Anda di halaman 1dari 55

Panduan Praktik klinik

Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
No.
:
Dokumen

No. Revisi :
SOP
KAB. KUPANG Tanggal
: RSUD NAIBONAT
Terbit

Halaman :

1. Pengertian Infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk


Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari
komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan
rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal
dengan istilah infeksi nosokomial
2. Tujuan
 Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi

 Melindungi sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat


dari penyakit infeksi yang berbahaya

 Menurunkan angka kejadian HAI.

3. Referensi  DepKes RI. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di


Rumah sakit. Jakarta: Depkes RI.

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. (2011).

4. Prosedur 1. Hand hygiene


 Cuci tangan yang benar dapat meminimalkan
microorganisme berkembang dalam tangan selama bekerja
serta ketika kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, dan
permukaan atau peralatan yang diketahui atau tidak
diketahui terkontaminasi.
 Cuci tangan dilakukan ketika: kontak dengan pasien,
kontak dengan lingkungan pasien, kontak dengan cairan
yang berhubungan dengan pasien, sebelum melakukan
tindakan pada pasien serta setelah melakukan tindakan.
2. Alat pelindung diri
 Alat pelindung diri (APD) digunakan sebagai barier antara
mikroorganisme dengan petugas. APD membantu
mencegah penularan melalui tangan, mata, baju, rambut
dan sepatu yang terkontaminasi, mencegah penularan dari
pasien ke petugas maupun dari pasien ke pasien lain.
 APD meliputi: sarung tangan, goggle, masker, celemek,
baju khusus tindakan, sepatu boots dan penutup kepala.
3. Pengaturan limbah RS
 Pengaturan limbah diperlukan untuk mencegah
kontaminasi dan penyebaran infeksi yang meluas. Sistem
dan monitoring mutlak diperlukan agar pengaturan limbah
dapat berjalan.

5. Langkah - langkah A. Kewaspadaan universal


 Definisi
Universal Precautions atau Kewaspadaan Universal adalah
suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease
Control (1985) untuk mencegah penyebaran dari berbagai
penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah
sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Adapun
konsep yang dianut adalah bahwa semua darah dan cairan
tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat
menularkan HIV, HBV dan berbagai penyakit lain yang
ditularkan melalui darah.
a.Pelaksanaan Kewaspadaan Universal
Secara singkat, kebijaksanaan pelaksanaan
Kewaspadaan Universal (KU) adalah seperti apa yang
dikemukakan dibawah ini :
1) Semua petugas kesehatan harus rutin
menggunakan sarana yang dapat mencegah
kontak kulit dan selaput lender dengan darah atau
cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang
dilayani.
Dengan demikian setiap petugas kesehatan
harus :
a) Menggunakan sarung tangan bila :
- Menyentuh darah atau cairan tubuh,
selaput lender atau kulit yang tidak utuh.
- Mengelola berbagai peralatan dan
sarana kesehatan / kedokteran yang
tercemar darah atau cairan tubuh.
- Mengerjakan fungsi vena atau segala
prosedur yang menyangkut pembuluh
darah. Sarung tangan harus selalu
diganti setiap selesai kontak dengan
seorang pasien.
b) Menggunakan masker dan pelindung mata
atau pelindung wajah bila mengerjakan
prosedur yang memungkinkan terjadinya
cipratan darah atau cairan tubuh guna
mencegah terpaparnya selaput lender pada
mulut, hidung dan mata.
c) Memakai jubah (pakaian kerja) khusus
selama melaksanakan tindakan yang
mungkin akan menimbulkan cipratan darah
atau cairan tubuh lainnya.
2) Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera
dicuci sebersih mungkin bila terkontaminasi oleh
darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap saat
setelah melepaskan sarung tangan, tangan harus
segera dicuci.
3) Semua petugas harus selalu waspada terhadap
kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda/alat tajam lainnya selama pelaksanaan
tindakan, saat membersihkan/mencuci peralatan,
saat membuang sampah atau ketika membenahi
peralatan setelah berlangsungnya
prosedur/tindakan.
Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup
kembali jarum suntik setelah selesai dipakai,
jangan sengaja membengkokkan atau
mematahkan jarum suntik dengan tangan, jangan
melepaskan jarum suntik dari tabungnya atau
melakukan apapun pada jarum suntik dengan
menggunakan tangan. Setelah segala benda tajam
digunakan, maka harus ditempatkan di suatu
wadah khusus yang tahan/anti tusukan. Wadah ini
harus berada sedekat mungkin atau mudah
dicapai disekitar arena tindakan. Kemudian
wadah kumpulan benda tajam tersebut harus
menjamin aman untuk transportasi ke tempat
pemrosesan alat ataupun dalam proses
pengenyahan.
4) Walaupun air liur belum terbukti menularkan
HIV, tindakan resusitasi dengan cara dari mulut
ke mulut harus dihindari. Dengan demikian di
setiap tempat yang mungkin akan kedapatan
kasus yang memerlukan resusitasi, perlu
disediakan alat resusitasi.
5) Petugas kesehatan yang sedang mengalami
perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan cairan
misalnya menderita dermatitis basah harus
menghindari tugas–tugas yang bersifat kontak
langsung dengan pasien ataupun kontak langsung
dengan peralatan bebas pakai pasien.
6) Petugas kesehatan yang sedang hamil tidak
mempunyai resiko lebih besar untuk tertular HIV
bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang
tidak hamil. Namun demikian bila terjadi infeksi
HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya
mempunyai resiko untuk mengalami transmisi
perinatal. Oleh karena itu, petugas kesehatan
yang sedang hamil harus lebih memperhatikan
pelaksanaan segala prosedur yang dapat
menghindari penularan HIV.
Dengan menerapkan KU setiap petugas kesehatan
dapat terlindung semaksimal mungkin dari
kemungkinan terpapar oleh infeksi penyakit yang
ditularkan melalui darah atau cairan tubuh baik dari
kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak
terdiagnose. Sebagai keuntungan tambahan, transmisi
dari kebanyakan infeksi yang ditularkan dengan cara
lainpun terhadap petugas kesehatan dan pasiennya
akan dikurangi pula.
b. Beberapa petunjuk khusus dalam pelaksanaan KU
Kita menyadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi
oleh berbagai mikroorganisme pada seorang pasien,
khususnya infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B dll,
penting peranannya dalam manajemen kasus. Akan
tetapi atas dasar berbagai pertimbangan sampai saat
ini penapisan (screening) terhadap berbagai infeksi
virus tidak mungkin dilakukan secara rutin. Bahkan
pada infeksi oleh HIV terdapat masa jendela yang
mana pada masa tersebut darah atau cairan tubuh
penderita, sudah dapat menularkan infeksi akan tetapi
HIV belum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan
laboratorium. Oleh karena itu prinsip KU dalam
upaya pencegahan infeksi merupakan kunci utama
keberhasilan memutuskan rantai transmisi penyakit
yang ditularkan melalui darah maupun cairan
lainnya. Di bawah ini disampaikan langkah–langkah
yang perlu diperhatikan sebagai prosedur pencegahan
infeksi, khususnya infeksi HIV.
1) Kewaspadaan dalam tindak medis
Sebagai prosedur pembedahan yang membuka
jaringan organ, pembuluh darah, pertolongan
persalinan maupun tindakan abortus prosedur
hemodialisis dan prosedur operasi gigi mulut
termasuk dalam tindak medik invasive beresiko
tinggi untuk menularkan HIV bagi tenaga dokter
atau pelaksana lainnya. Untuk memutuskan rantai
penularan diperlukan barier berupa :
a). Kacamata pelindung untuk menghindari
persikan cairan tubuh pada mata.
b). Masker penutup pelindung hidung dan mulut
untuk mencegah percikan pada mukosa hidung
dan mulut.
c). Plastik penutup badan (skort) untuk mencegah
kontak cairan tubuh pasien dengan penolong.
d). Sarung tangan yang tepat untuk melindungi
tangan yang aktif melakukan tindak medik
invasive.
e). Penutup kaki untuk melindungi kaki dari
kemungkinan terpapar cairan yang infektius.
2) Kegiatan di Unit Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat yang umumnya melayani
kasus kecelakaan maupun kasus emergensi
lainnya harus menyediakan segala peralatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan KU. Sarana seperti
sarung tangan, masker dan gaun khusus harus
selalu ada, mudah dicapai dan mudah dipakai.
Alat resusitasi harus tersedia dalam keadaan siap
pakai dan ada petugas yang terlatih untuk
menggunakannya. Disetiap tempat tindakan
pelayanan emergency harus tersedia wadah
khusus untuk mengelola peralatan tajam.
3) Kegiatan di Kamar Operasi
a) Dalam Prosedur Operasi
Selain oleh darah secara kontak langsung
tertusuknya bagian dari tubuh oleh benda –
benda tajam merupakan kecelakaan yang
harus dicegah. Oleh karena itu instrument
yang tajam jangan diberikan secara langsung
dari operator oleh asisten atau instrumentator.
Untuk memudahkan hal ini dipakai nampan
guna menyerahkan instrument tajam tersebut
ataupun mengembalikannya. Operator
bertanggung jawab untuk menempatkan
benda tajam secara aman.
b) Pada saat menjahit.
Pada saat menjahit dilakukan prosedur
sedemikian rupa sehingga jari / tangan
terhindar dari tusukan.
c) Memisahkan jaringan
Jangan menggunakan tangan untuk
memisahkan jaringan karena tindakan ini
akan menambah resiko.
d) Operasi Sulit.
Untuk operasi – operasi yang membutuhkan
waktu lebih dari 60 menit dan lapangan
kerjanya sulit ( sempit ) dianjurkan untuk
menggunakan sarung tangan ganda.
e) Melepaskan baju operasi dilakukan sebelum
membuka sarung tangan agar tidak terpapar
oleh darah / cairan tubuh dari baju operasi
tersebut.
f) Pencucian instrument bekas pakai sebaiknya
secara mekanik.
Bila mencuci instrument secara manual,
petugas harus menggunakan sarung tangan
rumah tangga dan instrument tersebut
sebelumnya telah mengalami proses
dekontaminasi dengan merendam dalam
larutan clorin 0,5% selama 10 menit.
4) Kegiatan di Kamar Bersalin
a) Kegiatan di Kamar Bersalin yang
membutuhkan lengan / tangan untuk
manipulasi instrauterin tentunya harus
menggunakan skor dan sarung tangan yang
mencapai siku.
b) Penolong bayi baru lahir harus menggunakan
sarung tangan.
c) Cara pengisapan lender bayi dengan mulut
penolong harus ditinggalkan.
d) Potonglah tali pusat bayi segera setelah lahir,
hindari terjadinya cipratan darah.
e) ASI dari ibu yang terinfeksi HIV mempunyai
resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak
beresiko untuk tenaga kesehatan.
5) Prosedur Anesthesia
Prosedur Anasthesi merupakan salah satu
aktifitas yang dapat memaparkan HIV pada
tenaga kesehatan pula. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah :
a) Perlu disediakan nampan /troli untuk alat –
alat yang sudah dipergunakan.
b) Jarum harus dibuang sesegera mungkin
setelah pemakaian ke dalam wadah yang
aman.
c) Pakailah obat – obatan sedapat – dapatnya
untuk dosis dengan 1 kali pemberian.
d) Menutup spuit adalah prosedur resiko tinggi.
e) Sangat dianjurkan agar petugas anasthesi
melewati uji kelayakan terlebih dahulu untuk
meminimalkan resiko terluka oleh jarum
suntik dan alat lain yang tercemar darah dan
cairan tubuh.
6) Lokasi kagiatan lainnya yang memerlukan
perhatian adalah di mobil ambulan, ruang
emergency, laboratorium serta kamar jenazah.
c.Manajemen untuk tenaga kesehatan yang terpapar
darah atau cairan tubuh (dekontaminasi).
1) Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum,
terpotong dan lain – lain : Keluarkan darah
sebanyak – banyaknya, cuci dengan sabun dan air
atau dengan air saja sebanyak – banyaknya.
2) Paparan pada membrane mukosa melalui cipratan
ke mata : Cuci mata secara lembut dengan mata
dalam keadaan terbuka menggunakan air cairan
NaCL.
3) Paparan pada mulut : Keluarkan cairan infektif
tersebut dengan cara berludah kemudian kumur –
kumur dengan air beberapa kali.
4) Paparan pada kulit yang utuh maupun kulit
sedang mengalami perlukaan, lecet atau
dermatitis : cucilah sebersih mungkin dengan air
dan sabun antiseptic.
Selanjutnya mereka yang terpapar ini perlu
mendapatkan pemantauan pemeriksaan HIV yang
adekuat dan kondisi kesehatannya pun harus
diperhatikan. Pejamu – pun harus terus dimonitor
kemungkinan infeksinya. Selama pemantauan, tenaga
kesehatan yang terpapar tersebut memerlukan
konseling mengenai resiko infeksi dan pencegahan
transmisi selanjutnya. Tentunya individu tersebut
diingatkan untuk tidak menjadi donor darah ataupun
jaringan, melakukan hubungan seksual yang aman
dan mencegah kehamilan.
d. Upaya untuk melaksanakan KU di lingkungan kita.
Sebagai petugas kesehatan khususnya yang bekerja di
lingkungan rumah sakit sudah selayaknya kita
menerapkan KU dalam melaksanakan tugas kita
sehari–hari. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
diselenggarakan langkah–langkah sebagai berikut :
1) Identitas unsur - unsur yang terkait.
2) Menilai fasilitas dan kebiasaan yang berlangsung.
3) Meninjau kembali kebijakan dan prosedur yang
telah ada.
4) Membuat perencanaan (menyusun proposal).
5) menjalankan rencana yang telah disusun.
6) mengadakan pendidikan dan pelatihan.
7) Pemantauan dan supervise pelaksanaan KU
secara berkala.
2. Tindakan Invasif
a.Penggolongan tindakan invasif
1) Tindakan Invasif Sederhana.
Tindakan invasive sederhana adalah suatu
tindakan memasukkan alat kesehatan kedalam
tubuh pasien sehingga memungkinkan
mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan
menyebar ke jaringan.
Contoh :
Suntikan, pungsi ( vena, lumbal, pericardial,
pleura suprapubik ), bronkoskopi, angiografi,
pemasangan alat ( kontrasepsi, kateter intravena,
kateter jantung, pipa endotrakeal, pipa
nasogastrik, pacu jantung ).
2) Tindakan Invasif Operasi.
Tindakan invasive operasi adalah suatu tindakan
yang melakukan penyayatan pada tubuh pasien
dan dengan demikian memungkinkan
mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan
menyebar.
b. Sumber Infeksi pada Tindakan Invasive
1) Petugas
a) Petugas umum adalah semua petugas yang
bekerja sekitar ruang tindakan
i. Tidak memperhatikan hygiene
perorangan.
ii. Tidak mencuci tangan.
iii. Bekerja tanpa memperhatikan tehnik
aseptic dan antiseptic.
iv. Tidak memahami cara penularan /
penyebaran kuman pathogen.
v. Menderita penyakit menular / infeksi /
karier.
vi. Tidak mematuhi tata tertib di kamar
operasi.
vii. Tidak memperhatikan teknik aseptic /
antiseptic.
viii. Bekerja ceroboh dan masa bodoh terhadap
lingkungan.
ix. Tidak menguasai tindakan yang
dilakukan.
b) Petugas khusus adalah semua petugas yang
bekerja didalam kamar tindakan.
i. Tidak memperhatikan kebersihan
perorangan.
ii. Mempunyai penyakit infeksi / menular /
karier.
iii. Tidak mematuhi tata tertib yang berlaku
di kamar operasi.
iv. Tidak memperhatikan tehnik aseptic /
antiseptic.
v. Ceroboh dalam bekerja.
vi. Tidak memperhatikan hygiene
perorangan.
vii. Kuku panjang
viii. Mencuci tangan dengan cara yang tidak
benar.
2) Alat
a) Tidak steril.
b) Diluar batas waktu yang ditetapkan
( kadaluwarsa ) tanpa disterilkan lagi.
c) Untuk pemakaian berulang tanpa disterilkan
lagi.
d) Penyimpanan tidak baik.
e) Kotor.
f) Rusak / karatan.
3) Pasien
a) Higiene pasien tidak baik.
b) Keadaan gizi tidak baik.
c) Menderita penyakit kronis.
d) Menderita penyakit infeksi / menular / karier.
e) Sedang menapatkan pengobatan
imunosupresif.
f) Persiapan pasien dari ruang rawat tidak baik.
g) Daerah sekitarnya terdapat tanda – tanda
infeksi, missal : sakit kulit, dsb.
4) Lingkungan
a) Penerangan / sinar matahari tidak cukup.
b) Sirkulasi udara harus cukup, tidak lembab dan
berdebu.
c) Dijaga kebersihannya.
d) Menghindari serangga.
e) Mencegah air tergenang.
f) Tempat sampah selalu dalam keadaan
tertutup.
g) Tidak ada serangga.
h) Permukaan lantai harus rata dan tidak
berlubang.
i) Ruangan bersih, kering dan tidak berbau.
j) Dinding kamar operasi harus licin mudah
dibersihkan.
k) Sudut ruangan tidak tajam.
l) Mengatur system sirkuasi udara dalam kamar
operasi.
m) Cahaya cukup terang.
n) Dipisahkan lalu lintas untuk petugas, pasien,
barang bersih dan kotor.
o) Jumlah petugas yang keluar masuk ke kamar
operasi dibatasi.
p) Ruangan dibersihkan secara rutin, mingguan
atau pada kasus infeksi tertentu.
3. Tindakan Non invasive
a. Pengertian
Tindakan non invasive adalah suatu tindakan
medis dengan menggunakan alat kesehatan tanpa
memasukkan kedalam tubuh pasien yang
memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam
jaringan.
Contoh : Tindakan EKG, USG, pengukuran suhu
tubuh, pengukuran tekanan darah, pengukuran
nadi, pemeriksaan reflek tonus treadmill tes,
pemasangan holter dan lain – lain.
b. Sumber Infeksi pada tindakan non invasive
Infeksi pada tindakan non invasive dapat terjadi
karena kontak langsung antara :
1) Pasien yang menderita penyakit infeksi /
menular / karier dapat menularkan penyakit
yang diderita kepada pasien lain.
2) Pasien dengan petugas.
a) Petugas yang menderita penyakit infeksi /
menular / karier dapat menularkan
penyakit yang diderita kepada pasien atau
sebaliknya.
b) Petugas dapat menjadi perantara
penularan penyakit.
3) Pasien dengan pengunjung
Pasien dapat menularkan penyakit yang
dideritanya kepada pengunjung atau
sebaliknya.
4) Pasien dengan Alat
Pasien dapat menularkan kuman penyakit
yang diderita ke alat – alat yang telah
digunakan atau sebalikya.
5) Pasien dengan lingkungan.
Pasien dapat menularkan kuman penyakit
yang dideritanya ke lingkungan sekitarnya
atau sebaliknya.
6) Pasien dengan air.
Pasien dapat menularkan kuman penyakit
yang dideritanya ke air yang dipergunakan
atau sebaliknya.
7) Pasien dengan makanan
Pasien dapat menularkan kuman penyakit
yang diderita ke makanan atau sebaliknya.
c.Pencegahan Infeksi pada Tindakan Non Invasif
1) Pasien
Isolasi pasien yang diduga menderita penyakit
infeksi atau menular.
2) Petugas
Mencuci tangan lebih dahulu sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
3) Pengunjung
a) Yang sedang menderita sakit tidak
diperkenankan mengunjungi pasien.
b) Menggunakan barrier nursing sewaktu
mengunjungi pasien yang berpenyakit
infeksi / menular.
c) Jumlah dibatasi.
4) Alat
a) Yang digunakan harus bersih dan kering.
b) Yang telah terkontaminasi segera
dibersihkan dengan bahan desinfektan dan
kemudian disterilkan.
c) Yang terkontaminasi oleh pasien dengan
penyakit tertentu (misalnya gas gangrene)
dimusnahkan.
5) Lingkungan
a) Lingkungan pasien / kamar dijaga selalu
dalam keadaan bersih dan kering.
b) Sirkulasi udara dalam kamar harus lancar.
c) Penerangan / sinar matahari dalam kamar
harus cukup.
d) Tempat sampah selalu dalam keadaan
tertutup.
e) Tidak ada serangga didalam kamar pasien.
f) Untuk penyakit tertentu (misalnya gas
gangrene) ruangan dihapus hamakan
sebelum dipakai kembali.
6) Air.
a) Kualitas air tersedia memenuhi syarat
kesehatan yaitu batas bebas kuman, tidak
berbau, tidak berwarna, jernih dan bersih.
b) Jumlah air yang tersedia memenuhi
kebutuhan pasien.
c) Air minum harus dimasak sampai
mendidih.
d) Bak tempat penampungan air dibersihkan
secara rutin minimal 2 kali seminggu.
e) Dicegah adanya genangan air limbah.
7) Makanan
a) Selalu dalam keadaan tertutup.
b) Yang sudah rusak / terkontaminasi
dibuang.
c) Diberikan sesuai dengan diet yang
dianjurkan.
d) Pemberian dari luar rumah sakit harus
dicegah.
4. Tindakan terhadap anak dan neonates
Tindakan terhadap anak / neonatus dapat berupa
tindakan invasive, invasive operasi maupun tindakan
non invasive. Pencegahan infeksi pada tindakan
terhadap anak / neonatus meliputi :
a. Petugas
1) Harus dalam keadaan sehat.
2) Tidak menderita penyakit menular seperti
tuberkulosa, penyakit saluran nafas lainnya.
Penyakit gastro intestinal, penyakit kulit atau
mukokutaneus seperti herpes dan lain – lain.
3) Pakaian petugas yang bekerja dibangsal
anak / neonatus berlengan pendek agar
mudah untuk mencuci tangan.
4) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
harus mencuci tangan dengan antiseptic atau
sabun serta air mengalir.
5) Khusus bila kontak dengan neonatus tangan
harus dicuci sampai ke siku dengan sabun
dan air mengalir serta digosok dengan sikat (
