Anda di halaman 1dari 3

Nama: umi putri khasanah

Npm : 20.0603.0007
Tugas : k3
1. Buatlah studi kasus insiden terjadinya infeksi di tempat kerja: pengalaman pribadi, orang lain
atau studi pustaka
2. Tentukan tindakan yang dilakukan agar kejadian tersebut tidak terulang kembali
Penyelesaian
1. Contoh insiden terjadinya infeksi di tempat kerja menurut studi pustaka
Salah satu infeksi yang paling banyak terjadi di rumah sakit adalah Healthcare Associated
Infections. Healthcare Associated Infections (HAIs) atau infeksi nosokomial adalah infeksi yang
didapatkan dan berkembang selama pasien dirawat di rumah sakit (WHO, 2016). Menurut
(Kemenkes, 2017) infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan / tanpa disertai gejala klinik.
Infeksi terkait pelayanan kesehatan (Healthcare Associated Infections) merupakan infeksi yang
terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam
rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah
sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka kejadian HAIs yang diperoleh dari berbagai sumber menunjukkan angka kejadian yang
tinggi. Menurut data WHO tahun 2016 kejadian HAIs terjadi pada 15% dari semua pasien rawat
inap. HAIs menjadi penyebab sekitar 4 – 56% penyebab kematian neonatus, dengan tingkat
kejadian sekitar 75% terjadi di Asia Tenggara dan Subsahara Afrika (WHO, 2016).

2. Untuk melindungi perawat saat bekerja di rumah sakit, terdapat upaya-upaya pencegahan
penyakit akibat infeksi yang dapat di terapkan, yakni:

1. penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)


Dalam meningkatkan upaya tindakan pencegahan infeksi, diperlukan pengetahuan dan
sikap perawat dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) agar terhindar dari risiko
penularan penyakit baik dari pasien ke perawat. Alat pelindung diri sangat efektif dalam
melindungi perawat saat bekerja di rumah sakit, dan juga dalam mencegah penyakit tertular
dan kecelakaan akibat kerja pada perawat. Menurut Geller (2001) kepatuhan pelaksanaan
standar operasional prosedur penggunaan APD masih rendah disebabkan karena budaya
keselamatan yang belum cipta dalam lingkungan kerja. Budaya keselamatan dipengaruhi
oleh faktor perilaku,faktor lingkungan dan faktor orang. Keberhasilan upaya pencegahan
infeksi yang dilakukan oleh perawat bedah salah satunya penggunaan APD yang wajib
dipakai selama berada di kamar operasi, yang tujuannya tidak hanya untuk perlindungan
petugas itu sendiri dalam melakukan tindakan yang aman tetapi juga untuk keselamatan
pasien. Keberhasilan ini sangat dipengaruhi oleh ketaatan individu pada aturan yang
berlaku atau kepatuhan. Upaya pencegahan infeksi yang dilakukan oleh perawat bedah
salah satunya dengan penggunaan APD yang wajib dipakai ketika mereka bekerja di kamar
operasi. Kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam
tindakan operasional mencakup: mencuci tangan, menggunakan alat pelindung diri (sarung
tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik keselamatan kerja,
perawatan pasien, penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien
dan kebersihan lingkungan. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan yang berkontak langsung dengan pasien, saat memakai dan melepas
sarung tangan bedah steril, saat pada situasi yang membuat tangan dapat terkontaminasi
seperti saat memegang instrumen kotor, menyentuh membran mukosa pasien, cairan darah,
cairan tubuh lain, melakukan kontak yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien,
mengambil sampel darah, saat memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat
keluar masuk unit isolasi. Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan
tubuh agar tidak memasuki hidung atau mulut perawat, juga menahan cipratan yang keluar
sewaktu perawat berbicara, bersin ataupun batuk agar tidak menularkannya ke pasien.
Masker dilepas setelah pemakaian selama 20 menit secara terus-menerus atau masker
sudah tampak kotor atau lembab.

2. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan


Kebiasaan cuci tangan petugas kesehatan termasuk perawat merupakan perilaku mendasar
sekali dalam upaya mencegah cross infection (infeksi silang). Hal ini mengingat rumah
sakit sebagai tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak
menular (Musadad, Lubis, Kasnodihardjo, 1993).

3. Praktik keselamatan kerja Praktik keselamatan kerja berhubungan dengan pemakaian alat
tajam seperti jarum suntik.
Hal ini meliputi: hindari menutup kembali jarum suntik yang telah digunakan. Bila terpaksa
dilakukan, maka gunakan teknik satu tangan untuk menutup jarum, hindari melepas jarum
yang telah digunakan dari spuit sekali pakai, hindari membengkokkan, menghancurkan
atau memanipulasi jarum suntik dengan tangan serta masukkan instrumen tajam ke dalam
wadah yang tahan tusukkan dan tahan air.

4. Penggunaan antiseptic
Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan dan juga dilakukan pada
tindakan pembedahan, pembersihan permukaan kulit dan juga tindakan-tindakan lainnya.
Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan
kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi. Dekontaminasi dan pembersihan
merupakan dua tindakan pencegahan dan pengendalian yang sangat efektif meminimalkan
risiko penularan infeksi. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi
alat tersebut. Dengan merendam dalam larutan kloron 0,5 % selama 10 menit. Langkah ini
dapat menonaktifkan HBV, HCV dan HIV serta dapat mengamankan perawat yang
membersihkan alat tersebut. Setelah melakukan langkah dekontaminasi, selanjutnya adalah
pembersihan. Proses pmbersihan dapat dilakukan dengan menggunakan sabun cair dan air
untuk membunuh mikroorganisme. Gunakan pelindung saat membersihkan alat. Sterilisasi
harus dilakukan untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh
lainnya dan jaringan.

5. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Pengelolaan Linen


Peralatan perawatan pasien selalu memegang prinsip: mencegah segala bentuk pajanan ke
permukaan kulit dan membran mukosa kulit, maka seluruh peralatan perawatan pasien
dilakukan pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi sesuai prosedur yang benar, sebelum
dipakai lagi. Pengelolaan alat-alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam keadaan steril dan siap
pakai (Depkes, 2003). Menurut Tietjen (2004) bahwa pengelolaan alat kesehatan bekas
pakai bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk
menjamin alat kesehatan tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Ketidaksterilan alat
yang digunakan dapat berakibat buruk bagi pasien dan petugas kesehatan sendiri, seperti
laporan dari Amritsar, India yang mengatakan bahwa alat operasi yang tidak steril
mengakibatkan 15 pasien katarak menjadi buta (Anonimous, 2014). Manajemen linen yang
baik merupakan salah satu upaya untuk menekan kejadian infeksi nosokomial. Selain itu
pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan juga mempunyai peran yang sangat penting
(Anonimous, 2004).

6. Pemberian vaksinasi bagi perawat


Di dalam melakukan tindakan agar dapat mempunyai kekebalan tubuh, perawat dianjurkan
untuk mendapat vaksinasi seperti hepatitis B, apabila memungkinkan hepatitis A,
influenza, campak, dan vaksin-vaksin lainnya

Anda mungkin juga menyukai