FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA 2023 A. Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) Universal Precaution merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pencegahan dan meminimalkan infeksi silang (cross infections) antara petugas dan pasien akibat adanya kontak langsung dengan cairan tubuh pasien yang terinfeksi penyakit menular (seperti HIV, AIDS dan Hepatitis) (Mayhall, 2012). Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes, 2009). Kewaspadaan universal diterapkan di pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien. Studi menunjukkan bahwa kepatuhan pada penerapan standar diantara petugas kesehatan untuk menghindari paparan mikroorganisme masih rendah (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Prinsip dasar universal precaution meliputi cuci tangan secara benar, APD, pengolahan linen, pengolahan limbah, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman (Depkes, 2009). Gruendeman dan Fernsebner (2006), menyatakan bahwa walaupun konsep kewaspadaan universal precaution didasarkan pada pemikiran yang rasional, namun penerapannya sering menemui hambatan. Banyak praktik di lapangan, dimana tenaga kesehatan tidak memperhatikan pelaksanaan kewaspadaan standar pada pasien – pasien dengan diagnosis non infeksius, padahal seharusnya kewaspadaan universal diterapkan terhadap semua pasien tanpa memandang diagnosis yang ditegakkan. Menurut Center for Desease Control and Prevention (CDC) tahun 2015 memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka tusuk akibat jarum suntik dan benda tajam pada tenaga kesehatan (CDC, 2015). Pekerja kesehatan berisiko terpajan darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen) dapat menimbulkan infeksi HBV (hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Immnunodeficiency Virus), yang salah satunya melalui luka tusuk jarum suntik yang dikenal dengan Needlestick Injury (NSI). Tingkat kejadian needlestick injury di Indonesia masih tergolong tinggi, berdasarkan penelitian oleh dr. Josep pada beberapa rumah sakit DKI Jakarta, menyatakan bahwa angka kejadian needlestick injury pada kurun waktu tahun 2005 – 2007 mencapai 38 % sampai 73 % dari total petugas kesehatan yang ada (Depkes, 2009). Prinsip universal precaution bila tidak diterapkan dapat mengakibatkan infeksi nosokomial, yang berdampak terhadap pasien maupun rumah sakit. Dampak terhadap pasien meliputi penyakit baru atau tambahan penyakit. Kondisi ini mungkin saja memperberat penyakit yang telah diderita sebelumnya atau memicu timbulnya komplikasi penyakit. B. Tatalaksana dan prosedur standar kewaspadaan universal di sarana kesehatan Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Prinsip kewaspadaan universal (universal precaution) di pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak menunjukan gejala fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam system pelayanan kesehatan. Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003). Kewaspadaan standar berikut ini tidak mencakup semua hal dan berisi beberapa rekomendasi yang paling umum digunakan oleh petugas kesehatan. Kebersihan Tangan Mencuci tangan dengan sabun dan air selama minimal 40 hingga 60 detik, dan pastikan tidak menggunakan tangan yang bersih untuk mematikan keran, harus dilakukan jika tangan terlihat kotor, setelah menggunakan kamar kecil, atau jika berpotensi terpapar organisme pembentuk spora. Penggosokan tangan dengan alkohol yang dioleskan secukupnya hingga menutupi seluruh tangan harus dilakukan, dan tangan digosok sampai kering. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap terjaga. Cuci tangan dilakukan pada saat sebelum; memeriksa (kontak langsung dengan pasien), memakai sarung tangan ketika akan melakukan menyuntik dan pemasangan infus. Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman. a. Cara Cuci Tangan Cuci tangan higienik atau rutin yang berfungsi mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunakan sabun atau detergen. Cuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. Cuci tangan bedah yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah aseptik dengan antiseptik dan sikat steril. Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi. Komponen utama standar universal precaution diantaranya adalah: 1. Mencuci tangan atau menggunakan antiseptic handscrub. a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, ekskresi dan alat alat yang terkontaminasi. b. Segera setelah melepaskan sarung tangan. c. Diantara kontak pasien kepasien. 2. Sarung tangan. a. Untuk kontak dengan darah, cairan tubuh sekresi dan alat alat yang terkontaminasi. b. Untuk kontak dengan membrane mukosa dan kulit yang terluka 3. Masker, pelindung mata dan masker wajah. Melindungi membrane mukosa dari mata, hidung, dan mulut ketika kemungkinan terjadi kontak dengan darah dan cairan tubuh. 4. Gowns atau apron. a. Melindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh. b. Mencegah pengotoran pakaian selama prosedur yang mungkin juga kontak dengan darah atau cairan tubuh 5. Linen. a. Tangani dengan hati hati linen yang kotor jangan sampai mengenai kulit atau membrane mukosa. b. Jangan rendam linen yang kotor didaerah perawatan pasien. 6. Alat alat yang digunakan untuk perawatan pasien. a. Tangani dengan hati hati alat alat yang telah digunakan atau kotor untuk mencegh kontak dengan kulit atau membrane mukosa atau untuk mencegah mengotori pakaian dan lingkungan. b. Bersihkan alat alat yang dapat digunakan kembali sebelum digunakan. 7. Kebersihan lingkungan. Secara rutin rawat, bersihkan dan desinfeksi peralatan dan furniture diarea perawatan pasien. 8. Peralatan yang tajam. a. Hindari menutup kembali jarum suntik yang telah digunakan. b. Hindari melepaskan jarum suntik yang telah digunakan dari disposable syringe. c. Hindari untuk membengkokan atau memanipulasi jarum yang telah digunakan. d. Tempatkan benda benda tajam dan jarum di tempat yang tahan tusukan. 9. Resusitasi pasien. Gunakan pelindung mulut, resuscitation bag atau peralatan ventilasi yang lain untuk menghindari mulut ke mulut resusitasi. 10. Penempatan pasien. Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan atau tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan di kamar khusus. Di tempat kerja, perlindungan dari patogen darah dimulai dengan pengenalan empat jenis dasar bahan yang berpotensi menular: 1. Darah manusia, komponen darah, dan produk yang terbuat dari darah manusia 2. Cairan tubuh manusia 3. Setiap jaringan atau organ yang tidak diolah (selain kulit utuh) dari manusia, entah hidup atau mati (catatan: "tidak tetap" berarti jaringan atau organ tidak dipelihara secara kimiawi atau fisik) 4. Kultur, media, solusi, darah, organ, atau jaringan lain yang berasal dari HIV dan HV, yang berasal dari hewan percobaan yang terinfeksi HIV atau HV Orang- orang yang berisiko terinfeksi patogen melalui darah biasanya meliputi : 1. Petugas layanan kesehatan perusahaan (mis., Perawat perusahaan, dokter konsultasi) 2. Penyedia pertolongan pertama 3. Personil tanggap darurat 4. Pembantu rumah tangga dan binatu C. Perencanaan dan pengelolaan kewaspadaan Penerapan kewaspadaan itu diharapkan dapat menurunkan risiko penularan patogen melalui darah tubuh atau semua cairan tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat) luka pada kulit dan selaput lendir, kulit dan membran mukosa yang tidak utuh dari sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Misalkan, pasien, benda yang terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Kewaspadaan universal tenaga kesehatan harus digunakan kepada semua pasien sama, tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya. Dalam tindakan kewaspadaan universal diperlukan kemampuan tenaga kesehatan sebagai pelaksana, ditunjang oleh sarana dan prasarana, serta SOP (standard operating procedure) yang mengatur langkah-langkah tindakan kewaspadaan universal. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan baik yang invasive ataupun non invasive untuk memenuhi kewaspadaan universal jika kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh pasien. Karena sangat berisiko terpapar infeksi yang secara potensial membahayakan jiwanya, dan menjadi tempat dimana agen infeksius dapat berkembang biak yang kemudian menularkan infeksi dari satu pasien ke pasien lain. Oleh karena itu tindakan kewaspadaan universal sangat penting dilakukan. Kewaspadaan universal juga meliputi alat, yang menjadi bagian alat itu adalah limbah yang merupakan masalah yang cukup serius, terutama di kota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk menangulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan limbah yang dihasilkan dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik dan Rumah Sakit. Karena jenis limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori biohazard. Biohazard adalah substansi biologis yang mengandung bahaya yang dapat mengancam makhluk hidup terutama manusia. Termasuk di dalamnya antara lain limbah medis, contoh mikroorganisme, virus atau racun yang berasal dari sumber biologis yang berefek pada manusia, serta subtansi yang berbahaya bagi hewan. Pengertian limbah medis adalah semua bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, dan rumah sakit/klinik hewan, serta fasilitas penelitian medis dan laboratorium. Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peran serta aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Banyaknya fasilitas kesehatan tersebut berdampak pula pada semakin banyaknya limbah medis yang berasal dari fasilitas kesehatan tersebut. Sehubungan dengan hal diatas, pengelola limbah medis yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan. Kini kita dapat dengan mudah menemukan klinik dokter, rumah sakit, atau pusat layanan kesehatan lain di berbagai daerah termasuk di kota besar. Fasilitas kesehatan seperti klinik merupakan sebuah tempat yang sangat berkaitan dengan pengaturan kontrol infeksi, penanganan bahan berbahaya, keselamatan kerja, serta masalaha pengelolaan limbah. Oleh sebab itu, para petugas kesehatan harus mengetahui tentang OSHA (Occupational Safety and Health administration), penatalaksana pathogen yang berhubungan dengan darah, bahan-bahan berbahaya, dan pengunaan bahan kimia secara aman di fasilitas pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan juga sebaiknya berhati-hati dan mengetahui resiko kerja pada saat melakukan sterilisasi, desinfeksi, maupun bagaimana cara pengelolaan limbah medis di klinik. Untuk itu dalam pertemuan yang berlangsung mereka diberikan tentang materi universal precaution dan pengelolaan limbah medis. Tujuannya yaitu meningkatkan mutu pelayanan klinik, meningkatkan pengetahuan dokter penanggung jawab klinik tentang Universal Precaution untuk pasien dan tenaga kesehatan di klinik serta meningkatkan pengetahuan dokter penanggung jawab klinik tentang pengelolaan limba medis apdat dan cair di klinik.