeadaan gizi
yang kurang baik misalnya yang terjadi pada penderita penyakitsaluran cerna,
keganasan, infeksi kronik dan trauma berat (Pieter, 2005).

Pencegahan Infeksi Luka Operasi dapat dikelompokkan dalam :


A. KALA SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi sebisanya dilakukan
sebelum rawat inap agar waktu pra bedah menjadi pendek ( kurang 1 hari )

5
2. Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara lain :
• Diabetes Melitus
• Obesitas
• Pemakaian kortikosteroid
• Malnutrisi
• Infeksi

B. KALA PRA OPERASI


1. Perawatan pra operasi I hari untuk operasi berencana. Aapbila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar Rumah Sakit
misalnya malnutrisi berat yang memerlukan oral atau parenteral
hiperalimentasi, maka pasien dapat dirawat lebih awal.
2. Pasien dari ruangan ganti baju khusus untuk operasi di ruang ganti baju IBS (
Instalasi Bedah Sentral ).
3. mandi dengan antiseptic dilakukan sebelum operasi.
4. Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat.

C. INTRA OPERASI
1. Tehnik operasi : harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari
kerusakan jaringan lunak yang berlebihan, menghilangkan rongga,
mengurangi perdarahan dan menghindarkan tertinggalnya benda asing yang
tidak diperlukan.
2. lama operasi : operasi dilakukan secepat – cepatnya dalam batas yang aman.
3. pemakai drain : pemakaian drain harus dengan system tertutup, baik dengan
cara penghisapan atau dengan cara memakai gaya tarik bumi ( gravitasi ) dan
drain harus melalui luka tusukan di luar luka operasi.

D. PERAWATAN PASCA OPERASI


1. Untuk luka kotor atau infeksi, kulit tidak ditutup primer.
2. petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku
sebelum dan sesudah merawat luka. Petugas tidak boleh menyentuh luka
secara langsung dengan tangan kecuali setelah memakai sarung tangan
steril.
3. Kasa penutup luka diganti apabila basah dan atau menunjukkan tanda –
tanda infeksi.
4. Jika cairan keluar dari luka, lakukan pewarnaan gram dan biakan.

6
Pemantauan IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer)
 Pemasangan Alat intra Vena (IV) beresiko menyebabkan terjadinya infeksi aliran
darah primer.
 Kriteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratorik,
dengan gejala/tanda sebagai berikut.
a) Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan, ditemukan diantaragejala berikut tanpa
penyebab lain:
 Suhu > 380 C axillar, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian
antiperetik.
 Hipotensi, sistolik < 90 mm Hg
 Oliguria, jumlah urin < 0.5 cc/kg BB/jam
 Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain
 Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
b) Penderita usia < 12 bulan dengan salah sat tanda di bawah ini:
 Panas > 380 C, hipotermi , 370 C, apnea atau bradikardi < 100 x /menit
c) Untuk Neonatus dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat
3 atau lebih diantara 6 gejala berikut:
 Keadaan umum menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C), hipertermi
(380 C) dan sklerema, malas minum.
 Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi, 160x /
menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
 Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
 Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
 Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan letargi.
 Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
 Dan semua tanda / gejala di bawah ini :
1. Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kumam.
2. Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
3. Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
 Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.

 Faktor peyebab nfeksi Aliran Darah Primer adalah sebagai berikut:


1. Pemasangan alat intravena (IV) yang berkaitan dengan:
 Jenis Kanula
 Metode pemasangan
 Lama Pemasangan kanula
2. Kerentanan Pasien terhadap infeksi

7
BAB III
TATA LAKSANA

Tata Laksana Pencegahan Infeksi pada tindakan invasif


a. Sebelum melakukan tindakan invasif petugas atau perawat yang melakukan wajib
melakukan praktek kebersihan tangan.
b. Praktek kebersihan tangan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu mencuci tangan dengan
menggunakan sabun dan air dan dengan menggunakan larutan berbasis alcohol atau
handrub.
c. Praktek cuci tangan dilakukan dengan enam langkah dengan durasi 40-60 detik.

Tata Laksana Pelabelan Pada Tindakan Invasif


Adapun tata laksana dalam melakukan pelabelan pada tindakan invasif adalah sebagai berikut.
a. Tuliskan tanggal pada fiksasi alat invasif
b. Informasikan pada pasien/keluarga tujuan penulisan label tanggal setelah
memasang alat invasif
c. Pastikan kesterilan alat yang digunakan untuk tindakan aseptic dengan melihat
tanggal kadaluarsa kesterilan alat
d. Pantau tanda tanda infeksi pada area tindakan invasif setiap hari
e. Pastikan alat invasif diganti sesuai batas tanggal pemasangan sesuai dengan SPO
masing masing alat.

Tata Laksana Pemantauan tanda-tanda infeksi pada Pemasangan Alat invasif.


a. Petugas/perawat yang melakukan tindakan invasif mengevaluasi alat invasif
yang terpasang di pasien.
b. Pemantauan dilakukan setiap hari terhadap kemungkinan adanya tanda-tanda
infeksi pada area tindakan invasif seperti, munculnya Calor (panas),Dolor (rasa
sakit), Rubor (Kemerahan), Tumor (pembengkakan), danFunctiolaesa (Adanya
perubahan fungsi secara superficial).
c. Lakukan penggantian alat invasif jika muncul tanda-tanda infeksi.

Tata Laksana Penggantian alat invasif


 Penggantian alat invasif dilakukan sesuai dengan batas waktu penggantian alat invasif.
 Penggantian alat invasif berasarkan jenis alat yaitu :
 Infus diganti 3 x 24 jam
 Dawer Catheter diganti setiap 2 minggu
 NGT diganti setiap 2 minggu
 WSD sesuai dengan instruksi dokter

8
 CVP setiap 2 minggu
 ETT setiap 2 minggu

Tata Laksana Pencegahan Infeksi Pada Penggunaan Alat Steril


Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat pemakaian alat steril maka RS. Bangli
Medika Canti menetapkan untuk setiap alat steril dikemas sedemikian rupa dan diberikan
label yang berisi tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluarsa. Adapun tata laksana pelabelan
dan pengemasan alat steril adalah sebagai berikut.
a. Pastikan bahan/alat sudah dikemas dengan baik sesuai metode pengemasan yang
dipilih oleh petugas label di ruang sterilisasi
b. Tempelkan label yang berisi informasi minimal : tanggal sterilisasi dan tanggal
kadaluarsa
c. Serahkan bahan/alat yang sudah berisi label ke petugas sterilisasi untuk diproses
lebih lanjut.

Pemantauan Infeksi
Pemantauan Infeksi Saluran kencing Pada Pemasangan Kateter
Pemantauan ISK setelah dilakukan pemasangan kateter dilakukan oleh perawat yang
merawat pasien. Rumah Sakit Bangli Medika Canti dalam memantau adanya infeksi saluran
kencing setelah pemakaian kateter mengacu pada dua kelompok kriteria diagnosis ISK yaitu
Kriteria Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB) dan Kriteria Diagnisis Symptomatic
Urinary Tract Infectian (SUTI). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing kriteria
pemantauan ISK
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Asymptomatic Bacteriuria (ASB)
No Definisi

1. Pasien memakai kateter indwelling setidaknya selama 7 hari sebeleum kultur urin
dilakukan dan hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL urin dengan tidak lebih dari 2
spesies mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan sepwrti demam (>
38o C ) , urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness.
2. Pasien tidak memakai kateter inwelling setidaknya selama 7 hari sebelum hasil
kultur urin positif yang pertama dan pasien tersebut setidaknya mempunyai 2 hasil
kultur positif yaitu ≥ 105 CFU/mL urin dengan isolasi berulang pada
mikroorganisme yang sama dan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme dan pasien tidak mengalami keluhan seperti demam
(>38oC),urgency, frequency,disuria atau suprapubiic tnderness.

9
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Symptomatic Urinary Tract Infectian (SUTI)
No Definisi
1. Pasien setidaknya mengalami salah satu keluhan dan tanda infeksi seperti demam
(>38o C), urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui
penyebab lain dan pasien tersebut mempunyai hasil kultur positif ≥ 105 CFU/mL
urin dengan ditemukan tidak lebih dari 2 spesies mikroorganisme.
2. Pasien setidaknya mengalami 2 keluhan dan tanda infeksi seperti demam (>38o C),
urgency, frequency, disuria atau suprapubic tenderness tanpa diketahui penyebab
lain dan terdapat salah satu tanda berikut:
a. tes dipstick positif untuk leukosit dan atau nitrat
b. pyuria (≥ 10 lekosit/mm3 atau ≥ 3 lekosit/high power fi eld dari unspun urin)
c. terlihat organisme pada pengecatan Gram dari unspun urin
d. setidaknya ada 2 hasil kultur positif dari non-voided specimen yaitu ≥ 105
CFU/mL urin dengan isolasi
berulang uropatogen yang sama (bakteri gram negatif atau S. saprophyticus)
e. ≤ 105 CFU/mL dari satu uropatogen (bakteri Gram negatif atau S.
saprophyticus) pada pasien yang
telah diobati antimikroba untuk infeksi saluran kemih
f. diagnosis infeksi saluran kemih oleh dokter
g. adanya terapi infeksi saluran kemih oleh dokter

Pemantauan Phlebitis pada pemasangan infus


Phlebitis dapat dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. Rumah
Sakit Bangli Medika Canti dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian phlebitis mengacu
pada VIP Score (visual Infusion Phlebitis Score yang dikembangkan oleh Andrew Jackson.
Berikut ini adalah skor visul untuk kejadian phlebitis menurut Andrew Jackson.

Tabel 4. VIP Score (visual Infusion Phlebitis Score oleh Andrew Jackson).

SKOR KEAADAAN AREA PENILAIAN


PENUSUKAN
0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda-tanda phlebitis
1 Salah satu dari berikut jelas: Mungkin tanda dini phlebitis
a. Nyeri Area Penusukan
b. Adanya Eritema di area
penusukan
2 Dua dari berikut jelas: Stadium dini phlebitis
a. Nyeri area pnusukan
b. Eritema
c. Pembengkakan

10
3 Semua dari berikut jelas: Stadium moat phlebitis
a. nyeri sepanjang kanul
b. eitema
c. indurasi
4 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut atau awal
a. nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord teraba
5 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut thrombophlebitis
a. nyeri sepanjang kanul
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord teraba
e. demam

Pemantauan Dekubitus
Dekubitus dapat dinilai melalui pengamatan/pengkajian yang dilakukan oleh perawat.
Rumah Sakit Bangli Medika Canti dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian
dekubitus mengacu pada Skala Norton. Skala Norton ini lebih baik dalam mendeteksi
dini risiko decubitus (Widodo,2010). Berikut ini adalah pengkajian decubitus menurut
Skala Norton.

Tabel 5. Skala Norton untuk penentuan risiko decubitus


NO ITEM PENILAIAN SKOR
1 KONDISI FISIK
a. BAIK 4
b. CUKUP 3
c. BURUK 2
d. SANGANT BURUK 1
2 STATUS MENTAL
a. WASPADA 4
b. APATIS 3
c. KACAU 2
d. STUPOR 1
3 AKTIVITAS
a. BERJALAN 4
b. JALAN DENGAN BANTUAN 3
c. DENGAN KURSI RODA 2
d. SELALU DI TEMPAT TIDUR 1

11
4 MOBILITAS
a. PENUH 4
b. SEDIKIT 3
c. TERBATAS 2
d. IMMOBILITAS 1
5 INKONTINENSIA
a. TIDAK ADA 4
b. KADANG KALA 3
c. SERING/URINE 2
d. KEDUANYA 1
TOTAL SKOR
KETERANGAN : < 14 TERMASUK RESIKO DEKUBITUS
Nama / Paraf

Pemantauan ILO (Infeksi Luka Operasi)


Pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi dipantau
dan dicata oleh dokter atau perawat yang menangani pasien. Rumah Sakit Bangli
Medika Canti dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian ILO (infeksi Luka
Operasi) mengacu pada penentuan tingkat infeksi ILO yang dijelaskan oleh
Morison(2003), dimana terdapat 7 kriteria penilaian ILO yaitueksudat, Eritema,
edema, hematoma, letak nyeri, frekuensi nyeri dan bau. Tingkatan infeksi dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu, infeksi ringan, sedang, dan infeksi berat seabagaimana
tercantum dalam table 6 berikut ini.
Tabel 6. Tingkat Infeksi Luka Operasi Berdasarkan Kriteria Penilaian

12
No KRITERIA TINGKAT INFEKSI
PENILAIAN
RINGAN SEDANG BERAT

1 Eksudat Minimal Sedang Banyak


1. Eritema
2 Minimal Hanya Meluas keluar
disekitar daerah sekitar luka
jaringan
2. Edema
3 Ringan Sedang Berat
3. Hematoma
4 Ringan Sedang Berat
4. Letak
5 nyeri Hanya Hanya Nyeri menyebar ke
padadaerah padadaerah daerah
luka luka sekitar luka
5. Intensitas
6 nyeri Tidak ada Intermitten Kontinyu
/hanya pada
saat
penggantian
balutan
6. Bau
7 Tidak ada Ada bau Bau menyengat

Untuk menyamakan persepsi dalam pegkajian tingkat infeksi luka operasi, maka RS. Bangli
Medika Canti memberikan pedoman pengisian lembar observasi /celkist (ceklist terlampir)
sebagai berikut.
1. Eksudat
 Ringan, apabila tidak ada eksudat atau ada eksudat tapi tidak purulent, dan
jumlahnya tidak lebih dari seperempat kassa balutan.
 Sedang, apabila eksudat berwarna kekuningan dan jumlahnya maksimal
setengah dari kassa pembalut.
 Berat, apabila eksudat purulen dan jumlahnya lebih dari setengah kassa
pembalut.
2. Eritema
 Ringan, apabila tidak ada eritema atau ada eitema tetapi tidak terlalu tampak
 Sedang, apabila ada eritema tidak lebih dari 0.5 cm dari luka
 Berat, apabila ada eritema dan meluas lebih dari 0.5 cm dari luka.
3. Edema
 Ringan, apabila tidak ada edema atau ada edema tetapi tidak terlalu tampak
 Sedang, apabila tampak edema tetapi tidak disertai kemerahan.
 Berat, apabilatampak sekali ada edema yang menonjol dan disertai kemerahan

13
4. Hematom
 Ringan, apabila tidak ada atau ada hematoma tetapi tidak terlalu tampak jelas
 Sedang, apabila terdapat hematoma dengan diameter maksimal 1 cm
 Berat, apabila terdapat hematoma dengan diameter lebih dari 1cm
5. Letak nyeri
 Ringan, apabila nyeri hanya di daerah luka
 Sedang, apabila nyeri hanya di daerah luka
 Berat, apabila nyeri menyebar ke daerah sekitar luka.
6. Intensitas nyeri
 Ringan, apabila tidak ada/ hanya pada saat penggantian balutan
 Sedang, apabila nyeri dirasa kadang-kadang muncul
 Berat, apabila nyeri selalu dirasakan pasien
7. Bau
 Ringan, apabila tidak ada bau
 Sedang, apabila terdapat bau yang tidak menusuk saat balutan dibuka
 Berat, apabila terdapat bau yang menusuk, baik saat balutan belum dibuka
maupun setelah dibuka.

Pemantauan IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer)


Semua faktor resiko dan kemungkinan terjadi infeksi setelah pemasangan alat
intravena (IV) dipantau oleh dokter dan perawat yang menangani pasien. Dalam memantau
terjadinya kejadian infeksi aliran darah primer, Rumah Sakit Bangli Medika Canti mengatur
tentang Penata Laksanaan Pasien yang beresiko mengalami infeksi aliran darah primer.
Adapun Tata laksana pemantauan Pasien yang beresiko mengalami Infeksi Aliran darah
Primer (IADP) adalah sebagai berikut.
A. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada orang dewasa dan Anak >12
bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C axilar dan bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
antiperetik maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala
tersebut muncul tanpa penyebab lain).
2. Periksa Tekanan Darah Pasien
jika terjadi hipotensi dimana sistoliknya < 90 mm Hg maka kemungkinan terjadi
Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab lain).

Periksa jumlah urin pasien, jika terjadi oliguri yaitu jumlh urin < 0.5 cc/kg BB/ jam
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul
tanpa penyebab lain).
3. Periksa juga tanda-tanda infeksi di tempat lain, jika tidak ada tanda-tanda infeksi di
tempat lain maka kemungkinan terjadi infeksi aliran darah primer.
14
B. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada pasien usia < 12 bulan
1. Periksa suhu tubuh pasien
Catat jika suhu > 380 C dan terjadi hipotermi (suhu < 370 C) maka kemungkinan
terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul tanpa penyebab
lain).
2. Periksa Nadi Pasien, jika terjadi apnea atau bradikardi dimana nadi < 100 x / menit
maka kemungkinan terjadi Infeksi Aliran darah Primer (bila gejala tersebut muncul
tanpa penyebab lain).

C. Pemantauan Infeksi Aliran Darah Primer pada Neonatus


1. Periksa Keadaan umum pasien.
Keaadaan pasien menurun, menurun antara lain:hipotermi (370 C), hipertermi (380
C) dan sklerema, malas minum.
2. Periksa Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi, 160x /
menit atau bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
3. Periksa Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
4. Periksa Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan
takipnea.
5. Periksa Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan letargi.
6. Periksa Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
7. Periksa semua tanda / gejala di bawah ini :
 Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada
pertumbuhan kuman.
 Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di tempat lain.
 Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
 Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.

15
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi Pencegah infeksi pada tindakan invasif dan alat steril dilakukan pada saat
perawat atau petugas melakukan tindakan invasif dan monitoring terhadap ketersediaan alat-
alat steril
Tabel 7. Ceklist Pemantauan Alat-alat Steril

NAMA Petugas KET


NO ALAT JUMLAH TGL TANGGAL KEMASAN
STERIL KADALUARSA robek lembab basah

16
Tabel 7. Ceklist Pemantauan Label Pada Tindakan Invasif

NO JENIS TINDAKAN PELABELAN KETERANGAN


Ya Tidak

KEPALA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SULTAN MUHAMMAD JAMALUDIN I

MARIA FRANSISCA ANTONNELTY SCHOGGERS

17

Anda mungkin juga menyukai