Anda di halaman 1dari 28

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

POS KESEHATAN 05.10.23 TANGGUL

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL


POSKES 05.10.23 TANGGUL
TAHUN 2022

POSKES 05.10.23 TANGGUL


Jl. Kartini No. 09 Tanggul
Kab. Jember Kode Pos 68155

DIBERLAKUKAN BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA POSKES 05.10.23 TANGGUL


NOMOR KEP/ /LKBP/V/2022

1
BAB I
DEFINISI

Kewaspadaan universal atau “Universal Precaution” (UP) merupakan upaya


pencegahan penyakit infeksi melalui darah dan cairan tubuh (blood and body fluid
precautions) secara universal tanpa memandang status infeksi pasien. Pada strategi
tersebut juga ditekankan tentang pengelolaan limbah yang tepat termasuk pengolalan
limbah yang berupa benda tajam.
Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh
seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan
pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik
berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Penerapan
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) diharapkan dapat menurunkan risiko
penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui
maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang harus rutin dilaksanakan semua pasien dan di Poskes 05.10.23 Tanggul.
Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari Kewaspadaan Universal
dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah penularan
patogrn yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Selain kebersihan tangan,
pemilihan alat pelindung diri (APD) yang akan dipakai harus didahului dengan penilaian
risiko pajanan dan sejauh mana antisipasi kontak dengan patogen dalam darah dan
cairan tubuh.
Untuk mendukung praktik yang dilaksanakan petugas kesehatan saat memberikan
pelayanan perawatan, semua individu (termasuk pasien dan pengunjung) harus
mematuhi program pengendalian dan pencegahan infeksi di Poskes 05.10.23 Tanggul.
Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang infeksius merupakan kunci program
pengendalian sumber penularan infeksi. Salah satu langkah pengendalian infeksi adalah
kebersihan pernapasan dan etika batuk yang dikembangkan saat munculnya Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS) tahun 2002.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting
untuk menjaga sarana kesehatan seperti Poskes 05.10.23 Tanggul sebagai tempat
penyembuhan,bukan menjadi sumber infeksi. Peningkatakan penerapan Kewaspadaan
2
Universal secara signifikan dapat menurunkan risiko yang tidak perlu dalam pelayanan
kesehatan. Peningkatan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan langkah yang
dianjurkan dapat menurunkan transmisi. Dibutuhkan kebijakan dan dukungan pimpinan
untuk pengadaan sarana, pelatihan untuk petugas kesehatan, dan penyuluhan untuk
pasien dan pengunjung. Hal ini sangat penting dalam meningkatkan lingkungan kerja
yang aman di pelayanan kesehatan.
Penerapan UP pada setiap pasien dapat menggantikan sebagian tindakan isolasi
yang berlaku selama ini. Pada tahun 1994 UP dikembangkan sebagai upaya pencegahan
infeksi di Poskes 05.10.23 Tanggul yang berupa penerapan dua tingkat kewaspadaan,
yaitu :
a. Standard precaution atau Kewaspadaan standar, sebagai kewaspadaan tingkat
pertama yang merupakan kombinasi antara Universal Precaution (UP) secara
garis besar dan body substance isolations (BSI) yang menekankan
kewaspadaan terhadap bahan-bahan berupa darah, semua cairan tubuh
sekreta, ekskreta (tanpa memandang apakah dia mengandung darah atau
tidak), kulit dan mukosa yang tidak utuh. Selanjutnya disebut juga
sebagai kewaspadaan universal yang merupakan kewaspadaan yang bersifat
umum, dan diterapkan kepada semua pasien tanpa memandang status
diagnosisnya.
b. Transmission based precautions adalah kewaspadaan tingkat kedua yaitu
kewaspadaan terhadap infeksi berdasarkan cara penularan, dirancang sebagai
tambahan dari kewaspadaan universal tersebut diatas kalau diperlukan dan
untuk diterapkan kepada pasien yang terbukti atau diduga berpenyakit menular
yang secara epidemiologis bermakna mengidap kuman patogen atau terinfeksi
oleh kuman patogen yang memerkukan kewaspadaan secara khusus lebih dari
kewaspadaan universal untuk mencegah transmisi silang atau transmisi secara
nosokomial. Dikenal 3 (tiga) jenis kewaspadaan khusus antara lain :
a) Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airbone
precautions)
b) Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet precautions)
c) Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak (contact precautions)

Tingkatan tersebut diberlakukan sebagai kewaspadaan universal di Poskes 05.10.23


Tanggul berdasarkan letak gografis dan data pesakitan dari Dinas Kesehatan dimana
Kota Tanggul banyak terjangkit penyakit dengan risiko penularan yang besar.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Penerapan kewaspadaan universal merupakan bagian pengendalian infeksi yang


tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu pimpinan
termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan, termasuk staf penunjangnya dan
juga para pengguna pelayanan yaitu pasien dan pengunjung sarana kesehatan tersebut.
Program ini hanya dapat berjalan bila masing-masing pihak menyadari dan
memahami peran dan kedudukan masing-masing, antara lain :

A. Peran pimpinan dalam pengendalian infeksi


Pimpinan berkewajiban menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan
universal, memantau, dan memastikan bahwa kewaspadaan universal dapat
dilaksanakan tenaga kesehatan dengan baik. Pimpinan bertanggung jawab atas
penganggaran dan ketersediaan sarana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan
kewaspadaan universal di unit yang dipimpinnya.

B. Peran tenaga kesehatan dalam pengendalian infeksi


Tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan
orang lain serta bertanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan
pimpinan. Tenaga kesehatan juga bertanggungjawab dalam menggunakan sarana
yang disediakan dengan baik dan benar serta memelihara sarana agar selalu siap
pakai dan dapat dipakai selama mungkin.
Secara rinci kewajiban dan tanggungjawab tersebut meliputi:
1. Bertanggungjawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja di
lingkungannya, wajib mematuhi instruksi yang diberikan dalam rangka
kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan lingkungan
bersih dan aman.
2. Mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi dan
mematuhinya dalam pekerjaan sehari-hari.
3. Tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan risiko
penularan infeksi baik dari dirinya ke pada pasien atau sebaliknya sebaiknya
tidak merawat pasien secara langsung.

4
C. Peran pasien dan keluarganya dalam pengendalian infeksi

Setiap orang berhak atas privasi dan sekaligus berkewajiban menjaga


keselamatan orang lain. Dengan demikian bila seorang pasien yang mengetahui
dengan pasti menderita penyakit yang dapat menular pada orang lain moral untuk
memberitahukannya. Terutama bila terkajadi kecelakaan kerja pada petugas
(tertusuk jarum atau terkena alat tajam lain bekas pasien dll) maka pasien diatas
sebaiknya memberi informasi.

5
BAB III

TATA LAKSANA

Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal pelayanan kesehatan adalah


menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
A. Cuci Tangan / Hand Hygiene
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu flora transien. Flora risiden adalah mikroorganisme yang secara
konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanis, yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora
transien yang juga disebut flora transien atau flora kontaminasi, jenisnya tergantung
dari lingkungan tempat kerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan
dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun atau
diterjen. Oleh karena itu cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang sangat
penting.
1. Personel.
a. Petugas Penanggung Jawab yang wajib cuci tangan adalah :
Setiap orang yang kontak dengan pasien, baik yang langsung
(dokter, perawat, dan petugas lainnya) maupun yang tidak
langsung kontak dengan pasien (ahli gizi, farmasi dan
petugas laboratorium).
b. Setiap personel yang ada berkontribusi dengan prosedur pasien
(Pemandu, Petugas Rekam Medis).
c. Setiap orang yang bekerja dan berada di lingkungan Poskes
05.10.23 Tanggul disarankan cuci tangan.

2. Yang harus ada untuk Hand Hygiene :


a. Alkohol handrub di ruang tindakan atau ruang pemeriksaan.
b. Tissue kering di dekat wastafel/tempat cuci tangan.
c. Tempat cuci tangan dengan air mengalir.
d. Poster prosedur cuci tangan.
e. SOP tentang Hand Hygine. Karena mikroorganisme tumbuh dan
berkembangbiak pada keadaan lembab dan air yang tidak mengalir,
maka:
6
1) Hand soap harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
pengisian ulang.

2) Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila


masih ada isinya, penambahan ini dapat menyebabkan
kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.

3) Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun


memakai tambahan antiseptik (seperti: Dettol atau Savlon),
mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam
larutan ini (Rutala 1996).
3. Tujuan Hand Hygiene. Untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara
mekanis dan mengurangi jumlah mekroorganisme sementara yang
diperoleh dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan ataupun
alat yang terkontaminasi.
4. Lima (5) Momen Cuci Tangan
a. Sebelum kontak dengan pasien.
b. Sebelum tindakan aseptik.
c. Setelah kontak dengan pasien.
d. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.
e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien.
5. 6 (Enam) Langkah Hand Hygiene
Petugas menggosok telapak tangan memutar kearah ibu jari sebanyak
4 kali.
a. Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan kanan dan sebaliknya sebanyak 4 kali.
b. Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
kearah atas sebanyak 4 kali.
c. Petugas menggosok ruas-ruas punggung jari dengan cara Jari – jari
sisi dalam dari kedua tangan petugas saling mengunci sebanyak 4
kali.
d. Petugas menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya sebanyak 4 kali.
e. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari– jari di telapak
tangan kiri dansebaliknya sebanyak.

7
6. Hal yang perlu diperhatikan dalam Hand Hygiene

a. Kuku harus seujung jari


tangan.
b. Cat kuku tidak diperkenankan
c. Bila tangan luka, harus diobati dan dibalut dengan balutan yang
kedap air.
d. Jam tangan dan cincin tidak diperkenankan dipakai

B. Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lender
petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan berisiko mencakup
tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi atau perawatan gigi dimana
menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi.
Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah
digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang terdapat pada staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-
akhir ini, adanya HIV/AIDS dan resurgence tuberkulosis di banyak negara, memicu
penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi staf .
Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai. Jenis pelindung tubuh yang
dipakai tergantung pada jenis tindakan bedah minor (misalnya vasektomi,
memasang/mengangkat implant) cukup memakai sarung tangan steril. Namun
untuk kegiatan operatif dikamar bedah, atau melakukan pertolongan persalinan,
semua pelindung tubuh harus dipakai oleh petugas untuk mengurangi
kemungkinan terpajan darah/cairan tubuh lainnya. Jenis-jenis alat pelindung diri /
APD antara lain :

1. Sarung tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan
petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik
paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus
diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk
menghindari kontaminasi silang.

8
a. Jenis – jenis Sarung Tangan, antara lain :
1) Sarung tangan bersih
Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang didisinfeksi
tingkat tinggi, dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit
dan selaput lender misalnya tindakan medik pemeriksaan dalam,
merawat luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat digunakan
untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril
2) Sarung tangan steril
Sarung tangan steril Adalah sarung tangan yang disterilkan
dan harus digunakan pada tindakan bedah (mayor ataupun
minor) dan tindakan apapun yang berhubungan secara langsung
dengan cairan tubuh manusia.
3) Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan tersebut berbuat dari latex atau vinil yang
tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk
keperluan rumah tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai
pada waktu membersihkan alat kesehatan, dan permukaan meja
kerja dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah
dicuci dan dibilas bersih.
Tiga alasan petugas perlu memakai sarung tangan :

a) Perlu untuk menciptakan barrier protektif dan cegah


kontaminasi yang berat. Desinfeksi tangan tidak cukup untuk
memblok transmisi yang berat, misalnya menyentuh darah,
cairan tubuh, sekresi, eksresi, mucus membrane, kulit yang
tidak utuh.
b) Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan
petugas kepada pasien saat dilakukan tindakkan
terhadap kulit pasien yang tidak utuh, mucus membrane.

c) Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari


pasien transmisi kepada pasien lain. Perlu kepatuhan
petugas untuk pemakaian sarung tangan sesuai standar.
Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya
cuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang yang
kecil, tidak nampak selama melepasnya sehingga kapan
9
pemakaian sarung tangan diperlukan tergantung keadaan,
sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus
digunakan oleh semua petugas ketika:

(a) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah


atau cairan tubuh lain, membrane mukosa atau kulit
yang terlepas.

(b) Melakukan prosedur medis yang bersifat


invasive misalnya menusukkan sesuatu kedalam
pembuluh darah, seperti memasang infuse.

(c) Menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah


terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang
tercemar.

(d) Menerapkan kewaspadaan berdasarkan


penularan melalui kontak (yang diperlukan pada kasus
penyakit menular melalui kontak yang telah
diketahui atau dicurigai), yang mengharuskan
petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan paien.
b. Bagan alir Indikasi pemakaian sarung tangan.

Apakah kontak dengan


TANPA SARUNG TANGAN
darah atau cairan tubuh? Tidak

Ya

Apakah kontak dengan S.T. RUMAH TANGGA


pasien ? Atau
Tidak SARUNG TANGAN BERSIH

Ya

Apakah kontak dengan SARUNG TANGAN BERSIH


Tidak
jaringan di bawah kulit

Ya

10
SARUNG TANGAN STERIL

11
c. Pemakaian Sarung Tangan Steril
1) Persiapan
a) Jenis sarung tangan sesuai jenis tindakan
b) Kuku dijaga agar selalu pendek
c) Lepas cincin dan perhiasan lain
d) Cuci tangan sesuai prosedur standar

2) Prosedur
a) Cuci tangan
b) Siapkan area yang cukup luas, bersih dan kering
untuk membuka paket sarung tangan. Perhatikan
tempat menaruhnya.
c) Buka pembungkus sarung tangan atau minta bantuan
petugas lain untuk membuka pembungkus sarung
tangan, letakkan sarung tangan dengan bagian telapak
tangan menghadap keatas.
d) Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang
pada sisi sebelah dalam lipatannya, yaitu bagian
yang akan bersentuhan dengan kulit tangan saat
dipakai.
e) Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan
menggantung ke lantai, sehingga bagian lubang jari-jari
tangannya terbuka. Masukkan tangan (jaga
sarung tangan supaya tetap tidak menyentuh
permukaan.
f) Ambil sarung tangan ke dua dengan cara
menyelipkan jari-jari tangan yang sudah memakai
sarung tangan ke bagian lipatan, yaitu bagian yang tidak
akan bersentuhan dengan kulit tangan saat pakai.
g) Pasang sarung tangan yang kedua dengan cara
memasukkan jari-jari tangan yang belum memakai
sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan atur
posisi sarung tangan sehingga terasa pas dan enak di
tangan.
d. Melepas Sarung Tangan
1) Persiapan
a) Larutan Klorin 0,5% dalam wadah yang cukup besar
b) Sarana cuci tangan.
c) Kantung penampung limbah medis

2) Prosedur

a) Masukkan sarung tangan yang masih dipakai ke dalam


larutan klorin, gosokkan untuk mengangkat bercak darah
atau cairan tubuh lainnya yang menempel.

b) Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu Tarik


kearah ujung jari-jari tangan sehingga bagian dalam dari
sarung pertama menjadi sisi luar.

c) Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan


sehingga masih berada pada tangan sebelum melepas
sarung tangan yang kedua. Hal ini penting untuk mencegah
terpajannya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan
sebelah luar sarung tangan.

d) Biarkan langsung tangan yang pertama sampai disekitar


jari-jari, lalu pegang sarung tangan yang ke dua pada
lipatannya lalu tari kearah ujung jari hingga bagian dalam
sarung tangan menjadi sisi luar. Demikian dilakukan
secara bergantian.

e) Pada ahir setelah hampir di ujung jari, maka secara


bersamaan dan dengan sangat hati-hati sarung tangan
tadi dilepas.

f) Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya


boleh menyentuh bagian dalam sarung tangan.

g) Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada


kemungkinan sarung tangan berlubang namun sangat
kecil dan tidak terlihat. Tindakan mencuci tangan setelah
melepas sarung tangan ini akan memperkecil risiko
terpajan.
2. Pelindung wajah
Pelindung wajah bertujuan untuk melindungi selaput lendir, hidung,
mulut, dan mata. Jenis alat : Masker, Kaca mata, Face shield

1. Masker Jenis masker:


a. Masker bedah:
1) Masker yang digunakan saat pembedahan minor pada pasien
airbone, dan tempat lain sesuai peruntukannya.

2) Di ganti bila basah atau selesai pembedahan.

3) Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah,


rahang dan semua rambut muka.

4) Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar


sewaktu bekerja, bicara, batuk atau bersin dan juga untuk
mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut.
b. Masker khusus
1) Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone
disease, pasien yang mendapatkan imunosupresan atau
petugas atau pasien yang sakit batuk.
2) Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1, TBC.
3) Klinik tidak memiliki masker N95, maka bila pada kondisi
tertentu digunakan masker bedah rangkap 2 dua.
c. Masker biasa.
1) Digunakan dalam kegiatan sehari- hari kegiatan yang
menimbulkan bau (saat pengelolaan sampah, kamar
mandi dll)
2) Digunakan saat menderita batuk pilek.
3) Digunakan saat tindakan perawatan yang menimbulkan bau
(personal higiene, Membantu BAB, BAK, perawatan luka)
2. Googless (kacamata)
Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh
lainnya yang terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung
plastik yang jernih, kacamata pengaman, pelindung muka dan visor.
Kacamata digunakan untuk prosedur bedah dan tindakan di ruang
bersalin.

3. Gaun Pelindung
Gaun pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah satu jenis
pakaian kerja. Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam
kerja, gaun bedah, jas laboratorium dan celemek. Jenis bahan dapat berupa
bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian
gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari
baju atau seragam.
Adapun jenis gaun pelindung tersebut berbagai macam bila
pandang dari berbagai aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan
gaun pelindung kedap air, gaun pelindung steril dan non-steril.
Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat
dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air
yang hanya dapat dipakai sekali saja (disposable). Gaun pelindung sekali
pakai ini biasanya dipakai dalam prosedur pembersihan tumpahan cairan.
Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada
saat membersihkan luka; melakukan irigasi; melakukan tindakan drainase;
menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan/WC/toilet;
mengganti pembalut; menangani pasien dengan pendarahan massif;
tindakan pemasangan/pelepasan implant dan IUD, dsb.
Sebaliknya setiap kali dinas selalu memakai pakaian kerja yang
bersih, termasuk gaun pelindung, atau celemek. Gaun pelindung harus
segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

4. Pelindung Kaki
Di Poskes 05.10.23 Tanggul, sepatu ini dipakai saat tindakan
pembersihan cairan tubuh dan dipakai saat dalam proses pembersihan
daerah kotor seperti kamar mandi dan gudang kotor.
Tujuan pemakaian adalah melindungi kaki petugas dari
tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu
harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki dan tidak dianjurkan untuk
menggunakan sandal atau sepatu terbuka. Sepatu khusus sebaiknya terbuat
dari bahan yang mudah dicuci dan tahan tusukan misalnya karet atau
plastik.