pertama kali masuk bangsal ) kemudian
dapat dipakai larutan antiseptic.
6) Sebelum masuk ke bangsal neonatus, topi,
masker dan sarung tangan hanya dipakai
pada waktu melakukan tindakan invasive
seperti fungsi lumbal, ganti darah,
kateterisasi umbilical / jantung.
7) Kuku harus pendek, memperhatikan
kebersihan diri dan lingkungan.
b. Alat
1) Semua alat yang dipakai selalu dalam
keadaan bersih dan kering.
2) Harus dalam keadaan steril kalau mungkin
alat disterilkan dengan autoklaf atau dapat
juga dengan menggunakan desinfektan
setelah alat dibersihkan.
3) Inkubator / tempat tidur bersih dan kering
kalau mungkin disterilkan dengan desinfektan
/ detergen. Tempat tidur / incubator
dibersihkan setiap bayi / anak dipulangkan /
dipindah / meninggal.
4) Bayi / anak hanya boleh disatu tempat tidur
selama 1 minggu.
5) Tempat tidur tidak boleh dibersihkan
selama anak berada ditempat tidur.
c. Pasien anak / neonatus
1) Kulit harus dalam keadaan bersih dan
kering, demikian juga tali pusat.
2) Kulit tempat tindakan invasive
( pengambilan darah, inmfus, lumbal pungsi )
harus dibersihkan dulu dengan zat antiseptic.
3) Isolasi / memisahkan bayi yang sehat dari
bayi yang diduga ada infeksi.
4) Bayi / anak masing – masing harus
mempunyai perlengkapan sendiri dan
sebaliknya dicuci dibangsal bayi.
5) Susu, dot, botol susu sebaiknya disetrilkan
diautoklaf sub atmospheric pressure ( proses
pasteurisasi ) yang khusus dipkai di dapur
susu.
6) Pakaian / alas tempt tidur, selimut bayi /
anak sebaiknya disediakan setiap 8 jam untuk
sekali pakai.
7) Perlengkapan bayi / anak harus dibawa
ketempat perawatan dalam keadaan steril dan
tertutup. Khusus untuk neonatus sebaiknya
pakaiannya dipakai yang disposibel.
8) Pakaian kotor harus dikumpulkan dalam
plastic tertutup dan diganti dengan yang
bersih setiap 8 jam.
9) Bahan / zat yang dipakai untuk
membersihkan pakaian bayi harus diketahui
oleh dokter ruangan bayi / anak untuk
mencegah kelainan yang mungkin timbul
terhadap bayi.
d. Lingkungan
1) Kamar / ruang peralatan cukup sinar
matahari yang masuk ketempat perawatan
sehingga secara tidak langsung bayi yang
kuning mendapatkan terapi sinar.
2) Kamar / ruang harus ada penerangan / sinar
yang diperlukan untuk menghangatkan
ruangan.
3) Penyediaan air bersih untuk keperluan
pasien.
4) Penyediaan air bersih untuk keperluan
pasien.
5) Lantai, dinding dan jendela dibersihkan
dengan desinfektan / detergen atau penghisap
debu kering yang diikuti dengan wet vaccum
pick up machine. Bagian yang harus
dibersihkan adalah sekitar pasien dan
lingkungan tempat perawatan.
e. Urine merupakan sumber infeksi, oleh sebab itu
perlu Mencuci tangan sebelum dan sesudah :
- Memeriksa pasien.
- Pemakaian alat prosedur.
- Pemeriksaan genital.
- Menampung / memeriksa urine.
5. Isolasi
a.Pengertian
Upaya perawatan dengan memisahkan pasien
dan peralatan yang diperlukannya pada suatu
tempat tersendiri atau khusus
b. Sasaran
Dilakukan pada:
1). Pasien berpenyakit menular
2). Pasien yang disangka berpenyakit menular
3). Pasien yang gelisah atau mengganggu
pasien lain
4). Pasien yang memerlukan perawatan khusus
(misalnya dipteri)
5). Pasien yang sedang berada dalam
sakaratul maut
c.Prinsip Isolasi
1) Teknik isolasi pada pasien yang berpenyakit
menular bergantung pada macamnya isolasi
yang dilakukan terhadap pasien
2) Apabila pasien dinyatakan atau diduga
berpenyakit menular, maka segera
ditempatkan di kamar isolasi yang telah
disiapkan. Disamping perawatan dan
pengobatan terhadap pasien bersangkutan,
juga penularan penyakitnya harus dicegah.
Adapun cara pencegahannya sebagai
berikut:
a) Pasien ditempatkan di kamar isolasi
b) Pada waktu menolong pasien, petugas
harus mengenakan pakaian khusus,
masker, tutup kepala (mitella)
c) Masker dipakai, apabila penyakitnya
menular melalui saluran pernapasan
3) Setelah menolong pasien, petugas harus
segera mencuci tangan, dan masker dilepas
lalu direndam di dalam ember berisi larutan
desinfektan. Pakaian khusus ditanggalkan
dan digantungkan di tempatnya dengan cara
yang sudah ditentukan. Kemudian petugas
harus mencuci tangannya lagi
4) Sediakan larutan desinfektan misalnya Lysol
atau sejenisnya untuk:
a) Merendam peralatan makan yang telah
digunakan oleh pasien seperti piring,
sendok, gelas, mangkok dan lain-lain,
selama sekurang-kurangnya 2 jam
sebelum dicuci
b). Merendam alat-alat tenun kotor
sekurang-kurangnya 24 jam sebelum dicuci.
c). Mendesinfeksikan urine, faeces,
muntahan, dan lain-lain sebelum dibuang
d). Merendam baskom, pispot, urinal,
bengkok, nierbekken dan lain-lain selama
sekurang-kurangnya 24 jam sebelum dicuci
dan disimpan dalam kamar isolasi
5). Apabila pasien berpenyakit menular
dinyatakan sudah sembuh dan boleh pulang,
lakukan hal-hal berikut:
a). Pasien harus mandi dulu dan pakaiannya
diganti. Setelah itu pasien tidak boleh lagi
masuk ke kamar isolasi
b). Alat-alat tenun, alat-alat makan dan
sejenisnya yang telah dipakai pasien harus
direndam di dalam larutan desinfektan
sebelum dicuci
c). Kasur dan bantal dijemur di bawah sinar
matahari, minimal 2 jam tiap permukaannya
d). Tempat tidur, meja, kursi, dan semua alat
di dalam kamar/ ruang harus dibersihkan
dengan air sabun dan larutan desinfektan,
kemudian dikeringkan
e). Setelah kering, semua peralatan
dikembalikan ke tempatnya semula, dan
kamar/ ruang sebaiknya tidak dipergunakan
selama 24 jam
f). Lakukan sterilisasi ruangan dengan sinar
6. Pengelolaan linen dan laundry
Untuk mencegah penularan infeksi RSUD
Naibonat mengembangkan system pengelolaan
Linen yang berdasar pada kondisi linen setelah
dipakai serta penggunaan linen pada bagian.
Pengelolaan linen infeksius dibedakan dengan
pengelolaan linen non infeksius untuk mengurangi
penyebaran infeksi. Petugas linen dan laundry
melakukan housekeeping terhadap linen yang
digunakan pada pasien serta peralatan kerja dengan
melakukan klorinasi. Penjelasan lebih lanjut
terdapat pada panduan pengelolaan linen dan
laundry.
7. Pengelolaan limbah
Pengaturan limbah diperlukan untuk
mencegah kontaminasi dan penyebaran infeksi
yang meluas. Limbah dipisahkan sesuai dengan
jenis limbah rumah sakit. Limbah medis infeksius
dipisahkan dengan limbah domestic. Pemisahan
jenis limbah juga dipisahkan antara limbah medis
padat, cair dan tajam.
a.Penimbunan
Proses pemilahan dan reduksi sampah
hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan:
kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan
pemisahan limbah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3,
pengemasan dan pemberian label yang jelas dari
berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya,
petugas dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki
sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai
tutup dan tidak overload. Penampungan dalam
pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan
standarisasi kantong dan container seperti
dengan menggunakan kantong yang bermacam
warna seperti telah ditetapkan dalam permenkes
RI no 986/Menkes/Per/1992 dimana kantong
berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu
dengan tanda citotoksik untuk limbah citotoksik,
kantong berwarna merah dengan symbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong
berwarna hitam dengan tulisan “domestic”.
Untuk sampah medis yang tajam ditempatkan
pada tempat yang tidak tembus berupa safety
box atau jerigen. Semua peralatan medis yang
digunakan pada pasien adalah disposable dan
single-use untuk menghindari infeksi silang.
c.Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu
pengangkutan internal dan eksternal.
Pengangkutan internal berawal dari titik
penampungan awal ke tempat pembuangan atau
ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam
pengangkutan internal biasanya digunakan
kereta dorong sebagai yang sudah diberi label,
dan dibersihkan secara berkala serta petugas
pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan
pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan
sampah medis ke tempat pembuangan di luar
(off-site), pengangkutan eksternal memerlukan
prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut
termasuk memenuhi peraturan angkutan local.
Sampah medis diangkut dalam container khusus,
harus kuat dan tidak bocor.
Dalam pengelolaan dan pembuangan limbah medis
padat dan tajam RSUD Naibonat bekerjasama
dengan pihak ketiga yang kompeten untuk
pemusnahan. Sedangkan limbah medis cair dikelola
oleh RS di Instalasi pembuangan air limbah RS.
8. Manajemen lingkungan (engineering control)
Manajemen lingkungan rumah sakit adalah
Penataan factor-faktor lingkungan rumah sakit
untuk menyehatkan dan memelihara kondisi
lingkungan rumah sakit agar pengaruhnya terhadap
manusia, pelayanan dan lingkungan sekitar dapat
terkendali sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Tujuan:
 Mencegah terjadinya infeksi rumah sakit
 Mencegah terjadinya gangguan kesehatan
dan keselamatan kerja
 Meningkatkan estetika dan kenyamanan
 Melindungi lingkungan dari pencemaran
 Memelihara umur hidup fasilitas dan
intrastruktur
 Memenuhi aspek legal bidang kesehatan
dan lingkungan
System sirkulasi
Perlindungan terhadap pasien merupakan
hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu
lintas akan mengganggu pasien, mengurangi
efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan resiko
infeksi, khusunya untuk pasien bedah dimana
kondisi bersih sangat penting. Pengaturan jam
kunjung dan penunggu pasien ditetapkan sebagai
metode pengurangan infeksi dari luar. Mengontrol
aktifitas petugas terhdap pasien serta aktifitas
pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien
dan petugas tidak terganggu. Tata letak counter
perawat dipertimbangkan untuk kemudahan bagi
perawat untuk memonitor dan membantu pasien
yang sedang berlatih di koridor pasien, dan aktifitas
pengunjung saat masuk dan keluar bagian.
System tata udara
Pergerakan udara diusahakan untuk
meminimalkan sumber penyakit agar tidak
menyebar ke udara (airborne) yang memperbesar
kemungkinan terjadinya penularan diantara pasien,
tenaga medis dan pengunjung. Terutama untuk
ruangan-ruangan khusus seperti di Ruang operasi,
ruang Isolasi, Kamar bayi, laboratorium dan kamar
bersalin dimana diperlukan pengaturan:
• temperatur;
• kelembaban udara relatif;
• kebersihan udara ventilasinya;
• tekanan ruangan; dan
• distribusi udara di dalam ruangan.
Temperature dan kelembaban udara
Kebutuhan temperatur dan kelembaban
udara relatif, berbeda untuk setiap jenis ruang
tergantung dari jenis penyakit, tingkat keparahan
pasien ataupun fungsi ruang tersebut.
pengkondisian termal dikontrol untuk setiap fungsi
ruang dengan tingkat pengaturan individual
(individual control).
Kualitas udara
Kebutuhan kualitas udara yang bersih
berbeda dari satu ruang ke ruang lain sehingga
jumlah udara ventilasi yang di masukan kedalam
ruangan, dapat menghindarkan adanya kontaminasi
dan mengeliminasi sumber-sumber kontaminasi
seperti:
• Debu, Asap, partikel.
• Microbial, Jamur, Bakteri, Kuman-kuman
sebagai sumber penyakit.
System sanitasi
Sistem sanitasi disediakan di dalam dan di
luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan
air bersih, pembuangan air kotor dan / atau air
limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air
hujan.
System pendukung
Sistem pendukung prasarana yang terdapat
di RSUD Naibonat antara lain: system air bersih
(water supply), tenaga listrik, system pembuangan
air limbah RS dan system pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun.
9. Pengelolaan diit dan gizi
Untuk mencegah terjadinya infeksi yang
timbul maka pengadaan diit dan gizi di rumah sakit
Nur Hidayah dikelola oleh orang yang kompeten
secara pendidikan dan kemampuan dalam hygiene
gizi dan makanan. Staf yang melakukan
pengolahan makanan, penyajian makanan, serta
pemusnahan sisa makanan harus sesuai dengan
standar kekaryawanan yang ada di bagian gizi
RSUD Naibonat. Dalam pelaksanaannya bagian
gizi harus menjamin keamanan makanan dengan
menerapkan jaminan mutu yang berdasarkan
keamanan makanan yang meliputi good
manufacturing practices (GMP), hygiene dan
sanitasi makanan dan penggunaan bahan makanan
tambahan yang aman. Upaya pencegahan yang
dilakukan dengan menerapkan prinsip personal
hygiene dan hygiene peralatan pengolah dan
penyajian makanan.
10. Pengelolaan jenazah
Untuk mencegah penularan infeksi dari
jenazah, RSUD Naibonat menyediakan ruang
jenazah sebagai tempat menyimpan jenazah
sementara serta tempat pemulasaraan jenazah.
Pasien yang dinyatakan meninggal harus segera
dipindahkan ke kamar jenazah paling lama 2 jam
setelah dinyatakan meninggal. Pelaksanaan
pemulasaraan jenazah dilakukan oleh tim jenazah
RSUD Naibonat. Apabila kamar jenazah penuh
maka jenazah di tempatkan di bangsal rawat yang
terpisah dengan pasien yang lain. Apabila ternyata
tidak terdapat kamar yang memungkinkan
pemisahan jenazah maka jenazah diletakkan di
kamar rawatnya dengan penanganan kewaspadaan
standar.
11. Sterilisasi dan Desinfeksi
a. Sterilisasi
1) Pengertian
Sterilisasi adalah proses pengolahan suatu alat
atau bahan dengan tujuan mematikan semua
mikroorganisme termasuk endospora pada
suatu alat/bahan.
Proses sterilisasi di rumah sakit sangat
penting sekali dalam rangka pengawasan
pencegahan infeksi nosokomial.
Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin
pada kualitas dan kuantitas mikroorganisme
yang terdapat bahan, alat serta lingkungan
kerja rumah sakit.
Sebaiknya proses sterilisasi di RS
dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan
agar tercapainya :
a) Efisiensi dalam menggunakan peralatan
dan sarana.
b) Efisiensi tenaga.
c) Menghemat biaya investasi, instalasi dan
pemeliharaannya.
d) Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan
dapat dipertanggung jawabkan.
e) Penyederhanaan dalam pengembangan
prosedur kerja, standarisasi dan
peningkatan pengawasan mutu.
Untuk kerja yang bertanggung jawab terhadap
proses sterilisasi di rumah sakit adalah
Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi
Sterilisasi Sentral mempunyai kegiatan
mengelola semua kebutuhan peralatan dan
perlengkapan tindakan bedah serta non bedah.
Mulai dari penerimaan, pengadaan,
pencucian, pengawasan, pemberian tanda
steril penyusunan dan pengeluaran barang –
barang hasil sterilisasi ke unit pemakaian di
RS.
2) Tekhnik sterilisasi
Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat
dan efisien diperlukan pemahaman terhadap
kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan
dan alat yang akan disterilkan.
Kontaminasi terjadi karena adanya
perpindahan mikroorganisme yang berasal
dari berbagai macam sumber kontaminasi.
Sumber kontaminasi dapat berasal dari :
a) Udara yang lembab atau uap air.
b) Perlengkapan dan peralatan di rumah
sakit.
c) Personalia yang di rumah sakit (kulit,
tangan, rambut dan saluran nafas yang
terinfeksi).
d) Air yang tidak disuling dan tidak
disterilkan.
e) Ruang yang tidak dibersihkan dan di
desinfektan.
f) Pasien yang telah terinfeksi.
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh
atau memisahkan semua mikroorganisme
ditetntukan oleh daya mikroorganisme
terhadap tehnik sterilisasi.
Tehnik sterilisasi ada beberapa cara :
a) Sterilisasi dengan pemanasan :
1) Pemanasan basah dengan Autoklaf
2) Pemanasan kering dengan pemijatan
dan udara panas.
3) Pemanasan dengan bactericid.
b) Sterilisasi dengan penyaringan.
c) Sterilisasi dengan menggunakan zat
kimia.
d) Sterilisasi dengan penyinaran.
Pemilihan tehnik sterilisasi berdasarkan
pertimbangan
a) Tehnik yang murah, cepat dan sederhana.
b) Hasil yang diperoleh benar – benar steril.
c) Bahan yang disterilkan tidak boleh
mengalami perubahan.
3) Pengawasan
Suatu bahan steril yang dihasilkan selama
dalam penggunaan harus dapat dijamin
kualitas dan kuantitasnya. Waktu kadaluwarsa
suatu bahan steril sangat tergantung kepada
tehnik sterilisasi. Pengawasan terhadap proses
sterilisasi dapat dilakukan dengan cara mentest
bahan atau alat yang dianggap masih steril
dengan memakai indicator fisika, kimia dan
biologi tergantung pada tehnik sterilisasi yang
digunakan waktu mensterilkan bahan/alat
tersebut.
4) Pengujian
Ada tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai
tehnik dalam pengujian sterilisasi :
a) Pemanasan sample langsung pada media
pembenihan.
b) Pembilasan penyaring, hasil pembilasan
diinkubasikan setelah ditanam dalam
media pembenihan.
c) Penambahan media pembenihan paket ke
dalam larutan yang akan diuji kemudian
diinkubasi.
Jaminan hasil penguian dapat dicapai jika
pengawasan dimulai semenjak pemilihan
bahan dan alat yang akan disterilkan. Tehnik
sterilisasi yang akan dipakai sampai dengan
proses penyimpanan dan pendistribusian bahan
/ alat yang sudah steril.
b. Desinfeksi
1) Pengertian
Desinfeksi adalah suatu proses baik secara
kimia atau secara fisika dimana bahan yang
patogenik atau mikroba yang menyebabkan
penyakit dihancurkan dengan suatu
desinfeksi dan antiseptic.
Desinfektan adalah senyawa atau zat yang
bebas dari infeksi yang umumnya berupa zat
kimia yang dapat membunuh kuman
penyakit atau mikroorganisme yang
membahayakan menginaktifkan virus.
Antiseptik adalah zat – zat yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup.
Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan desinfektan dan antiseptic di
rumah sakit adalah Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi mempunyai kegiatan mulai
dari perencanaan, pengadaan, pembuatan,
penyusunan dan penyaluran
desinfektan/antiseptic ke unit pemakai di
rumah sakit.
2) Tekhnik desinfeksi
Tehnik desinfeksi yang dilakukan tidak
mutlak bebas dari mikroorganisme hidup
seperti pada sterilisasi karena
desinfektan/antiseptic tidak menghasilkan
sterilisasi.
Pemilihan desinfetan yang tepat seharusnya
memenuhi criteria berikut :
a) Daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitas yang rendah.
b) Spektrum luas, dapat mematikan
berbagai macam mikroorganisme.
c) Dalam waktu singkat dapat
mendesinfeksi dengan baik.
d) Stabil selama dalam penyimpanan.
e) Tidak merusak bahan yang didesinfeksi.
f) Tidak mengeluarkan bau yang
mengganggu.
g) Desinfektannya sederhana dan tidak sulit
pemakaiannya.
