Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN KEWASPADAAN STANDART

DI UPT PUSKESMAS SINGOSARI

UPT PUSKESMAS SINGOSARI


TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan panduan Puskesmas

Singosari Kabupaten Malang tahun 2019 dapat terselesaikan. Keberadaan panduan ini

bagi Puskesmas Singosari sangat penting sekali karena akan memberikan panduan

secara rinci terhadap seluruh gerak langkah yang terkait dengan Sistem Manajemen Mutu

di Puskesmas Singosari

Panduan ini juga merupakan sebuah persyaratan yang sangat penting bagi

pelaksanaan Akreditasi Puskesmas Singosari sebagai sebuah puskesmas dengan

menjalankan sistem puskesmas akreditasi. Secara umum ruang lingkup panduan ini

meliputi seluruh penataan Sistem Manajemen Mutu di Puskesmas Singosari mulai dari

perencanaan, pelaksanaan sampai terhadap evaluasinya.

Penyusunan panduan ini tentu masih memerlukan perbaikan karena memang

panduan adalah bersifat dinamis dan bahkan harus selalu diperbaiki secara terus menerus

seiring dengan perkembangan di Puskesmas Singosari Kabupaten Malang Harapannya

panduan yang dimiliki Puskesmas Singosari ini benar-benar diimplementasikan oleh

seluruh penanggung jawab dan unit/program serta pelaksana terkait pada Puskesmas

Singosari Kabupaten Malang.

Malang, 15 Juli 2019

TIM AUDIT INTERNAL PUSKESMAS

KETUA

……………..
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG
DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS SINGOSARI
Jln Tohjoyo III/No. 1 Telp. 0341-458961 Singosari 65153
Email : puskesmassingosari03@gmail.com
MALANG-65153

BAB I
DEFINISI

Kewaspadaan universal atau “Universal Precaution” (UP) merupakan upaya pencegahan


penyakit infeksi melalui darah dan cairan tubuh (blood and body fluid precautions) secara
universal tanpa memandang status infeksi pasien. Pada strategi tersebut juga ditekankan
tentang pengelolaan limbah yang tepat termasuk pengolalan limbah yang berupa benda
tajam.

Pada tahun 1994 UP dikembangkan sebagai upaya pencegahan infeksi di rumah sakit
yang berupa penerapan dua tingkat kewaspadaan, yaitu :

1. Standard precaution atau Kewaspadaan standar, sebagai kewaspadaan


tingkat pertama yang merupakan kombinasi antara Universal Precaution
(UP) secara garis besar dan body substance isolations (BSI) yang
menekankan kewaspadaan terhadap bahan-bahan berupa darah, semua
cairan tubuh sekreta, ekskreta (tanpa memandang apakah dia mengandung
darah atau tidak), kulit dan mukosa yang tidak utuh. Selanjutnya disebut juga
sebagai kewaspadaan universal yang merupakan kewaspadaan yang
bersifat umum, dan diterapkan kepada semua pasien tanpa memandang
status diagnosisnya.
2. Transmission based precautions adalah kewaspadaan tingkat kedua yaitu
kewaspadaan terhadap infeksi berdasarkan cara penularan, dirancang
sebagai tambahan dari kewaspadaan universal tersebut diatas kalau
diperlukan dan untuk diterapkan kepada pasien yang terbukti atau diduga
berpenyakit menular.
BAB II
RUANG LINGKUP

Penerapan kewaspadaan universal merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak


terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu pimpinan
termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan, termasuk staf penunjangnya dan
juga para pengguna pelayanan yaitu pasien dan pengunjung sarana kesehatan tersebut.
Program ini hanya dapat berjalan bila masing-masing pihak menyadari dan memahami
peran dan kedudukan masing-masing.

a. Peran pimpinan dalam pengendalian infeksi


Pimpinan berkewajiban menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan universal,
memantau, dan memastikan bahwa kewaspadaan universal dapat dilaksanakan
tenaga kesehatan dengan baik. Pimpinan bertanggung jawab atas
penganggaran dan ketersediaan sarana untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan kewaspadaan universal di unit yang dipimpinnya.

b. Peran tenaga kesehatan dalam pengendalian infeksi


Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan
orang lain serta bertanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan yang
ditetapkan pimpinan. Tenaga kesehatan juga bertanggungjawab dalam
menggunakan sarana yang disediakan dengan baik dan benar serta memelihara
sarana agar selalu siap pakai dan dapat dipakai selama mungkin. Secara rinci
kewajiban dan tanggungjawab tersebut meliputi:

1. Bertanggungjawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja di


lingkungannya, wajib memtuhi instruksi yang diberikan dalam ranga
kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan
lingkungan bersih dan aman.
2. Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan
infeksi dan mematuhinya dalam pekerjaan sehari-hari.
3. Tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan
risiko penularan infeksi baik dari dirinya ke pada pasien atau sebaliknya
sebaiknya tidak merawat pasien secara langsung.

c. Peran pasien dan keluarganya dalam pengendalian infeksi Setiap orang berhak
atas privasi dan sekaligus berkewajiban menjaga keselamatan orang lain.

Dengan demikina bila seorang pasien yang mengetahui dnegan pasti menderita
penyakit yang dapat menular pada orang lain moral untuk memberitahukannya.
Terutama bila terkajadi kecelakaan kerja pada petugas (tertusuk jarum atau
terkena alat tajam lain bekas pasien dll) maka pasien diatas sebaiknya memberi
informasi atau izin untuk pemeriksaan darah guna membantu tindak lanjut bagi
tenaga kesehatan yang mengalami kecelakaan tersebut. Anggota keluarga
pasien berhak untuk tidak mendapatkan penularan infeksi selama mereka
menjalankan fungsi sosialnya, baik sebagai penunggu atau sebagai pengunjung
pasien. Oleh karena itu mereka berhak pula mendapat informasi secukupnya
agar dapat melindungi diri mereka dari infeksi tanpa mengabaikan hak pasien
untuk tetap terjaga kerahasiaanya.
BAB III
TATA LAKSANA

Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal pelayanan kesehatan adalah


menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diri
3. Pengelolaan alat kesehatan
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan (kecelakaan
kerja)
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
6. Kewaspadaan khusus

3.1 Cuci Tangan

Cuci tangan merupakan proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Tujuan dari
cuci tangan adalah membersihkan kedua tangan dari kotoran serta mereduksi
jumlah microorganisme transient. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
dilakukan bila tangan terlihat kotor atau terkontaminasi dengan bahan-bahan
protein. Gunakan handrub berbasis alkohol secara rutin untuk dekontaminasi
tangan, jika tangan tidak terlihat ternoda. Jangan gunakan handrub berbasis
alkohol jika tangan terlihat kotor. Jangan gunakan produk berbasis alkohol
setelah menyentuh kulit yang tidak utuh, darah atau cairan tubuh. Pada kondisi
ini cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan keringkan dengan lap /
handuk tissue sekali pakai.

Jenis kebersihan tangan ada 4 macam;


1. Kebersihan tangan surgical.
2. Kebersihan tangan Aseptik
3. Kebersihan tangan sosial
4. Kebersihan tangan handrub

5 moment kebersihan tangan :


1. Sebelum kontak dengan pasien.
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4. Setelah kontak dengan pasien.
5. Setelah kontak dengan lingkungan disekitar pasien Menggunakan

6 langkah kebersihan tangan :


1. Petugas menggosok telapak tangan memutar kearah ibu jari sebanyak 4 kali
2. Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya sebanyak 4x
3. Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari kearah atas
sebanyak 4x.
4. Petugas menggosok ruas-ruas punggung jari dengan cara Jari –jari sisi dalam
dari kedua tangan petugas saling mengunci sebanyak 4x
5. Petugas menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya sebanyak 4x
6. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari– jari di telapak tangan kiri
dansebaliknya sebanyak 4x
Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan:
1. Kuku harus seujung jari tangan.
2. Cat kuku tidak diperkenankan
3. Bila tangan luka, harus diobati dan dibalut dengan balutan yang kedap air.
4. Jam tangan dan cincin tidak diperkenankan dipakai

Indikasi kebersihan tangan


a. Segera : setelah tiba di tempat kerja
b. Sebelum :
1) Kontak langsung dengan pasien
2) Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif (pemberian suntikan intra vaskuler)
3) Menyediakan/mempersiapkanobat-obatan
4) Mempersiapkan makanan
5) Memberi makan pasien
6) Meninggalkan rumah sakit.
c. Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang.
d. Setelah :
1) Kontak dengan pasien
2) Melepas sarung tangan
3) Melepas alat pelindung diri
4) Kontak dengandarah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh, ekskresi (bedpen, urinal) apakah menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan.
5) Menggunakan toilet, menyentuh/melap hidung dengan tangan.

Persiapan Membersihkan Tangan


a. Air mengalir
b. Sabun
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan
mengurangi jumlah mikroorganisme . Jumlah mikroorganisme semakin
berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan
c. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit
atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh
mikroorganisme. Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin
dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara
maksimal terutama kuman transien.

Kriteria memilih antiseptik adalah sebagai berikut:


1) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillus dan
tuberkulosis, fungi, endospora).
2) Efektivitas
3) Kecepatan aktivitas awal
4) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan 5) Tidak mengakibatkan iritasi kulit
5) Tidak menyebabkan alergi
6) Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
7) Dapat diterima secara visual maupun estetik.

d. Lap tangan yang bersih dan kering


e. Prosedur Standar Membersihkan Tangan
Teknik Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air harus dilakukan
seperti di bawah ini:
1) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih..
2) Tuangkan 3 - 5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh permukaan
tangan.
3) Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.
5) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya.
8) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya. 9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
9) Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai
benar-benar kering.
10) Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran.

Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab


dan air yang tidak mengalir, maka :
1) Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian
ulang.
2) Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada
isinya, penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada
sabun yang dimasukkan.
3) Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai
tambahan antiseptik (seperti: Dettol atau Savlon), mikroorganisme
dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan ini (Rutala 1996).

Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau
gunakan ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah
ember dan buanglah di toilet

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat


dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan
penyebaran mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang
penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan
karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya
sangat banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut,
tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok
keras. Flora tetap, berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial,
namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian besar petugas
dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti
: s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara,
ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau
permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan
atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai
sabun biasa dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial (JHPIEGO, 2004).
3.2 Alat Pelindung Diri

Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah
digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat pada staf yang bekerja pada suatu unit
perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan HCV dan resurgence
tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD menjadi sangat
penting untuk melindungi staf .

Termasuk Alat pelindung Diri


a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (perisai muka, kacamata),
kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker, gaun dan
tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, bagaimanapun,
terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau cairan
lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini,
bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, kain
katun yang enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan yang sering
dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya,
katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena cairan dapat
menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas
dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (yaitu, sulit
disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Bila bahan
kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat
terlihat.

Macam APD :
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kaca mata,
4. Topi
5. Apron/celemek
6. Pelindung kaki
7. Gaun pelindung
8. Helm

1. Sarung Tangan.
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan
petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik
paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus
diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk
menghindari kontaminasi silang.

Tiga saat petugas perlu memakai sarung tangan :


a) Perlu untuk menciptakan barrier protektif dan cegah kontaminasi yang
berat. Desinfeksi tangan tidak cukup untuk memblok transmisi yang
berat, misalnya menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, mucus
membrane, kulit yang tidak utuh.
b) Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas kepada
pasien saat dilakukan tindakkan terhadap kulit pasien yang tidak utuh,
mucus membrane.
c) Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien
transmisi kepada pasien lain.
Perlu kepatuhan petugas untuk pemakaian sarung tangan sesuai standar.
Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena
sarung tangan dapat berlubang yang kecil, tidak nampak selama
melepasnya sehingga kapan pemakaian sarung tangan diperlukan
tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus
digunakan oleh semua petugas ketika:
Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain,
 membrane mukosa atau kulit yang terlepas. Melakukan prosedur
medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan
 sesuatu kedalam pembuluh darah, seperti memasang infuse.
Menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
 menyentuh permukaan yang tercemar. Menerapkan kewaspadaan
berdasarkan penularan melalui kontak (yang
 diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah
diketahui atau dicurigai), yang mengharuskan petugas kesehatan
menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril ketika memasuki
ruangan paien. Petugas kesehatan harus melepaskan sarung tangan
tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan
dengan air dan sabun atau dengan hadrub berbasis alcohol.

Jenis – jenis sarung tangan


1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga Bagan Alur pemilihan jenis sarung tangan

Tanpa Sarung Tangan Apakah kontak dengan darah atau cairan tubuh ?
TIDAK YA Hal yang harus dilakukan bila persediaan sarung tangan terbatas.
Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai,
sarung tangan bedah sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan dapat
diproses ulang dengan cara: Bersihkan dan desinfeksi dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
 Dicuci dan bilas, serta dikeringkan.
 Hanya digunakan pada tindakan – tindakan yang tidak menembus jaringan
tubuh.
 Hal – hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan
Gunakan sarung tangan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung
tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan
dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek.
a. Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan
robek.
b. Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika anda memakai) untuk
melindungi pergelangan tangan.
c. Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk
mencegah kulit tangan kering / berkerut. Sarung Tangan Rumah Tangga
Atau Sarung Tangan Bersih Apakah kontak dengan pasien ? TIDAK YA
Apakah kontak dengan jaringan ? Sarung tangan Bersih Atau Sarung
Tangan DTT TIDAK YA Sarung Tangan Steril Atau Sarung Tangan DTT
d. Jangan gunakan lation atau krim berbasis minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
e. Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
f. Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu yang terlalu panas
atau terlalu dingin misalnya dibawah sinar matahari langsung, didekat
pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya flouresen atau mesin rontgen,
karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi
efektifitasnya sebagai pelindung

2. Pelindung wajah
Pelindung wajah bertujuan untuk melindungi selaput lendir, hidung, mulut, dan
mata.
Jenis alat : Masker, Kaca mata, Face sheild.
a. Masker
Jenis masker:
Masker bedah:
- Masker yang digunakan saat pembedahan di poli gigi, VK, pada
pasien airbone, dan tempat lain sesuai peruntukannya
- Di ganti bila basah atau selesai pembedahan
- Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan
semua rambut muka
- Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu
bekerja, bicara, batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan
darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung
atau mulut.
Masker khusus
- Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien
yang mendapatkan imunosupresan atau petugas atau pasien yang
sakit batuk.
- Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1, TBC.
- Puskemas memiliki masker N95 dengan jumlah terbatas, maka bila
pada kondisi tertentu digunakan masker bedah rangkap 2.
Masker biasa.
- Digunakan dalam kegiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkans
bau (saat pengelolaan sampah, kamar mandi dll)
- Digunakan saat menderita batuk pilek.
- Digunakan saat tindakan perawatan yang menimbulkan bau
(personal higiene, Membantu Bab, Bak, perawatan luka)
3. Gogless (kacamata)
Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih,
kacamata
pengaman, pelindung muka dan visor. Kacamata digunakan untuk prosedur
bedah dan
tindakan di ruang bersalin.
4. Apron (Clemek)
Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi
cipratan
atau kontak dengan cairan tubuh pasien. Apron juga digunakan untuk
melindungi dari
cairan atau bahan kimia di dapur, Laboratorium, VK, serta saat menangani
pencucian
peralatan bekas digunakan pasien (instrumen, urinal, pispot, bengkok dll)
5. Gaun
Gaun digunakan bertujuan untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau
percikan darah atau cairan tubuh lainnya yang dapat mencemari baju.
Jenis Gaun :
- Gaun pelindung tidak kedap air.
- Gaun pelindung kedap air.
- Gaun steril.
- Gaun non steril
Indikasi penggunaan gaun :
- Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran
/kontaminasi
pada pakaian petugas seperti :
o Seperti membersihkan luka bakar.
o Tindakan drainage.
o Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC
atau Toilet.
o Menangani pasien perdarahan masif.
o Tindakan bedah.
o Perawatan gigi.
o gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.
6. Pelindung kaki
Tujuan :
- Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh
lainnya
dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alkes.
- Digunakan saat menolong persalinan
Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan
untuk
melindungi kaki dari: Cairan atau bahan kimia yang berbahaya, Bahan atau
peralatan
yang tajam
7. Topi (penutup kepala)
Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan
berbahaya.
Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala
petugas
terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindungi kepala
petugas
dari bahan – bahan berbahaya dari pasien.
Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas
8. Helm
Terbuat dari plastik
Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang
berhubungan dengan bangunan.

3.3 Pengelolaan Alat Kesehatan


Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat
kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.
Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 (empat) tahap kegiatan
yaitu :
1. Dekontaminasi
Tiga Kategori Risiko berpotensi infeksi yang menjadi dasar proses
pencegahan dengan sterisasi peralatan adalah sebagai berikut:

 Kritikal, risiko infeksi tingkat tinggi


Bahan dan praktik berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah.
Kegagalan manajemen sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius
dan fatal.
 Semikritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang
lecet contoh pemakaian sarung tangan bagi SDM yang menyentuh mukosa
atau kulit tidak utuh.
 Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit
utuh yang merupakan risiko terendah contohnya sarung tangan steril
digunakan untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan
sampah)

Penatalaksanaan peralatan bekas pakai terkontaminasi darah atau cairan


tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi)
a) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip
d) Alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi
menggunakan alkohol 70% Peralatan semikritikal didisinfeksi atau
disterilisasi Peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi.
c) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

 Pembersihan Awal (pre-cleaning)


-Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas
sebelum di bersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV)
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi.
 Pembersihan (cleaning)
-Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari permukaan benda mati
-Membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka
yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut
 Proses pembersihan terdiri dari
-mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau
menggunakan enzim,
-membilas dengan air bersih,
-dan mengeringkan
 Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengikis, misalnya
Vimatau Comet atau serat baja atau baja berlubang, karena dapat
menyebabkan goresan
 Goresan akan menjadi sarang mikroorganisme, membuat proses
pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan pembentukan karat
 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
 Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa
endospora bakterial dari objek,dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi
 Sterilisasi
 Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi
dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi

2. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan:


 upaya perbaikan kualitas udara,
 Perbaikan kualitas air
 Perbaikan permukaan lingkungan
 Desain dan konstruksi bangunan

 dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien,


petugas dan pengunjung
Kebersihan lingkungan
Bersihkan, rawat dan disinfeksi peralatan dan perlengkepan dalam ruang
perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bilamana perlu

Pembuangan limbah Infeksius

 Limbah cair infeksius dibuatkan saluran tersendiri


 Limbah infeksius dipisahkan dari limbah lainnya dan dibuang khusus oleh
perusahaan pengelola limbah infeksius
 Jadualkan pengangkutan limbah infeksius
 Pengangkutan limbah infeksius khusus oleh transporter pengangkut
limbah infeksius

3. Penatalaksanaan Linen

Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi (linen yang terkena
darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam)
Tata laksana penanganan linen:
a. Buat SPO penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan
distribusi linen harus jelas, aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan
b. SDM yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah
tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
c. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan
tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh petugas.

