DEFINISI
Hasil survei tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen, 2000), menunjukkan
masih ditemukannya beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan penularan penyakit
kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat luas, yakni :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan sarung tangan yang tidak tepat.
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman
4. Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan tidak tepat.
5. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan risiko petugas kesehatan tertular karena tertusuk jarum atau
terpajan/cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang
terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung virus.
Kewaspadaan Universal telah dikembangkan oleh Depkes sejak th 1980 an dan pada tahun
2001 Depkes telah memasukkan Pengendalian Infeksi Nosokomial sebagai salah satu tolok ukur
akreditasi rumah sakit, dimana termasuk di dalamnya adalah penerapan Kewaspadaan Universal.
Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta
bertanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan pimpinan. Tenaga kesehatan juga
bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang disediakan dengan baik dan benar serta
memelihara sarana agar selalu siap pakai dan dapat dipakai selama mungkin.
2. Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi dan mematuhinya
dalam pekerjaan sehari-hari.
3. Tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan risiko penularan infeksi
baik dari dirinya ke pada pasien atau sebaliknya sebaiknya tidak merawat psien secara langsung.
Sebagai contoh misalnya pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim, bernanah, harus
menutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air, bila tidak memungkinkan maka tenaga
tersebut sebaiknya tidak merawat pasien. Bagi tenaga kesehatan yang mengidap HIV
mempunyai kewajiban moral untuk memberitahu atasannya tentang status serologi bila dalam
pelaksanaan pekerjaaan status serologi tersebut dapat menjadi risiko pada pasien, misalnya
tenaga kesehatan dengan status HIV dan menderita eksim basah.
Setiap orang berhak atas privasi dan sekaligus berkewajiban menjaga keselamatan orang lain.
Dengan demikian bila seorang pasien yang mengetahui dengan pasti menderita penyakit yang dapat
menular pada orang lain, moral untuk memberitahukannya. Terutama bila terjadi kecelakaan kerja
pada petugas misalnya luka tusuk atau terkena alat tajam lain bekas pasien, maka pasien seperti
diatas sebaiknya memberi informasi atau izin untuk pemeriksaan darah guna membantu tindak lanjut
bagi tenaga kesehatan yang mengalami kecelakaan tersebut. Dalam hal ini petugas kesehatan wajib
membrikan penyuluhan yang jelas tentang penerapan kewaspadaan universal tanpa berlebihan dan
tidak menyinggung perasaan pasien agar dapat membangkitkan rasa tanggung jawab pasien
mengenai risiko yang sedang mereka hadapi. Dengan demikian pasien akan dengan suka rela
membuka diri, memberi informasi serta memberikan izin pemeriksaan yang diperlukan, lebih-lebih
pada persiapan tindakan yang berisiko.
Ikatan kekerabatan di Indonesia dikenal sangat kuat. Bila salah satu anggotanya ada yang
dirawat, anggota keluarga yang lain akan membantu dengan cara menunggu di rumah sakit ataupun
degan cara menjenguknya secara teratur atau setiap saat. Para penunggu atau pengunjung tersebut
potensial untuk menjadi sarana penyebaran infeksi. Dengan demikian peran keluarga dalam
pengendalian infeksi tersebut menjadi penting pula. Keluarga perlu dilibatkan dalam setiap upaya
penyembuhan ataupun upaya yang lain yang terkait dengan perawatan pasien. Banyak informasi
yang dapat digali dari keluarga dalam upaya memberikan pelayanan ataupun upaya pencegahan
infeksi pada umumnya. Anggota keluarga pasien berhak untuk tidak mendapatkan penularan infeksi
selama mereka menjalankan fungsi sosialnya, baik sebagai penunggu ataupun sebagai pengunjung.
Oleh karena itu mereka berhak pula untuk mendapatkan informasi secukupnya agar dapat melindungi
diri mereka dari infeksi tanpa mengabaikan hak pasien untuk tetap terjaga kerahasiaannya.
BAB II
RUANG LINGKUP
Kewaspadaan Universal ini dilakukan di UPT Puskesmas Simpang Bah Jambi termasuk di
dalamnya seluruh karyawan UPTD Puskesmas Simpang Bah Jambi mendukung pelaksanaan
Kewaspadaan Universal. Pasien dan pengunjung Puskesmas juga diajak berperan aktif dalam
pelaksanaan Kewaspadaan Universal ini dalam lingkungan UPT Puskesmas Simpang Bah Jambi
Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal pelayanan kesehatan Kewaspadaan
Universal di UPTD Puskesmas Simpang Bah Jambi adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene
sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 kegiatan pokok
yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diri diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak
dengan darah serta cairan infeksius yang lain
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
BAB III
TATA LAKSANA
A. Cuci Tangan
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora
risiden dan flora transien. Flora risiden adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi
dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis, yang telah beradaptasi pada
kehidupan tangan manusia. Flora transien yang juga disebut flora kontaminasi, jenisnya tergantung
dari lingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permikaan
dengan gesekan mekanisme dan pencucuian dengan sabun atau detrjen. Oleh karena itu cuci tangan
adalah cara pencegahan infeksi yang sangat penting.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan
perawatan walaupun memaakai sarung tangan atau alat pelindung lainnya untuk
menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat
dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sbelum dan sesudah memakai
sarung tangan.
Tiga cuci tangan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan yaitu
1. Cuci tangan higienik atau rutin : mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan
menggunakan sabun atau deterjen
2. Cuci tangan aseptik : sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik
3. Cuci tangan bedah : sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat
steril
Kriteria memilih antiseptik:
Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram positif
dan gram negative,virus lipofilik,bacillus dan tuberkulosis,fungiserta endospore)
Efektifitas
Kecepatan efektifitas awal
Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
Tidak menyebabkan iritasi kulit
Tidak menyebabkan alergi Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah
mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari
pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.
Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diperkirakan mungkin akan terjadi perpindahan
kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan suatu tindakan yang seharusnya dilakukan secara
bersih dan setelah melakukan tindakan yang kemungkinan terjadi pencemaran, seperti :
2. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
4. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau
membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
6. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan sambil menulis
dan menyentuh permukaan lingkungan.
b) JENIS-JENIS APD
1) Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:
Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau
pembedahan.
Jenis alat yang digunakan meliputi masker, kacamata atau pelindung wajah digunakan sesuai
kemungkinan percikan darah selama tindakan berlangsung. Masker, kacamata dan pelindung
wajah digunakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu lapangan dan ketajaman
pandangan.
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien
tuberkolosis terbuka tanpa luka dibagian kulit/perdarahan.Masker digunakan bila terjadi berada
dalam jarak 1 meter dari pasien.
Masker, kacamata dan pelidung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan
atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh
lainnya antaralain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat
bekas pakai.
Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka masker selalu
dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan, bahkan sebelum
melakukan cuci tangan bedah
3) Penutup kepala
Tujuan pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan juga sebaliknya untuk
melindungi kepala/rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari pasien
⁻ Gaun steril
5) Sepatu pelindung.
Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan,
atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obat
yang akan dimasukkan ke dalam jaringan dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses
penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu
1) Dekontaminasi
2) Pencucian
3) Sterilisasi
4) Penyimpanan
1) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu
benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama
bagi pengelolaan alat kesehatan bekas pakai atau pengelolaan pencemaran lingkungan,
misalnya tumpahan darah/cairan tubuh. Juga sebagai langkah pertama pengelolaan limbah
yang tidak dimusnahkan dengan cara insinerasi atau pembakaran dengan alat incinerator yaitu
sebelum alat tersebut dikubur dengan cara kapurisasi. Dekontaminasi bertujuan untuk
mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya
HIV, HBV dan kotoran lain yang tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas maupun
pasien.
Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan disinfektan yaitu suatu bahan
atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati dan tidak
digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa. Salah satu yang biasa dipakai terutama di negara
berkembang seperti indonesia adalah larutan klorin 0,5 % atau 0,005 % sesuai dengan
intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan di dekontaminasi.
2) Pencucian alat
Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah misalnya kursi roda, alat
pengukur tekanan darah, infuse pump. Cukup dilap dengan larutan deterjen, namun apabila
jelas terkontaminasi dengan darah maka diperlukan disinfektan. Pembersihan dengan cara
mencuci adalah menghilangkan segala kotoran yang kasat mata dari benda dan permukaan
dengan sabun atau deterjen, air dan sikat. Kecuali menghilangkan kotoran, pencucian akan
semakin menurunkan jumlah mikroorganisme yang potensial menjadi penyebab infeksi melalui
alat kesehatan atau suatu permukaan benda, dan juga memepersiapkan permukaan alat untuk
kontak langsung dengan dengan disinfeksi atau bahan sterilisasi sehingga proses dapat
berjalan secara sempurna. Jika tidak dicuci lebih dahulu, proses sterilisasi atau DTT menjadi
tidak efektif. Pada pencucian digunakan deterjen dan air. Pencucian harus dilakukan dengan
teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain, jaringan, bahan organik dan kotoran betul-betul
hilang dari permukaan alat tersebut. Peralatan yang sudah dicuci, dibilas dan dikeringkan
dahulu sebelum diproses lebih lajut.
Pencucian yang hanya menggunakan air tidak dapat menghiangkan protein, minyak
dan partikel-partikel. Deterjen dipakai dengan cara mencampurkannya dengan air dan
digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak serta kotoran lainnya.
Tidak dianjurkan untuk menggunakan sabun cuci biasa untuk membersihkan peralatan,
karena sabun yang bereaksi dengan air akan meninggalkan residu yang sulit dihilangkan.
Hindarkan juga penggunaan abu gosok karena akan menimbulkan goresan pada alat yang
bisa menjadi tempat bersembunyi mikroorganisme dan juga memudahkan terjadinya karat.
1. Disinfeksi Kimiawi : alkohol, klorin dan ikatan klorin, formaldehid, glutaardehid, hidrogen
peroksida, yodifora, asam parasetat, fenol, ikatan amonium kuartener.
2. Cara disinfeksi lainnya : radiasi sinar ultraviolet, pasteurisasi, mesin pencuci.
Karakteristik disinfektan yang ideal
a) Berspektrum luas
b) Membunuh kuman secara cepat
c) Tidak dipengaruhi faktor lingkungan, yaitu tetap aktif dengan adanya zat organik
seperti darah, sputum, feces, tidak rusak oleh sabun, deterjen, dan zat kimia lain yang
mungkin digunakan bersama.
d) Tidak toksis
e) Tidak korosif atau merusak bahan
f) Meninggalkan lapisan antimikrobial pada permukaan yang diproses
g) Mudah pemakaiannya
h) Tidak berbau
i) Ekonomis
j) Larut dalam air
k) Stabil dalam konsentrasi aktifnya
l) Mempunyai efek pembersih.
Prosedur
Jika menggunakan larutan glutaraldehyde.
1. Siapkan glutaraldehyde sesuai dengan instruksi dari pabrik atau gunakan larutan yang sudah
disiapkan sebelumnya, sepanjang masih tampak jernih (tidak keruh) dan belum melewati batas
waktu efektif.
2. Tempatkan larutan dalam wadah bersih yang ada tutupnya. Tuliskan tanggal penyiapan
larutan dan tanggal kedaluwarsanya.
4. Sterilsasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat
kesehatan termasuk eondosprora bakteri. Sterilisasi biasanya dilaksanakan di rumah sakit baik secara
fisik maupun secara kimiawi. Cara dan zat yang sring digunakan untuk sterilisasi di rumah sakit
adalah uap panas bertekanan, pemanasan kering, gas etilin oksida, zat kimia cair. Istilah steril
mengandung arti mutlak berarti semua bentuk dan jenis mikroorganisme betul-betul musnah. Ada zat
kimia yang dapat membunuh semua jenis dan bentuk mikroorganisme. Bila masa kontak dengan
bahan kimia tersebut lebih singkat maka hanya sebagian mikroorganisme saja yang mati dan proses
tersebut disebut disnfeksi. Jadi tidak ada istilah semi steril
Sterilisasi adalah proses pengelolalaan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua
mikroorganisme ternasuk endospora. Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk
pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan lansung dengan darah atau jaringan di bawah kulit
yang secara normal bersifat steril.
Persiapan
1. Oven listrik
2. Bahan pembungkus dari alumunium foil atau kain katun
3. Nampan tahan panas
4. Hanya peralatan yang terbuat dari kaca dan logam yang dapat disterilisasi dengan cara ini.
Prosedur
1. Dekontaminasi, cuci dan keringkan semua alat kesehatan dan peralatan yang akan
disterilkan
2. Bungkus alat kesehatan atau peralatan lain dengan alumunium foil atau dua lapis kaikatun
atau taruh peralatan yang tidak dibungkus pada nampan, atau taruh peralatan pada
wadah logam.
3. Karena sterilisasi panas bekerja dengan meningkatkan suhu seluruh peralatan,
maka tidak perlu untuk
4. Letakkan alat kesehatan dalam oven dan panaskan sampai temperatur yang diinginkan,
Gunakan suhu dan waktu seperti dalam tabel dibawah ini
Suhu Waktu
Penyimpanan yang baik sama pentingnya dengan proses sterilisasi atau disinfeksi itu sendiri.
Ada dua macam alat dilihat dari cara penyimpanannya yakni yang dibungkus dan yang tidak
dibungkus.
Umur / masa steril adalah selama peralatan masih terbungkus, semua alat steril dianggap tetap
steril, tergantung ada atau tidaknya kontaminasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi umur
steril, antara lain jenis material yang digunakan untuk membungkus, berapa kali bungkus ditangani,
jumlah petugas yang menangani bungkusan, kebersihan, kelembaban dan sushu tempat
penyimpanan, apakah bungkusan dibiarkan terbuka atau tertutup dan apakah bungksan tahan
debu.
Dalam kondisi penyimpanan yang optimal dan penanganan yang minimal, dapat dinyatakan
steril sepanjang bungkus tetap utuh dan kering. Untuk penyimpanan yang optimal, simpan
bungkusan steril dalam lemari tertutup dibagian yang tidak terlalu sering dijamah, suhu udara sejuk
dan kering atau kelembaban rendah, Jika ragu-ragu akan sterilitas paket, maka alat itu dianggap
tercemar dan harus distrilkan kembali sebelum pemakaian.
2. Alat yang tidak dibungkus harus digunakan segera setelah dikeluarkan. Alat yang tersimpan pada
wadah steril dan tertutup apabila yakin tetap steril paling lama 1 minggu, tetapi kalau ragu-ragu
harus disterilkan kembali. Jangan menyimpan alat dalam larutan, misalnya skalpel dan jarum
penjahit luka. Simpanlah alat dalam keadaan kering. Mikroorganisme dapat tumbu dan
berkembang biak pada larutan antiseptik maupun desinfektan, sehingga dapat mengontaminasi
alat dan menyebabkan infeksi.
Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya
penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV hepatitis B dan C di sarana pelayanan
kesehatan, sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah yaitu tertusuk jarum suntik
dan perlukaan oelh alat tajam lainnya.Untuk meghindari perlukaan atau kecelakaan kerja semua
benda tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh
digunakan lagi. Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus kulit atau mukosa
harus dapat dijamin. Perlu diperhatikan dengan cermat ketika menggunakan jarum suntik atau benda
tajam lainnya. Setiap petugas kesehatan bertanggung jawab atas jarum dan alat tajam yang
digunakan sendiri, yaitu sejak pembukaan paking, penggunaan, dekontaminasi hingga ke
penampungan sementara yang berupa wadah tahan tusukan. Sehingga perlu disediakan wadah
limbah tajam di setiap ruangan tindakan
Petugas juga harus menggunakan sarung tangan etbal, misalnya saat mencuci alat dan alat tajam.
Resiko kecelakaan sering terjadi pada saat memindahkan alat tajam dari satu orang ke orang lain,
oleh karena itu tidak dianjurkan menyerahkan alat tajam secara langsung, melainkan menggunakan
teknik tanpa sentuh yaitu menggunakan nampam atau alat perantara dan membiarkan petugas
mengambil sendiri dari tempatnya. Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah
pada saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh
karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan lansung
saja di buang ke tempat penampungan sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian
tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika terpaksa ditutup kembali,
gunakan cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum .
Sebelum dibawa ke pembuangan akhir, maka diperlukan suatu wadah penampungan sementara yang
bersifat kedap air dan tidak mudah bocor serta tahan tusukan. Wadah tersebut harus dapat digunakan
dengan satu tangan, agar pada waktu memasukkan jarum tidak usah memegangnya dengan tangan
yang lain. Wadah ditutup dan diganti setelah terisi ¾ bagian, setelah ditutup tidak dapat dibuka
kembali sehingga isi tidak tumpah.
1) Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam. Sangat potensial menyebabkan perlukaan
yang memudahkan kuman masuk ke dalam aliran darah. Dalam penanganannya harus hati-hati
menggunakan sarung tangan tebal pada saat membersihkan nya, ditambah dengan menggunakan
kertas koran dan kertas tebal untuk mengumpulkan dan meraup pecahan gelas tersebut. Untuk
membawa pecahan gelas dianjurkan dengan cara membungkusnya dalam gulungan kertas yang
digunakan untuk meraup sebelumnya dan memasukkannya ke dalam kardus dan diberilabel hati-hati
pecahan kaca.
E. Pengelolaan Limbah
Limbah yang berasal dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas :
1. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan darah atau
cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah
2. Limbah medis yaitu bagian sampah rumah sakit atau sarana kesehatan yang berasal dari bahan
yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan dikategorikan sebagai
limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit. Limbah medis dapat berupa :
a. Limbah klinis
b. Limbah laboratorium
3. Limbah berbahaya adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun. Limbah jenis ini meliputi
disinfektan, produk pembersih, obat-obatan sitoksik dan senyawa radio aktif.
Upaya penanganan limbah di pelayanan kesehatan meliputi penanganan limbah cair dan limbah
padat (sampah). Adapun teknik penanganan sampah meliputi pemisahan, penanganan,
penampungan sementara dan pembuangan.
1. Limbah umum atau sampah rumah tangga.
Semua limbah yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya dikenal sebagai sampah non
medik, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan di ruang tunggu pasien atau
pengunjung, ruang administrasi dan kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan, sisa
pembungkus makanan, plastik dan sisa pembungkus obat. Sampah jenis ini dapat langsung
dibuang melalui pelayanan pengelolaan sampah kota.
2. Limbah klinis
Limbah klinis merupakan tanggung jawab rumah sakit/sarana kesehatan lain dan memerlukan
perlakuan khusus. Karena berpotensi menularkan penyakit, maka dikategorikan sebagai limbah
berisiko tinggi.
Limbah klinis antara lain :
a. Darah atau cairan tubuh klainnya, material yang mengandung darah kering seperti perban,
kassa dan benda-benda dari kamar bedah
b. Sampah organik misalnya jaringan, potongan tubuh dan plasenta
c. Benda-benda tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum jahit, pisau bedah, tabung
darah, pipet atau jenis gelas lainnya yang bersifat infeksius.
Cara penanganan limbah klinis
a. Sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir/pembakaran semua jenis limbah klinis
ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna kuning.
b. Ikat secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.
3. Limbah laboratorium
Setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan sebagai limbah berisiko tinggi.
Cara penanganan limbah laboratorium
a. Sebelum keluar dari ruang laboratorium dilakukan sterilisasi dengan otoklaf selanjutnya
ditangani secara prosedur pembuangan limbah klinis
b. Cara penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan incenerasi
c. Cara lain adalah dengan menguburnya dengan metode kapurisasi.
Pemilahan
Pemilahan dilakukan dengan menyediakan wadah yang sesuai dengan jenis sampah medis. Wadah-
wadah sampah tersebut biasanya menggunakan kantong plastik berwarna, msalnya kuning untuk
bahan infeksius, hitam untuk bahan non medis, merah untuk bahan beracun dst, drum yang dicat atau
wadah diberi label yang mudah dibaca, sehingga memudahkan untuk membedakan wadah sampah
non medis dan sampah medis.
Penanganan
Penanganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan dengan cara sebagai berikut /;
1. Wadah tidak boelh penuh atau luber. Bila wadah sudah terisi ¾ bagian maka segera dibawa ke
tempat pembuangan akhir.
2. Wadah berupa kantong plastik dapat diikat rapat pada saat akan diangkut, dan dibuang berikut
wadahnya.
3. Penanganan sampah dari ruang perawatan atau pengobatan harus tetap pada wadahnya dan
jangan dituangkan pada gerobak(kereta sampah) yang terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya kontaminasi di sekitarnya dan mengurangi risijo kecelakaan terhadap
petugas, pasien dan pengunjung.
4. Petugas yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan dan sepatu, serta harus
mencuci tangan dengan sabun setiap selesai mengambil sampah.
Penampungan sementara
Pewadahan sementara sangat diperlukan sebelum sampah dibuang. Syarat yang harus dipenuhi
wadah sementara ialah :
1. Ditempatkan pada daerah yang tidak mudah dijangkau petugas,pasien dan pengunjung
2. Harus bertutup dan kedap air serta tidak mudah bocor agar terhindar dari jangkauan serangga,
tikus dan binatang lainnya
3. Hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari satu hari
Pembuangan/ Pemusnahan
Seluruh sampah yang dihasilakn pada akhirnya harus dilakukan pembuangan atau pemusnahan.
Sistem pemusnahan yang dianjurkan adalah dengan pembakaran (isinerasi).Pembakaran dengan
suhu tinggi akan membunuh mikroorganisme dan mengurangi volume sampah sampai 90 %
Untuk pemusnahan sampah UPT PuskesmasSimpang Bah Jambi bekerjasama (mengadakan MOU)
dengan pihak ke 3, karena UPT Puskesmas Simpang Bah Jambi belum bisa melakukan pemusnahan
sampah medis yang sesuai aturan.
Pengelolaan limbah cair harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah dalam pengelolaan limbah cair
antara lain :
1. Sitem penyaluran harus tertutup
2. Kemiringan saluran 2-4 derajat untuk menjaga endapan dalam saluran
3. Belokan saluran harus lebih besar dari 90 derajat
4. Bangunan penampung harus kedap air, kuat, dilengkapi dengan mainhole dan lubang hawa
5. Penempatan lokasi harus mempertimbangkan keadaan muka air tanah dan jarak dari sumber air.
Untuk pembuangan limbah cair di UPT Puskesmas ........sudah menggunakan IPAL sistem central
(semua limbah cair yang berasal dari bernagai ruang) disalurkan ke mesin pengolah limbah,
setelah keluar dari mesin, keluar ke bak kolam ikan, kalau ikan tidak mati berarti limbah aman
untuk dibuang ke selokan umum.
F. Kecelakaan Kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum suntik bekas pasien
atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat serta efektif untuk
mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial yang tidak diinginkan. Yang terpenting
di sini adalah segera mencucinya dengan sabun antiseptik, dan usahakan untuk meminimalkan
kuman yang msuk ke dalam aliran darah dengan menekan luka hingga darah keluar. Bila darah
mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan air beberapar kali, bila mengenai mata cucilah
mata dengan air mengalir atau garam fisiologis atau bila percikan mengenai hidung hembuskan keluar
hidung dan bersihkan dengan air.
BAB IV
DOKUMENTASI
Setiap petugas harus bisa melakukan cuci tangan, setiap melakukan tindakan petugas
harus memakai APD, alat untuk tindakan harus disteril, limbah harus dibuang sesuai jenis
limbahnya. Semua itu tercatat pada pada laporan. Jika terjadi kejadian yang berhubungan
dengan kewaspadaan universal harus terlaporkan
PANDUAN
KEWASPADAAN UNIVERSAL