Anda di halaman 1dari 15

Model optimasi jadwal kamar operasi untuk mengurangi proses perioperasi

1. Introduction
Jadwal kamar operasi sangat penting. Intervensi bedah kemungkinan
menyumbangkan 52% dari semua pendaftaran di RS dan lebih dari 40% dari
pengeluaran total RS. Dalam bagian RS ruang bedah merupakan salah satu sumber
pendapatan dan yang membutuhkan biaya besar. Maka dari itu saat ini RS lebih harus
menyediakan perawatan kualitas tinggi yang lebih efektif dengan efisiensi jadwal
kamar operasi.
Jadwal kamar operasi tidak pasti karena kompleksitas diatas. Pertama; proses
perioperasi terdiri dari 3 stase : pre-operasi (preop), intra-operasi (intraop), dan post-
operasi (postop) dimana informasi pasien terkumpul dan persiapan untuk operasi pada
stage preop, bedah terjadi dikamar operasi dan post anesthesia care unit (PACU),
intensive care units (ICU) atau ruang untuk perbaikan pada stage postop. Kedua;
terdapat 3 fase jadwal kamar operasi termasuk : strategi pada jangka panjang, tactical
pada jangka menengah, operasional pada jangka pendek. Objektif utama untuk fase
strategi adalah mendistribusikan blok kamar operasi diantara kelompok operasi yang
berbeda dan output disebut dengan “case mix”. Fase tactical, objektifnya
mengembangkan jadwal bedah master (MSS) yang menentukan jumlah atau jenis
kamar operasi pada masing2 kelompok bedah. Fase operasional yang termasuk yaitu
jadwal detail yang menentukan jumlah kasus serta waktu pada saat kasus dimulai dan
diakhiri. Ketiga fase ini berhubungan satu sama lain karena output pada fase strategi
merupakan input pada fase tactical, output fase tactical merupakan input fase
operasional, dan output fase operasional memberikan dampak pada alokasi blok
kamar operasi pada fase strategi pada periode selanjutnya jangka panjang. MSS pada
fase tactical penting untuk menghubungkan pada periode jangka panjang dan jangkat
pendek.
Pada sebagian besar rumah sakit dimana blok kamar operasi ditugaskan pada
kelompok bedah untuk memastikan ketersediaan sumber daya downstream seperti
tempat tidur di ICU atau PACU. Karena jika ketidaktersediaan sumber seperti diatas,
pasien tidak bisa untuk ditransfer ke stage berikutnya, tetapi harus tetap pada stage
tersebut, yang memblok diantara setiap 2 stage consecutive.
Pada jurnal ini, kami akan mengembangkan model minimalisasi bloking (BM)
untuk mengurangi jumlah bloking antara 2 stage consecutive. Untuk menghindari
pemblokiran, jumlah pasien pada setiap stage tidak boleh melebihi jumlah tempat
tidur pada stage ini. Jumlah pasien pada setiap stage dipengaruhi oleh 3 peristiwa :
 Pasien yang datang setiap harinya dari stage upstream
 Pasien mulai dari hari sebelumnya dimana yang masih memerlukan
perawatan pada stage saat ini
 Pasien mulai dari hari sebelumnya dimana yang mengeluarkan cukup
waktu pada stage saat ini dan bersiap untuk meninggalkan.
Model BM menyediakan jadwal blok kamar operasi dengan penggabungan
peristiwa diatas. Model BM menentukan jadwal blok kamar operasi untuk hari
berikutnya dengan mempertimbangkan urutan tugas stage current (jumlah pasien pada
stage) untuk mengurangi jumlah bloking antara stage intraop dan postop. Maka dari
itu model BM menyeimbangkan antara pendaftaran dan kedatangan pada saat stage
postop, sambil untuk menghindari akumulasi jumlah pasien melebihi jumlah sumber
daya yang ada.

2. Review literatur
Operasi bedah dikategorikan dalam 2 kelas utama yaitu operasi elektif atau
emergency. Jadwal kamar operasi dibagi menjadi 3 fase utama dengan tantangan
memblok jadwal kamar operasi. 3 fase utama jadwal kamar operasi dijelaskan sebagai
berikut :
Strategi : objektif utama pada fase strategi adalah menyediakan “ rencana
kasus campuran” dengan mengalokasikan blok kamar operasi pada grup bedah. Fase
strategi didasarkan pada data riwayat pasien dan atau perkiraan, biasanya dalam
waktu 1 tahun.
Tactical : objektif utama pada fase tactical menyediakan jadwal bedah master
(MSS). MSS menunjukkan jumlah, tipe dan waktu dimulainya kamar operasi pada
setiap kelompok bedah. Pada MSS, tipe bedah dikelompokkan pada grup bedah yang
didasarkan pada kesamaan karakteristik spesialisasi dan persyaratan sumber daya,
seperti fasilitas kamar operasi, ICU, dan PACU. Waktu fase tactical biasanya satu
sampai tiga bulan. MSS terutama berbasis pada kasus operasi elektif, jumlah waktu
dan kasus yang tidak bervariasi pada waktu 3 bulan. Maka dari itu, MSS bersifat
siklik dan berulang pada fase taktik. Pengelola rumah sakit lebih suka menetapkan
atau blok kamar operasi diantara tipe bedah dalam kebutuhan grup kasus yang sama.
Pertukaran skala kecil tidak dapat mengubah jadwal operasi optimal, dan mereka
tidak mengembangkan jadwal baru untuk setiap perubahan jadwal kecil. Gambar 1
menunjukkan contoh MSS, berdasarkan jumlah ketersediaan blok kamar operasi
( blok kamar operasi artinya jam kerja harian kamar operasi) yaitu 6 jam tiap hari dan
terdapat 3 kelompok grup bedah G1, G2, G3. MSS harus direvisi setiap kali jumlah
total ketersedian blok kamar operasi berubah.

Operational : setelah perkembangan MSS, tugas kasus kamar operasi dan


waktu awal/akhir setiap kasus ditentukan setiap hari.
Untuk mencapai utilisasi tinggi kamar operasi yang merupakan salah satu dari
objektif utama jadwal kamar operasi untuk mengalokasi blok kamar operasi ke
kelompok bedah. Bagaimanapun, pada fase tactical tingginya jumlah kasus variasi
dan kedatangan pasien mungkin gagal untuk jadwal operasi dengan utilisasi tinggi
kamar operasi.
Berdasarkan literatur, utilisasi kamar operasi harus dimaksimalkan untuk
menghindari biaya dibawah utilisasi, meskipun menyebabkan variasi tinggi waktu
prosedur dan kedatangan pasien, tingginya utilisasi kamar operasi menyebabkan
ketidakstabilan.
Program ini penting untuk perkembangan jadwal kamar operasi untuk
menyebabkan perataan stage downstream. Utilasi kamar operasi dipelajari secara
intensif, tetapi beberapa kasus ditujukan melalui aliran pasien pada proses periop.
Jadwal kamar operasi dapat mempengaruhi langsung PACU & ICU pada stage
postop.
Setelah melakukan operasi bedah di kamar operasi, pemulihan pasien
dilakukan di PACU, kemudian dipindahkan ke ICU untuk mendapatkan perawatan
yang dibutuhkan. Jumlah waktu pasien pada saat di ICU sebelum dipindahkan ke
bangsal disebut sebagai lama tinggal (Length of stay (LoS) di ICU. Setelah
menghabiskan waktu yang dibutuhkan di ICU, pasien dipindahkan ke tempat tidur
NonICU di bangsal. Tergantung berdasarkan level, pasien dapat dipindahkan
langsung dari PACU ke bangsal. Pada pasien yang tidak memerlukan ICU, kita dapat
mempertimbangkan LoS sama dengan nol.

Jika tidak tersedia tempat tidur di ICU, pasien dapat tinggal di PACU, dimana
dapat dianggap sebagai pemblokiran. Kamar operasi diblokir maksudnya tidak ada
operasi bedah yang berjalan hingga tersedia kamar tidur di PACU atau ICU. Blok
kamar operasi menurunkan utilisasi kamar operasi yang menghabiskan waktu yang
sia-sia. Jadwal kamar operasi yang efisien tidak hanya memaksimalkan utilisasi
kamar operasi, tetapi juga memperlancarkan jalannya pasien pada saat proses periop
seperti mengurangi jumlah pemblokiran. Model PACU Boarding (PB) diusulkan
untuk membangun optimal MSS yang menyeimbangkan antara pendaftaran dan
tingkat discharge ICU. Model PB menggunakan data kedatangan pasien dan LoS
ICU. Berdasarkan hasil yang didapat model PB dapat mengurangi jumlah
pemblokiran antara kamar operasi dan ICU dibandingkan model dasar yang
digunakan di rumah sakit. Focus pada model ini adalah meminimalisasi perbedaan
antara pendaftaran dan tingkat discharge ICU. Karena pada model ini jumlah pasien
ICU saat ini terlantar, akumulasi pasien di ICU belum dipertimbangkan.
Menggunakan simulasi Marcon and Dexter meneliti efek aturan sequencing berbeda
di kamar operasi pada beban kerja PACU. Hasil dari kasus sequencing kamar operasi
memiliki efek kecil terhadap beban kerja PACU. Menyatakan pelatihan terbaik yaitu
mengoptimasi hubungan beban kerja PACU dengan kapasitasnya.

3. Model BM
Kami tertarik dalam penggunaan model BM dalam jangka mingguan jumlah
pemblokiran dan postop harian. Model BM kita mempertimbangkan jumlah pasian
stage postop, untuk meminimalisasikan kemungkinan pemblokiran antara stage kamar
operasi intraop dan postop. Model BM mengambil stage postop saat ini untuk
mempertimbangkan melakukan tugas untuk hari berikutnya sedemikian rupa sehingga
akumulasi jumlah pasien postop tidak melebihi jumlah tempat tidur. Menggunakan
simulasi kejadian, kami memperlihatkan model BM menggungguli model price et al.
untuk kesederhaan, selanjutkan kami mengacu model Price et al sebagai model BM.

i jumlah pasien yang diharapkan per blok untuk grup I diperkirakan dengan
membagi lama dari blok kamar operasi maksudnya dengan waktu kasus + waktu
menyediakan + waktu membersihkan. Waktu menyediakan adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menyesuaikan peralatan sebelum melakukan intervensi, dan waktu
membersihkan adalah waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan disinfeksi
semua alat yang digunakan setelah bedah. Blok kamar operasi maksimum dan
minimum untuk setiap grup bedah ditentukan dari data riwayat.

Model BM dideskripsikan sesuai :


Fungsi objektif (1) meminimalkan perbedaan antara kapasitas stage postop
dan okupansi (jumlah pasien). Fungsi ini tidak hanya meminimalkan kelebihan
okupansi pada stage postop, tetapi juga menyeimbangkan okupasi postop. (2)
memaksakan bahwa jumlah yang ditugaskan untuk memblok kamar operasi sama
dengan setiap grup yang diperlukan untuk memblok kamar operasi. (3) memaksakan
bahwa jumlah yang ditugaskan untuk memblok kamar operasi tidak melebihi jumlah
jumlah ketersediaan kamar operasi (4) recursively diartikan okupansi stage postop
pada hari j. Model BM membedakan antara perbedaan LoSs,
Dimana diartikan pasien perlu dikirim ke stage postop, jika tidak sudah dikirim
langung ke bangsal. (if μ =0). Jangka menentukan jumlah pasien
pada stage postop dipindahkan ke hari j dari hari sebelumnya, jika pasien
masih memerlukan waktu untuk tinggal stage postop. (5) mendeskripsikan
variable binary decision, dimana sama dengan 1, jika pasien dikirim pada
stage postop jika LoS postop lebih besar dari nol, jika tidak langsung mengirim kamar
tidur ke bangsal. (6) mendeskripsikan
jika variable binary decision, dimana sama dengan 1, jika jika
pasien pada stage postop masih memerlukan lebih banyak waktu untuk ini, ,
jika tidak harus mengirim kamar tidur ke bangsal (melepaskan stage postop). (7)
memaksakan bahwa jumlah kamar operasi harian yang ditugaskan di setiap grup
harus jatuh diantara nilai spesifik minimum dan maksimum. (8) memaksakan bahwa
jumlah kamar operasi harian yang ditugaskan di setiap grup harus memiliki integritas
positi. Model BM menggunakan LoS stage postop untuk menentukan MSS. Model
BM secara jelas terlibat dengan okupansi postop dengan mempertimbangkan
kedatangan, discharge, okupansi stage postop saat ini.

4. Studi Kasus
Untuk memvalidasi model BM kami untuk memblokir jadwal kamar operasi,
kami memberi 3 case studies. Pertama, kita menyelesaikan model BM untuk
memperoleh MSS optimal. Kedua, kita membangun model simulasi untuk melakukan
tes kekuatan MSS yang dihasilkan oleh BM, PB, MSS saat ini implementasi
berdasarkan studi rumah sakit oleh Price et al demi kesederhaan kami memberikan
nama rumah sakit MSS in Pride et al sebagai “model dasar”. Kami mengenalkan
variasi i dan i ke dalam model stimulasi untuk mengamati jumlah pemblokiran dan
okupasi stage postop setiap hari dihasilkan oleh 3 model. Ketiga, kita melakukan tes
proses kapasibilitas untuk 3 model dengan proses kontrol statistic (SPC).

4.1 Optimal MSS


Kami menggunakan data yang telah disediakan oleh Price et al. Terdapat 16
kamar operasi, 31 kamar tidur di ICU dan 3 kelompok grup bedah. Pasien dibagi
dalam grup masing2 tergantung waktu kasus yang sama dan LoS. Tabel 1
menunjukkan data riwayat dari group bedah. Pasien pada grup 1 memiliki LoS
singkat dan waktu kasus kecil untuk grup ini. Pasien pada grup 2 memiliki LoS
relatif lama dibandingkan grup 1 dan waktu kasus juga lebih lama. Terakhir, grup
3 memiliki LoS paling lama dan waktu kasus paling lama. Studi menunjukkan
waktu kasus tergantung secara independent dengan peningkatan LoS pada stage
postop. Yang dibutuhkan blok maksimum dan minimum kamar operasi untuk
setiap grup bedah ditentukan dari data riwayat.

Tabel 2 menunjukkan MSS berdasarkan solusi optimal dari model BM.


Gambar 3 menunjukkan representasi grafik jadwal blok kamar operasi.
Kemungkinan bisa ditugaskan blok jadwal kamar operasi ke grup bedah hanya
untuk pagi atau sore, dimana disebut “blok setengah”. MSS dibangun untuk 5
minggu, maka dari itu unit dasar blok kamar operasi adalah 10 dari 1 blok lebih
dari 1 minggu. Sejak unit dasar blok kamar operasi adalah 0,1, skala
diskalakan oleh suatu faktor 10 untuk mempertahankan integritasi masalah natural
contoh; value 21 yang didapatkan dari model BM sama dengan 2,1 blok MSS.
LoS ICU untuk setiap kasus dihasilkan secara acak dari distribusi uniform
antara 1/6 & 1/2 dari total LoS. Semua jumlah acak diundang integritas. Simulasi
dihangatkan untuk 20 minggu sampai mencapai perilaku stabil, model itu
dijalankan untuk 52 minggu (1 tahun) dan hasil dibagi rata-rata.
Tabel 3 menunjukkan rata-rata dan standard deviasi dari setiap okupansi.
Gambar 4. menunjukkan rata-rata okupansi ICU dihasilkan dengan 3 rata-rata.
Model BM memiliki okupansi maksimal 25.30 yang jauh dari kapasitas maksimal
ICU (31 kamar tidur), maka dari itu model BM dapat merendam variasi jumlah
pasien dan LoS ICU lebih baik daripada PB dan model Base. Okupansi ICU
maksimum PB dan model Base 30,1 dan 30,49 masing-masing, dimana terjadi
pada hari Selasa. Okupansi ICU maksimum sangat dekat dengan kapasitas
maksimum (31 kamar tidur), maka dari itu sedikit variasi menyebabkan
pemblokiran pada proses periop. Walaupun, model PB okupansi rendah pada hari
Rabu (21,64) dan Kamis (18,72) daripada model BM (24,41 dan 22,68) pada
Selasa dan Kamis okupansi ICU dekat dengan kapasitas maksimum (30,49 dan
29,92) masing-masing. Model PB menghasilkan lebih banyak pemblokiran pada
Selasa dan Kamis, dibawah adanya variasi. Selain itu, rata-rata okupansi ICU pada
hari Sabtu hanya 2,03 pada model BM, yang diinginkan untuk manajer kamar
operasi karena mereka membutuhkan lebih sedikit shift hari libur. Gambar 5.
Memperlihatkan pemblokiran plot individual dihasilkan oleh 3 models. Sejak
model BM kami mempertimbangkan okupasi saat ini, dan kami memiliki MSS
yang lebih kuat untuk menyerap variation, model BM kami dapat menghasilkan
lebih sedikit pemblokiran dibandingkan dengan PB dan model base. Menunjukkan
BM lebih kuat dibawah kehadiran variation kedatangan pasien dan LoS ICU.
Model jumlah total blok yang diperlukan untuk pemblokiran kamar operasi
adalah tetap dan sama dengan 72,9, tetapi jumlah ketersediaan pemblokiran kamar
operasi adalah 80 (5 hari dan pemblokiran kamar mandi 16 pada masing-masing).
Penggunaan model BM, kami dapat menyediakan sumber daya postop untuk lebih
melakukan pemblokiran kamar operasi, karena model BM mendistribusikan beban
kerja postop secara merata selama hari kerja.
4.2 Simulasi
Model BM menggunakan nilai-nilai untuk i dan i , tetapi dalam prakteknya
parameternya bebas tergantung variable yang diikuti sebagai distribusi. Kami
membangun model simulasi untuk tes kekuatan model BM dibawah kehadiran
variasi pada LoS ICU dan jumlah pasien per blok. Variasi jumlah pasien per blok
dihubungkan dengan variasi waktu kasus dan juga kedatangan kasus gawat
darurat. Kami membandingkan kekuatan model BM kami dengan model PB dan
model Base. Kekuatan MSS dapat menyerap variasinya, dan menyebabkan
beberapa pemblokiran.
Pertama, kami menstimulasi model jangka waktu lama untuk mengobservasi
dan mengumpulkan jumlah pemblokiran mingguan dan okupasi ICU harian.
Kedua, kami membandingkan performa model BM MSS dengan MSS dari PB
model dan model dasar oleh Price et al. Pada setiap blok kamar operasi, jumlah
kasus bebas telah dihasilkan. Untuk melibatkan gangguan dari variasi waktu kasus
dan kedatangan kegawatdaruratan, kami mempertimbangkan  50% variasi pada
jumlah pasien per blok ( i) sebagai contoh untuk grup 2, rumus (9)
memperlihatkan distribusi uniform 2 1.5 × [0.50,1.50] = 0.75,2.75 = [1,3]
LoS ICU untuk setiap kasus dihasilkan secara acak dari distribusi uniform
antara 1/6 dan 1/2 dari total LoS (liat tabel 1). Semua angka acak dibulatkan ke
bilangan bulat terdekat terbesar. Simulasi dilatih hingga selama 20 minggu untuk
mencapai steady state; model itu kemudian dijalankan selama 52 minggu (1
tahun) dan hasilnya dirata-rata.
Tabel 3 menunjukkan rata-rata dan deviasi standard okupansi harian. Gambar
4. Menunjukkan rata-rata okupansi ICU dihasilkan oleh 3 models. Model BM
memiliki okupansi maksimal 25.30 yang jauh dari kapasitas maksimum ICU (31
tempat tidur), maka dari itu model BM dapat merendam variasi jumlah pasien dan
LoS ICU lebih baik dibandingkan dengan model PB dan model base. Okupansi
ICU maksimum PB dan model base 30,1 dan 30,49 masing-masing, yang terjadi
pada hari Selasa. Okupansi ICU maksimum mereka sangat dekat dengan kapasitas
maksimum (31 tempat tidur), maka dari itu sedikit variasi menyebabkan
pemblokiran stage periop. Meskipun, model PB memiliki okupansi rendah pada
hari Rabu (21,64), kamis (18,72) dibandingkan model base (24,41 dan 22,68)
masing-masing, pada selasa dan kamis okupansi ICU dekat dengan kapasitas
maksimum (30,49 dan 29,92) masing-masing. Ini membuat model PB
menghasilkan lebih banyak pemblokiran pada selasa dan kamis, dibawah banyak
variasi lain. Rata-rata okupansi ICU pada hari sabtu hanya 2,03 pada model BM,
yang diinginkan oleh manajer kamar operasi karena mereka memerlukan sedikit
shift akhir pekan. Gambar 5. Menunjukkan plot pemblokiran individual dihasilkan
oleh 3 model. Sejak model BM mengambil pertimbangan okupansi saat ini, dan
kami memiliki MSS kekuatan lebih untuk menyerap variasi, model BM kami
menghasilkan lebih sedikit pemblokiran dibandingkan dengan model PB dan
model Base. Itu menunjukkan model BM lebih kuat dibawah kehadiran variasi
lain pada kedatangan pasien dan LoS ICU.
Pada model ini jumlah total pemblokiran kamar operasi yang dibutuhkan itu
tetap dan sama dengan 72,9, tetapi jumlah ketersediaan blok kamar operasi 80 ( 5
hari dan pada setiap blok 16 kamar operasi). Menggunakan model BM, kami
dapat menyediakan sumber daya postop untuk lebih banyak blok kamar operasi,
karena BM mendistribusikan beban kerja postop secara merata selama hari kerja.
Maka dari itu, kami dapat menjadwalkan lebih banyak pasien menggunakan blok
kamar operasi yang tidak digunakan (80-72,9 = 7,1 blok kamar operasi).
4.3 Kontrol Proses Statistical (SPC)
Untuk membandingkan stabilitas dan kekuatan model BM kami atas dua model
lain, kami menggunakan metode SPC untuk menghasilkan hasil proses kapabilitas
untuk model diskusi. Gambar 6. Menunjukkan diagram proses kapabilitas.
Kapasibilitas proses (Cp) menunjukkan apakah hasil dari suatu proses berada
dalam batas kontrol. Dengan menggunakan batas spesifikasi rentang tetap dimana
USL-LSL, yang lebih besar Cp, semakin sedikit variasi dalam hasil. Kapasibilitas
proses index Cpk menunjukkan jika hasilnya dipusatkan pada kinerja rata-rata. Cp
yang lebih besar, semakin kecil kemungkinan bahwa hasilnya akan keluar dari
LSL atau USL. Seperti yang terlihat pada gambar 6, Cp 1,66 untuk BM; 0,57
untuk PB; 0,34 untuk base model. Maka dari itu model base menghasilkan paling
sedikit variasi pada hasil. Cpk 1,56 untuk BM dan 0,33 untuk PB dan -0,01 untuk
model base. Maka dari itu, pemblokiran yang dihasilkan model BM paling
terpusat dalam batas. Pemblokiran rata-rata yang dihasilkan model BM lebih
terpusat dalam batas spesifikasi dan dengan variasi yang lebih sedikit,
dibandingkan dengan PB dan model base. Tabel 4. Menunjukkan hasil SPC dan
proses analisis kapasibilitas.

Kami menghasilkan grafik Xbar-R rata-rata pemblokiran mingguan, seperti pada


gambar 7. Kami mensimulasikan 52 minggu untuk 1 tahun. Dari gambar 7, kami
mendapatkan pemblokiran rata-rata mingguan, 0,30 untuk BM; 2,07 untuk PB; 5,12 untuk
model base. Selain itu, ada beberapa minggu model BM menghasilkan hampir nol
pemblokiran. Dibandingkan dengan model base, perbaikan rata-rata pemblokiran dapat
dihitung dengan (5,12-0,30)/5,12 x 100 = 94%. Selain, dibandingkan dengan model PB,
perbaikan (2,07-0,30)/2,07 x 100 = 85% bisa diraih. Kisaran variasi rata-rata model BM 2,71,
kurang dari 7,9 dan 13,36 untuk setiap masing-masing model PB dan model base. Maka dari
itu, model BM menghasilkan variasi rata-rata paling sedikit dalam memblokir. Hasil ini dari
grafik Xbar-R mendukung cp dan cpk. Peningkatan 94% pada jumlah pemblokiran
mengindikasikan bahwa secara potensial rata-rata 250 kasus tambahan dapat dilayani dalam 1
tahun, jika model BM digunakan untuk jadwal memblokir kamar operasi. Terdapat
peningkatan pendapat bersih rumah sakit dari kasus-kasus tambahan. Estimasi nilai ini dapat
dihitung dengan mengalikan jumlah kasus tambahan dengan pendapatan bersih per kasus,
maka dari itu aka nada peningkatan tahunan 250 x $15000 = 3,75 juta dollar dalam
pendapatan rumah sakit. Bagaimanapun, dalam prakteknya, ketersediaan faktor kamar
operasi, ahli bedah dan staff lain yang dapat membatasi estimasi peningkatan dalam
pendapatan rumah sakit.

5. Kesimpulan
Jadwal kamar operasi sangat penting, karena besarnya biaya dan pendapatan
kamar operasi dalam rumah sakit dan permintaan untuk layanan bedah meningkat.
Maka dari itu, rumah sakit harus menyediakan kualitas pelayanan yang tinggi lebih
efisien dengan sumber daya terbatas dengan mengembangkan jadwal kamar operasi
yang efisien. Pada banyak rumah sakit, jika blok kamar operasi ditugaskan pada grup
bedah, tidak terdapat mekanisme spesifik untuk memastikan ketersediaan sumber
daya downstream seperti kamar tidur pada ICU dan PACU. Karena itu
ketidaktersediaan sumber daya downstream, pasien tidak dapat ditransfer dari kamar
operasi ke ICU atau PACU, disebabkan pemblokiran antara setiap 2 stage
consecutive. Ini menyebabkan dampak negatif pada manajemen kamar operasi,
seperti peningkatan jumlah waktu tunggu, LoS, lembur berlebihan, shift malam yang
berlebih. Maka dari itu, ketika MSS dibangun perlu untuk mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya downstream.
Pada paper ini, kami megembangkan model BM untuk mengurangi jumlah
pemblokiran antara 2 stage consecutive. Untuk meminimalisasi pemblokiran,
kedatangan, keberangkatan dan okupansi postop saat ini dihitungkan. Tujuan kami
adalah untuk menetapkan blok kamar operasi untuk kelompok bedah dengan cara
okupansi postop tidak melebihi jumlah kamar tidur postop. Hasil simulasi
menunjukkan model BM mengungguli model PB yang diusulkan oleh Price et al dan
mereka mempelajari model base rumah sakit juga. Bahkan, peningkatan penggunaan
model BM 94% mengurangi jumlah pemblokiran (diatas model base) bisa diraih, ini
mengartikan bahwa penggunaan model BM berpontensi dapat melayani lebih banyak
pasien. Hasil SPC menunjukkan model BM dapat merendam variasi pada waktu kasus
dan LoS ICU. Pekerjaan kami menunjukkan pertimbangan sumber daya downstream
pada departemen kamar operasi sangat penting dan model BM kami bisa secara
efektif meningkatkan kinerja keseluruhan departemen kamar operasi. Model BM bisa
disama ratakan dengan 2 stage consecutive pada saat melintasi proses periop.
Bagaimanapun, dalam prakteknya faktor ketersediaan kamar operasi, ahli bedah dan
staff lain dapat membatasi estimasi peningkatan pendapatan rumah sakit.
Implikasi manajerial dari pekerjaan ini sebagai berikut. Mempertimbangkan
interaksi dengan berbagai tahap, kami harus memastikan jadwal stage upstream dapat
memberi waktu stage downstream tanpa bersamaan, karena bersamaan menghasilkan
pemblokiran antara stages, dimana proses keseluruhan utilisasi rendah dan
memperlambat aliran pasien melintas. Jadwal pasien melintasi 3 stage proses periop
dapat diterapkan untuk penjadwalan alur kerja untuk produksi dibidang manufaktur
pada s-stage dan juga memperlancar aliran pasien pada proses periop dapat diterapkan
untuk produksi tidak menunggu terlalu lama.
Pekerjaan lebih lanjut termasuk mempertahankan utilisasi tinggi kamar operasi
ketika mengurangi pemblokiran, juga karena ada kinerja metrik seperti tingkat
layanan (jumlah pasien yang dilayani), daftar tunggu (pasien yang menunggu untuk
menerima layanan), biaya merupakan kinerja komprehensif pada penelitian ini dan
kemungkinan trade-off diantara mereka adalah penelitian yang sedang berlangsung
saat ini.

Anda mungkin juga menyukai