5. Topi (penutup kepala)

Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh


atau bahan berbahaya. Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat di daerah steril dan juga
sebaliknya melindungi kepala petugas dari bahan – bahan berbahaya dari
pasien. Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril
yang luas. Di Poskes 05.10.23 Tanggul Penutup Kepala di pakai saat
pembersihan area kotor

Jenis pajanan Contoh Pilihan Alat Pelindung


Risiko rendah
 Kontak dengan kulit  Injeksi  Sarung bersih
 Tidak terpajan darah  Perawatan luka ringan
langsung
Risiko sedang
 Kemungkinan terpajan  Insersi IUD  Sarung tangan
 Perawatan luka bakar
darah namun tidak ada  Mungkin perlu gaun
cipratan  Ceceran darah
pelindung atau
celemek
C. Pengelolaan Alat Kesehatan
Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril
dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan kedalam
jaringan di bawah kulit harus dalam keadaan steril.

Pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan/bedah tergantung


pada kegunaan alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat risiko
penyebaran infeksi.

Tingkat Risiko Jenis Penggunaan Alat Cara Pengelolaan


Risiko Tinggi  Alat yang digunakan dengan  Sterilisasi atau
menembus kulit atau rongga penggunaan alat
utuh steril sekali pakai
Risiko Sedang  Alat yang digunakan pada  Sterilisasi atau
mukosa atau kulit yang tidak disinfeksi kimiawi
utuh atau perebusan
Risiko Rendah  Alat yang digunakan pada  Cuci bersih
kulit utuh tanpa menembus
Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 (empat) tahap kegiatan
yaitu :

1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan mokroorganisme pathogen
dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan
selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat
bekas pakai.
Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat
dan benda lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera
setelah digunakan, alat harus direndam di larutan klorin 0,5% selama 10
menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta dapat
mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN
1990; ASHCSP 1986).
Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi
derajat kontaminasi oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya,
studi yang dilakukan oleh Nyström (1981) menemukan kurang dari 10
mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan dari 100
mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan
didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat
dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi
terlebih dulu untuk meminimalkan risiko infeksi.
2. Pencucian

Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan


langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai
maka pada umumnya proses disinfeksi atau sterilisasi selanjutnya menjadi
tidak afektif. Kotoran yang tertinggal dapat mempengaruhi fungsinya atau
menyebabkan reaksi pyrogen bila masuk ke dalam tubuh pasien.
Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah,
misalnya kursi roda, alat pengukur tekanan darah, infuse pump, dsb. Cukup
dilap dengan larutan deterjen, namum apabila jelas terkontaminasi dengan
darah maka diperlukan disinfektan.
Pembersihan dengan cara mencuci adalah menghilangkan segala
kotoran yang kasat mata dari benda dan permukaan benda dengan sabun
atau deterjen, air dan sikat. Kecuali menghilangkan kotoran, pencucian akan
semakin menurunkan jumlah mikroorganisme yang potensial menjadi
penyebab infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, dan
juga mempersiapkan permukaan alat kesehatan atau suatu permukaan
benda, dan juga mempersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung
dengan disinfektan atau bahan sterilisasi sehingga proses dapat berjalan
secara sempurna. Jika tidak dicuci lebih dahulu, proses sterilisasi atau DTT
menjadi tidak efektif.
Pada pencucian digunakan deterjen dan air. Pencucian harus
dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain, jaringan,
bahan organic dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan alat tersebut.
Peralatan yang sudah dicuci, dibilas dan dikeringkan dahulu sebelum
diproses lebih lanjut.
Pencucian yang hanya menggunakan air tidak dapat menghilangkan
protein, minyak dan partikel-partikel.
Deterjen dipakai dengan cara mencampurkannya dengan air dan
digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak serta kotoran lainnya.
Tidak dianjurkan untuk menggunakan sabun cuci biasa untuk
membersihkan peralatan, karena sabun yang bereaksi dengan air akan
meninggalkan residu yang sulit dihilangkan. Hindarkan juga penggunaan abu
gosok karena akan menimbulkan goresan pada alat yang bias menjadi
tempat bersembunyi mikroorganisme dan juga memudahkan terjadinya
karat.
3. Sterilisasi atau DTT
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh
mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospore bakteri. Sterilisasi
biasanya dilaksanakan di rumah sakit baik secara fisik maupun secara
kimiawi. Cara dan zat yang sering digunakan untuk sterilisasi di rumah sakit
adalah uap panas bertekanan, pemanasan kering, gas etilin oksida, zat
kimia cair. Istilah steril mengandung arti mutlak berarti semua bentuk dan
jenis mikroorganisme betul-betul musnah. Ada zat kimia yang dapat
membunuh semua jenis dan bentuk mikroorganisme. Bila masa kontak
dengan bahan kimia tersebut lebih singkat maka hanya sebagian
mikroorganisme saja yang mati dan proses tersebut disebut disinfeksi. Jadi
tidak ada istilah “semi steril”
Sterilisasi adalah proses pengelolaan sautu alat atau bahan dengan
tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospore. Sterilisasi
adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengelolaan alat
kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau jaringan di
bawah kulit yang secara normal bersifat steril.
Persiapan
 Lakukan dekontaminasi, cuci dan keringkan semua alat kesehatan
yang akan disterilisasi.
 Bahan pembungkus: kertas perkamen atau kertas koran, atau kain
katun
 Wadah atau tromol
 Kertas indikator sterilisasi
Prosedur
 Buka dan lepaskan alat kesehatan yang disatukan (misalnya hemostat
dan gunting), pisahkan peralatan yang terdiri dari banyak bagian,
dengan tujuan agar uap dapat mencapai seluruh bagian dari
permukaan alat.
 Atul letak alat kesehatan, jangan terlalu rapat, karena akan
menghalangi uap untuk mencapai seluruh permukaan. Jangan
membungkus sarung tangan dengan menggulung ketat.
 Jika alat kesehatan dibungkus sebelum dilakukan sterilisasi, gunakan
2 (dua) lapis kertas, koran atau katun dan kain lainnya (jangan
menggunakan kanvas). Tempelkan indicator
 Jangan menggunakan wadah yang tertutup untuk alat kesehatan dan
peralatan lainnya, jika digunakan drum, harus diyakinkan bahwa
lubang-lubang yang terdapat pada drum dalam posisi terbuka.
 Atur semua pak, drum atau peralatan yang tidak terbungkus dalam
ruangan otoklaf sedemikian rupa, sehingga memungkinkan uap panas
tersirkulasi dengan bebas.
 Lakukan sterilisasi pada 1210c (2500F) pada tekanan 106 kPa (1 atm
atau 15 lb/in2, 1kgf/cm2,776 ton, 776mmHg) selama 30 menit untuk
alat yang dibungkus atau 20 menit untuk alat yang tidak dibungkus
(atau ikuti petunjuk pemakaian). Lakukan pengukuran waktu dengan
timer. Jangan memulai pengukuran waktu sebelum syarat temperature
dan tekanan terpenuhi.
 Jika dipakai otoklaf otomatis, terperatur dan tekanan akan turun sendiri
begitu siklus sterilisasi selesai. Jika yang dipakai otoklaf yang tidak
otomatis, matikan api atau pindahkan otoklaf dari sumber panas
setelah 30 menit (jika peralatan dibungkus) atau setelah 20 menit (jika
peralatan tidak dibungkus).
 Tunggu sampai tekanan menjadi “nol” sebelum membuka otoklaf.
Buka lubang udara atau tutup otoklaf dan biarkan sisa-sisa uap habis.
Biarkan alat kesehatan tetap berada dalam otoklaf sampai kering
(umumnya membutuhkan waktu 30 menit).
 Ambil peralatan dengan menggunakan alat steril. Tunggu sampai alat
kesehatan mencapai suhu kamar (dapat membutuhkan waktu
beberapa jarum sebelum disimpan.

Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) merupakan alternative penatalaksanaan


alat kesehatan apabila sterilisator tidak bersedia atau tidak mungkin
dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme termasuk virus
Hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat membunuh endospore dengan
sempurna seperti tetanus atau gas gangrene. Pada situasi dimana tetanus masih
sering ditemukan, semua peralatan harus disterillisasi. Ada beberapa cara
melakukan disinfeksi tingkat tinggi, antara lain :
a.DTT dengan merebus

Persiapan
 Dekontaminasi dan cuci alat atau peralatan lain sebelum di DTT
 Panic bertutup
 Kompor
Prosedur
 Isi panci atau alat pemanas dengan air
 Buka penutup alat kesehatan dan lepaskan komponennya
 Masukkan alat kesehatan dan peralatan lain hingga merendam seluruhnya
(supaya air dapat mengenai semua permukaan alat) dalam air. Taruh
mangkok dan wadah menghadap keatas (bukan terlungkup) dan terisi air.
 Tutup panci, panaskan perlahan-lahan sampai mendidih
 Ketika air mulai mendidih, mulai catat waktu, tunggu selama 20 menit. Pada
saat itu, dilarang mengambil atau menambahkan alat kesehatan lainnya
atau air kedalamnya
 Kecilkan api dan pertahankan air mendidih secara halus selama 20 menit,
kemudian keluarkan alat kesehatan dengan penjepit yang kering dan sudah
di DTT.
 Taruh peralatan pada nampan atau wadah yang sudah di DTT. Biarkan
kering diudara sebelum dilakukan penyimpanan. Jangan biarkan alat
kesehatan tertinggal pada air yang terhenti mendidih, karena dapat
menyebabkan terkontaminasi kembali.
 Gunakan peralatan segera atau disimpan dalam wadah yang telah di DTT
dalam keadaan kering dan tertutup paling lama 1 minggu

Catatan : nampan atau wadah dapat di DTT dengan cara merebus hingga
mendidih selama 20 menit atau diisi dengan larutan klorin 0,5% dan dibiarkan
terendam selama 20 menit dan dibilas dengan air yang telah dididihkan
4. Penyimpanan
Penyimpanan yang baik sama pentingnya dengan proses sterilisasi
atau desinfeksi itu sendiri. Ada dua macam alat dilihat dari cara
penyimpanannya, yakni alat yang dibungkus dan yang tidak dibungkus.
a. Alat yang dibungkus
Umur/masa steril (shelf life) : selama peralatan masih
terbungkus, semua alat steril dianggap tetap steril, tergantung ada
atau tidaknya kontaminasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi umur steril, antara
lain jenis material yang digunakan untuk membungkus (packing);
berapa kali bungkus ditangani (handling); jumlah petugas yang
menangani bungkusan; kebersihan, kelembaban dan suhu tempat
penyimpanan; apakah bungkusan dibiarkan terbuka atau tertutup;
dan apakah bungkusan tahan debu (contoh : sealed plastic bag)

Dalam kondisi penyimpanan yang optimal dan penanganan


yang minimal, dapat dinyatakan steril sepanjang bungkus tetap utuh
dan kering. Untuk penyimpanan yang optimal, simpan bungkusan steril
dalam lemari tertutup dibagian yang tidak terlalu sering dijamah, suhu
udara sejuk dan kering atau kelembaban rendah. Jika ragu-ragu akan
sterilisasi paket, maka alat itu dianggap tercemar dan harus disterilkan
kembali sebelum pemakaian.

b. Alat yang tidak dibungkus

Alat yang tidak dibungkus harus digunakan segera setelah


dikeluarkan. Alat yang disimpan pada wadah steril dan tertutup
apabila yakin tetap steril paling lama untuk 1 minggu, tetapi kalau
ragu-ragu harus disterilkan kembali.
Jangan menyimpan alat dalam larutan, misalnya scalpel dan jarum
penjahit luka. Simpanlah alat dalam keadaan kering. Mikroorganisme
dapat tumbuh dan berkembang biak pada larutan antiseptic maupun
desinfektan, sehingga dapat mengontaminasi alat dan menyebabkan
infeksi.

D. Pengelolaan Jarum Dan Alat Tajam


Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
23
Penularan infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan,
sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum
suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.
Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda
tajam harus digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak
boleh digunakan lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan lain yang
menembus kulit atau mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat
dijamin jika alat-alat tersebut didaur ulang walaupun sudah di otoklaf. Tidak
dianjurkan untuk melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan
karena
17% kecelakaan kerja disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama
pemakaian, 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan serta 13%
sesudah pembuangan. Hampir 40% kecelakaan ini dapat dicegah dan kebanyakan
kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarum suntik setelah
penggunaannya. Perlu diperhatikan dengan cermat ketika menggunakan jarum
suntik atau benda tajam lainnya. Setiap petugas kesehatan bertanggung jawab
atas jarum dan alat tajam yang digunakan sendiri, yaitu sejak pembukaan paking,
wadah tahan tusukan. Untuk menjamin ketaatan prosedur tersebut maka perlu
menyediakan wadah limbah / tempat pembuangan alat tajam di setiap ruangan,
misalnya pada ruang tindakan atau perawatan yang mudah dijangkau oleh
petugas.
Seperti prosedur pengelolaan alat kesehatan lainnya maka petugas harus
selalu mengenakan sarung tangan tebal, misalnya saat mencuci alat dan alat
tajam.
Risiko kecelakaan sering terjadi pada saat memindahkan alat tajam dari satu
orang ke orang lain, oleh karena itu tidak dianjurkan menyerahkan alat tajam
secara langsung, melainkan menggunakan Teknik tanpa sentuh (hands free) yaitu
menggunakan nampan atau alat perantara dan membiarkan petugas mengambil
sendiri dari tempatnya. Terutama pada prosedur bedah. Risiko perlukaan dapat
ditekan dengan mengupayakan situasi kerja dimana petugas kesehatan
mendapatkan pandangan bebas tanpa halangan, dengan cara meletakkan pasien
pada posisi yang mudah dilihat dan mengatur sumber pencahayaan yang
baik. Pada dasarnya adalah menjalankan prosedur kerja yang legeartis, seperti
pada penggunaan forsep atau pinset saat mengerjakan penjahitan.

24
Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada saat
petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai kedalam
tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum
suntik tersebut melainkan langsung saja di buang ke tempat penampungan
sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti
dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup
kembali (recapping), gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan (single
handed recapping method) untuk mencegah jari tertusuk jarum seperti di bawah ini.
Sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan,
maka diperlukan suatu wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air
dan tidak mudah kotor serta tahan tusukan. Wadah penampung jarum suntik bekas
pakai harus dapat dipergunakan dengan satu tangan, agar pada waktu
memasukkan jarum tidak usah memeganginya dengan tangan yang lain. Wadah
tersebut ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi, dan setelah ditutup tidak dapat
dibuka kembali sehingga isi tidak tumpah. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari perlukaan pada pengelolaan sampah selanjutnya. Limbah
tajam ditangani bersama limbah medis. Wadah benda tajam merupakan limbah
medis dan harus dimasukkan ke dalam kantong medis sebelum insinerasi.
Idealnya semua benda tajam dapat diinsinerasi, tetapi bila tidak mungkin dapat
dikubur dan dikaporisasi bersama limbah lain. Apapun metode yang digunakan
haruslah tidak memberikan kemungkinan perlukaan benda tajam.
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam . pecahan kaca potensial
menyebabkan perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke dalam aliran
darah. Untuk itu perlu diperlakukan secara hati-hati dengan cara pembuangan
yang aman, seperti, menggunakan sarung tangan tebal pada saat
membersihkannya, ditambah dengan menggunakan kertas koran dan kertas
tebal untuk mengumpulkan dan meraup pecahan gelas tersebut. Untuk membawa
pecahan gelas dianjurkan dengan cara membungkusnya dalam gulungan kertas
yang digunakan untuk meraup sebelumnya dan memasukkannya ke dalam kardus
dan diberi label hati-hati pecahan kaca.

E. Pengelolaan Limbah Dan Sanitasi Ruangan


Secara umum limbah dapat dibedakan menjadi limbah cair dan limbah
padat. Limbah padat biasa disebut juga sampah, tidak semua sampah rumah sakit

25
berbahaya. Petugas yang menangani sampah ada kemungkinan terinfeksi,
terutama disebabkan karena luka benda tajam yang terkontaminasi.
Limbah yang berasal dari rumah sakit/sarana kesehatan secara umum
dibedakan atas :
1. Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak
kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah.
2. Limbah medis, yaitu bagian dari sampah rumah sakit/sarana kesehatan
yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan
tubuh pasien dan dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat
menularkan penyakit. Limbah medis dapat berupa :
a. Limbah klinis
b. Limbah laboratorium
3. Limbah berbahaya, adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun.
Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, disinfektan, obat- obatan
sitotoksik dan senyawa radio aktif.

F. Kewaspadaan Khusus

Seperti telah dikemukakan di Bab I bahwa upaya pencegahan infeksi di


rumah sakit terdiri dari penerapan 2 tingkat kewaspadaan, yaitu Kewaspadaan
Universal dan Kewaspadaan Khusus. Kewaspadaan khusus tersebut merupakan
tambahan pada kewaspadaan universal, yang terdiri dari tiga jenis kewaspadaan,
yaitu :
1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airborne)
2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet)
3. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak

Dalam penerapannya maka dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan


universal dan salah satu jenis kewaspadaan universal dan salah satu jenis
kewaspadaan khusus tersebut sesuai dengan indikasinya.

26
BAB IV
DOKUMENTASI

Setiap petugas harus bisa melakukan cuci tangan 6 langka, setiap


melakukan tindakan petugas harus memakai APD, alat untuk tindakan harus di
steril, limbah harus dibuang sesuai jenis limbahnya. Semua itu tercatat pada
laporan.
Jika terjadi kejadian yang berhubungan dengan kewaspadaan universal
harus dilaporkan

27
BAB V
PENUTUP

Panduan Kewaspadaan Universal Poskes 05.10.23 Tanggul ini digunakan


sebagai acuan pelaksanaan pencegahan infeksi di Poskes 05.10.23 Tanggul selama
proses pelayanan. Untuk keberhasilan pelaksanaan Panduan Kewaspadaan Universal
Poskes 05.10.23 Tanggul diperlukan komitmen dan kerja sama semua pihak.
Hal tersebut akan menjadikan Pencegahan Infeksi di Poskes 05.10.23
Tanggul semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat
yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Klinik dan kepuasan terhadap proses
pelayanan klinis kepada pasien maupun masyarakat.

Tanggul,
Kepala Poskes 05.10.23 Tanggul

Sabikul Khoiri
Pelda NRP 21000133471179

28

Anda mungkin juga menyukai