Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi Mencuci Tangan
Menurut Tim Depkes (1987) mencuci tangan adalah membersihkan tangan
dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan
cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Perry & Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang
paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi.

Definisi Cuci Tangan Steril


Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan steril (suci hama),
khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan atau oprasi. (Alvadri,
2015).
Cuci tanga steril adalah proses menghilangkan atau mematikan
mikroorganisme transien dan mengurangi mikroorganisme residen, dilakukan
dengan larutan antiseptik dan diawali dengan menyikat paling tidak 120 detik.

2.2 Tujuan Cuci Tangan Steril


1. Mencegah terjadinya infeksi silang.
2. Membebaskan kuman dan mencegah kontaminasi tangan.
3. Menjaga kondisi steril.
4. Melindungi diri dan pasien dari infeksi.
5. Terlaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit,
yang mengutamakan keselamatan pasien.
6. Terwujudnya budaya kebersihan tangan.
7. Menghilangkan sementara dan mengurangi flora normala yang bersifat
menetap.
2.3 Indikasi Cuci Tangan Steril
Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI. (1993) adalah :
1. Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik, pemasangan
kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan.
2. Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung.
3. Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka.
4. Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan mikroorganisme
khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak dengan darah,
selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi, Setelah menyentuh benda
yang kemungkinan terkontaminasi dengan mikroorganisme virulen atau
secara epidemiologis merupakan mikroorganisme penting.
5. Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi Setelah
melakukan
asuhan langsung maupun tidak langsung pada pasien yang tidak infeksius.

2.4 Prinsip Cuci Tangan Steril


1. Pakaian atau scrub harus tetap kering. Air mengalir berdasarkan gravitasi dari
ujung jari ke siku. Jadi, mempertahankan tangan tetap tinggi sehingga
memungkinkan air mengalir dari area yang kurang ke yang paling terkontaminasi.
2. Gunakan handuk atau tisu sekali pakai untuk mengeringkan tangan : tisu sekali
pakai lebih sedikit menyebarkan mikroorganisme dibandingkan pengering udara
panas atau handuk.
Menurut (Potter & Perry, 2005) pengeringan mencegah kulit kering dan
memudahkan menggunakan sarung tangan.
3. Bila perawat ingin menggunakan sarung tangan steril di area reguler, perawat
tidak perlu menyikat atau mengeringkan tangan dengan handuk steril. Dengan
penyabunan dan penggosokkan yang dilakukan sesuai prosedur akan menjamin
tangan bersih. Pada situasi ini perawat dapat menggunakan handuk kertas untuk
pengeringan yang dimulai dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang
terkontaminasi.
4. Jangan memakai perhiasan : perhiasaan seperti cincin gelang dapat
meningkatkan jumlah mikroorganisme yang ada ditangan dan juga menimbulkan
kesulitan dalam mencuci tangan secara bersama.
5. Perawatan kuku tangan : kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek.
Kuku yang panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang
terdapat dibawah kuku. Selain itu, tenaga medis kesulitan dalam memakai alat
pelindung diri khususnya handscoon.
6. Kosmetik : kosmetik yang dipakai petugas kesehatan seperti cat kuku , dapat
menyimpan bakteri patogen, juga dapat terlepas dari tangan dan berpindah saat
melakukan kontak dengan pasien. Hal ini sangat berbahaya dan disarankan untuk
tidak dilakukan.
2.5 Teori Kepatuhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) dalam Arfianti (2010), kepatuhan
didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud
disini adalah ketaatan dalam melakukan hand hygiene sesuai dengan indikasi dan
tata cara yang benar. Menurut Smet (1994) dalam Arfianti (2010).
Kepatuhan diartikan sebagai ketaatan atau ketidaktaatan pada suatu perintah,
koreksi, penyediaan dari pimpinan. Patuh juga merupakan kepatuhan perawat
dimana perilaku perawat terhadap suatu anjuran, prosedur dan yang harus
dilakukan dengan ketelitian. Perubahan sikap dan perilaku individu diawali
dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi (Hidayat,
2007).
Kepatuhan hand hygiene merupakan ketaatan dalam melaksanakan kebersihan
tangan baik dengan mencuci tangan dengan air (handwash), ataupun dengan
handrub berbasis alkohol. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya
kepatuhan hand hygiene di antara perawat dan dokter, termasuk kurangnya
pengetahuan tentang pentingnya hand hygiene dalam mengurangi penyebaran
infeksi, kurangnya pemahaman tentang teknik hand hygiene yang benar,
kurangnya
fasilitas cuci tangan, serta ketakutan petugas kesehatan akan terjadinya iritasi pada
tangan jika sering terkena sabun (Institute for Health Care Improvement, 2003)
2.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Cuci Tangan Perawat
Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, & Peterson (2003) bahwa faktor yang
berpengaruh pada tindakan cuci tangan adalah tidak tersedianya tempat cuci
tangan, waktu yang digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci
tangan terhadap kulit dan kurangnya pengetahuan terhadap standar. Sementara itu
Tohamik (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran
perawat dan fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci tangan.
Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat tugas.
Menurut Saefudin, et.al. (2006), tingkat kepatuhan untuk melakukan KU
(Kewaspadaan Universal), khususnya berkaitan dengan HIV / AIDS, dipengaruhi
oleh faktor individu (jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan
tingkat pendidikan), faktor psikososial (sikap terhadap HIV dan virus hepatitis B,
ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap resiko), dan
faktor organisasi manajemen (adanya kesepakatan untuk membuat suasana
lingkungan kerja yang aman, adanya dukungan dari rekan kerja dan adanya
pelatihan).
1) Usia
Rentang usia dewasa awal lebih banyak tidak patuh melakukan hand hygiene
dibanding dengan rentang usia dewasa madya. Pada rentang usia dewasa awal
dilihat dari sisi tugas tahap perkembangannya, yaitu mempunyai pola kooperatif,
kompetitif dan pola persahabatan. Tahapan usia ini jika dihubungkan dengan
pelaksanaan aktivitas hand hygiene dapat dilakukan dengan memanfaatkan
tahapan
perkembangan petugas kesehatan tersebut. Pekerja usia 20-30 mempunyai
motivasi kerja relatif tinggi dibanding pekerja usia tua, sehingga dewasa awal
lebih semangat untuk melakukan hand hygiene dibandingkan pekerja usia tua.
2) Faktor pengetahuan
Kurangnya pengetahuan perawat akan pentingnya melakukan hand hygiene dalam
mengurangi penyebaran bakteri dan terjadinya kontaminasi pada tangan dan
kurang mengerti tentang teknik melakukan hand hygiene yang benar akan
mempengaruhi
kepatuhan dalam pelaksanaan hand hygiene. Hal ini juga dinyatakan oleh WHO
(2004) bahwa kurangnya pengetahuan tentang hand hygiene merupakan salah
satu hambatan untuk melakukan hand hygiene sesuai rekomendasi.
3) Ketersediaan tenaga kerja
Kepatuhan melakukan hand hygiene masih kurang disebabkan kurangnya
perbandingan antara perawat terhadap pasien dalam setiap shif. Jadwal shif kerja
satu atau dua shif akan lebih konsentrasi untuk mencuci tangan.
4) Dukungan dan pengawasan
Adanya pengawasan terhadap pelaksanaan hand hygiene membuat perawat lebih
banyak patuh melakukan hand hygiene. Perawat yang mendapat dukungan dari
pimpinannya berpeluang lebih patuh sebesar 21 kali dibandingkan dengan
responden yang kurang mendapat dukungan dari pimpinannya.
5) Masa kerja
Perawat yang sudah bekerja lebih dari dua tahun lebih banyak patuh dibandingkan
dengan perawat yang masih bekerja kurang dari dua tahun.
6) Ketersediaan fasilitas
salah satu kendala dalam ketidakpatuhan terhadap hand hygiene adalah sulitnya
mengakses tempat cuci tangan atau persediaan alat lainnya yang digunakan untuk
melakukan hand hygiene. Kemudahan dalam mengakses persediaan alat-alat
untuk melakukan hand hygiene, bak cuci tangan, sabun atau alkohol jell adalah
sangat penting untuk membuat kepatuhan menjadi optimal sesuai standar. Strategi
meningkatkan kepatuhan hand hygiene:
1) Sediakan handrub dipintu masuk ruang rawat atau disisi tempat tidur pasien
2) Penyuluhan petugas secara teratur tentang pentingnya hand hygiene, kapan dan
cara melakukan dengan benar.
3) Pasang poster prosedur cara mencuci tangan dengan air atau dengan alkohol
handrub.
4) Monitoring kepatuhan pada petugas dan memberi umpan balik sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan hand hygiene.
5) Evaluasi kepatuhan hand hygiene.
DAFTAR PUSTAKA
Alvadri, Z. (2015). Hubungan pelaksanaan tindakan cuci tangan perawat dengan

kejadian infeksi rumah sakit di Rumah Sakit Sumber Waras Grogol.

Jurnal Penelitian Ilmu Keperawatan Universitas Esa Unggul, 1–24.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40863/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12458/Bab%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y

http://rinianrianimegarezky.blogspot.com/

http://digilib.unimus.ac.id/

http://skilllab.fk.uns.ac.id/

http://perawat-cerdas.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai