BAB I
DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Kewaspadaan universal atau Universal Precaution merupakan pencegahan infeksi
yang telah mengalami perjalanan panjang,dimulai sejak dikenalnya infeksi
nosokomial(infeksi yng ditimbulkan dari tndakan medis) yang terus menjadi ancaman
bagi petugas kesehatan dan pasien. Munculnya virus HIV dan penyebaran beberapa
penyakit seperti Hepatits B dan C memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan
menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi.
HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIVmenjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Angka pengidap HIV terus
meningkat,dengan peningkatan kasus yang sangat bermakna.Ledakan kasus HIV/AIDS
terjadi akibat masuknya ksus secara langsung masyrakat melalui penduduk migran
sementaran potensi penularan di msayarakat cukup tinggi (misalnya perilaku seks bebas
tanpa pelindung, penyalahgunaan NAPZA, suntik yang semakin marak,pelayanan
kesehatan yang belum aman karena belum diterapkannya Kewaspadaan Universal dengan
baik, pengguanaan bersama perlatan yang menembus kulit misalnya tato,Tindik).
Penyakit Hepatitis B dan C juga berpotensi untuk menular melaui tindakan
pelayanan kesehatan.Karena kedua penyakit ini sering tidak dikenali secara klinis karena
tidak memberikan gejala.
Bagi masyrakat umum, sarana ksehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan Universla merupakan langkah penting
untuk menjaga sarana kesehatan ( Puskesmas,Klinik,Rumah Sakit dll) sebagai tempat
penyembuhan bukan sumber infeksi.
1
a. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan sehingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana risiko terjadinya infeksi dapat ditekan
b. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik di sarana
kesehatan
c. Menjadi acuan di kalangan nonmedis yang mempunyai risiko terkena infeksi
dalam pekerjaannya
d. Menjadi bahan acuan tenaga kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien /kliennya tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. SASARAN
Pedoman ini berisi petunjuk spesifik yang dapat di implementasikan oleh petugas
Kesehatan dan juga dapat digunakan oleh kalangan lain yang membutuhkannya seperti
keluarga pasien, petugas kepolisian, petugas pengurus jenazah dan masyarakat serta
kalangan non medis lain yang berisiko terkena infeksi.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis kesehatan kabupaten / kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja
2. Kewaspadaan universal merupakan upaya pencegahan infeksi yang telah mengalami
perjalanan panjang,dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial(infeksi yang
ditimbulkan dari tindakan medis) yang terus menjadi ancaman bagi petugas
kesehatan dan pasien.
3. Antiseptik adalah zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada kulit atau jaringan kulit lainnya.
4. Dekontaminasi adalah proses yang dilakukan agar benda mati(alat kesehatan) dapat
disentuh oleh petugas kesehatan secara aman,terutama sebelum proses pembersihan.
5. Desinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian mikroorgnisme.
6. Desinfektan merupakan zat yng dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada benda mati(alat kesehatan)
7. Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari
alat kesehatan termasuk endospora bakteri.
8. Teknik asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorgnisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan
infeksi.Mengurangi jumlah mikroorgnisme dari permukaan benda hiup atau mati
hingga mencapai batas aman
2
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih
dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan
dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai sarung
tangan.
Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:
1. Sebelum kontak pasien
2. Sebelum tindakan aseptik;
3. Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
4. Setelah kontak pasien;
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar tidak terjadi
infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan
termasuk lingkungan kerja petugas.
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi.Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan
organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada
saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok
yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara
konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan
mekanisme yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien yang flora
tansit atau flirakontaminasi, yang jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja.
Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gerakan
mekanis dan pencucian dengan sabun. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum
dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
3
pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan
sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
Mencuci angan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk
menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran
infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap terjaga. Cuci tangan dilakukan pada saat
sebelum: memeriksa (kontak langsung denagn pasien), memakai sarung tangan ketika akan
melakukan penyuntikan dan pemasangan infus. Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang
diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman.
3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh
atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
c. Gaun Pelindung
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan sedapat mungkin
tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas
dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain. Gaun pelindung
harus dipakai apabila ada indikasi seperti halnya pada saat membersihkan luka, melakukan
irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi kedalam wc,
mengganti pembalut, menangani pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali
5
dinas selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung. Gaun pelindung
harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
D. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya
perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan
konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien,
petugas dan pengunjung.
a) Kualitas Udara
Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali
dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan
pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan
jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak direkomendasikan
melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau
renovasi/pembangunan gedung baru.
b) Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut bau, rasa, warna dan
susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air
minum. Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dan gedung perlu
memperhatikan :
Sistem Jaringan. Diusahakan ruangan yang membutuhkan air yang bersih
menggunakan jaringan yang handal. Alternatif dengan 2 saluran, salah satu di
antaranya adalah saluran cadangan.
Sistem Stop Kran dan Valve.
6
c) Permukaan lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga (semut,
kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus
dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang perawatan
dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang perawatan. Perbersihan
permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh
menggunakan klorin 0,5%. Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat dan melaksanakan
SPO untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan,tempat tidur, peralatan
disamping tempat tidur dan pinggirannya yang sering tersentuh. Fasilitas pelayanan
kesehatan harus mempunyai disinfektan yang sesuai standar untuk mengurangi
kemungkinan penyebaran kontaminasi.
E. Pengelolaan Limbah
Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
a. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan
darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko rendah, yakni sampah-sampah
yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.
b. Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan yang
mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai limbah
berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa: limbah klinis, limbah
laboratorium, darah atau cairan tubuh lainnya, material yang mengandung darah
seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik, misalnya
potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misalnya jarum suntik.
G. Penempatan Pasien
1. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
2. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien (kontak,
droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
3. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang jenis
infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara tempat tidur
minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan,
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI.
4. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis
transmisinya (kontak,droplet, airborne).
5. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya
dipisahkan tersendiri.
6. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya
transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
7. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
8
I. Praktik Menyuntik Aman
Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan, berlaku juga pada
penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba aat obat
dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang spuit dan jarum bekas pakai ke
tempatnya dengan benar.
Rekomendasi Penyuntikan Yang Aman
a. Menerapkan aseptic technique untuk mecegah kontaminasi alat-alat injeksi (kategori
IA).
b. Tidak menggunakan semprit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu pasien
walaupun jarum suntiknya diganti (kategori IA).
c. Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien dan satu
prosedur (kategori IA).
d. Gunakan cairan pelarut/flushing hanya untuk satu kali (NaCl, WFI, dll) (kategori
IA).
e. Gunakan single dose untuk obat injeksi (bila memungkinkan) (kategori IB).
f. Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau
mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian berikutnya (kategori IA).
g. Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang akan dipergunakan
harus steril (kategori IA).
h. Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuat
(kategori IA).
9
i. Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari 1 pasien (kategori IB)
J. Kewaspadaan Khusus
Kewaspadaan khusus merupakan tambahan pada kewaspadaan universal, yang terdiri
dari lima jenis kewaspadaan, yaitu:
a. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airborne)
Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila seseorang menghirup
percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-5 µm (<5 µm) yang mengandung
mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara >2 m dari
sumber, dapat terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari
sumber mikroba. Penting mengupayakan pertukaran udara >12 x/jam (12 Air Changes
per Hour/ACH)
b. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet)
Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 μm yang dikeluarkan
pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi,
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak <2 m dan mengenai mukosa atau
konjungtiva, untuk itu dibutuhkan APD atau masker yang memadai, bila
memungkinkan dengan masker 4 lapis atau yang mengandung pembunuh kuman
(germ decontaminator). Jenis transmisi percikan ini dapat terjadi pada kasus antara
lain common cold, respiratory syncitial virus (RSV), Adenovirus, H5N1, H1N1.
c. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya Healthcare Associated
Infections (HAIs),terutama risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi
diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang terbuka dengan
kulit terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya pada saat petugas membalikkan tubuh
pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, mengganti perban, merawat oral
pasien Herpes Simplex Virus (HSV) tanpa sarung tangan.
Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci atau
benda mati dilingkungan pasien, misalnya instrumen, jarum, kasa, mainan anak,
dan sarung tangan yang tidak diganti.
10
Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih memakai sarung tangan terkontaminasi/tanpa sarung tangan.
d. Kewaspadaan terhadap penularan melalui common vehicle (mmakanan, air, obat, alat,
peralatan)
e. Kewaspadaan terhadap penularan melalui vektor ( lalat, nyamuk, tikus)
Dalam penerapannya maka dapat berupa kombinasi dari kewaspadaan universal dan
salah satu jenis kewaspadaan khusus tersebut sesuai dengan indikasinya.
11
BAB III
TATA LAKSANA
B. Alat Pelindung
Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari
risiko penularan darah,semua jenis cairan tubuh,sekret,eksreta kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir pasien.Jenis tindakan berisiko mencakup tindakan rutin dan perawatan gigi
dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi
Jenis- jenis alat pelindung antara lain sarung tangan, pelindung wajah/masker/kacamata,
gaun pelindung ( baju kerja/celemek)
1. Sarung tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah,semua jenis cairan tubuh,sekret,ekskreta,kulit yang yang tidak utuh,selaput lendir
pasien dan benda yang terkontaminasi .Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap
petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh,sekret,ekskreta dan
benda yang terkontaminasi
Jenis sarung tangan :
a. Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang didisenfeksi tingkat tnggi,dan
digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya tindakan
medik pemeriksaan dalam,merawat luka terbuka.Srung tangan bersih dapat
digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarunga steril
b. Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada
tindakan bedah.Bila tidak tersedia sarung tangan steril baru dapat digunakan sarung
tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi
c. Sarung tangan rumah tangga ,sarung tangan tersebut terbuat dari latex atau vinil yang
tebal,seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
13
tangga.Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu membersihkan alat kesehatan
dan permukaan meja kerja dll.Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah
dicuci bersih dan dibilas bersih.
2. Pelindung Wajah
Jenis alat yang digunakan adalah masker atau pelindung wajah yang digunakan sesuai
kemungkinan percikan darah selama tindakan berlangsung.Masker digunakan pada saat
tertentu misalnya merawat pasien TBC tanpa luka di bagian kulit/perdarahan.Cara memakai
masker:
a. Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika menggunakan kaitan tali karet
atau simpulkan tali di belakang kepala jika menggunakan tali lepas).
c. Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung dengan kedua ujung
jari tengah atau telunjuk.
d. Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di bawah dagu dengan baik.
e. Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker telah melekat dengan benar.
3. Baju pelindung
Tujuan pemakaian baju pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau
seragam.Cara memakai gaun pelindung:
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung. Ikat di bagian belakang leher dan
pinggang.
Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, kemudian
lepaskan.
Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan.
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung
tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan.
2. Melepas Masker
b). Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih dulu
sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
15
c). Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip pembuangan
sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang,
jika akan dibuang.
d). Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
e). Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan alkohol 70%.
Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus
didisinfeksi dan disterilisasi.
D. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa upaya
perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta desain dan
konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien,
petugas dan pengunjung.
a) Kualitas Udara
Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk kebersihan udara,
kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV untuk terminal dekontaminasi
ruangan pasien dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan
pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak
direkomendasikan melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada
outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru.
b) Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut bau, rasa, warna
dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan
mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan
kualitas air minum.
c) Permukaan lingkungan
Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas serangga (semut,
kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus
dibersihkan secara terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang
perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang
perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila
ada cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%. Untuk mencegah aerosolisasi kuman
patogen penyebab infeksi pada saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang
16
sejenis, tapi gunakan cara basah (kain basah) dan mop (untuk pembersihan
kering/lantai),bila dimungkinkan mop terbuat dari microfiber. Mop untuk ruang isolasi
harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi untuk ruang lainnya.
d) Desain dan konstruksi bangunan
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI secara efektif
dan tepat guna. Desain dari faktor berikut dapat mempengaruhi penularan infeksi yaitu
jumlah petugas kesehatan, desain ruang rawat, luas ruangan yang tersedia, jumlah dan
jenis pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-
langit, air, listrik dan sanitasi, ventilasi dan kualitas udara, pengelolaan alat medisreused
dan disposable, pengelolaan makanan, laundry dan limbah
E. Pengelolaan Limbah
1. Risiko Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana pelayanan kesehatan
adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit. Untuk
menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. Jenis Limbah Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan minimalisasi
limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan
dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur
ulang limbah (recycle).
3. Tujuan Pengelolaan Limbah
1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera.
2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah infeksius,
limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.
