1. Introduction
Jadwal kamar operasi sangat penting. Intervensi bedah kemungkinan
menyumbangkan 52% dari semua pendaftaran di RS dan lebih dari 40% dari
pengeluaran total RS. Dalam bagian RS ruang bedah merupakan salah satu sumber
pendapatan dan yang membutuhkan biaya besar. Maka dari itu saat ini RS lebih harus
menyediakan perawatan kualitas tinggi yang lebih efektif dengan efisiensi jadwal
kamar operasi.
Jadwal kamar operasi tidak pasti karena kompleksitas diatas. Pertama; proses
perioperasi terdiri dari 3 stase : pre-operasi (preop), intra-operasi (intraop), dan post-
operasi (postop) dimana informasi pasien terkumpul dan persiapan untuk operasi pada
stage preop, bedah terjadi dikamar operasi dan post anesthesia care unit (PACU),
intensive care units (ICU) atau ruang untuk perbaikan pada stage postop. Kedua;
terdapat 3 fase jadwal kamar operasi termasuk : strategi pada jangka panjang, tactical
pada jangka menengah, operasional pada jangka pendek. Objektif utama untuk fase
strategi adalah mendistribusikan blok kamar operasi diantara kelompok operasi yang
berbeda dan output disebut dengan “case mix”. Fase tactical, objektifnya
mengembangkan jadwal bedah master (MSS) yang menentukan jumlah atau jenis
kamar operasi pada masing2 kelompok bedah. Fase operasional yang termasuk yaitu
jadwal detail yang menentukan jumlah kasus serta waktu pada saat kasus dimulai dan
diakhiri. Ketiga fase ini berhubungan satu sama lain karena output pada fase strategi
merupakan input pada fase tactical, output fase tactical merupakan input fase
operasional, dan output fase operasional memberikan dampak pada alokasi blok
kamar operasi pada fase strategi pada periode selanjutnya jangka panjang. MSS pada
fase tactical penting untuk menghubungkan pada periode jangka panjang dan jangkat
pendek.
Pada sebagian besar rumah sakit dimana blok kamar operasi ditugaskan pada
kelompok bedah untuk memastikan ketersediaan sumber daya downstream seperti
tempat tidur di ICU atau PACU. Karena jika ketidaktersediaan sumber seperti diatas,
pasien tidak bisa untuk ditransfer ke stage berikutnya, tetapi harus tetap pada stage
tersebut, yang memblok diantara setiap 2 stage consecutive.
Pada jurnal ini, kami akan mengembangkan model minimalisasi bloking (BM)
untuk mengurangi jumlah bloking antara 2 stage consecutive. Untuk menghindari
pemblokiran, jumlah pasien pada setiap stage tidak boleh melebihi jumlah tempat
tidur pada stage ini. Jumlah pasien pada setiap stage dipengaruhi oleh 3 peristiwa :
Pasien yang datang setiap harinya dari stage upstream
Pasien mulai dari hari sebelumnya dimana yang masih memerlukan
perawatan pada stage saat ini
Pasien mulai dari hari sebelumnya dimana yang mengeluarkan cukup
waktu pada stage saat ini dan bersiap untuk meninggalkan.
Model BM menyediakan jadwal blok kamar operasi dengan penggabungan
peristiwa diatas. Model BM menentukan jadwal blok kamar operasi untuk hari
berikutnya dengan mempertimbangkan urutan tugas stage current (jumlah pasien pada
stage) untuk mengurangi jumlah bloking antara stage intraop dan postop. Maka dari
itu model BM menyeimbangkan antara pendaftaran dan kedatangan pada saat stage
postop, sambil untuk menghindari akumulasi jumlah pasien melebihi jumlah sumber
daya yang ada.
2. Review literatur
Operasi bedah dikategorikan dalam 2 kelas utama yaitu operasi elektif atau
emergency. Jadwal kamar operasi dibagi menjadi 3 fase utama dengan tantangan
memblok jadwal kamar operasi. 3 fase utama jadwal kamar operasi dijelaskan sebagai
berikut :
Strategi : objektif utama pada fase strategi adalah menyediakan “ rencana
kasus campuran” dengan mengalokasikan blok kamar operasi pada grup bedah. Fase
strategi didasarkan pada data riwayat pasien dan atau perkiraan, biasanya dalam
waktu 1 tahun.
Tactical : objektif utama pada fase tactical menyediakan jadwal bedah master
(MSS). MSS menunjukkan jumlah, tipe dan waktu dimulainya kamar operasi pada
setiap kelompok bedah. Pada MSS, tipe bedah dikelompokkan pada grup bedah yang
didasarkan pada kesamaan karakteristik spesialisasi dan persyaratan sumber daya,
seperti fasilitas kamar operasi, ICU, dan PACU. Waktu fase tactical biasanya satu
sampai tiga bulan. MSS terutama berbasis pada kasus operasi elektif, jumlah waktu
dan kasus yang tidak bervariasi pada waktu 3 bulan. Maka dari itu, MSS bersifat
siklik dan berulang pada fase taktik. Pengelola rumah sakit lebih suka menetapkan
atau blok kamar operasi diantara tipe bedah dalam kebutuhan grup kasus yang sama.
Pertukaran skala kecil tidak dapat mengubah jadwal operasi optimal, dan mereka
tidak mengembangkan jadwal baru untuk setiap perubahan jadwal kecil. Gambar 1
menunjukkan contoh MSS, berdasarkan jumlah ketersediaan blok kamar operasi
( blok kamar operasi artinya jam kerja harian kamar operasi) yaitu 6 jam tiap hari dan
terdapat 3 kelompok grup bedah G1, G2, G3. MSS harus direvisi setiap kali jumlah
total ketersedian blok kamar operasi berubah.
Jika tidak tersedia tempat tidur di ICU, pasien dapat tinggal di PACU, dimana
dapat dianggap sebagai pemblokiran. Kamar operasi diblokir maksudnya tidak ada
operasi bedah yang berjalan hingga tersedia kamar tidur di PACU atau ICU. Blok
kamar operasi menurunkan utilisasi kamar operasi yang menghabiskan waktu yang
sia-sia. Jadwal kamar operasi yang efisien tidak hanya memaksimalkan utilisasi
kamar operasi, tetapi juga memperlancarkan jalannya pasien pada saat proses periop
seperti mengurangi jumlah pemblokiran. Model PACU Boarding (PB) diusulkan
untuk membangun optimal MSS yang menyeimbangkan antara pendaftaran dan
tingkat discharge ICU. Model PB menggunakan data kedatangan pasien dan LoS
ICU. Berdasarkan hasil yang didapat model PB dapat mengurangi jumlah
pemblokiran antara kamar operasi dan ICU dibandingkan model dasar yang
digunakan di rumah sakit. Focus pada model ini adalah meminimalisasi perbedaan
antara pendaftaran dan tingkat discharge ICU. Karena pada model ini jumlah pasien
ICU saat ini terlantar, akumulasi pasien di ICU belum dipertimbangkan.
Menggunakan simulasi Marcon and Dexter meneliti efek aturan sequencing berbeda
di kamar operasi pada beban kerja PACU. Hasil dari kasus sequencing kamar operasi
memiliki efek kecil terhadap beban kerja PACU. Menyatakan pelatihan terbaik yaitu
mengoptimasi hubungan beban kerja PACU dengan kapasitasnya.
3. Model BM
Kami tertarik dalam penggunaan model BM dalam jangka mingguan jumlah
pemblokiran dan postop harian. Model BM kita mempertimbangkan jumlah pasian
stage postop, untuk meminimalisasikan kemungkinan pemblokiran antara stage kamar
operasi intraop dan postop. Model BM mengambil stage postop saat ini untuk
mempertimbangkan melakukan tugas untuk hari berikutnya sedemikian rupa sehingga
akumulasi jumlah pasien postop tidak melebihi jumlah tempat tidur. Menggunakan
simulasi kejadian, kami memperlihatkan model BM menggungguli model price et al.
untuk kesederhaan, selanjutkan kami mengacu model Price et al sebagai model BM.
i jumlah pasien yang diharapkan per blok untuk grup I diperkirakan dengan
membagi lama dari blok kamar operasi maksudnya dengan waktu kasus + waktu
menyediakan + waktu membersihkan. Waktu menyediakan adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menyesuaikan peralatan sebelum melakukan intervensi, dan waktu
membersihkan adalah waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan disinfeksi
semua alat yang digunakan setelah bedah. Blok kamar operasi maksimum dan
minimum untuk setiap grup bedah ditentukan dari data riwayat.
4. Studi Kasus
Untuk memvalidasi model BM kami untuk memblokir jadwal kamar operasi,
kami memberi 3 case studies. Pertama, kita menyelesaikan model BM untuk
memperoleh MSS optimal. Kedua, kita membangun model simulasi untuk melakukan
tes kekuatan MSS yang dihasilkan oleh BM, PB, MSS saat ini implementasi
berdasarkan studi rumah sakit oleh Price et al demi kesederhaan kami memberikan
nama rumah sakit MSS in Pride et al sebagai “model dasar”. Kami mengenalkan
variasi i dan i ke dalam model stimulasi untuk mengamati jumlah pemblokiran dan
okupasi stage postop setiap hari dihasilkan oleh 3 model. Ketiga, kita melakukan tes
proses kapasibilitas untuk 3 model dengan proses kontrol statistic (SPC).
5. Kesimpulan
Jadwal kamar operasi sangat penting, karena besarnya biaya dan pendapatan
kamar operasi dalam rumah sakit dan permintaan untuk layanan bedah meningkat.
Maka dari itu, rumah sakit harus menyediakan kualitas pelayanan yang tinggi lebih
efisien dengan sumber daya terbatas dengan mengembangkan jadwal kamar operasi
yang efisien. Pada banyak rumah sakit, jika blok kamar operasi ditugaskan pada grup
bedah, tidak terdapat mekanisme spesifik untuk memastikan ketersediaan sumber
daya downstream seperti kamar tidur pada ICU dan PACU. Karena itu
ketidaktersediaan sumber daya downstream, pasien tidak dapat ditransfer dari kamar
operasi ke ICU atau PACU, disebabkan pemblokiran antara setiap 2 stage
consecutive. Ini menyebabkan dampak negatif pada manajemen kamar operasi,
seperti peningkatan jumlah waktu tunggu, LoS, lembur berlebihan, shift malam yang
berlebih. Maka dari itu, ketika MSS dibangun perlu untuk mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya downstream.
Pada paper ini, kami megembangkan model BM untuk mengurangi jumlah
pemblokiran antara 2 stage consecutive. Untuk meminimalisasi pemblokiran,
kedatangan, keberangkatan dan okupansi postop saat ini dihitungkan. Tujuan kami
adalah untuk menetapkan blok kamar operasi untuk kelompok bedah dengan cara
okupansi postop tidak melebihi jumlah kamar tidur postop. Hasil simulasi
menunjukkan model BM mengungguli model PB yang diusulkan oleh Price et al dan
mereka mempelajari model base rumah sakit juga. Bahkan, peningkatan penggunaan
model BM 94% mengurangi jumlah pemblokiran (diatas model base) bisa diraih, ini
mengartikan bahwa penggunaan model BM berpontensi dapat melayani lebih banyak
pasien. Hasil SPC menunjukkan model BM dapat merendam variasi pada waktu kasus
dan LoS ICU. Pekerjaan kami menunjukkan pertimbangan sumber daya downstream
pada departemen kamar operasi sangat penting dan model BM kami bisa secara
efektif meningkatkan kinerja keseluruhan departemen kamar operasi. Model BM bisa
disama ratakan dengan 2 stage consecutive pada saat melintasi proses periop.
Bagaimanapun, dalam prakteknya faktor ketersediaan kamar operasi, ahli bedah dan
staff lain dapat membatasi estimasi peningkatan pendapatan rumah sakit.
Implikasi manajerial dari pekerjaan ini sebagai berikut. Mempertimbangkan
interaksi dengan berbagai tahap, kami harus memastikan jadwal stage upstream dapat
memberi waktu stage downstream tanpa bersamaan, karena bersamaan menghasilkan
pemblokiran antara stages, dimana proses keseluruhan utilisasi rendah dan
memperlambat aliran pasien melintas. Jadwal pasien melintasi 3 stage proses periop
dapat diterapkan untuk penjadwalan alur kerja untuk produksi dibidang manufaktur
pada s-stage dan juga memperlancar aliran pasien pada proses periop dapat diterapkan
untuk produksi tidak menunggu terlalu lama.
Pekerjaan lebih lanjut termasuk mempertahankan utilisasi tinggi kamar operasi
ketika mengurangi pemblokiran, juga karena ada kinerja metrik seperti tingkat
layanan (jumlah pasien yang dilayani), daftar tunggu (pasien yang menunggu untuk
menerima layanan), biaya merupakan kinerja komprehensif pada penelitian ini dan
kemungkinan trade-off diantara mereka adalah penelitian yang sedang berlangsung
saat ini.