h) Biaya murah dan persediaannya tetap ada
dipasaran.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan
desinfektan yaitu sifat-sifat zat kimia yang
akan digunakan seperti konsentrasi,
temperature, pH dan bentuk formulasinya
disamping itu kepekaan mikroorganisme
terhadap kerja zat kimia serta lingkungan
dimana desinfektan tersebut akan digunakan.
3) Pengawasan
Pengawasan desinfeksi dilakukan terhadap
penggunaan desinfeksi sangat tergantung
kepada pengaruh suhu, pencemaran, pH,
aktifitas permukaan, jumlah mikroorganisme
dan adanya zat-zat yang mengganggu pada
waktu mempergunakan desinfektan.
B. Surveilans
Surveilans adalah pengamatan yang sistematis aktif dan
terus menerus terhadap timbulnya penyebaran penyakit
pada suatu populasi serta keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko untuk
terjadinya penyebaran penyakit. Analisa data dan
penyebaran data yang teratur merupakan bagian penting
dalam proses itu.
Kegiatan surveilans meliputi :
1. Merumuskan kasus / Kriteria diagnostic
Kasus yang akan disurvei perlu dirumuskan atau dibuat
suatu criteria diagnostic yang jelas dan teliti yang perlu
ditaati secar konsisten dalam proses pengumpulan data
terutama beberapa jenis penyakit infeksi yang sering
terjadi di rumah sakit.. Ada beberapa rumusan kasus /
criteria diagnostic yang akan dibicarakan dibawah ini :
a. Infeksi luka operasi
Infeksi luka operasi nosokomial adalah infeksi
yang terjadi pada operasi bersih atau operasi
bersih tercemar, atau pada infeksi dapat di
kultur kuman yang berasal dari rumah sakit.
Infeksi luka operasi dibedakan menjadi :
1) Luka operasi superficial
a) Infeksi terjadi dalam waktu 30
hari setelah operasi.
b) Dan Infeksi terjadi pada luka
insisi.
c) Meliputi kulit, subkutan atau
otot diatas fasia.
d) Salah satu criteria berikut :
 Daerah luka tampak
kemerahan dan/atau
muncul pus pada luka
 Biakan mikroorganisme
positif dari cairan luka.
 Ahli bedah membuka
luka operasi karena ada
tanda inflamasi.
2) Luka operasi profunda
a) Infeksi terjadi dalam waktu 30
hari (1 bulan) setelah operasi
bila tak ada implant / protheses
atau infeksi terjadi dalam 1
(satu) tahun bila dipasang
implant.
b) Infeksi ada hubungannya dengan
operasi tersebut.
c) Meliputi jaringan atau rongga
dibawah fasia.
d) Salah satu dari criteria berikut :
 Luka tampak kemerahan
dan/atau Pus dari drain
dibawah fasia.
 Luka operasi dihisensi
secara spontan atau
dibuka oleh ahli bedah
sewaktu pasien demam
380C dan atau terdapat
nyeri local.
 Abses atau tanda infeksi
lain yang langsung
terlibat waktu
pemeriksaan, waktu
operasi atau secara
histopatologis.
3) Infeksi luka operasi pada neonates
a) Gejala timbul dalam 1–2 minggu
berupa tanda–tanda radang
ditempat/disekitar luka operasi
seperti panas, merah, bengkak,
bernanah dan disertai gejala
umum : malas minum,
hipotermi/hipertermi,
takikardia/apnea, hipoglikemia,
muntah dan sebagainya.
b) Tanda–tanda infeksi terdapat
dipermukaan atau lebih dalam
sehingga menimbulkan gejala
sepsis.
c) Biakan dari nanah didapat Gram
positif atau Gram negative.
4) Infeksi luka operasi pada anak
a) Ada tanda radang seperti panas,
bengkak, merah dan adanya pus
ditempat operasi, selulitus atau
sepsis pada infeksi yang lebih
dalam dengan gejala panas,
muntah, anak gelisah.
b) Biakan kuman : Gram positif
atau Gram negative.
Jenis Operasi :
1) Operasi Bersih :
- Operasi pada kasus non trauma.
- Operasi yang tak mengenai daerah dengan
tanda infeksi.
- Operasi yang tak membuka respiratori,
urinarius.
- Umumnya luka operasi ditutup primer dan
tak dipasang drain.
Mis : FAM, hernia, lipoma, tiroid, internal
fixasi pada fraktur–fraktur tertutup.
2) Operasi bersih tercemar :
- Operasi membuka disgestivus dengan
pencemaran nyata.
- Operasi membuka biliair dengan empedu
yang terinfeksi.
- Operasi membuka urinarius dengan urine
yang terinfeksi.
- Operasi membuka respiratorius dengan
infeksi respiratoris.
- Operasi pada luka karena trauma yang
bersih dan kurang dari 6 jam.
Mis : Appendektomi akut dan kronis,
kholesistektomi, section alta.
3) Operasi Tercemar :
- Operasi membuka getivus dengan
pencemaran nyata.
- Operasi membuka billiard dengan empedu
yang terinfeksi.
- Operasi membuka urinarius dengan urine
yang terinfeksi.
- Operasi membuka respiratorius dengan
infeksi respiratoris.
- Operasi pada luka karena trauma yang
bersih dan kurang dari 6 jam.
Mis : Kholesistektomi pada empyeme KE,
operasi membuka kolon dengan
pencemaran isi usus luka tusuk tanpa
menembus.
4) Operasi kotor :
- Operasi perforasi digestivus, billair,
urinarius, respiratosius.
- Operasi yang mengenai daerah inflamaasi
bakteriel.
- Operasi melalui daerah bersih untuk
membuka bases.
- Operasi luka trauma dengan ada jaringan
yang non vital/benda asing/kontaminasi
feces, kejadian ditempat yang kotor,
pertolongan/operasi dilakukan 6 jam setelah
trauma.
Mis : Traimatic mputasi, trauma tumpul
abdomen dengan perforasi usus, trauma
kotor dengan korpus alineum.
b. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi
saluran kemih yang pada pasien masuk rumah
sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi
dan didapat sewaktu dirawat atau sesudah
dirawat.
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :
 Endogen
perubahan flora normal.
 Eksogen :
a) prosedur yang tidak bersih / steril
b) tangan yang tidak dicuci sebelum
prosedur.
Penggolongan infeksi saluran kemih
nosokomial adalah sebagai berikut:
1) Infeksi Saluran Kemih Simtomatik
Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
Salah satu gejala ini :
- Demam > 380C
- Disuria
- Nikuria (urgency)
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik.
Dan biakan urin >100.000 kuman/ml
dengan tidak lebih dari dua jenis
mikroorganisme
Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
dan salah satu tanda :
- Tes carik celup (dipstick) positif untuk
leukosit esterase dan atau nitrit.
- Pluria (10 lekosit/ml atau >3 lekosit/LPB)
pada urine yang tidak disentrifus.
- Mikroorganisme positif pada pewarnaan
gram pada urine yang tidak disentlifus.
- Biakan urine dua kali dengan hasil kuman
uropatogen yang sama dengan jumlah
>100.000 kuman/ml dari urin yang diambil
secara steril.
- Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman
uropatogen dengan jumlah 100.000
kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang
sesuai.
- Diagnosis oleh dokter.
Dokter memberikan terapi antibiotika yang
sesuai.
2) Infeksi saluran kemih asimtomatik
Dengan salah satu criteria dibawah ini :
memakai kateter dower selama 7 hari
sebelum biakan urin dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah >100.000
kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua
jenis kuman.
tidak memakai kateter dower selama 7 hari
sebelum biakan urin dengan dua kali hasil
biakan >100.000/ml dengan
mikroorganisme yang sama yang tak lebih
dari dua jenis dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
3) Infeksi Saluran Kemih lain.
dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra
atau jaringan retroperito neal atau rongga
perinefrik) dengan salah satu criteria
dibawah ini :
• Biakan positif dari cairan atau jaringan
yang diambil dari lokasi yang dicurigai.
• Ditemukan abses atau tanda infeksi pada
pemeriksaan atau operasi atau secara
hispatologis.
• Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Nyeri lokal pada daerah yang dicurigai.
- Nyeri tekan pada daerah yang
bersangkutan.
• Dan salah satu dari tanda :
- Drainase purulen dari daerah yang
dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
Dokter memberikan terapi antibiotika yang
sesuai
• Pasien berumur <12 bulan dengan salah
satu gejala :
- Demam 380C
- Hipotermia
- Apneu
- Bradikardi
- Disuria
- Letargi
- Muntah
• Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang
dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
Dokter memberikan terapi antibiotika yang
sesuai.
4) Infeksi Saluran Kemih pada neonates
- Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah,
hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh (gejala
sama dengan sepsis).
- Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh
sepsis.
- Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik
dan biakan urin dari punksi suprapubik.
Biakan urin positif kalau ditemukan kuman
lebih dari 100.000/ml urin.
5) Infeksi Saluran Kemih pada Anak
- Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin
muda usia anak makin tidak khas.
- Gejala : panas, nafsu makan berkurang,
gangguan pertumbuhan, kadang – kadang
diare atau kencing yang sangat berbau.
- Pada usia prasekolah gejala klinis berupa
sakit perut, muntah, panas, sering kencing
dan ngompol. Pada anak yang lebih besar
gejala spesifik makin jelas seperti ngompol,
sering kencing, sakit waktu kencing atau
nyeri pinggang.
- Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan
punksi suprapubik, kateterisasi buli-buli.
- Apabila biakan kuman dalam urin pada
waktu masuk dan saat diperiksa berbeda.
- Diagnosis : Klinik dan laboratorik.
- Laboratorik : hasil biakan urin yang
diambil melalui suprapubik dikatakan
positif apabila jumlah kuman sama atau
lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui
urin pancaran tengah atau kateterisasi
kandung kemih maka jumlah kuman dalam
urin 100.000 atau lebih/ml urin.
- Pemeriksaan lainnya : sediment urin
terdapat piuria.
c. Infeksi aliran darah primer
Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi
aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer
dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories
dengan gejala / tanda berikut :
1) Klinis
a). Untuk Dewasa dan anak >12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut
tanpa penyebab lain :
- Suhu >380C, bertahan minimal 24 jam
dengan atau tanpa pemberian antipiretika.
- Hipotesi, sistolik <90 mmHg.
Oliguri, jumlah urin <0,5 cc/kbBB/jam
Dan
Semua gejala / tanda yang disebut dibawah
ini :
- Tidak ada tanda – tanda infeksi di tempat
lain.
- Telah diberikan antimikroba sesuai dengan
sepsis.
CATATAN :
- Suhu badan diukur secara aksiler selama 5
menit dan diulang setiap 3 jam,
- Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu
tubuh diukur secara oral atau rectal.
b). Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan
salah satu gejala / tanda berikut tanpa
penyebab lain :
- Demam >380C
- Hipotermi <370C
- Apnea
- Bradikardi <100x/mnt
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai
dengan sepsis.
c) Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah
primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara
enam gejala berikut :
- Keadaan umum menurun antara lain :
malas minum, hipotermi (<370C) hipertermi
(>380C) dan sklerema.
- Sistem kardiovaskuler antara lain :
tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau
bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer
buruk.
- Sistem pencernaan antara lain : distensi
lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
- Sistem pernafasan antara lain : nafas tak
teratur, sesak, apnea dan takipnea.
- Sistem saraf dan pusat antara lain :
hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
- Manifestasi hematology antara lain :
pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
Dan Semua gejala/tanda di bawah ini :
- Biakan darah tidak dikerjakan atau
dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan
kuman.
- Tidak terdapat tanda–tanda infeksi
ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai
dengan sepsis.
2) Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur >12
bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
a). Kuman pathogen dari biakan darah dan
kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi ditempat lain.
b). Ditemukan satu diantara gejala klinis
berikut :
- Demam >380C.
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri
Dan Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan
berturut – turut dan kuman tersebut tidak
ada hubungannya dengan infeksi ditempat
(organ / jaringan) lain.
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan
darah pasien yang menggunakan alat
intravascular (kateter intravena) dan dokter
telah memberikan antimikroba yang sesuai
dengan sepsis.
Untuk bayi <12 bulan, ditemukan satu
diantara gejala berikut :
- Demam >380C
- Hipotermi <370C
- Apnea
- Bradikardi <100/mnt
Dan Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan
berturut – turut dan kuman tersebut tidak
ada hubungannya dengan infeksi ditempat
(organ / jaringan lain)
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan
darah pasien yang menggunakan alat
intravaskuler (kateter intravena) dan dokter
telah memberikan antimikroba yang sesuai
dengan infeksi
CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi
nosokomial apabila :
a). Pada partus normal di rumah sakit
infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
b). Terjadi 3 hari setelah partus patologik,
tanpa didapatkan pintu masuk kuman.
c). Pintu masuk kuman jelas misalnya luka
infuse.
d. Infeksi Luka Infus
Infeksi luka Infus atau Phlebitis adalah infeksi
yang terjadi pada tempat tusukan infuse.
Gejala yang muncul:
 Peradangan atau Kemerahan pada sekitar
tusukan
 Adanya nyeri tekan pada daerah tusukan
 Adanya panas pada daerah tusukan
 Adanya bengkak pada daerah tusukan
e. Infeksi Tirah Baring
Infeksi tirah baring atau decubitus adalah luka
yang terjadi karena penekanan yang terlalu
lama pada suatu bagian tubuh. Berawal dari lesi
sampai nekrotik tergantung kedalaman luka.
Awal decubitus terjadi karena tirah baring pasif
selama 2 jam atau lebih pada pasien yang
mengalami imobilitas total.
Gejala
Stage 1 terjadi peradangan berupa kulit yang
kemerahan dan panas pada bagian tubuh yang
mengalami penekanan
Stage 2 kulit mengelupas daerah sekitar luka
kemerahan
Stage 3 luka lebih dalam, mungkin terdapat
jaringan nekrotik
Stage 4 luka sangat dalam, terdapat jaringan
nekrotik disertai kehilangan otot.
f. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan atau Pnemonia
merupakan peradangan jaringan atau parenkim
paru-paru. Dasar diagnose pneumonia dapat
berdasarkan 3 hal yaitu gejala klinis, radiologis,
dan laboratorium. Ada 2 jenis pneumonia yang
berhubungan dengan IRS yaitu Pneumonia
yang didapatkan akibat perawatan yang lama
atau sering disebut sebagai hospital acquired
pneumonia (HAP) dan pneumonia yang terjadi
akibat pemasangan ventilasi mekanik atau
sering disebut dengan ventilator associated
pneumonia (VAP).
Faktor Risiko Pneumonia/VAP:
- Instrumentasi sistem saluran nafas
- Tindakan operasi(operasi thorax dan
abdomen)
- Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi
(pemasangan pipa lambung, kesadaran
menurun, disfagia)
- Usia tua
- Obesitas
- Pemakaian ventilasi mekanik yang lama
- Uji fungsi paru abnormal (menurunnya
kecepatan expirasi)
Ventilator Associated Pneumoniae (VAP)
Pneumonia terkait ventilator (VAP) adalah
infeksi saluran nafas bawah yang mengenai
parenkhim paru dan terjadi > 48 jam setelah
pemakaian ventilasi mekanik dan sebelumnya
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran
nafas. Agen penyebab VAP antara lain
Pseudomonas aeruginosa, Acinobacter spp,
Methillin Resistant Staphylococcus Aureus
(MRSA), Escherichia coli, Klebsiella spp.
Hospital Aqcuired Pneumonia (HAP)
HAP adalah infeksi saluran nafas bawah yang
mengenai parenkim paru setelah pasien dirawat
di RS > 48 jam tanpa dilakukan tindakan
intubasi dan sebelumnya tidak menderita
infeksi saluran nafas bawah. HAP dapat
ditandai dari onsetnya awal atau lambat. HAP
onset awal, timbul dalam 4 hari pertama
perawatan sering disebabkan oleh kuman M.
catarrhalis, H. Influenzae dan S. pneumoniae
sedangkan HAP onset lambat sering berupa
gram negative atau MRSA. Virus dapat
menyebabkan HAP onset awal atau lanjut
sedang jamur, Pneumocystis carinii, Legionella
dan kapang umumnya menyebabkan HAP onset
lambat.
Tanda dan gejala klinis pneumonia
Minimal dari tanda dan gejala berikut ini:
- demam (>380C) tanpa ditemui penyebab
lainnya;
- leukopenia atau leukositosis,
- untuk penderta berumur > 70 tahun, adanya
perubahan status mental yang tidak ditemui
penyebab lainnya
Dan minimal disertai 2 tanda berikut
- Timbulnya onset baru sputum purulen atau
perubahan sifat sputum
- Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang
memburuk atau dyspnea atau tachypnea
- Ronki basah atau suara nafas bronkial
- Memburuknya pertukan gas misal desaturasi
O2 (PaO2/FiO2 < 240), peningkatan kebutuhan
oksigen atau perlunya peningkatan ventilator.
Tanda radiologis pneumonia
Bukti adanya pneumonia secara radiologis
adalah bila ditemukan > 2 foto serial
didapatkan minimal 1 tanda berikut:
- Infiltrat baru atau progresif yang menetap
- Konsolidasi
- Kavitasi
- Pnuematoceles pada bayi berumur < 1 tahun
Untuk bayi < 1 tahun
Buruknya pertukaran gas
dan
Minimal disertai 3 tanda berikut:
- Suhu yang tidak stabil yang tidak ditemukan
penyebab lainnya
- Lekopeni atau lekositosis dan gambaran darah
tepi terlihat pergeseran ke kiri (>10% bentuk
netrofil bentuk batang)
- Munculnya onset baru sputum purulen atau
perubahan karakter sputum atau adanya
peningatan sekresi pernafasan atau peningkatan
keperluan penghisapan (suctioning)
- Apneu, tachypneu atau pernafasan cuping
hidung dengan retraksi dinding dada
- Ronki basah kasar maupun halus
- Batuk,
- Bradikardi atau takikardi.
Untuk anak > 1 tahun atau berumur < 12 tahun
Minimal ditemukan 3 dari tanda berikut:
- Demam (suhu >38,40C atau hipotermia <
36,50C) yang tidak ditemukan penyebab
lainnya
- Lekopeni atau lekositosis (AL > 15.000/mm3)
- Munculnya onset baru sputum purulen atau
perubahan karakter sputum atau adanya
peningatan sekresi pernafasan atau peningkatan
keperluan penghisapan (suctioning)
- Onset baru dari memburuknya batuk, Apneu,
tachypneu
- Wheezing, ronki basah kasar maupun halus
- Memburuknya pertukaran gas, misal pO2 <
94%
g. Kejadian Luar biasa
Kejadian luar biasa adalah kejadian infeksi
yang muncul di masyarakat berdasarkan data
epidemiologis dan kejadian yang tiba-tiba
muncul dan/atau muncul kembali di suatu
tempat di sekitar rumah sakit.
2. Pengumpulan data
Data minimal yang perlu dikumpulkan antara lain
adalah nama pasien, umur, jenis kelamin, nomor rekam
medik, nama ruang, tanggal kejadian. Data lain dapat
dikumpulkan hanya apabila akan dilakukan analisis,
kadang – kadang dicatat juga diagnosis primer invasive
yang dilakukan sebelum terjadi infeksi dan antibiotika
yang diberikan.
a. Pengumpulan data monitoring pengendalian infeksi
nosokomial
• Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi luka
infus (phlebitis) :
1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang
terpasang infus dan setiap mengganti infus
pada format monitoring infus pasien rawat
inap.
2). Perawat mencatat kejadian infeksi luka infus
pada format yang tersedia.
3). Tiap awal bulan kepala ruang / anggota PPI
yang ditunjuk merekap kejadian infeksi luka
infus.
4). Kepala ruang melaporkan bagian Keperawatan
dan PPI.
5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk
menjadi laporan mutu.
• Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi luka
operasi :
1). Perawat OK/ruangan mempunyai pengetahuan
tentang Operasi Bersih, Operasi Bersih
Terkontaminasi dan operasi kotor.
2). Perawat OK mengisi lembar monitoring
operasi terhadap semua pasien yang dilakukan
tindakan operasi.
3). Perawat ruangan memonitor tanda–tanda
infeksi yang terjadi pada luka operasi bersih
selama dirawat di rumah sakit.
4). Perawat mencatat kejadian infeksi luka operasi
bersih pada format yang tersedia.
5). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI
yang ditunjuk merekap kejadian infeksi luka
operasi bersih.
6). Kepala ruangan melaporkan kepada PPI.
7). PPI mengevaluasi dan menganalisa serta
membuat laporan kepada Forum mutu RSUD
Naibonat.
 Pelaksanaan pengumpulan data untuk angka
kejadian decubitus :
1). Perawat pelaksana melakukan pencatatan
kegiatan alih baring pada form monitoring
tirah baring pasien
2). Perawat pelaksana mencatat pasien yang
terpapar decubitus pada format yang
disediakan
3). Perawat mencatat kejadian decubitus pada
format yang tersedia .
4). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI
yang ditunjuk merekap kejadian decubitus.
5). Kasubbag ranap melaporkan kejadian kepada
Bagian Keperawatan dan PPI.
6). PPI mengevaluasi dan menganalisa serta
membuat laporan kepada Forum mutu.
• Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi post
tindakan di IGD atau Poliklinik :
1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang
terkena infeksi tindakan.
2). Perawat mencatat kejadian infeksi post
tindakan pada format yang tersedia.
3). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI
yang ditunjuk merekap kejadian infeksi post
tindakan.
4). Kepala ruang melaporkan kepada bagian
Keperawatan dan PPI.
5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk
menjadi laporan mutu.
• Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi
Saluran kencing :
1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang
terkena infeksi saluran kencing.
2). Perawat mencatat kejadian infeksi saluran
kencing pada format yang tersedia.
3). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI
yang ditunjuk merekap kejadian infeksi
saluran kencing.
4). Kepala ruang melaporkan kepada bagian
Keperawatan dan PPI.
5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk
menjadi laporan mutu.
• Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi
epidemic dan kejadian luar biasa :
1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang
terkena infeksi epidemic dan kejadian luar
biasa.
2). Perawat mencatat kejadian epidemic dan
kejadian luar biasa pada format yang tersedia.
3). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI
yang ditunjuk merekap kejadian infeksi
epidemic dan kejadian luar biasa.
4). Kepala ruang melaporkan kepada bagian
Keperawatan dan PPI.
5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk
menjadi laporan mutu.
b. Sekretaris dan anggota PPI :
1). Mengevaluasi laporan/data monitoring
pengendalian infeksi yang sudah tersedia.
2). Membuat analisa outbreak infeksi bersama-sama
dengan perawat dan dokter.
3). Membuat kesimpulan terjadinya infeksi kepada
forum mutu.
4). Membuat laporan rekapitulasi infeksi
nosokomial setiap 6 bulan.
5). Untuk KLB (Kejadian Luar Biasa) dilaporkan
setiap saat / setiap kejadian.
c. Direktur menerima laporan dari PPI melalui forum
mutu dan menindak lanjuti laporan tersebut.
3. Penyebaran data / informasi
Data infeksi nosokomial yang sudah tersedia dan di
analisa oleh PPI di lakukan evaluasi setiap bulan dan di
analisis ulang minimal dalam 2 tahun sekali.
Setelah ada tindak lanjut dari Direktur, laporan di
sebarluaskan atau di informasikan ke PPI, dan bagian
terkait.
Laporan KLB dilaporkan ke dinas kesehatan segera
setelah terjadi kejadian. Laporan kejadian PPI
dilaporkan secara periodic minimal 1 kali dalam 1
tahun ke dinas kesehatan setempat.
C. Penggunaan Obat Antibiotik secara Rasional
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit yang banyak
dijumpai di Indonesia sampai saat ini, oleh karena itu
antibiotic masih tetap diperlukan. Perkembangan yang
pesat di bidang Farmasi mengingkatkan produksi obat –
obatan baru khususnya antibiotic. Produksi antibiotic yang
meningkat menyebabkan banyaknya antibiotic yang
beredar dipasaran baik dalam jumlah, jenis maupun mutu.
Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat
sasaran, atau kurang rasional maka perlu dibuat suatu
pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan
antibiotic yang tidak rasional akan menyebabkan
timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan
kuman terhadap beberapa antibiotic, meningkatnya
kejadian efek samping obat, biaya pelayanan kesehatan
menjadi tinggi yang pada gilirannya akan merugikan
pasien.
Atas dasar semuanya ini perlu ada kebijakan rumah sakit
tentang pengaturan penggunaan antibiotic agar dapat
menekan serendah–rendahnya efek yang merugikan dalam
pekamaian / penggunaan antibiotic.
1. Tujuan
Untuk membudayakan penggunaan antibiotic secara
rasional di rumah sakit sebagai upaya dalam
meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi
rumah sakit dengan tidak mengurangi tanggung jawab
professional dari dokter dan apoteker dalam
pengobatan terhadap pasien.
2. Prinsip penggunaan antibiotic
pemilihan antibiotic hendaknya didasarkan atas
pertimbangan berbagai factor yaitu spectrum antibiotic,
efektifitas, sifat–sifat farmakokinetik, keamanan,
pengalaman klinik sebelumnya, kemungkinan
terjadinya resistensi kuman, super infeksi dan harga
yang terjangkau.
Arti penting dari pertimbangan factor–factor ini
tergantung dari derajat penyakit dan tujuan pemberian
antibiotic apakah untuk profilaksis atau untuk terapi.
Diagnosa penyebab infeksi sedapat mungkin
ditegakkan melalui tata laksana pemeriksaan
mikrobiologi klinik yang relevan beserta interprestasi
antibiogram yang memadai dan informasi
klinik/farmasi klinik mengenai jenis–jenis antibiotic
yang tersedia.
Idealnya setiap pasien infeksi perlu dilakukan
pemeriksaan mikrobiologis yaitu pembuatan sediaan
Gram, kultur kuman dan uji kepekaannya untuk
menunjang diagnose klinis dan pemberian pengobatan
yang tepat.
Kultur kuman dan uji kepekaan terhadap antibiotic
harus dilakukan pada penyakit–penyakit berikut :
sepsis, meningitis, peritonitis, salmonelosis, sigelosis,
keracunan makanan karena bakteri, ISPA, tuberculosis
dan kandidiasis. Pengambilan spesiman pemeriksaan
mikrobiologis dilakukan sebelum pengobatan.
Dalam hal uji biakan dan uji kepekaan kuman belum
ada hasilnya atau tidak bisa dikerjakan, pemilihan
antibiotika ditentukan berdasarkan penilaian klinik
penderita, jadi bukan semata–mata atas dasar hasil
biakan kuman.
3. Pemberian antibiotic
a. Profilaksis
1) Bedah
2) Medik
b. Terapiutik
1) Empiric
2) Definitive
Pada antibiotic profilaksis bedah tujuan utama adalah
untuk mengurangi terjadinya ILO (Infeksi Luka
Operasi) dengan mengupayakan konsentrasi antibiotic
yang mematikan mikroorganisme pada saat sayatan
dimulai sampai operasi selesai.
Secara spesifik antibiotic profilaksis bedah adalah
untuk mencegah :
• Infeksi yang sering terjadi.
• Terjadi infeksi local yang berat (pada protesis sendi,
protesis vaskuler).
• Kemungkinan terjadinya infeksi sistemik yang berat
pada pasien yang beresiko tinggi.
• Kemungkinan infeksi fatal (operasi penggantian
katup jantung).
Syarat pemberian profilaksis adalah antibiotic yang
tepat, harus diberikan dalam jangka waktu yang tepat
pada lokasi yang tepat dan konsentrasi yang tepat.
Antibiotik harus diberikan dengan cara yang tepat tidak
boleh mengganggu pasien atau lingkungannya, tidak
boleh menyebabkan kekebalan dan harganya murah.
Dalam memilih antibiotic profilaksis hendaknya
diperhatikan hal–hal sebagai berikut
• Spektrum bakterisida.
• Kemungkinan resistensi
• Cara pemberian dan penyerapannya.
• Konsentrasi pada lokasi infeksi.
• Lama bekerja
• Metabolisme
• Bukti klinis yang baik
• Toksisitas yang rendah
• Efek samping
• Harga.
7. Unit terkait Unit IGD
Unit Kamar Bersalin
Unit Kamar Operasi
Unit Layanan Umum
Unit layanan obat
Pengendalian sampah infeksius/petugas kebersihan
8 Dokumen terkait 1. Notulen

Anda mungkin juga menyukai