4. Proses Pengelolaan Limbah Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi,
pemisahan, labeling, pengangkutan, penyimpanan hingga pembuangan/pemusnahan.
a. Identifikasi jenis limbah:
Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan kategori
limbah medis padat terdiridari benda tajam, limbah infeksius, limbah patologi,
limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah genotoksik, limbah farmasi,
limbah dengan kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah radioaktif.
17
b. Pemisahan Limbah Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan dengan
memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah sesuai dengan
jenisnya, antara lain:
− Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh
masukkan kedalam kantong plastik berwarna kuning. Contoh: sampel
laboratorium, limbah patologis (jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan
tubuh, produk darah yang terdiri dari serum, plasma, trombosit dan lain-lain),
diapers dianggap limbah infeksius bila bekas pakai pasien infeksi saluran cerna,
menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di transmisikan lewat darah atau
cairan tubuh lainnya.
− Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi darah dan cairan
tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Contoh: sampah
rumah tangga, sisa makanan, sampah kantor.
− Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan tajam, masukkan
kedalam wadah tahan tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit, ujung infus, benda
yang berpermukaan tajam.
− Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/pojok limbah cair
(spoelhoek).
c. Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius berlambang biohazard.
Wadah limbah di ruangan:
− Harus tertutup
− Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
− Bersih dan dicuci setiap hari
− Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
− Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan tidak
boleh di bawah tempat tidur pasien
− Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
d. Pengangkutan
− Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat, tertutup dan
mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD ketika
mengangkut limbah.
− Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila tidak memungkinkan
atur waktu pengangkutan limbah
e. Tempat Penampungan Limbah Sementara
18
− Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah sebelum dibawa ke tempat
penampungan akhir pembuangan.
− Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat.
− Beri label pada kantong plastik limbah.
− Setiap hari limbah diangkat dari TPS
− Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus.
− Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup limbah tidak boleh ada
yang tercecer.
− Gunakan APD ketika menangani limbah.
− TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya dan kondisi kering.
f. Pengolahan Limbah
− Limbah infeksius dimusnahkan dengan insenerator.
− Limbah non-infeksius dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).
− Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insenerator. Limbah cair dibuang ke
spoelhoek.
− Limbah feces, urin, darah dibuang ke tempat pembuangan/pojok limbah
(spoelhoek).
g. Penatalaksanaan Linen
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi
adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda
tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-
hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan
membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen.
Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas,aman dan
memenuhi kebutuhan pelayanan.
Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah
tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh,
pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan
petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
19
dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan
tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.
Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus
dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara
berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran.
Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau
toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong
kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak
bocor dan lepas ikatan selama transportasi.Kantong tidak perlu ganda. g) Pastikan
alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry TERPISAH dengan
linen yang sudah bersih.
Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya
langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2
tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit
(Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah
tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
F. Penempatan Pasien
1. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
2. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien
(kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
3. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang
jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara tempat tidur
minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu
ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI.
4. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis
transmisinya (kontak,droplet, airborne).
5. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya seyogyanya
dipisahkan tersendiri.
6. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara (airborne) agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya
transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
20
7. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu
ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
21
I. Kewaspadaan Khusus
Kewaspadaan khusus terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Udara
Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara digunakan untuk pasien yang
diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan halus
diudara. Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara,
baik yang berupa bintik percikan di udara (airborne droplet ruclei) atau partikel debu
yang berisi agen infeksi.
Langkah-langkah penerapan kewaspadaan transmisi melalui udara antara lain:
a. Pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien danventilasi mekanis di dalam suatu
ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih yang masuk dan keluar.
b. Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapatkan terapi OAT, harus dipisahkan
dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah mendapat terapi OAT secara efektif
berdasarkan analisis resiko tidak berpotensi menularkan TB baru dapat dikumpulkan
dengan pasien lain.
c. Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD pada pasien, petugas
dan pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan rawat pasien sesuai
kewaspadaan transmisinya.
d. Ruang rawat pasien TB/MDR TB sebaiknya menggunakan ruangan bertekanan
negatif. Untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang tersebut, harus memiliki
ruang dengan ventilasi yang memadai, minimal terjadi pertukaran udara 12x/jam
(diukur dengan alat Vaneometer).
23
BAB IV
DOKUMENTASI
24
25
Dalam media informasi tersedia beberapa petunjuk dalam pelaksanaannya, misalnya
petunjuk tujuh langkah cuci tangan, petunjuk cara penyuntikan aman, dll.
26