i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat, serta energi yang positif, sehingga penyusun
telah dapat menyelesaikan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini
dengan baik.
Hormat Kami,
Tim Penyusun
i
KATA SAMBUTAN
Pertama – tama mari kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan YME
karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya telah tersusun Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi.
Direktur
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
KATA SAMBUTAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN DAN SASARAN
C. Ruang Lingkup
D. Batasan Operasional
BAB II SISTEM KERJA
A. Kewaspadaan standar
B. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
C. Peralatan yang Single-use yang di Re-use
D. Antibiogram
E. Pengelolaan Bahan atau Obat Kadaluarsa
F. Tatalaksana penyakit menular dan pencegahannya
BAB III STANDAR KETENAGAAN
A. Struktur Organisasi
B. Susunan Personalia
BAB IV TUGAS POKOK DAN FUNGSI
BAB V URAIAN JABATAN
A. Uraian Jabatan 1
B. Uraian Jabatan 2
C. Uraian Jabatan 3
D. Uraian Jabatan 4
BAB VI PELAKSANAAN KEGIATAN
A. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
BAB VII TATA HUBUNGAN KERJA
BAB VIII KEGIATAN ORIENTASI
BAB IX PERTEMUAN/RAPAT
A. Pengertian
B. Tujuan
C. Kegiatan Rapat
BAB X PELAPORAN
A. Pengertian
B. Jenis Laporan
iii
BAB XII PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare
Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan
diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam forum Asian Pasific
Economic Comitte (APEC) atau Global health Security Agenda (GHSA)
penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di
bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak
secara langsung sebagai beban ekonomi negara.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas
pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan
perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari
sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada
berbagai fasilitas kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah sakit
saja tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di rumah
(home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan
pengambil kebijakan memahami konsep dasar penyakit infeksi. Oleh karena
itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatanagar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan
dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan serta dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan patient
safety yang pada akhirnya juga akan berdampak pada efisiensi pada
manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas
pelayanan.
1
B. TUJUAN DAN SASARAN
Pedoman PPI di RS Murni Teguh Sudirman Jakarta bertujuan untuk
Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya
melalui pencegahan dan pengendalian infeksi serta Melindungi sumber daya
manusia kesehatan dan masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya
dan untuk menurunkan angka kejadian Hais
Sasaran Pedoman PPI di RS Murni Teguh Sudirman Jakarta disusun
untuk digunakan oleh seluruh pelaku pelayanan di RS Murni Teguh
Sudirman Jakarta
1. Terlaksananya pemberian informasi kepada seluruh area rumah sakit
sehingga paham tentang pilar utama pemutus mata rantai penularan
infeksi rumah sakit.
2. Terlaksananya kepatuhan pelaksanaan kewaspadaan standar oleh
petugas RS
3. Terlinduginya petugas dari penyakit infeksi yang berbahaya melalui
penetapan dan pemberlakuan standar prosedur operasional pencegahan
dan pengendalian infeksi RS
4. Terlaksananya pengendalian lingkungan rumah sakit bebas dari
penularan infeksi
5. Terlaksananya manajemen linen yang tepat sebagai upaya pencegahan
infeksi
6. Terjaminnya peralatan pasien bebas dari kontaminasi melalui pelayanan
sterilisasi rumah sakit
7. Terlaksananya program penggunaan antimikroba yang rasional sebagai
uapaya mencegah perkembangan infeksi nasokomial
8. Terlaksananya program edukasi program PPI melalui pelatihan secara
berkala baik internal maupun eksternal kepada seluruh unit rumah sakit.
9. Terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi secara berkala
pelaksanaan program PPI melalui surveilans
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi
meliputi ke sebelas Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi,
2
Peralatan yang Single-use yang di Re-use, Antibiogram, Pengelolaan Bahan
atau Obat Kadaluarsa
D. Batasan Operasional
1. Konsep Dasar Penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
di dunia termasuk Indonesia, ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal
dari (Community acquaired infection) atau berasal dari (Hospital Acquired
Infection). Karena seringkali tidak bisa secara pasif ditentukan asal infeksi
maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured Infection) diganti (HAIs)
yaitu Healthcare –Assosiated Infections dengan arti lebih luas tidak hanya
terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga
tidak terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas
yang didapat saat melakukan tindakan medis atau perawatan.
Batasannya antara lain :
a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan
adanya agen infeksi, dimana organism tersebut hidup, tumbuh
dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon
imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak
dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan
bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa
menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke
orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai “Carrier”.
b. Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi
tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan
adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon
imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi)
tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3
e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk
respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat
berupa trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai
dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan
(rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) :
sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang
merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik.
Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1)
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2)
takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4)
leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis
leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat
disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik.
SIRS yang disebabkan infeksi disebut “Sepsis”.
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan,apabila salah satu rantai dihilangkan atau
dirusak maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia, dapat berupa bakteri, virus, riketsia, jamur, dan
parasit. Ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu :
virulensi, patogenesis, jumlah dosis obat.
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat hidup,
tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain,
reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuhan,
tanah, air dan bahan bahan organik. Pada manusia sehat permukaan
kulit, selaput lendir saluran napas, pencernaan dan vagina
merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir, pintu keluar meliputi saluran napas, pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit, membran mukosa, trasplacenta dan darah
serta cairan tubuh lainnya.
4
d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi (1)
kontak; langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4)
Vehicle ; makan, minuman, darah, (5) vektor biasanya binatang
pengerat dan serangga.
e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh
pejamu (yang supectibel) dapat melalui saluran pernapsan,
pencernaan, perkemihan atau luka.
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak
memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi,
faktor yang mempengaruhi umur, usia, status gisi, ekonomi,
pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier (kateter, implantasi),
dilakukan tindakan operasi.
Agen
Tempat
Masuk Reservoar
Tempat
INFEKSI
Masuk Tempat
Metode Keluar
Penularan
5
e. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
3. Faktor Risiko HAIs meliputi:
a. Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
b. Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised): penderita
dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat
imunosupresan.
c. Gangguan/Interupsi barier anatomis:
1) Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
2) Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi
(IDO) atau “surgical site infection” (SSI).
3) Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian
“Ventilator Associated Pneumonia” (VAP).
4) Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD
5) Luka bakar dan trauma.
d. Implantasi benda asing :
1) Pemakaian mesh pada operasi hernia.
2) Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu
jantung.
3) “cerebrospinal fluid shunts”.
e. Perubahan mikroflora normal
f. pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat menyebabkan
pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap
berbagai antimikroba.
6
d. Tindakan pencegahan paska pajanan : Hal ini berkaitan dengan
pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan
tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya
hepatitis B,C dan HIV.
5. Kegiatan Pelayanan PPI RS
Pengertian Surveilans adalah : Suatu pengamatan yang
sistematis,efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan penyebaran
penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya
penyebaran penyakit :
7
8
BAB II
SISTEM KERJA
A. Kewaspadaan standar
Kewaspadan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk
diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga
terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum
pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah
pasien didiagnosis.Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah
tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar terinfeksi.
Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut untuk
juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas)
komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD),dekontaminasi
peralatan perawatan pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah,
penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien,
hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan
praktik lumbal pungsi yang aman. Kesebelas kewaspadaan standar tersebut
yang harus di terapkandi semua fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut:
1. KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh,
atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak
tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek,
tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan
sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat
tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah
memakai sarung tangan. Bila tangan beralih dari area tubuh yang
terkontaminasi ke area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang
sama.
9
a. Indikasi kebersihan tangan:
1) Sebelum kontak pasien
2) Sebelum tindakan aseptik
3) Setelah kontak darah dan cairan tubuh
4) Setelah kontak pasien
5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
b. Jenis kebersihan tangan
1) Kebersihan tangan menggunakan air mengalir
2) Kebersihan tangan handrub
c. Moment Kebersihan Tangan
1) Sebelum menyentuh pasien.
2) Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3) Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4) Setelah menyentuh pasien.
5) Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien
d. langkah kebersihan tangan
1) Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan kanan dan sebaliknya.sebanyak 4x
2) Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
sebanyak 4x.
3) Jari –jari sisi dalam dari kedua tangan petugas salingmengunci
sebanyak 4x
4) Petugas menggosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya sebanyak 4x
5) Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak
tangan kiri dan sebaliknya sebanyak 4x
6) Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak
tangan kiri dan sebaliknya sebanyak 4x
e. Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan
1) Kuku harus seujung jari tangan.
2) Cat kuku tidak diperkenankan
3) Bila tangan luka atau tidak intak, harus diobati dan dibalut dengan
balutan yang kedap air.
4) Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai
10
f. Kriteria memilih antiseptik:
1) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram
negative,virus lipofilik,bacillus dan tuberkulosis, fungi serta
endospore)
2) Efektifitas
3) Kecepatan efektifitas awal
4) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan
5) Tidak menyebabkan iritasi kulit
6) Tidak menyebabkan alergi
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar
tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari
pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.
11
Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global
Patient Safety Challenge, World HealthOrganization, 2009.
12
Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di
lakukan. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung
tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.
13
14
Gambar 5. Pemasangan sarung tangan
b. Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran
mukosa mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau
permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin.
Masker yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta
melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung). Terdapat tiga jenis
masker, yaitu masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah
penularan melalui droplet. masker respiratorik, untuk mencegah
penularan melalui airborne dan masker rumah tangga, digunakan di
bagian gizi atau dapur.
15
1) Cara memakai masker:
a) Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika
menggunakan kaitan tali karet atau simpulkan tali di belakang
kepala jika menggunakan tali lepas).
b) Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
c) Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung
dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
d) Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di
bawah dagu dengan baik.
e) Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat
dengan benar.
16
Pemakaian Respirator Partikulat untuk pelayanan kesehatan N95
atau FFP2 (health care particular respirator), merupakan masker khusus
dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari partikel
berukuran <5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari
beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada
wajah tanpa ada kebocoran.Masker ini membuat pernapasan pemakai
menjadi lebih berat. Sebelum memakai masker ini, petugas kesehatan
perlu melakukan fit test.
2) Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan fit test :
a) Ukuran respirator perlu disesuaikan dengan ukuran wajah.
b) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat
adanya cacat atau lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau
terdapat lapisan yang tidak utuh, maka tidak dapat digunakan dan
perlu diganti.
c) Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik
di semua titik sambungan.
d) Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan
bentuk hidung petugas.
Fungsi alat ini akan menjadi kurang efektif dan kurang aman bila tidak
menempel erat pada wajah. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan
keadaan demikian, yaitu adanya janggut dan jambang dan adanya gagang
kacamata.
17
18
Gambar 9.Langkah-langkah menggunakan respirator
c. Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari
kemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi,
ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada
tindakan steril.
1) Jenis-jenis gaun pelindung:
a) Gaun pelindung tidak kedap air
b) Gaun pelindung kedap air
c) Gaun steril
d) Gaun non steril
2) Indikasi penggunaan gaun pelindung
Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran
atau kontaminasi pada pakaian petugas, seperti:
a) Membersihkan luka
b) Tindakan drainase
c) Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang
pembuangan atau WC/toilet
19
d) Menangani pasien perdarahan masif
e) Tindakan bedah
f) Perawatan gigi
g) Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan
tubuh pasien (darah).
d. Cara memakai gaun pelindung:
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga
bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
20
1) Indikasi
Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan
persalinan, tindakan perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3
cair, pemulasaraan jenazah, penanganan linen terkontaminasidi
laundry, di ruang dekontaminasi CSSD.
g. Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki
petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat
kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal. Jenis
sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh
permukaan kaki. Indikasi pemakaian sepatu pelindung:
1) Penanganan pemulasaraan jenazah
21
2) Penanganan limbah
3) Tindakan operasi
4) Pertolongan dan Tindakan persalinan
5) Penanganan linen
6) Pencucian peralatan di ruang gizi
7) Ruang dekontaminasi CSSD
h. Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah
jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga
sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan darah
atau cairan tubuh dari pasien. Indikasi pemakaian topi pelindung:
1) Tindakan operasi
2) Pertolongan dan tindakan persalinan
3) Tindakan insersi CVL
4) Intubasi Trachea
5) Penghisapan lendir massive
6) Pembersihan peralatan kesehatan
22
Gambar 14. Topi Pelindung
4. PELEPASAN APD
Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:
a. Melepas sepasang sarung tangan
1) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi.
2) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya,
kemudian lepaskan.
3) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan
tangan yang masih memakai sarung tangan.
4) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di
bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan.
5) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.
6) Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.
23
b. Melakukan kebersihan tangan
c. Melepas apron
d. Melepas perisai wajah (goggle)
1) Ingatlah bahwa bagian luar goggle atau perisai wajah telah
terkontaminasi.
2) Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang goggle.
3) Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau
dalam tempat limbah infeksius.
24
Gambar 17. Melepas perisai wajah (goggle)
25
3) Buang ke tempat limbah infeksius.
26
Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat
pelindung dilakukan?
27
16 Mengganti plaster ETT √ √ K/P K/P
17 Perawatan TT √ K/P √
18 PF dengan stethoscope √ K/P
19 Resusitasi √ √ √ √
20 Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer
21 Pemasangan infuse √ Lebih √ K/P K/P
baik
22 Pengambilan darah vena √ Lebih √ K/P K/P
baik
23 Punksi arteri √ Lebih √ K/P K/P
baik
24 Penyuntikan IM / IV / SC √ √
25 Penggantian botol infuse √
26 Pelesapan dan penggantian √ √
selang infuse
27 Percikan darah / cairan tubuh √ √ √
28 Membuang sampah medis √ √ √
29 Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P
28
pencegahan yang akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis,
sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien. Kategori
Spaulding adalah sebagai berikut:
Tingkat
Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat
resiko
Kritikal Alat yg masuk, Sterilisasi Sterilisasi harus - Alat yang
penetrasi dalam steam, sterad dijaga : digunakan
jaringan steril, atau DDT - Bungkusan alat untuk
rongga, aliran harus kering. tindakan
darah - Kemasan tidak invasif.
robek -Endoskopidan
- Bungkusan harus assesoris yang
dibuat dengan dipakai dlm
menghambat tindakan
bioefektif selama invasif:
penyimpanan. - Alat ERCP
- Simpan alat steril - Laparoskop
pada area steril - Broncoskopi
guna melindungi - Instrument
dari kontaminasi bedah/operasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai
29
- Vaginal
speculum.
- Endotrakeal
non kinkin.
-probe invasif
ultrasonic
(trans vaginal
probe).
-Fleksible
*colonoscope
- Breast
pump
Non Alat yang kontak Bersihkan alat Simpan dalam Alat non
kritikal dengan kulit dengan keadaan bersih invasif
menggunakan ditempat yang equipment:
detergent dan kering * Bedpan dan
air. Jika urinal.
menggunakan * Manset
desinfektan tekanan
gunakan yang darah.
compatibel * bed
* Termometer
* Tourniket
* Tensi meter
* Pot obat
pasien.
30
Gambar 20. Alur Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
Keterangan Alur:
1) Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati
lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum di
bersihkan(umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi.
2) Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi
31
mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini
adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan
air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan
mengeringkan.
3) Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengikis, misalnya
Vim®atau Comet® atau serat baja atau baja berlubang, karena produk
produk ini bisa menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi
sarang mikroorganisme yang membuat proses pembersihan menjadi
lebih sulit serta meningkatkan pembentukan karat.
4) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
5) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi.
a) Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf): Sterilisasi uap tekanan
tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi juga paling sulit
untuk dilakukan secara benar.Pada umumnya sterilisasi ini adalah
metode pillihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang
digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran
listrik bermasalah, maka instrumen-instrumen tersebut dapat
disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap non-elektrik dengan
menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai
sumber panas.Atur agar suhu harus berada pada 121°C; tekanan
harus berada pada 106 kPa; selama 20 menit untuk alat tidak
terbungkus dan 30 menit untuk alat terbungkus. Biarkan semua
peralatan kering sebelum diambil dari sterilisator. Set tekanan kPa
atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis sterilisator yang
digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika mungkin.
b) Sterilisator Panas Kering (Oven): Baik untuk iklim yang lembab tetapi
membutuhkan aliran listrik yang terus menerus, menyebabkan alat ini
kurang praktis pada area terpencil atau pedesaan. Selain itu
sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih tinggi hanya
dapat digunakan untuk benda-benda dari gelas atau logam–karena
32
akan melelehkan bahan lainnya. Letakkan instrumen di oven,
panaskan hingga 170°C, selama 1 (satu) jam dan kemudian
didinginkan selama 2-2,5 jam atau 160°C selama 2 (dua) jam.Perlu
diingat bahwa waktu paparan dimulai setelah suhu dalam sterilisator
telah mencapai suhu sasaran. Tidak boleh memberi kelebihan beban
pada sterilisator karena akan mengubah konveksi panas. Sisakan
ruang kurang lebih 7,5 cm antara bahan yang akan disterilisasi
dengan dinding sterilisator.
6. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
a. Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly
didesinfeksi dengan detergen netral
b. Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan
dengan desinfeksi tingkat menengah (sesuai prosedur penggunaan spill
kit)
7. PENGELOLAAN LIMBAH
a. Tujuan Pengelolaan Limbah
1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat
sekitar dari penyebaran infeksi dan cidera.
2) Membuang bahan-bahan berbahaya dengan aman.
b. Proses Pengelolaan Limbah
Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,
pengangkutan, penyimpanan hingga pembuangan/pemusnahan.
c. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara lain:
1) Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh masukkan kedalam kantong plastik berwarna kuning. Contoh:
sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan, organ, bagian dari
tubuh, otopsi, cairan tubuh, produk darah yang terdiri dari serum,
plasma, trombosit dan lain-lain), diapers dianggap limbah infeksius
bila bekas pakai pasien infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien
dengan infeksi yang di transmisikan lewat darah atau cairan tubuh
lainnya.
33
2) Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi darah dan
cairan tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan, sampah kantor.
3) Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan tajam,
masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit,
ujung infus, benda yang berpermukaan tajam.
4) Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/pojok limbah cair
(spoelhoek).
d. Pengangkutan
Pengangkutan limbah menggunakan troli khusus yang kuat, tertutup dan
mudah dibersihkan, petugas menggunakan APD ketika mengangkut
limbah. Waktu Pengangkut limbah telah di atur sesuai dengan kebijakan
RS
8. PENATALAKSANAAN LINEN
Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk
mengumpulkan, membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor (mencuci,
mengeringkan, melipat) dilakukan oleh pihak ke tiga,. Memroses linen
secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-
prinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi
untuk mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor harus sangat
berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan
rumah tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda
tajam, termasuk pecahan gelas.
Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi
cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh
perawat atau
34
imunisasi yang dianjurkan hepatitis B, bila memungkinkan haemophilus
influenza, campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test. Alur pasca
pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV,HBV,HCV.
Pajanan dan tindakan :
a. Virus H5N1
Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari.
b. Virus HIV
Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri. Profilaksis diberikan dalam
waktu 4 jam pasca pajanan dengan pemberian ARV, AZT, 3TC
pedoman. Pasca pajanan harus dilakukan pemeriksaan HIV seroologi
dan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutan nya.
c. Virus Hepatitis B
Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan,segera pasca
pajanan dilakukan pemeriksaan ,dapat terinfeksi bila sumber pajanan
positif HbsAg atau HbeAg.
35
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan
steril saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi
spinal/epidural/pasang kateter vena sentral. Penggunaan masker bedah
pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi droplet flora orofaring yang dapat
menimbulkan meningitis bakterial.
2. Melalui droplet
36
a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak
berubah keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis.
b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua
jenis kotoran biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan
peralatan bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik
c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi
kimia dengan pelarut atau zat pembersih
d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus
peralatan bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah
ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-uji
untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian
prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut
1) Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan
disposible/Re-use atau sekali pakai saja harus tercatat,
diketahui dan disetujui oleh PPI (IPCN) RSU. Royal Prima
Medan untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah
demi langkah untuk proses ulang
2) Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan
prosedur untuk menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa,
hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR sesuai dengan kondis.
D. Antibiogram
Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan hasil resistensi kuman
terhadap antibiotika yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah
sakit.
37
38
F. Tatalaksana penyakit menular dan pencegahannya
Masa Menular selama/ Kewaspadaan yang Masa petugas
Penyakit Cara transmisi Tindakan
Inkubasi virus shedding perlu dijalankan diliburkan/tindakan
Abses Selama luka Kontak Kontak konserfatif
mengeluarkan
cairan tubuh
Acinetobacter Luka bakar yang di Flora N kulit manusia, Standar dan kontak
baumanii hydroterapi mukus membran dan tanah.
Bertahan di tempat lembab
dan kering sampai
berbulan, menular melalui
peralatan rawat respirasi,
tangan petugas, humidifier,
stetoscop, termometer,
matras, bantal, TT, mop,
gorden, tempat mandi luka
terbuka
Adenovirus 6-9 hari Sekret saluran nafas Droplet, kontak Konserfatif
type 1-7
Aspergilosis Infeksi jar luas Inhalasi stadium airbone, Kontak dan airbone
dengan cairan
29
berlebihan conidia
Candidiasis Standar, kontak
Chlamidia C Standar, kontak,
trachomatis termasuk seksual
Congenital Sampai umur 1 Kontak dengan bahan Standar, kontak Restriksi 7 hari
rubella tahun nasofaring dan urin
Conjungtivitis 5- 12 hari 14 hari stl onset Kontak dengan tangan, alat Kontak standar Sampai mata tidak Pengobatan
*adenovirus terkontaminasi kluar kotoran
type 8
Campak 5-21 hari 3-4 hr stl bercak Droplet yang besar (kontak Transmisi udara Restriksi 7 hari Pengobatan
timbul mel dekat) & udara setelah bercak simtomatik
nasofaring merah timbul (yg
imun) 5hr stl
ekspos- 21 hr stl
ekspos
Campilobacter Standar
Closrtidium kontak
difficile
Cytomegalo Tidak Tahan di lingkungan Kontak dg sekresi Standar hand Tidak perlu
virus diketahui dlm wkt pendek &eksresi : saliva dan urin hygiene
30
Difteria Sekresi dr mulut Droplet, kontak Sampai terapi Pengobatan
mengandung c difteriae antibiotika telah simtomatik dan
lengkap dan virus.
sampai 2 kultur Minum
berjarak 24 jam eritromicin 3x
dinyatakan negatif, 1 tb sampai 7
perlu imunisasi tiap hari
10 tahun
Gastroenteritis Kontak px, konsumsi Standar atau kontak Tidak mengolah
*salmonella makanan/ air makanan sp 2x
*shigella terkontaminasi jarak 24 jam kultur
*yenterocolitic feses negatif
a
Glardia Feses Kontak
lambilia
Hepatitis A 15- 50 hari 2 minggu, kadang2 Fekal oral melalui feses Standar Libur di area Vaksinasi
sp 6 bulan perawatan/ hepatitis a
(prematur) pengolahanmakan
an,1 minggu
setelah sakit
31
kuning imunisasi
paksa ekspos
Hepatitis B,D B:6- Akut atau kronik dg Perkutaneus mukosa, kulit Standar Tidak perlu dibatasi -segera
24mgg HbsAg positif yg tdk utuh kontak dgn smp HbeAg periksa HbsAg
D: 3-7 darah, semen, cairan negatif. atau
mgg vagina, cairan tubuh yg lain HbeAg,tidak
perlu divaksin
bila petugas
telah
mengandung
Anti HBs ≥ 10
mliu/ml
Hepatitis Perkutaneus mukosa kulit Standar Restriksi sampai
C,F,G yg tdk utuh kontak gdn kondisi membaik
darah, semen, cairan / sampai HceAg
vagina, cairan tubuh yg lain negatif
Herpes 2-14 hr Asiptomatik dpt Kontak dgn ludah karier Standar, kontak Retriksi tidak perlu,
simplex mengeluarkan virus mengandung virus tangan tp dibatasi kontak
langsung/ lwt sekresi luka dgn px
aberasi/ cairan vesikel
32
HIV Perkutaneus mukosa, kulit Standar Kurang dari 4
yg tdk utuh kontak dgn jam paska
darah, semen, cairan pajanan
vagina, cairan yubuh yg lain
-diberikan
arv,azt dan 3
tc.
-dilakukan
pemeriksaan
HIVserologi
dan monitor
setelah 3 bln,
9bln, 11 bln
Helicobacter Standar
pylori
MDRO Kontak luka Kontak
(MRSA, VRE,
VISA, ESBL,
Srep
pneumonia
33
Influensa 1- 5hr Infeksius pd 3hr Airbone, kontak langsung/ kontak Vaksinasi pd
pertama sakit.Virus droplet dgn sekresi saluran petugas yg rentan.
dpt dikeluarkan sblm napas Amantadin untuk
gejala timbul smp kontak dgn
7hr stlh dimulai influensa A
sakit, lebih panjang
pd anak dan orang
Hemophilus Standar droplet
Influenzae
Dewasa
Anak
34
terkontamibasi feses air
N meningitis 2-10 hr Kontak dgn sekret saluran Trasmisi mel droplet Libur spm 24 jam -perlu
napas stlh terapi paska profilaksis dgn
ekspos. Rifampin Rif2x600 mg
2x600mg, 2hr; selama 2
ciprofloxacin 1x500 hari ,dan dosis
mg atau ceftriaxon tunggal
250mg IM cipro1x1,atau
ceftriaxone
250 mg IM
Parotitis, 16-18hr Community Kontak dengan droplet atau Trasmisi droplet Vaksinasi efektif,
Mumps (12-25hr) acquired, virus langsung dgn sekret sal MMR Restriksi sp
berada dlm saliva 6- napas, yi saliva, hidung dan 9hr stlh onset
7hr sbl parotitis sp mulut parotitis. Petugas
9hr stl onset Px renyan : 12hr
immunokompromls paska ekspos
pertama sp 25 hr
stlh ekspos terakhir
Parvovirus/ 6-10hr Menular sblm bercak Kontak dgn droplet besar, Transmisi drolpet Tidak perlu restriksi
B19 merah sp 7hr stlh muntahan
35
onset
Pertusis 7-10 hr F catarrhal sangat Kontak dgn sekresi sal Transmisi droplet sp Vaksin direkomen
menular napas, droplet besar kontak 5 hr menerima umur 11-64 th
dekat antibiotik petugas dgn
pertusis: restriksi
fase catarrhal sp
mg 3 stl onst / 5 hr
stlh tx antibiotik
kontak saja tidak
perlu retriksi
Pollomyelitis Nonparaliti Sal napas 1mgg stlh Kontak cairan sal napas, Transmisi kontak Imunisasi
k: 3-6hr; gejala muncul, dlm benda terkontaminasi fese direkomendasikan
paralitik 7- feses bbrp mgg-
12hr bulan stlh gejala
muncul
Rubella 12-23hr, Sangat menular saat Kontak dgn droplet Transmisi droplet 5hr stlh bintik
bintik bintik merah keluar, nasofaring px dan kontak dgn keluar : petugas
merah virus lepas 1 mgg cairan sal napas rentan 7hr stl
timbul 14- sblm smp 5-7 hr stl ekspos pertama sp
16hr stlh onset, congenital 21hr stl ekspos
ekspos rubella bisa melepas
36
virus berbulan- terakhir
bertahun2
RSV (infeksi 2-8hr Orang sakit dapat Tangan terkontaminasi saat Transmisi kontak Batasi kontak dgn
virus (tersering mengeluarkan virus merawat pasien atau erat dhn droplrt atau pasien rawat dan
respiratorik) 4-6hr) selama 3-8hr. Tp pd menyentuh benda mati, aerosol partikel kecil lingkungan bila ada
bisa anak 3-4mgg transmisi RSV bila KLB RSV Restriksi
menyentuh mata atau sampai gejala akut
hidung hilang
MRSA Kontak dengan Strandar transmisi Retriksi perawatan
petugas, mungkn kontak, dapat pasien dan
karier nares anterior, airbone pengolahan
tangan, axilla, makanan bila
perineum, petugas dengan
nasofaring, orofaring lesi kulit basah
tidak perlu retriksi
bila kolonisasi
Streptococ A Kontak sisi terinfeksi Kulit, faring rektum, vagina Standar berdasar Retriksi perawatan
& mensekresi transmisi pasien &
pengolahan
makanan sp 24
jam stl mendapat
37
antibiotik Tidak
perlu retriksi
petugas dg
kolonisasi
Salmonella, Orang- orang lewat fekal
Shingella oral air/ makanan
terkontaminasi
Sypilis Kontak langsung dg lesi Kontak
primer atau sekunder sypilis
Tuberkolosis Sp 1 bl minum OAT Inhalasi droplet nuklei Airbone, kontak Sampai terbukti -petugas yg
(mengeluarkan c non infeksius terexpose
tubuh infeksius) perlu tes
mantoux bila
indurasinya>
10 mm perlu
profilaksis INH
sesuai
rekomendasi
lokal
Varicella Sp lesi kering & Airbone, kontak, 8 hari pasca kontak Vaksinasi
berkusta standar sp 21 hari paska
38
kontak, beri imuno varicella
globulin IV paska
kontak, imunisasi
petugas paska
pajanan dalam 4
hari
Vibrio kolera Kontak feces
Zoster Tutupi lesi, jangan Retriksi sampai lesi
*lokal kontak dg pasien mengering dan
rawat mengelupas
* menyeluruh Jangan kontak dg Retriksi sampai
atau orang pasien semua lesi kering
immuno dan mengelupas
kompromais
* paska Jangan kontak dg Dari hr ke 10 paska
pajanan pasien rawat pajanan pertama
(person yang sp hari ke 21 atau
rentan) hr 28 bila di beri
lagi atau
sampailesi kering
39
dan mengelupas
40
1. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.
a. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.
b. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
c. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
d. Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter manajemen RS
Orang yang Sumber HbsAg (+) Sumber HbsAg (-) Sumber tidak diketahui
terkena
Tidak divaccin HIBG 1x dan Beri vaksin HB Bila sumber merupakan
diberikan vaksin resiko tinggi,dapat
HB diperlakukan sebagai
sumber HBsAg
Pernah diberi Tes untuk HBs: Tidak ada Tidak ada pengobatan
vaksin tapi tidak 1) Jika titernya pengobatan
diketahui cukup tidak
serokonversinya perlu perlu
terapi
2) Jika tidak
cukup titernya
beri bosster
HB dalam
waktu 7 hari.
Diketahui non HBIG 1x (dalam Tidak ada Jika sumber merupakan
serokonversinya waktu 72 jam) + pengobatan resiko tinggi dapat
1x dosis vaksin diperlakukan sebagai
HB (dalam waktu sumber HbsAg (+)
7 hari)
Tidak diketahui Tes untuk HBs : Tidak ada Tes untuk anti HBs :
serokonversinya 1) Jika (-) obat pengobatan 1) Jika (-) ,obati seperti
seperti non non serokonversi
serokonversi. 2) Jika titer tidak cukup
41
2) ika titer tidak booster vaksin HB.
cukup HBIG 1x 3) Jika tter cukup tidak
+ booster perlu diobati.
vaksin HB dan
ulangi
pemeriksaan
setelah 4
minggu.
3) Jika titer
cukup,tidak
perlu diobati
- HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
- Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml
Orang yang Sumber HIV (+) Sumber HIV (-) Sumber tidak diketahui
terkena
HIV(-) Setelah kejadian Tidak ada Konsultasi dengan
diketahui dari pasien pengobatan spesilais mikrobiologi
HIV (+) staf harus /internist mungkin diobati
dirujuk kefasilitas seperti pasien HIV (+),jika
post exposur resiko tinggi.
propilaksis (PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu 6
minggu, 3, 6 dan 12
bulan.
Saran :
- Lakukan
pencegahan
penularan
42
- Tunda proses
kehamilan
selama 3 bulan.
- Jangan
memberikan
donor darah .
- Suntikan
zidovudine
selama 4 minggu
(250 mg 3x/hari)
atau 150 mg
2x/hari (untuk
tablet)
- Tidak perlu
pemberian
pengobatan
propilaksis
HIV (+) Tidak perlu
diobati
Orang yang Sumber HbsAg (+) Sumber HbsAg (-) Sumber tidak diketahui
terkena
Hepatitis C Berikan nasehat Tidak perlu diobati Tidak perlu diobati konsul
negatif untuk melakukan dokter penyakit dalam
pemeriksaan jika perlu.
0,3,6,12 bln
pemeriksaan HVC
dengan PCR dan
diperiksa LVT untuk
mengetahui status
infeksinya
43
Sarankan untuk
meminalkan
penularan
Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit
menular
44
berongga obat jam x28 hari.
45
BAB III
STANDAR KETENAGAAN
A. Struktur Organisasi
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
Direktur Utama
IPCD
SEKRETARIS
B.
46
B. Susunan Personalia
SUSUNAN PERSONALIA
PENANGGUNG JAWAB PPIRS UNIT KERJA
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT (IPCLN)
47
BAB IV
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Tugas Pokok dan Fungsi Komite PPI RS Murni Teguh Sudirman Jakarta
48
BAB V
URAIAN JABATAN
A. Uraian Jabatan 1
NAMA JABATAN : Ketua Komite PPI
UNIT KERJA : Komite PPI
KOMPETENSI JABATAN : Dokter Umum
PELATIHAN : PPI dasar dan Pelatihan Surveilans
PENGALAMAN KERJA : 3 tahun
HASIL KERJA : Terselenggaranya visi dan program Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di
RS Murni Teguh Sudirman Jakarta secara
menyeluruh dan terpadu
Uraian Tugas
49
l. Melakukan investigasi dan menetapkan penanggulangan infeksi bila ada
KLB di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Wewenang
a. Memimpin rapat.
b. Membuat program PPI bersama dengan penanggungjawab masing-masing
program.
c. Memantau pelaksanaan program PPI.
d. Membuat Standar Prosedur Operasional (SPO).
e. Memberikan usul-usulan yang berhubungan dengan PPI kepada Direktur.
f. Melakukan evaluasi program PPI.
g. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Direktur yang berkaitan dengan
PPI.
Tanggung Jawab :
B. Uraian Jabatan 2
NAMA JABATAN : IPCD
UNIT KERJA : Komite PPI
KOMPETENSI JABATAN : Dokter Umum
PELATIHAN : PPI dasar , PPI lanjut dan Workshop PPI
PENGALAMAN KERJA : 3 tahun
HASIL KERJA : Terselenggaranya visi dan program Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di
RS Murni Teguh Sudirman Jakarta secara
menyeluruh dan terpadu
Uraian Tugas
50
c. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika
d. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi
dan mendeteksi serta menyelidiki KLB
e. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
f. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
g. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan
dan pengendalian infeksi.
Wewenang
C. Uraian Jabatan 3
NAMA JABATAN : IPCN
UNIT KERJA : Komite PPI
KOMPETENSI JABATAN : Perawat Senior
PELATIHAN : IPCN, IPCN lanjut dasar dan TOT PPI
PENGALAMAN KERJA : 5 – 10 tahun
HASIL KERJA : Terkoordinasi seluruh program kegiatan PPI
Uraian Tugas
51
d. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
e. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi.
f. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi
dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
g. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus
yang terjadi di RS.
h. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap limbah,
laundry, gizi, dan lain-lain dengan mengunakan daftar tilik.
i. Memonitor kesehatan lingkungan.
j. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.
k. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi
yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
l. Membuat laporan surveilans dan melaporkan kepada Komite PPI.
m. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
n. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI.
o. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang
PPIRS.
p. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan
keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat,
infeksi dengan insiden tinggi.
q. Sebagai koordinator antara departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah
dan mengendalikan infeksi di rumah sakit.