 Tangani linen kotor dengan menjaga jangan terkena kulit atau


membran mukosa
 Jangan merendam/ membilas linen kotor diwilayah ruang perawatan
 Jangan mengibaskan linen dan melekatkan linen kotor di lantai
 Segera ganti linen yang tercemar/ terkena darah / cairan tubuh.
 Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke
udara dan petugas yang menangani linen tersebut
 Semua linen kotor segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong
kuning di lokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di
lokasi dimana linen dipakai.
 Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya
harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/
ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran.
 Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan,
spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke
dalam kantong kuning/infeksius
 Pengangkutan dengan troli yang terpisah, linen kotor atau
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan
kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi. Kantong
tidak perlu ganda
 Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry
terpisah dengan linen yang sudah bersih
 Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi
seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi
disinfektan

Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan


melalui 2 tahap
o menggunakan deterjen
o dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan
perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar
tidak menyebabkan toksik bagi petugas

4. Pembuangan Benda tajam

 Wadah benda tajam merupakan limbah medis dan harus dimasukkan ke dalam
kantong medis (Safety box) sebelum insinerasi
 Idealnya semua benda tajam dapat diinsinersi, tetapi bila tidak mungkin dapat
dikubur dan dikapurisasi bersama limbah lain
 Apapun metode yang digunakan haruslah tidak memberikan kemungkinan
perlukaan.
 Hindari menutup kembali jarum yang sudah digunakan
 Menghindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai
 Hindari membengkokan, menghancurkan, atau memanipulasi jarum dengan tangan
 Masukkan instrumen tajam kedalam wadah yang tahan tusukan dan tahan air
5. Perlindungan Kesehatan Petugas
 Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik
tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan
 Kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam
bekas pakai pasien
-siapa yang harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan
-pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang
bersangkutan

Tatalaksana terkena pajanan adalah sebagai berikut:


 Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan sabun/cairan
antiseptik sampai bersih
 Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan
mulut.
 Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
 Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali
 Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi),
dengan posisi kepala miring kearah mata yang terpercik
 Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan
air

Langkah 1 Cuci
 Tindakan darurat pada bagian yang terpajan
 Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan
langsung dan Komite PPI atau K3
 Laporan tersebut sangat penting untuk menentukan langkah berikutnya
 Memulai PPP ( Profilaksis Pasca Pajanan) secepatnya kurang dari 4 jam
dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak
efektif
Langkah 2 Telaah pajanan
 Pajanan, pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah:
 Perlukaan kulit
 Pajanan pada selaput mukosa
 Pajanan melalui kulit yang luka
 Bahan pajanan, yang memberikan risiko penularan infeksi adalah:
 Darah
 Cairan bercampur darah yang kasat mata
 Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan
serebrospinal, cairan sinovia, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan
perickardial, cairan amnion
 Virus yang terkonsentrasi
 Status Infeksi. Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum
diketahui), lakukan pemeriksaan:
• Hbs Ag untuk Hepatitis B
• Anti HCV untuk Hepatitis C
• Anti HIV untuk HIV
• Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan adanya faktor
risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
• Kerentanan

6. Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
 Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri
 Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain
yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting
 Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter
 Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan,
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI
 Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne).

 Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya
dipisahkan tersendiri
 Mobilisasi pasien infeksius jenis transmisi melalui udara (airborne) dibatasi di
lingkungan fasyankes
 Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.

7. Kebersihan Pernapasan/ Etika Batuk Dan Bersin


SDM Fasyankes, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus
melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai berikut:
 Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas Tisu
dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan

8. Praktik Menyuntik yang Aman


 Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap
 suntikan,berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain
 Buang spuit dan jarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan benar
 Hati-hati pemakaian obat untuk perina dan anestesi karena berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
BAB IV
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai