Anda di halaman 1dari 33

PERATURAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH DIPONEGORO DUA SATU KLATEN

NOMOR :
/PER/DIR/DDS/VII/2019
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI
RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH DIPONEGORO DUA SATU KLATEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH DIPONEGORO DUA SATU
KLATEN

Menimbang : a. Bahwa Peraturan Direktur Rumah Sakit Khusus Bedah


Diponegoro Dua Satu Klaten Nomor
/PER/DIR/DDS/III/2019 tentang Pencegahan dan
pengendalian infeksi di pelayanan kesehatan.
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan tentang Pencegahan dan
pengendalian infeksi di pelayanan kesehatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12
tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8
tahun 2015 Tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH


DIPONEGORO DUA SATU KLATEN TENTANG PEDOMAN
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH DIPONEGORO DUA SATU
KLATEN;
Pasal 1
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Khusus Bedah
Diponegoro Dua Satu Klaten sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur ini.

Pasal 2
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Khusus Bedah
Diponegoro Dua Satu Klaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 agar digunakan
sebagai acuan bagi pimpinan rumah sakit dan tenaga kesehatan dalam
menyelenggarakan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.

Pasal 3
Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Klaten
Pada tanggal 2 Juli 2019
Rumah Sakit Khusus Bedah
Diponegoro Dua Satu Klaten
Direktur

dr. Endah Prasetyowati, MPH


NIP. 2008. 09.51

Tembusan kepada Yth:


1. Ketua Komite Medik
2. Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
3. Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4. Ketua Komite Keperawatan
5. Para Kepala Bidang
6. Para Kepala Unit
7. Pertinggal
DAFTAR ISI
1

LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RSKB DIPONEGORO DUA SATU
KLATEN
NOMOR: /PER/DIR/DDS/VII/2019
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated
Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan diberbagai negara
di dunia, termasuk Indonesia. Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte
(APEC) atau Global health Security Agenda (GHSA) penyakit infeksi
terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di bahas. Hal ini
menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung
sebagai beban ekonomi negara.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas
pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan
perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari
sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada
berbagai fasilitas kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah sakit
saja tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di rumah
(home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan
pengambil kebijakan memahami konsep dasar penyakit infeksi.
Oleh karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatanagar terwujud pelayanan
kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan serta dapat melindungi masyarakat dan
mewujudkan patient safety yang pada akhirnya juga akan berdampak pada
efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan
kualitas pelayanan.

B. TUJUAN PEDOMAN
Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan disusun untuk
digunakan oleh seluruh pelaku pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan
yang meliputi tingkat pertama, kedua, dan ketiga.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup program PPI meliputi kewaspadaan isolasi, penerapan
PPI terkait pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs)
berupa langkah yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya HAIs
(bundles), surveilans HAIs, pendidikan dan pelatihan serta penggunaan anti
mikroba yang bijak. Disamping itu, dilakukan monitoring melalui Infection
Control Risk Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainya secara berkala.
Dalam pelaksanaan PPI, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Praktik Mandiri
wajib menerapkan seluruh program PPI sedangkan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, penerapan PPI disesuaikan dengan pelayanan yang di
lakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

D. BATASAN OPERASIONAL
Pelayanan pencagahan dan pengendalian infeksi diselenggarakan
dengan visi, misi, tujuan dan bagan organisasi yang mencerminkan
penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Bagan organisasi adalah bagan yang
menggambarkan pembagian tugas koordinasi dan kewenangan serta fungsi.
Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit, pelayanan pasien
infeksius dan non infeksius sesuai dengan perubahan peraturan perundangan-
undangan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan.

E. LANDASAN HUKUM

Landasan hukum yang digunakan dalam pelayanan farmasi rumah sakit


adalah:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2017
Tentang Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012
Tentang Akreditasi Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015
Tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2015
Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi,
dilaksanakan oleh tenaga pencegahan dan pengendalian infeksi profesional
yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari
aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan
kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap
keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan
pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja
dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.
Dalam menyelenggarakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
dilakukan oleh profesi dokter umum, dokter patologi klinik, perawat, dan
tenaga kesehatan lain (ahli gizi, sanitarian, K3RS, Laundry, CSSD/sterilisasi,
farmasi, laboratorium, UPSRS, kamar jenazah).
Tenaga profesi dokter umum, dokter patologi klinik, perawat, dan tenaga
kesehatan lain (ahli gizi, sanitarian, K3RS, Laundry, CSSD/sterilisasi, farmasi,
laboratorium, UPSRS, kamar jenazah) yang bertugas di Rumah Sakit Khusus
Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten memiliki persyaratan sebagai berikut:
1. Komite PPI Rumah Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten
dipimpin oleh Dokter Umum.
2. Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi diselenggarakan dan
dikelola oleh Dokter Umum yang mempunyai pengalaman di bidang
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.
3. Dokter Umum telah terdaftar di Kementerian kesehatan dan telah memiliki
Surat Tanda Registrasi Dokter (STRD), memiliki sertifikat kompetensi
dokter Umum dan memiliki Surat Izin Praktek Dokter (SIPD).
4. Pada pelaksanaannya dokter umum dibantu oleh perawat dalam menjalani
pekerjaan pencegahan dan pengendalian infeksi yang memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) serta mempunyai Surat Izin Praktek Perawat
(SIPP).
5. Ketua Komite PPI bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan pencegahan dan pengendalian infeksi baik terhadap
pengawasan pelaksanaan dilapangan maupun administrasi barang terkait
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
6. Adanya dokter umum di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan
mengawasi pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dan harus ada
pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila dokter umum
berhalangan.
7. Adanya uraian tugas bagi anggota dan ketua komite ppi.
8. Adanya ketua dan anggota komite ppi yang jumlah dan kualifikasinya
disesuaikan dengan kebutuhan.
9. Ada dokter umum yang memiliki kualifikasi pendidik/pengajar untuk
mengawasi jalannya pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
mahasiswa dan tenaga kesehatan.
10. Penilaian terhadap anggota harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait
dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan
kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Standar Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada rumah sakit
khusus tipe C terdiri dari :

Nama Jabatan Waktu Kerja Jumlah Sdm


Ketua Komite PPI Rumah Sakit 1 shift 1 orang
Sekretaris/IPCN 1 shift 1 orang
Anggota Komite PPI/IPCLN dan IPCL 1 shift 16 orang

C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jaga di Komite PPI Rumah Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua
Satu Klaten adalah sebagai berikut :

Nama Waktu Definisi Jumlah


Jabatan Kerja Waktu Kerja Sdm
Ketua Komite PPI 1 shift 07.00-14.00 1 orang
Sekretaris/IPCN 1 shift 07.00-14.00 1 orang
12.00-19.00
Anggota Komite PPI/IPCLN dan IPCL 1 shift 07.00-14.00 16 orang
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG
Denah ruang dapat dilihat pada lampiran 1.

B. STANDAR FASILITAS
1. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan, dan peralatan di Komite PPI memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a. Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b. Luas yang cukup untuk penyelenggaraan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit.
c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen dan
pelayanan langsung pada pasien.
d. Memenuhi persyaratan ruang tentang pencahayaan dan keamanan baik
dari pencuri maupun binatang pengerat.
e. Ruang komite PPI memperhatikan kondisi sanitasi, sinar/cahaya,
ventilasi, dan keamanan petugas.
f. Ruang pelayanan cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi rumah sakit dan terpisah antara ruang
pelayanan pasien rawat jalan, pelayanan pasien rawat inap dan
pelayanan kebutuhan ruangan.

2. Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar
dapat menunjang fungsi dan proses pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk petugas,
dan memudahkan sistem komunikasi rumah sakit. Fasilitas utama dalam
kegiatan pelayanan di Komite PPI, terdiri dari:
No Nama Ruangan Persyaratan Ruangan Keterangan
a. Ruangan kerja  Luas ruangan menyesuaikan  Ruangan kerja Komite PPI
komite ppi kebutuhan kapasitas terdapat rak penyimpanan
pelayanan dokumen, 2 meja, 3 kursi,
 Temperatur ruangan sesuai satu set komputer, printer,
suhu ruangan kipas angin, papan
pengumuman, wastafel/
sarana cuci tangan, dan
kamar mandi

3. Peralatan
Fasilitas peralatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
terutama untuk perlengkapan dispensing sediaan steril maupun nonsteril.
Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi
persyaratan, penaraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.
Data peralatan Komite PPI dapat dilihat pada Bab V Logistik.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. PENGORGANISASIAN
Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) disusun agar
dapat mencapai visi,misi dan tujuan dari penyelenggaraan PPI. PPI
dibentuk berdasarkan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi
dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab
secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada
di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Kebijakan sesuai permenkes nomor 27 tahun 2017 adalah :
1. Susunan organisasi Komite PPI adalah Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang
terdiri dari IPCN/Perawat PPI, IPCD/Dokter PPI dan anggota lainnya.
2. Susunan organisasi Tim PPI adalah Ketua dan anggota yang terdiri dari
dokter, Perawat PPI / IPCN, dan anggota lainnya bila diperlukan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus memiliki IPCN yang bekerja
purnawaktu dengan ratio1(satu) IPCN untuk tiap 100 tempat tidur
difasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
4. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kapasitas tempat tidur
kurang dari 100 harus memiliki IPCN minimal 1 (satu) orang.
5. Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa IPCLN
(InfectionPrevention and Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama
yang berisiko terjadinya infeksi.
6. Kedudukan IPCN secara fungsional berada di bawah komite PPI dan secara
professional berada di bawah keperawatan setara dengan senior manajer
7. Setiap 1000 tempat tidur sebaiknya memiliki1 (satu) ahli
Epidemiologi Klinik.

Untuk fasilitas pelayanan kesehatan lainnya nomenklatur organisasi


PPI menyesuaikan dengan kondisi SDM dan fasilitas yang dimiliki,
namun harus tetap mengikuti kaidah penyelenggaraan pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana tercantum
dalam lampiran I peraturan menteri ini.
B. SELEKSI DAN PENGADAAN
1. PEMILIHAN/ SELEKSI
Rumah sakit harus menetapkan formularium obat yang mengacu
pada peraturan perundang-undangan. Formularium ini didasarkan atas misi
rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Seleksi
obat adalah suatu proses kerjasama yang mempertimbangkan baik
kebutuhan dan keselamatan pasien maupun kondisi ekonominya. Apabila
terjadi kehabisan obat karena keterlambatan pengiriman, stok nasional
kurang, atau sebab lain yang tidak diantisipasi sebelumnya maka tenaga
kefarmasian harus menginformasikan kepada profesional pemberi asuhan
dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang kekosongan obat tersebut
serta saran substitusinya atau mengadakan perjanjian kerjasama dengan
pihak luar.
Formularium Rumah Sakit disusun secara kolaboratif dalam Panitia
Farmasi dan Terapi yang disetujui oleh Direktur Rumah Sakit. Formularium
sekurang-kurangnya dikaji setahun sekali berdasar atas informasi tentang
keamanan dan efektivitas. Kriteria pemilihan, penambahan, dan
penghapusan obat selengkapnya dijelaskan pada Panduan Panitia Farmasi
dan Terapi. Obat baru yang ditambahkan dalam formularium dilakukan
pemantauan penggunaan obat bila terjadi efek samping obat yang tidak
diharapkan, efek samping, serta medication error. Kepatuhan penggunaan
obat terhadap formularium baik dari persediaan maupun penggunaannya
didokumentasikan pada Pelaporan Rapor Dokter terkait kepatuhan terhadap
Formularium Rumah Sakit serta pada Daftar Penggadaan Obat diluar
Formularium Rumah Sakit.

2. PERENCANAAN KEBUTUHAN
Perencanaan kebutuhan instalasi farmasi dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan dengan metode
konsumsi dan epidemiologi disesesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Perencanaan kebutuhan dilakukan oleh apoteker penanggungjawab dibantu
oleh apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian yang bertugas di gudang
unit farmasi
Pedoman perencanaan kebutuhan meliputi :
1. DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit.
2. Data catatan medik.
3. Anggaran yang tersedia.
4. Penetapan prioritas.
5. Siklus penyakit.
6. Sisa persediaan.
7. Data pemakaian periode yang lalu.
8. Rencana pengembangan.
9. Waktu tunggu pemesanan.
Selain penentuan perencaan kebutuhan, unit farmasi menentukan
jumlah stok minimal sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang harus tersedia untuk mencegah kekosongan obat. Daftar stok
minimal selengkapnya dilihat pada Daftar Stok Minimal Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Unit Farmasi Rumah Sakit
Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten.

3. PENGADAAN
Rumah sakit menetapkan regulasi dan proses untuk pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Manajemen rantai distribusi obat adalah faktor yang sangat
penting dalam menjamin pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai rumah sakit yang aman dan berkualitas. Rantai
distribusi obat ini meliputi tahapan bagaimana sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dikirim dari pabrik ke distributor
dan akhirnya sampai ke rumah sakit.
Beberapa elemen penting pada proses pengadaan meliputi:
a. Pengadaan harus dilengkapi dengan:
Barang Lampiran
Sediaan Farmasi Nomor Izin Edar dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM)
Alat Kesehatan Nomor Izin Edar dari Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Certificate of Origin
Bahan Medis Habis Pakai Nomor Izin Edar dari Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
B3 (Bahan Berbahaya dan Material Safety Data Sheet (MSDS)”
Beracun) atau Lembar Data Pengaman (LDP)

b. Pengadaan harus dipilih dengan teliti agar tidak menjadikan biaya


tinggi.
c. Pengadaan dilakukan kepada distributor dan/atau sub-distributor resmi
yang memiliki ikatan kerjasama untuk menjamin mutu, keaslian, serta
ketersediaan produk.
d. Pengadaan harus memenuhi persyaratan masa kadaluarsa minimal 1
tahun dari tanggal dilakukan pengadaan.
Pengadaan Rumah Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten
terdiri dari:
a. Pembelian
1) Pembelian di distributor resmi yang memiliki kontrak dengan
Rumah Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten;
2) Pembelian di rumah sakit dan/atau apotek yang memiliki kontrak
dengan Rumah Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten.

b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi


a) Produksi steril contohnya pencampuran obat intravena.

Rangkaian distribusi ini merupakan komponen sangat penting untuk


memastikan tersedia sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang dibutuhkan datang tepat waktu, mencegah obat serta
teknologi medik yang tercemar, palsu, sampai dipergunakan kepada pasien
di rumah sakit. Hal ini merupakan masalah global yang sudah dikenal dan
untuk mengatasinya harus diketahui tentang reputasi, kredibilitas, kegiatan
operasional setiap komponen, dari rantai distribusi. Jika sebuah rumah
sakit tidak mengetahui informasi tentang integritas setiap pemasok
(supplier) di rantai distribusi maka rumah sakit dapat minta informasi
untuk mengetahui bagaimanasediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dibeli dan dikelola oleh pemerintah atau badan
nonpemerintah.Khusus untuk pembelian alat kesehatan, bahan medis habis
pakai, dan obat yang berisiko termasuk vaksin maka rumah sakit agar
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Akte pendirian perusahaan dan pengesahan dari Kementerian Hukum
dan Hak Azasi Manusia.
b. Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP).
c. NPWP.
d. Izin Pedagang Besar Farmasi–Penyalur Alat Kesehatan (PBF–PAK).
e. Perjanjian Kerja Sama antara distributor dan prinsipal serta rumah
sakit.
f. Nama dan Surat izin Kerja Apoteker untuk apoteker penanggung
jawab PBF
g. Alamat dan denah kantor PBF.
h. Surat garansi jaminan keaslian produk yang didistribusikan (dari
prinsipal).

Ada kalanya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. Pengadaan
diadakan setiap :
a. Sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai yang telah
mencapai stok minimal yang telah ditentukan (lihat Daftar Stok
Minimal Maksimal UFRS).
b. Sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai baru (tidak
ada dalam stok sebelumnya) dan tidak mendesak, yang telah disetujui
oleh PFT dan Direktur.
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai yang tidak
tersedia saat dibutuhkan dan sifatnya mendesak.
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai yang jumlah
stok telah habis. Penyebabnya antara lain :
a. Kelalaian petugas farmasi untuk melakukan kontrol sediaan
farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai yang telah
mencapai stok minimal.
b. Keterlambatan petugas farmasi dalam melakukan permintaan
pengadaan.
c. Keterlambatan Apoteker dalam melakukan pengadaan.
d. Kondisi sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai
kosong pabrik/ distributor.
e. Keterlambatan dan atau kesalahan pengiriman dari distributor.
Hal-hal yang mengakibatkan penundaan pengadaan maka petugas farmasi
wajib :
a. Selalu kontrol stok minimal sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai
b. Pemberitahuan kepada staf medis tentang kekosongan obat serta
saran subtitusinya.
c. Membuat kerjasama yang baik dan jelas kepada distributor agar
meminimalisir terjadinya kekosongan obat.
d. Membuat kerjasama yang baik dan jelas kepada distributor alat
kesehatan agar alat yang dibutuhkan selalu tersedia dan mudah
serta cepat didapatkan.
e. Apabila terdapat peresepan sediaan farmasi diluar formularium
rumah sakit, namun sediaan farmasi tersebut terdapat di
formularium nasional, maka unit pengadaan melakukan pembelian
di apotek atau rumah sakit lain yang masuk dalam ikatan
kerjasama. Alur pembelian dijelaskan pada SPO Pembelian di
Apotek atau Rumah Sakit Rekanan.

4. PENERIMAAN
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah diadakan sesuai
dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, dan
sumbangan/hibah. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dilakukan oleh apoteker koordinator penerimaan,
distribusi, dan produksi yang dibantu tenaga teknis kefarmasian yang
kompeten. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada
order pembelian rumah sakit dan harus sesuai dengan spesifikasi kontrak
yang telah ditetapkan.
Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik
dalam tanggung jawab dan tugas, serta harus mengerti sifat penting dari
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus ditempatkan
dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, harus segera disimpan
di dalam lemari atau tempat lain yang aman.
Pedoman dalam penerimaan sediaan farmasi,alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai :
1. Mencocokkan faktur dari distributor dengan surat pesanan.
2. Memeriksa kesesuaian antara barang dengan faktur.
3. Memeriksa kesesuaian dengan spesifikasi kontrak yang telah
ditetapkan.

5. PENYIMPANAN
Penyimpanan merupakan kegiatan peraturan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai menurut persyaratan yang
ditetapkan. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian meliputi persyaratan stabilitas suhu dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, mudah tidaknya terbakar, dan
penggolongan bentuk sediaan dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dilakukan pengawasan oleh apoteker melalui
supervisi apoteker.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan, diperlukan pengaturan tata ruang gudang
dengan baik. Gudang menggunakan sistem satu lantai, tidak menggunakan
sekat- sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan
sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
Gudang farmasi harus memiliki sirkulasi udara yang cukup. Sirkulasi yang
baik akan memaksimalkan umur hidup dari sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang
dan memperbaiki kondisi kerja. Penempatan rak yang tepat dan penggunaan
pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dari bawah dan
perlingungan terhadap banjir, peningkatan efisiensi penanganan stok, dapat
menampung sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
lebih banyak, serta lebih murah dari pada rak.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis
habis pakai, reagensia, dan B3 (bahan berbahaya dan beracun) dikategorikan
sebagai berikut :

1. Sediaan farmasi
Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas bentuk sediaan, dan
jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan
disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First
Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Sediaan farmasi yang
penampilan dan penamaan yang mirip / Look Alike Sound Alike (LASA)
tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus yakni
sticker LASA untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Obat dan zat kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama obat, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
Semua obat oral dan injeksi harus disimpan di tempat sejuk dan kering (di
bawah 25°C) serta untuk cairan infus (dibawah 30°C), terhindar dari sinar
matahari. Dan ada beberapa obat-obatan harus disimpan pada lemari
pendingin pada suhu antara 2-8°C.Vaksin memerlukan “Cold Chain”
khusus dan harus dilindungidari kemungkinan terputusnya arus listrik.
2. Narkotika dan psikotropika
Obat–obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus
dengan pintu ganda yang selalu terkunci, kunci dibawa oleh apoteker
penanggungjawab yang bertugas atau kepala jaga dengan surat delegasi
dari kepala Unit Farmasi. Keamanan obat narkotika dan psikotropika
dapat di monitoring dari hasil pelaporan narkotika dan psikotropika oleh
apoteker penanggungjawab melalui SIPNAP.
3. Alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
Alat kesehatan dan bahan medis habis pakai disimpan berdasarkan jenis
sediaan dengan menerapkan prinsip First Expired First Out(FEFO) dan
First In First Out (FIFO).
4. Elektrolit konsentrat
Elektrolit konsentrat merupakan salah satu obat emergency dimana
dibutuhkan akses cepat dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu
diperlukan dan tersedia di baerbagai unit pelayanan, seperti obat untuk
mengatasi syok anafilaktik di tempat penyuntikan, dan obat untuk
pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Pemilihan elektrolit konsentrat
berdasarkan kondisi klinis dan telah berkoordinasi dengan staf medis.
Elektrolit konsentrat yang telah dipilih dibuatkan daftar yang mencakup
jumlah, keterangan kadaluarsa dan disimpan dalam box/troly emergency.

Penyimpanan obat high alert diberi stiker “HIGH ALERT”,disimpan


secara terpisah, tersorot lampu, dan dibatasi dengan label berwarna merah,
sedangkan di unit yg telah ditunjuk dapat menyimpan high alert diletakkan
pada box/troly emergency tersegel. (lihat daftar Distribusi Box Emergency)

5. Reagensia
Rumah sakit menetapkan reagensia esesial yang ada untuk pelayanan
laboratorium bagi pasien. Semua reagensia disimpan dan didistribusikan
sesuai prosedur yang ditetapkan. Penyimpanan reagensia esensial
disimpan dalam suatu lemari dengan suhu antara 20-250C. Semua
reagensia esensial disimpan dan diberi label. Tempat penyimpananan harus
bersih, kering, jauh dari sumber panas matahari, dan dilengkapi dengan
ventilasi yang menuju keluar ruangan.Penataan reagensia dikelompokkan
berdasarkan tingkat risiko bahaya (multiple hazards). Penyimpanan
reagensia dilengkapi dengan data Material Safefy Data Sheet (MSDS).
Evaluasi/audit penyimpanan reagensia esensial dilakukan oleh supervisi
apoteker seminggu sekali untuk memastikan akurasi dan presisi hasil
pemeriksaan, antara lain untuk aspek penyimpanan, label yang lengkap dan
akurat, kadaluarsa dan fisik.

6. B3 (bahan berbahaya dan beracun)


Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan. Gas medis disimpan terpisah dari tempat sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai lainnya, bebas dari sumber api,
berventilasi baik, dan dilengkapi dengan trolli pengaman untuk
menghindari tabung terguling, serta diberi penanda label. Gas medis
disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung
gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Bahan
berbahaya disimpan dalam lemari khusus dimana tersedia APAR dan
diberi label B3 sesuai dengan klasifikasi. Bahan kimia yang terbuka diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.

7. Penggunaan obat tertentu.


Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan
dan mengawasi penggunaannya seperti : Obat yang dibawa pasien sebelum
rawat inap

8. Box emergency
Pengelolaan obat emergency tersedia di unit-unit layanan agar dapat segera
dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan
pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan.
Dilakukan supervisi oleh apoteker terhadap penyimpanan obat emergency
dan segera diganti apabila dipakai, kadaluarsa, atau rusak. Pelaksanaan
supervisi dilakukan sebagai berikut :
a. Pengecekan segel dilakukan setiap 1 bulan sekali.
b. Pengecekan suhu penyimpanan dilakukan setiap seminggu sekali.
c. Pengecekan jumlah, dipakai, kadaluarsa, rusak dilakukan sekaligus
bersamaan saat segel terbuka atau sebulan sekali. Obat yang mendekati
ED 3 bulan segera diganti untuk mencegah kadaluarsa saat dibutuhkan.

Kerusakan obat-obatan, bahan-bahan, reagensia , alkes dan peralatan medik


yang disebabkan penyimpangan suhu ruangan, lemari pendingin, lemari
pembeku tempat penyimpanan maka harus segera dilaporkan ke Unit
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (UPSRS) dalam waktu 1 x 24
jam.
Penyimpanan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai kebutuhan.

4.5. Pengawasan Penyimpanan Obat


Selain adanya sistem penyimpanan yang baik, dibuat pula sistem pengawasan
obat, dengan tujuan agar sediaan farmasi terlindung dari kehilangan dan
pencurian, yaitu dengan cara internal dan eksternal.

Sistem pengawasan internal meliputi :


1. Melakukan pencatatan pada kartu stok setiap pengambilan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
2. Stock Opname setiap 1 bulan sekali.
Stock Opname adalah kegiatan melakukan pengecekan stok sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dilakukan oleh
tenaga teknik kefarmasian untuk memastikan stok fisik sesuai dengan kartu
stok dan pada billing SIM-RS.

Sistem pengawasan eksternal meliputi :


1. Memasang CCTV di area penyimpanan dan distribusi sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
2. Membuat peringatan tertulis “Selain Petugas Farmasi, dilarang masuk.”

Obat yang disimpan diluar Unit Farmasi (obat dalam box emergency) dilakukan
supervisi Apoteker secara teratur yakni seminggu sekali untuk memastikan
penyimpanan obat dilakukan dengan baik mencakup :
a. Stabilitas suhu penyimpanan
b. Tanggal kadaluarsa
c. Jumlah
d. Pelabelan LASA dan High Alert
e. Kondisi segel

4.6 PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN


Rumah Sakit memiliki sistem penarikan kembali, pemusnahan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan karena
rusak, mutu substandar, atau kadaluarsa, dicabut izin edarnya.
Rumah sakit menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandar, atau
kadaluarsa, dicabut izin edarnya tidak digunakan serta dimusnahkan.

Tujuan dilakukan pemusnahan adalah sebagai berikut:


a. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan.
b. Untuk menghindari pembiayaan seperti biaya penyimpanan,
pemeliharaan, penjagaan atas obat atau perbekalan kesehatan lainya yang
sudah tidak layak untuk dipelihara.
c. Untuk menjaga keselamatan kerja dan menghindarkan diridari pengotoran
lingkungan, dan penyalahgunaan. Pembuangan yang tidak layak dapat
menjadi berbahaya jika kemudian menimbulkan kontaminasi pada sumber
air setempat. Selain itu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai kadaluarsa dapat disalahgunakan dan digunakan kembali jika
tempat pembuangan tidak dipilih secara tepat dan aman.
Prosedur pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dapat dilakukan dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara
lain. Pada proses pemusnahan sediaan farmasi, prosedur yang dapat digunakan
pada sediaan tablet dengan cara merendam tablet tersebut hingga hancur dan
pada sediaan cair seperti sirup dan injeksi dilakukan dengan mengaliri sediaan
tersebut sehingga sediaan tersebut habis terbuang, sedangkan proses
pemusnahan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai prosedur yang dipilih
adalah dengan insenerasi, yakni memasukkan perbekalan kesehatan ke dalam
pembakaran bersuhu tinggi (80°C).

Prosedur pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dilakukan oleh apoteker pengelola atau apoteker pengganti dibantu
minimal 1 tenaga teknis kefarmasian. Tahap–tahap proses pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah:
1. Inventarisasi terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang akan dimusnahkan.
2. Persiapan adminstrasi, meliputi laporan dan berita acara pemusnahan.
3. Penentuan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan dan koordinasi dengan
pihak terkait.
4. Persiapan tempat pemusnahan.
5. Pelaksanaan pemusnahan, menyesuaikan jenis dan bentuk sediaan.
6. Pembuatan laporan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang memuat waktu dan tempat pelaksanaan
pemusnahan,nama dan jumlah yag dimusnahkan, nama apoteker pelaksana
pemusnahan, nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.
7. Laporan pemusnahan ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam
pelaksanaan pemusnahan.

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan


perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

4.7 PERESEPAN DAN PENYALINAN


Rumah sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk
melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf medis
dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dengan
benar. Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar,
tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien serta menunda
kegiatan asuhan pasien. Rumah sakit memiliki regulasi peresepan/permintaan
obat serta instruksi pengobatan dengan benar, lengkap, dan terbaca tulisannya.

Staf medis yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan dan
instruksi pengobatan adalah :
1. Dokter umum/dokter gigi/ dokter spesialis yang telah memiliki SIP RS
Prima Husada, mendapatkan Surat Penugasan Klinis (Clinical
Appointment) dari Direktur Rumah Sakit yang memuat Rincian
Kewenangan Klinis (Clinical Privileges) yang boleh dilakukan di Rumah
Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten yang ditulis dengan
benar, lengkap, terbaca, dan sesuai aturan/kaidah unsur resep.
2. Resep Narkotika dan Psikotropika hanya ditulis oleh dokter dan harus
ditandatangani oleh dokter bersangkutan disertai nama jelas dan Surat Izin
Praktek (SIP), serta dituliskan nama dan alamat lengkap pasien sesuai
aturan/kaidah unsur resep.
3. Resep anastesi narkotik dan anastesi non-narkotik hanya boleh diresepkan
oleh dokter anastesi yang telah memiliki SIP Rumah Sakit Khusus Bedah
Diponegoro Dua Satu Klaten, mendapatkan Surat Penugasan Klinis
(Clinical Appointment) dari Direktur Rumah Sakit yang memuat Rincian
Kewenangan Klinis (Clinical Privileges) yang boleh dilakukan di Rumah
Sakit Khusus Bedah Diponegoro Dua Satu Klaten, kecuali kasus
emergency boleh dituliskan oleh dokter spesialis ataupun dokter umum
atas penugasan oleh dokter anastesi dan diverifikasi oleh dokter anastesi.
Resep elektronik anastesi narkotik harus disertai resep manual lengkap
dengan tanda tangan dokter.
BAB V

LOGISTIK

Tabel 5.1 Daftar Logistik yang terdapat di Unit Farmasi Rumah Sakit Khusus Bedah
Diponegoro Dua Satu Klaten

No Jenis Logistik Uraian


1 Sediaan Farmasi Tablet
Kapsul
Sirup
Cairan
Injeksi
Gel
Salep
Spray
Suppusitoria
Pen
Larutan
Serbuk
Infus
Gas
2 Alat Kesehatan dan Bahan Arm sling s
Medis Habis Pakai Arm sling M
Arm sling L
abocath No.14
abocath No.18
abocath No.20
abocath No.22
abocath No.24
Aqua gell icc
Canul sungkup anak(NRM)
Canul sungkup dewasa(NRM)
Canul O2 anak
Canul O2 dewasa
Canul Nebulizer dewasa
Canul nebulizer anak
colostomy bag
Condom cath S
Condom cath M
Condom cath L
cystofik 12 cm hijau
cystofix 8 cm biru
Discofix (three way)
Discofix + tubing
double J.stend surgimedix Reg
double j.Stend ARK BPJS
elektrode Blue sensor anak
elektrode blue sensor dewasa
ETT no. 3
ETT no. 3,5
ETT no. 4
ETT no.4,5
ETT no. 5
ETT no. 5,5
ETT no.6
ETT no. 6,5
ETT no. 7
ETT no. 7,5
alkohol swab
ett non kinkin no. 7,5
Foley cath rush no 6
Foley cath rush no 8
Foley cath rush no 10
Foley cath rush no 12
Foley cath rush no 14
Foley cath rush no 16
Foley cath rush no 18
Foley cath rush no 20
Foley cath rush no 22
Foley cath rush no 24
Foley cath rush no 20 cab 3
Foley cath rush no 22 cab 3
Foley cath rush no 24cab 3
Foley cath silicon no 6
Foley cath silicon no 8
Foley cath silikon no 10
Foley cath silikon no 12
Foley cath silikon no 14
Foley cath silikon no 16
Foley cath silikon no 18
Foley cath silikon no 20
feeding tube no 5 40 cm, 100 cm
feeding tube no. 8 40 cm , 100 cm
guide wire PCNL
guide wire URS
gelang pasien biru dewasa/kuning
gelang pasien pink /biru
gelang pasien merah
hansaplast
handscoond gamex no.8
no 7,5
no 6,5
handscoond mrm no. 6,5 , 7, 7,5
gelita spon
gelang pasien pink dewasa
garuk
handscoon dispo
Hipafix 5m x 10 cm
hipafix 5m x 5 cm
hipafix 1 m
infuset bbraun
infuset mikro
introcan no 18
introcan no20
introcan no 22
introcan no 24
jarum mani
jarum 21
jarum 26
jarum novotwist
kassa drc roll
kassa drc yard
kassa steril
leucoplast kecil
leucoplast besar
leucoband 3 inci
leucoband 4 inci
leucoband 6 inci
leucopore
LMA (OK)
masker
mess no. 11, 15, 20. 22, 24
no 20
opsite
perfusor syringe
perfusor tubing
Spinocan 25
spinocan 27
spuit insulin
spuit 3cc
spuit 5cc
spuit 10cc
spuit 200
spuit 50 cc lt
spuit 50 cc lp
sangofix (tranfusi set)
stomachtube no, 12,14,16,18
no 16
scortin no. 5, 7, 8, 9
sufratulle
suction cath no, 6, 8, 10, 12, 14
no 10
transofix
tranfusiset terumo
topi operasi
tracheous to, no 7, 7,5
ureter cath, urolit. No, 5,4
urether cath rusch 3, 4, 5
no 4
ureter cath cookk no 4
urine bag
underpad
vasofix
botol material kecil
botol material sedang
botol material besar
double lumen
bioplacenton tull
kertas ekg lipat
kertas usg
wing needle terumo
plester 1/2
spinocan 20
GDS stick
medipack 10x 100
Medipack 15 x 100
Medipack 20 x 100
Leucodor 3 “
Leucodor 4 “
Leucodor 6 “
indikator steril
Leucocrep 3 “
Leucocrep 4 “
Leucocrep 6 “
hd pack
ETT no, 2,5
kertas usg lipat
handsoon safeglove 6,5
tabung EDTA

3 Peralatan Meracik Mortir


Stamfer
Gelas ukur
Kertas perkamen
Kapsul kosong
4 Alat tulis dan kantor Buku tulis hard cover
Lem
Double tape
Plaster bening
Stapples
Pelubang kertas
Isi staples
Gunting
Spidol
Bolpoint
Stabilo
Box file
Penggaris
Map
Tipex

5 Inventaris lain Plastik klip 8,7x13


Plastik klip 10x15
Plastik kresek putih kecil
Plastik kresek hitam besar
Pot salep
Hand wash
Hand scrub
Sendok obat
Tissue
Gunting
Keranjang obat

6 Dokumen tertulis Surat pesanan obat


Surat pesanan narkotik dan
psikotropik
Surat Pesanan Obat Perfusor
Surat Pesanan Obat-Obat tertentu
Etiket obat oral (rawat jalan)
Etiket obat luar (rawat inap dan rawat
jalan
Etiket obat oral (rawat inap)
Etiket injeksi (rawat inap)

Anda mungkin juga menyukai