Wewenang
52
Tanggung Jawab :
D. Uraian Jabatan 4
NAMA JABATAN : IPCLN
UNIT KERJA : Komite PPI
KOMPETENSI JABATAN : Perawat Pelaksanan
PELATIHAN : PPI dasar dan PPI lanjut
PENGALAMAN KERJA : 2 tahun
HASIL KERJA : Terkoordinasi seluruh program kegiatan PPI
Uraian Tugas
53
b. Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program PPI RS.
54
BAB VI
PELAKSANAAN KEGIATAN
55
a. Komite PPI memberikan sosialisasi mengenai pentingnya kebersihan
tangan dan teknik kebersihan tangan berbasis air dan sabun serta
berbasis alkohol
b. Tim PPI mengaudit kepatuhan hand hygiene petugas
c. Pengolahan data kepatuhan hand hygiene masing-masing unit
d. Rapat bersama KPPI untuk melakukan analisis angka kepatuhan
hand hygiene di setiap unit.
e. Membuat rencana tindak lanjut untuk meningkatkan kepatuhan hand
hygiene
f. Memberikan hasil rekomendasi analisis kepatuhan hand hygiene dan
rencana tindak lanjut kepada Direktur melalui persetujuan rencana
tindak lanjut sebagai kebijakan RS untuk meningkatkan kepatuhan
7. Monitoring pengelolaan limbah medis unit rumah sakit oleh Tim PPI RS
a. Komite PPI memberikan sosialisasi kepada perawat mengenai
pemilahan limbah medis di unit rumah sakit
b. Komite PPI memberikan sosialisasi kepada petugas sanitasi atau
petugas pengangkut limbah lainnya mengenai pengangkutan dan
pengelolaan llimbah medis rumah sakit
c. Tim PPI mengaudit proses pemilahan limbah yang tepat sesuai
dengan pedoman pengelolan limbah medis rumah sakit di masing-
masing unit pelayanan
d. Data diolah dan dianalis bersama Komite PPI
e. Membuat rencana tindak lanjut atas kesalahan pemilahan limbah di
unit pelayanan
f. Memberikan hasil rekomendasi analisi data kepada Direktur sebagai
bahan tindak lanjut kebijakan pengelolaan limbah medis rumah sakit
8. Monitoring penggunaan APD yang tepat terhadap petugas pelayanan
dan non pelayan rumah sakit oleh Tim PPI RS
a. Memberikan sosialisasi mengenai penggunaan APD dan pelepasan
APD yang benar kepada petugas pelayan rumah sakit khususnya
petugas di ruang OT
b. Memberikan sosialisasi kepada petugas non pelayanan rumah sakit
tentang kegunaan penggunaan APD dari penularan infeksi
56
c. Tim PPI mengaudit dan monitoring penyimpangan penggunaan APD
di ruangan
d. Rapat bersama Komite PPI membahas penyimpangan yang sering
dilakukan di ruangan serta menganalisis kejadian
e. Membuat rencanan tindak lanjut untuk mengurangi penyimpangan
penggunaan APD di setiap unit dengan memberikan punishment
berupa materi atau surat peringatan
f. Memberikan hasil rekomendasi dan hasil analiasis kepada Direktur
sebagai bahan tindak lanjut kebijakan dan melaksanakan perbaikan.
9. Membuat kebijakan pemilahan limbah medis rumah sakit
a. Mengumpulkan sumber nasional sebagai referensi pembuatan
kebijakan penanganan limbah medis rumah sakit
b. Menyesuaikan sumber referensi dengan kondisi rumah sakit
c. Membuat kebijakan penatalaksanaan pengelolaan limbah padat dan
limbah cair di pelayanan rumah sakit
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas pembuatan
kebijakan
e. Mensosialisasikan kebijakan ke setiap unit pelayanan
10. Membuat kebijakan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum suntik
a. Mengumpulkan sumber nasional sebagai referensi pembuatan
kebijakan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum suntik
b. Menyesuaikan sumber referensi dengan kondisi rumah sakit
c. Membuat kebijakan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum
suntik di pelayanan
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas pembuatan
kebijakan
e. Mensosialisasikan kebijakan ke setiap unit pelayanan
11. Membuat kebijakan penanganan isolasi pasien
a. Mengumpulkan sumber nasional sebagai referensi pembuatan
kebijakan penanganan isolasi pasien atau kewaspadaan isolasi
b. Menyesuaikan sumber referensi dengan kondisi pasien isolasi rumah
sakit
c. Membuat kebijakan penanganan isolasi pasien
57
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas pembuatan
kebijakan
e. Mensosialisasikan kebijakan ke seluruh unit rawat inap rumah sakit
12. Membuat kebijakan perawatan pasien dengan penyakit menular
a. Mengumpulkan sumber nasional sebagai referensi pembuatan
kebijakan perawatan pasien dengan penyakit menular
b. Menyesuaikan sumber referensi dengan kondisi dan jenis penyakit
menular rumah sakit
c. Membuat kebijakan penanganan isolasi pasien
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas pembuatan
kebijakan
e. Mensosialisasikan kebijakan ke seluruh unit rawat inap rumah sakit
13. Monitoring pengelolaan limbah rumah sakit melalui petugas sanitasi
a. Komite PPI rapat bersama dengan petugas sanitasi membahas baku
mutu limbah cair rumah sakit dan penyimpanan limbah medis di TPS
sebelum di insenerator
b. Memastikan transportasi limbah medis menggunakan kereta khusus
dan sesuai dengan persyaratan
c. Memastikan petugas pengangkut menggunakan APD lengkap
d. Rapat Tim membahas masalah dan kendala pengelolaan limbah
petugas sanitasi
e. Memberikan hasil rekomendasi kepada Direktur sebagai bahan
tindak lanjut perbaikan sanitasi
14. Monitoring pelaksanaan sanitasi kerumahtanggaan melalui petugas
housekeeping rumah sakit
a. Komite PPI rapat bersama petugas SCS dan Care Fast membahas
manajemen lingkungan rumah sakit terkait pembersihan lingkungan
rumah sakit
b. Memastikan area rumah sakit khususnya area steril rumah sakit
dibersihkan secara rutin sesuai dengan jadwal kebersihan
c. Membuat standar prosedur operasional mengenai pembersihan
segera tumpahan darah sebelum darah kering.
d. Rapat Tim membahas dan kendala yang dihadapi petugas SCS dan
Care Fast
58
e. Memberikan hasil rekomendasi kepada Direktur sebagai bahan
tindak lanjut peningkatan kebersihan rumah sakit
15. Membuat pedoman manajemen linen rumah sakit sesuai dengan standar
kemenkes
a. Mengumpulkan sumber nasional sebagai referensi pembuatan
pedoman manajemen linen rumah sakit
b. Membuat pedoman manajemen linen rumah sakit beserta standar
prosedur operasional
c. Rapat Komite PPI bersama unit manajemen linen dan laundry
membahas manajemen linen yang sesuai dengan standar sekaligus
sosialisasi SPO terkait linen laundry
16. Monitoring prosedur pelayanan linen laundry
a. Menilik formulir pelayanan linen laundry
b. Memastikan alur linen terpisah antara linen kotor dan linen bersih
c. Mengawasi pemakaian APD yang tepat oleh petugas linen laundry
d. Audit pelayanan secara berkala ke ruang linen laundry dan
menyesuaikan dengan SPO
e. Rapat bersama Komite PPI menganalisis masalah dan kendala linen
laundry
f. Memberikan hasil rekomendasi dan hasil analisis kepada Direktur
sebagai bahan tindak lanjut dan perbaikan
17. Monitoring mutu dan pelayanan CSSD
a. Melakukan analisis fasilitas CSSD
b. Melakukan penilaian terhadap pelayanan unit sterilisasi sesuai
standar
c. Rapat bersama Komite PPI menganalissi dan mengevaluasi
pelayanan sterilisasi rumah sakit
d. Membuat rencana tindak lanjut agar pelayanan sterilisasi benar-
benar tergolong kondisi steril
e. Memberikan hasil analiasisi dan rencana tindak lanjut kepada direktur
agar mendapatkan saran atau persetujuan
f. Menjalankan rencana tindak lanjut dan mensosialisasikan jika terjadi
perubahan pelayanan sterilisasi ke unit sterilisasi
18. Membuat kebijakan dan SPO pengawasan peralatan kadaluarsa
59
a. Mengumpulkan sumber nasional sebagai referensi pembuatan
kebijakan pengawasan sediaaan farmasi dan alat kesehatan
kadaluarsa
b. Menyesuaikan sumber referensi dengan kondisi rumah sakit
c. Pembuatan kebijakan dan standar prosedur operasional terkait
pengawasan sediaan farmasi dan peralatan kesehatan kadaluarsa
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas kebijakan
e. Mensosialisasikan kebijakan ke unit farmasi dan setiap unit yang
berhubungan dengan persediaan CSSD, obat-obatan atau produk
medis
19. Memuat kebijakan dan SPO pemakaian ulang (re-use) peralatan dan
material
a. Mengumpulkan daftar alat dan bahan single use yang di re-use rumah
sakit dari semua unit sebagai bahan pembuatan kebijakan
b. Monitoring keefektifan fungsi dari alat sekali pakai yang diproses
ulang
c. Bersama KPPI membuat kebijakan peralatan single use yang di re-
use
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas kebijakan
e. Mensosialisasikan kebijakan ke seluruh unit yang terkait dengan
penggunaan alat dan bahan
20. Membuat kebijakan penggunaan antibiotik yang rasional
a. Mengumpulkan daftar obat antibiotik rumah sakit
b. Komite PPI rapat bersama dokter dan ahli farmasi menetapkan
standar penyesuaian pemberian antibiotik profilaksis dengan pola
kuman yang berlaku di tiap-tiap unit rumah sakit.
c. Membuat kebijakan penggunaan antibiotika rumah sakit
d. Meminta persetujuan dan pengesahan Direktur atas kebijakan
e. Sosialisasi kebijakan kepada dokter rumah sakit dan unit terkait
penggunaan antibiotika
f. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara periodik setiap 6 bulan
g. Rapat Komite PPI membahas evaluasi penggunaan antibiotika
h. Memberikan hasil analiasis dan rencana tindak lanjut kepada Direktur
sebagai bahan tindak lanjut kebijakan dan melaksanakan perbaikan
60
21. Melaksanakan system investigasi outbreak dari penyakit Infeksi
a. Monitoring Dekontaminasi di Unit Gizi
b. Monitoring pelaksanaan penyediaan sampel makanan di unit gizi
terkait sample makanan yang diganti setiap 1x24 jam
c. Pemeriksaan berkala anal swab terhadap seluruh petugas gizi.
22. Memberikan perlindungan bagi pegawai yang berisiko terhada
tertularnya infeksi
a. Pemberian imunisasi hepatitis pada petugas yang beresiko.
b. Melakukan investigasi jika ada laporan terpapar cairan pasien
infeksius dan tertusuk jarum suntik/ benda tajam.
23. Pelatihan internal dan eksternal rumah sakit
a. Rapat Tim PPI membahas rencana pelatihan internal maupun
eksternal rumah sakit
b. Melakukan analisis ketenagaan, kuantitas dan kualifikasi
c. Memberikan rekomendasi pelatihan kepada diklat rumah sakit
d. Melakukan pelatihan internal : orientasi karyawan baru dan karyawan
tetap rumah sakit mengenai PPI
e. Melakukan pelatihan eksternal sesuai kebutuhan rumah sakit terkait
PPI
24. Peyuluhan berkala kepada pegunjung tentang kebersihan tangan
sebelum dan sesudah meninggalkan rumah sakit
a. Rapat Tim PPI membahas kuantitas pengunjung rumah sakit dan
menetapkan lokasi penyuluhan yang menjadi area tunggu pengunjung
rumah sakit terbanyak.
b. Mengajukan rencana penyuluhan kepada Direktur untuk
mendapatkan persetujuan
c. Melakukan penyuluhan kepada pengunjung dan membagikan leaflet
tentang pentingnya menjaga kebersihan tangan sebelum dan
sesudah meninggalkan rumah sakit
d. Penyuluhan dilakukan secara periodik setiap 2 minggu sesuai dengan
area yang ditetapkan
e. Jika terdapat wabah atau KLB rumah sakit, penyuluhan dilakukan
tanpa memperhatikan jadwal penyuluhan atau saat hari wabah terjadi
61
f. Survey keefektifan penyuluhan dengan memberikan kuisioner kepada
pengunjung secara random
g. Rapat komite membahas keefektifan penyuluhan dan menganalisis
hasil survey penyuluhan
h. Memberikan hasil analiasis dan rencana tindak lanjut kepada Direktur
sebagai bahan tindak lanjut dan melaksanakan perbaikan
25. Monitoring kejadian infeksi rumah sakit oleh surveilans rumah sakit
a. IPCN beserta IPCLN RS melakukan peran dan fungsinya sebagai
surveilans rumah sakit
b. Surveilans mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor
kejadian infeksi
c. Surveilans melakukan audit tentnag program PPI seperti kepatuhan
kebersihan tangan, kepatuhan membuang limbah, fasilitas kebersihan
tangan, Bundles HAIs dan pelaksanaan PPI lainnya
d. Membuat formulir laporan pajanan tertusuk jarum di unit pelayanan
e. Memberikan formulir kepada unit pelayanan yang membutuhkan
f. Melakukan analisis terkait kejadian infeksi dan kepatuhan
pelaksanaan program PPI
g. Rapat bersama Komite PPI sebagai tindak lanjut program dalam
melakukan perbaikan
26. Pelaporan data infeksi oleh surveilans kepada Komite PPI mengenai
angka infeksi seperti VAP, ISK, IAD, ILO, phlebiti.
a. Komite PPI Membuat rekap angka infeksi VAP, ISK, IAD, ILO,
phlebitis.
b. Memberikan hasil rekomendasi hasil analisis rekap angka infeksi
rumah sakit kepada Direktur sebagai bahan tindak lanjut upaya
penurunan angka infeksi rumah sakit.
c. Pelaporan data infeksi rumah sakit kepada Direktur dilakukan setiap
bulan
62
63
BAB VII
TATA HUBUNGAN KERJA
Tata hubungan kerja komite PPIRS secara external dapat dilihat pada
gambar berikut:
DIREKTUR
Bidang UTAMA Instalasi Rawat Jalan
Keperawatan
KOMITE
Bagian Pendidikan PENCEGAHAN DAN
Sanitasi
dan pelatihan PENGENDALIAN
INFEKSI
Rehabilitas Medik
Gizi
K3RS
Linen
OT
Farmasi
IGD
64
Komite PPI dalam melaksanakan tugasnya bekerjasama dan berkoordinasi
dengan berbagai satuan kerja antara lain :
65
9. Instalasi Care Unit memiliki hubungan kerja dengan instalasi perawatan
intensif terkait dengan surveilans pasien di ruang intensif, kewaspadaan
isolasi, penerapan universal precaution dan Bundle Hais VAP, ISK, IDO,
IADP, dan pheblitis.
10. CSSD (Central Sterilization Supply Department) berkoordinasi dalam
pengelolaan sterilisasi peralatan perawatan di RS Murni Teguh Sudirman
Jakarta. Hasil proses tersebut akan dilaporkan secara teratur tiap bulan
kepada KPPI. Apabila terdapat penyimpangan maka dilakukan penelusuran
dan tindak lanjut dengan KPPI.
11. Instalasi Rawat Inap berkoordinasi terkait dengan penerapan universal
precaution terhadap perawat, pasien dan pengunjung.
12. Instalasi Perawatan Intensif memiliki hubungan kerja dengan komite PPI
terkait dengan surveilans pasien di ruang intensif, kewaspadaan isolasi,
penerapan universal precaution.
13. Instalasi Laboratorium memiliki hubungan kerja dengan komite PPI terkait
dengan penerapan universal precaution dan manajemen limbah, serta
bekerjasama dalam pembuatan pola kuman dan resistensi setiap 6 bulan
yang akan membantu pemantauan penggunaan antibiotik.
14. Instalasi Sanitasi memiliki hubungan kerja dengan komite PPI terkait
manjemen Limbah, Kualitas udara, air serta pengelolaan IPAL.
15. Instalasi Gizi berkoordinasi dalam hal pemantauan persiapan, pengadaaan,
pengolahan makanan dan penyajian serta penerapan universal precaution.
16. Instalasi Linen dan Laundry berkoordinasi dalam hal pengelolaan linen,
termasuk pengelolaan linen infeksius dari mulai di ruang rawat inap,
distribusi dan proses pembersihan di Instalasi Linen dan Laundry sehingga
aman buat pekerja di unit maupun di Instalasi Linen Laundry serta
penerapan universal precaution.
17. Instalasi Farmasi yaitu berkoordinasi dalam hal pemantauan penggunaan
alat medis yang digunakan dalam perawatan pasien serta bahan-bahan lain
seperti disinfektan dan antiseptik serta pemusnahan obat kadaluarsa atau
rusak di RS Murni Teguh Sudirman Jakarta.
18. Tim Promosi Kesehatan (PKRS) berkoordinasi dalam hal edukasi pada
pasien dan pengunjung yaitu berupa kerjasama untuk pembuatan leaflet dan
poster PPI.
66
BAB VIII
KEGIATAN ORIENTASI
Pengembangan staf tentang pencegahan dan pengendalian infeksi,
termasuk kegiatan orientasi bagi karyawan baru, merupakan salah satu upaya
penting dalam meningkatkan pemahaman terhadap pencegahan dan
pengendalian infeksi rumah sakit.
Penanggung
Waktu Materi Peserta
Jawab
Orientasi - Pengenalan
anggota baru Tim keanggotaan
PPI - Pelatihan
ehealthsys
- Visi, Misi, Motto, Anggota baru
Ketua Komite PPI
Falsafah dan Tim PPI
tujuan PPI
- Kebijakan dan
Pedoman PPI
Orientasi - Pengenalan
Karyawan baru keanggotaan
- Pelatihan
Karyawan
ehealthsys
baru RS
- Visi, Misi, Motto,
Ketua Komite PPI Murni Teguh
Falsafah dan
Sudirman
tujuan PPI
Jakarta
- Kebijakan dan
Pedoman PPI
67
BAB IX
PERTEMUAN/RAPAT
A. Pengertian
Rapat merupakan suatu pertemuan yang terdiri dari beberapa orang yang
memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk membicarakan atau
memecahkan suatu masalah tertentu.
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Dapat membantu terselenggaranya program kerja komite pencegahan dan
pengendalian infeksi yang ada di RS Murni Teguh Sudirman Jakarta.
Tujuan Khusus :
1. Dapat menggali segala permasalahan yang terakit dengan program
kerja panitia pencegahan dan pengendalian infeksi di unit pelayanan.
2. Dapat mencari jalan keluar atau pemecahan permasalahan yang
terkait dengan program kerja komite pencegahan dan pengendalian
infeksi guna peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
C. Kegiatan Rapat
Rapat diadakan oleh komite pencegahan dan pengendalian infeksi dan
dipimpin oleh ketua komite pencegahan dan pengendalian infeksi. Rapat
yang diadakan ada 2 macam, yaitu :
1. Rapat terjadwal
Rapat terjadwal merupakan rapat yang diadakan oleh komite
pencegahan dan pengendalian infeksi setiap bulan 1 kali, dengan
perencanaan yang telah dibuat selama 1 tahun serta agenda rapat yang
telah ditentukan oleh ketua komite pencegahan dan pengendalian
infeksi.
a. Rapat rutin Komite PPI
Rapat rutin diselenggarakan pada :
68
Pengendalian Infeksi
- Pembahasan masalah dan pemecahannya
- Evaluasi kinerja dan sosialisasi
69
BAB X
PELAPORAN
A. Pengertian
Pelaporan merupakan sistem atau metode yang dilakukan untuk
melaporkan segala bentuk kegiatan yang ada terkait dengan program kerja
komite pencegahan dan pengendalian infeksi di RS Murni Teguh Sudirman
Jakarta
B. Jenis Laporan
Laporan dibuat oleh ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi :
1. Laporan Mingguan
Pelaporan dilaksanakan masing-masing anggota Tim PPI tentang tugas
dan tanggung jawab masing-masing kepada ketua Komite PPI melalui
sekretaris setiap rapat rutin mingguan Komite PPI
2. Laporan Bulanan
Laporan yang dibuat oleh Ketua Komite PPI rumah sakit dalam bentuk
tertulis setiap bulannya diserahkan kepada Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KPRS) kemudian kepada Direktur RS Murni Teguh
Sudirman Jakarta.
3. Laporan Tahunan
Laporan yang dibuat oleh Ketua Komite PPI RS Murni Teguh Sudirman
Jakarta dalam bentuk tertulis setiap tahun dan diserahkan kepada
Direktur
4. Laporan Insidentil atau KLB
Laporan yang dibuat oleh Ketua Komite PPI RS Murni Teguh Sudirman
Jakarta dalam bentuk tertulis bila ada KLB (Kejadian Luar Biasa) dan
diserahkan kepada Direktur RS Murni Teguh Sudirman Jakarta.
70
BAB XII
PENUTUP
Dengan telah tersusunnya buku Pedoman Pengorganisasi Komite PPI
RS Murni Teguh Sudirman Jakarta ini, harapan kami semoga dapat dijadikan
sebagai pegangan bagi Komite PPI.
Cetakan kedua ini kami harapkan sebagai pijakan awal dan tentunya
harus senantiasa diperbaiki. Saran dan masukan dari pemerhati buku ini sangat
kami nantikan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Permenkes Republik Indonesia No 27/MENKES/PER/V/ 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
72