PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) penanganan
gawat darurat bukan hanya di rumah sakit tetapi juga sebelum rumah sakit atau yang
disebut pelayanan gawat darurat pra rumah sakit. Pelayanan gawat darurat pra rumah
sakit adalah tahapan yang tidak kalah pentingnya dari penangananan gawat darurat
setelah di rumah sakit, mencakup mulai kejadian sampai korban dievakuasi ke bagian
gawat darurat rumah sakit. Bahkan pada saat terjadinya kecelakaan, maka mulailah
berlaku waktu emas (golden period), dan satu jam pertama sebagai jam emas (golden
hour). Sehingga konsep pelayanan gawat darurat tersebut selayaknya dipandang
sebagai suatu sistem, bukan hanya pada area rumah sakit saja, tetapi semua tahapan
yang saling mempengaruhi hasil akhir (outcome) dari seorang korban kecelakaan.
Apa yang terjadi pada pra rumah sakit (sebelum tiba di rumah sakit) akan
mempengaruhi hasil akhir bagi pasien atau korban. Begitupun selanjutnya, bagaimana
penanganan di rumah sakit akan mempengaruhi outcome yang dicapai pada masa
pemulihan bagi korban yang selamat. Sehingga selayaknyalah konsep sistem
pelayanan gawat darurat sudah dapat terlaksana secara utuh.
Ada beberapa aspek yang harus dibenahi dalam rangka berjalannya pelayanan
gawat darurat di masyarakat (pelayanan gawat darurat pra rumah sakit), antara lain:
berapa lama dari saat kejadian korban ditolong, bagaimana penanganan/stabilisasi
yang dilakukan, serta berapa lama evakuasi dan transportasi korban.
Maka dari itu, makalah ini dibuat agar kita sebagai tenaga kesehatan dalam
ruang lingkup kegawatdaruratan harus mengetahui tentang evakuasi dan transportasi
pasien baik itu karena korban bencana, bencana alam, bencana sosial maupun
bagaimana teknik evakuasi dan transportasi sebelum pasien dibawa/dirujuk ke rumah
sakit. Evakuasi dan transportasi penting dilakukan untuk memindahkan pasien dengan
cara meminimalkan cedera pada pasien atau teknik memindahkan pasien dengan tidak
membuat cedera yang baru pada pasien dengan waktu singkat dan tepat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari evakuasi ?
2. Bagaimana prinsip dasar evakuasi ?
3. Apa saja dasar-dasar dari evakuasi ?
4. Apa saja syarat-syarat evakuasi ?
5. Apa saja jenis-jenis evakuasi ?
6. Bagaimana teknik-teknik evakuasi ?
7. Bagaimana pengertian dari transportasi ?
8. Apa saja jenis-jenis transportasi ?
9. Bagaimana prosedur transportasi pasien ?
10. Teknik pemindahan pada pasien ?
11. Apa saja persiapan dari transportasi ?
12. Bagaimana transportasi pasien rujukan ?
13. Jenis-jenis alat transportasi medis ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari evakuasi.
2. Untuk mengetahui prinsip dasar evakuasi
3. Untuk mengetahui dasar-dasar dari evakuasi
4. Untuk mengetahui syarat-syarat evakuasi
5. Untuk mengetahui jenis-jenis evakuasi
6. Untuk mengetahui teknik-teknik evakuasi
7. Untuk mengetahui pengertian dari transportasi
8. Untuk mengetahui jenis-jenis transportasi
9. Untuk mengetahui prosedur transportasi pasien
10. Untuk mengetahui teknik pemindahan pada pasien
11. Untuk mengetahui persiapan dari transportasi
12. Untuk mengetahui transportasi pasien rujukan
13. Untuk mengetahui jenis-jenis alat tranportasi
BAB II
PEMBAHASAN
I. EVAKUASI
A. PENGERTIAN
Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi
korban diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan
kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan perawatan
dan pengobatan lebih lanjut. Evakuasi korban merupakan kegiatan
memindahkan korban dari lokasi kejadian menuju ke tempat aman, sehinggga
akhirnya korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut.
Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya
saat evakuasi korban gawat darurat, ketika korban harus mendapatkan
perawatan dan pengobatan dirumah sakit sehingga evakuasi korban harus
dilakukan nsecara cepat dan dan waspada serta diusahakan tidak
memperburuk keadaaan korban atau menambah cidera baru.
Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan
ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di
daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. (John A.
Boswick. 2006)
a. Lokasi kejadian :
b. Kondisi Korban
4. Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka hendaknya
dilakukan immobilisasi pada daerah tadi
c. Peralatan
1. Alat bantu : Dengan tenaga manusia - satu orang, dua orang, tiga orang
atau empat orang. Dengan tandu - tandu khusus, tanda papan, tandu
bambu/dahan, atau matras. Dengan kendaraan - darat, laut dan udara.
2. Tahapan : Persiapan, pengangkatan korban ke atas tandu, pemberian
selimut pada korban, tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka
atau cedera.Prinsip pengangkatan korban dengan tandu.
3. Caranya : Harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok
yaitu gunakan alat tubuh (paha, bahu, panggul), dan beban serapat mungkin
dengan tubuh korban. Sikap mengangkat, usahakan dalam posisi rapi dan
seimbang untuk menghindari cedera. Posisi siap angkat dan jalan,
umumnya posisi kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi dari
kaki., kecuali menaik bila tungkai tidak cedera dan menurun - bila tungkai
luka atau hipotermia. Mengangkut ke samping - memasukan ke ambulan
kecuali dalam keadaan tertentu-kaki lebih tinggi dalam keadaan shock.
a. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengangkat korban gawat darurat
Kita perlu memperhatikan beberapa hal dalam mengangkat korban gawat
darurat. Situasi ini perlu kita waspadai agar tidak terdapat korban berikutnya
seta tidak ada lagi penambahan luka baru pada korban.
1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita
2. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki
sebelahnya
3. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat. Punggung harus
selalu dijaga lurus.
4. Tangan yang memegang menghadap ke depan. Jarak antara kedua tangan
yang memegang (misalnya tandu) minimal 30 cm.
5. Tubuh sedekat mungkin kebeban yang harus diangkat. Bila terpaksa, jarak
maksimal tangan kita ketubuh kita adalah 50 cm.
6. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
7. Hal-hal tersebut juga berlaku saat menarik atau mendorong korban gawat
darurat.
E. Jenis-Jenis Evakuasi
a. Pemindahan Emergency
1. Tarikan Baju
Kedua tangan korban gawat darurat harus diikat untuk mencegah naik
kearah kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukkan kedua
tangan dalam celananya sendiri.
2. Tarikan Selimut
Korban gawat darurat ditaruh dalam selimut yang kemudian ditarik.
3. Tarikan Lengan
Dari belakang korban gawat darurat, kedua lengan paramedic masuk
dibawah ketiak korban gawat darurat, memegang kedua lengan bawah
korban gawat darurat.
4. Ekstrikasi Cepat
Dilakukan pada korban gawat darurat dalam kendaraan yang harus
dikeluarkan secara cepat.
b. Pemindahan Non-Emergency
Dalam keadaan ini dapat dilakukan urutan pekerjaan normal, seperti control
TKP, suvey lingkungan, dan stabilisasi kendaraan.
1. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung
Oleh 2 atau 3 petugas. Harus diingat bahwa cara ini tidak boleh dilakukan
bila ada kemungkinan fraktur servikal. Prinsip pengangkatan tetap harus
diindahkan.
2. Pemindahan dan pengangkatan memakai seprei
Sering dilakukan di Rumah Sakit. Tidak boleh dilakukan bila ada dugaan
fraktur servikal.
F. Teknik Evakuasi
a. Dengan alat
b. Tanpa alat
1. Evakuasi Oleh Satu Penolong
Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa korban tidak
mengalami cidera spinal, cidera tlang tengkorak, dan gegar otak.
a. Teknik Menarik Korban
Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalam jarak dekat.
Pastikan permukaan tanah cukup rata agar tidak menambah luka.
1) Menarik kemeja korban (shirt drag)
Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian punggung belakang. Jika terlalu
depan, terdapat risiko kemeja lepas dan mencekik korban.
2) Menarik ketiak korban (shoulder drag)
Tempatkan kedua tangan pada masing-masing ketiak korban. Tarik korban
perlahan. Teknik menarik ketiak ini adalah teknik drag paling aman bagi
korban sebab korban dipegang langsung oleh penolong sehingga risiko
terlepas lebih kecil.
3) Menarik dengan selimut (blanket drag)
Tempatkan bahan tertentu sebagai alas, seperti kain selimut, kardus dsb.
4) Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag)
Tangan korban diikat dan digantungkan di leher penolong. Cegah kepala
korban agar tidak terseret di tanah dengan menggunakan satu tangan atau
menggantungkannya.
b. Teknik Mengangkat Korban (Carry)
Teknik ini dipakai untuk memindahkan korban dengan jarak sedang atau
cukup jauh. Dengan teknik ini, penolong dapat sedikit lebih menghemat
tenaga sebab tidak perlu membungkukkan badan, tetapi harus menopang
keseluruhan berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kekuatan angkat
dan berat badan korban.
1) Gendong punggung (piggy back carry)
Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri, dapat dipindahkan dengan
mengendong korban di belakang penolong. Posisi tangan penolong dapat
menopang pantat atau pengunci kedua lengan korban.
2) Mengangkat depan/memapah (craddle carry)
Korban yang sadar tetapi lemas, tidak dapat berjalan, dan tangan hanya
dapat menggantung pasif ke leher penolong, sebaiknya dipindahkan
dengan cara membopong.
3) Menjulang
Teknik menjulang dilakukan untuk penolong satu orang dan diperlukan
pergerakan yang cepat atau menempuh jarak jauh. Posisi ini akan membuat
penolong lebih leluasa untuk bergerak.
c. Teknik Menopang (cruth)
1) Memapah 1 orang (one rescuer crutch)
Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban dapat dibantu
dengan memapahnya. Tangan korban dirangkulkan di pundak penolong,
salah satu tangan penolong memegang pinggang korban untuk
mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas.
2. Evakuasi Oleh Dua Penolong
1) Membopong
Teknik pengangkutan yang teraman dari semua teknik yang ada baik bagi
korban maupun penolong. Teknik ini tidak dapat digunakan untuk korban yang
tidak dapat membengkokkan tulang belakang (cedera cervical) dan cedera
dinding dada. Caranya : penolong jongkok/melutut di kedua sisi korban
dengan pinggul menghadap korban. Korban diangkat dalam posisi duduk
dalam rangkain tangan penolong dan instruksikan untuk meletakkan lengan-
lengannya di atas pundak para penolong, para penolong menggenggam tangan
kuat-kuat di bawah paha korban sedangkan tangan yang bebas digunakan
untuk menopang tubuh korban dan diletakkan di - punggung korban.
2) Memapah
2. 3 penolong berhadapan
Teknik ini digunakan ketika kondisi penolong memiliki tinggi badan yang
tidak sama. Penolong berhadapan pada kedua sisi korban dengan tangan
penolong saling berpegangan di bawah tubuh korban.
4. Teknik 4 penolong
Jika jumlah penolong lebih banyak, maka proses evakuasi akan lebih baik. Beban
korban akan semakin berkurang dan akurasi dalam proses evakuasi pun semakin baik.
Tekniknya adalah dengan saling berpegangan tangan di bawah tubuh korban dengan
posisi penolong saling berhadapan.
5. Teknik 6 penolong
Jika korban memiliki berat badan yang cukup besar, maka dapat dilakukan evakuasi
dengan 6 penolong. Tekniknya sama seperti evakuasi dengan 4 penolong.
II. TRANSPORTASI
A. PENGERTIAN
Transportasi pasien atau memindalikan pasien dan satu tempat ke
tempat lain seringkali diperlukan, namun perlu diingat bahwa pasien dengan
sakit yang kritis tidak mempunyai atau hanya mempunyai sedikit cadangan
fisiologik. Sehingga pemindahan pasien kritis dapat menimbulkan problem
yang besar. Alasan itulah maka pemindahan pasien kritis memerlukan
perencanaan yang cermat serta pengawasan yang ketat.
Transportasi merupakan suatu proses usaha untuk memindahkan
korban dari tempat darurat ke tempat yang aman tanpa atau menggunakan alat.
Tergantung situasi dan kondisi lapangan. Transportasi merupakan kegiatan
pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang fasilitas perawatannya
lebih baik, seperti rumah sakit.
Seperti contohnya alat transportasi yang digunakan untuk
memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS
yang lainnya. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para
medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter).
B. Jenis-Jenis Transportasi
Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua, yaitu : transportasi gawat
darurat dan transportasi kritis.
1. Transportasi Gawat Darurat
Setelah penderita diletakan di atas tandu (atau Long Spine Board bila
diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, resusitasi jika perlu.
a. Mekanika Tubuh saat pengangkatan
Tulang yang paling kuat di tubuh manusia adalah tulang
panjang dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur).
Otot-otot yang beraksi pada tulang tersebut juga paling kuat.
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan
tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk. Angkatlah
dengan paha, bukan dengan punggung.
E. Persiapan Transportasi
1. Penderita
Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderita
tersebut siap (memenuhi syarat) untuk ditransportasikan, yaitu:
a. Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi –
resusitasi : bila diperlukan
b. Perdarahan dihentikan
c. Luka ditutup
d. Patah tulang di fiksasi
2. Tempat Tujuan
Tempat dan tujuannya sudah jelas
3. Sarana Alat
4. Personil
5. Penilaian Layak Pindah : Kondisi stabil.
a. A – Airway (jalan napas)
Jalan udara penderita haruslah terbuka dan lancer untuk
mempermudah pemulihan pernapasn. Harus dipastikan jalan napas
benar-benar lancar. Pengelolaan simple untuk mempertahankan
airway penderita adalah dengan metode chin lift dan jaw thrust.
b. B – Breathing (pernapasan)
Terdiri dari 2 tahap :
1) Memastikan pasien/korban tidak bernapas
Dengan cara melihat pergerakan naik turunya dada, mendengar
bunyi nafas dan merasakan hembusan nafas, dengan tehnik
penolong mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung
pasien/korban sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka. Dilakukan tidak lebih dari 10 detik
2) Memberikan bantuan nafas
Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, bantuan
nafas diberikan sebanyak 2 kali hembusan, waktu tiap kali
hembusan 1,5 – 2 detik. Perhatikan respon pasien.
Cara memberikan bantuan pernafasan :
Mulut ke mulut
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan
penolong tarik nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya
mulut pasien/korban dan hidung pasien/korban harus ditutup
dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara yang
berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke
lambung.
c. C – Circulation (aliran darah)
Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban, ditentukan
dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan
cara dua atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga
teraba trakea, kemudian digeser ke arah penolong kira-kira 1-2 cm,
raba dengan lembut selam 5 – 10 detik. Bila teraba penolong harus
memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas
12 kali/menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.
d. D – Disability (kesadaran) Kondisi “Stabil”
a. Tujuan Rujukan
Tujuan sistem rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada
fasilitas pelayanan keseshatan yang lebih mampu sehinngga jiwanya dapat
terselamtkan, dengan demikian dapat meningkatkan AKI dan AKB
b. Cara Merujuk
Langkah-langkah rujukan adalah :
1. Menentukan kegawat daruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita
yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun
bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat,oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke
tingkat kegawatdaruratan.
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembatu dan puskesmas.
c. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus
yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya,
mereka harus menentukan kasus manayang boleh ditangani sendiri
dan kasus mana yang harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan
yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas
pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan
kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka
persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita
bila penderita tidak mungkin dikirim.
5. Persiapan penderita
6. Pengiriman Penderita
7. Tindak lanjut penderita :
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan
b. Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan
lanjut tapi tidak melapor
c. Jalur Rujukan
Alur rujukan kasus kegawat daruratan :
1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke :
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa
c) Puskesmas rawat inap
d) Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke :
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa
b. Ambulance Air
Digunakan di perairan. Di Indonesia, ambulance perairan baru dimiliki
oleh instansi pemerintah baik sipil ataupun militer dan dapat kita temui
di daerah kepulauan di seluruh Indonesia. Di pedalaman dan daerah
terpencil di Indonesia, Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)
keliling atau disingkat Pusling, selain melakukan tugas Puskesmas di
bidang promotif dan preventif kesehatan, sering pula dijadikan sebagai
kendaraan ambulance transport dengan segala keterbatasannya. Tidak
dapat disebut berhasil, namun cukup efektif untuk tidak
menghilangkan Golden Period dari pasien, sehingga dapat
meminimalisir angka kecacatan dan angkat kematian.
c. Ambulance Udara
Dapat berupa pesawat atau helikopter, di Indonesia dimiliki oleh
militer dan pihak perusahaan swasta. Sudah jelas milik militer sangat
diperlukan saat ada korban saat konflik atau saat latihan dan perlu
segera dirujuk dan atau bagi para pejabat negara dan milik perusahaan
swasta biasa diperuntukan bagi pasien-pasien yang dilindungi oleh
asuransi besar atau para pasien VIP dan VVIP baik dengan biaya
sendiri atau biaya perusahaan tempat pasien bekerja. Sedangkan bagi
yang lainnya tidak jarang maskapai komersil menjual seat untuk
dijadikan area tandu tempat pasien meskipun tidak mudah juga
mengurusnya.
e. Ambulance jenazah
Untuk jenis ini sudah sangat jelas, kendaraan pembawa jenazah, baik
lokasi kejadian ke rumah sakit, rumah sakit ke rumah duka, atau ke
pemakaman. Untuk kendaraan jenis ini sangat disarankan tidak
membawa pasien hidup, begitu pula korban mati harus dibawa dengan
ambulance jenis ini dengan pertimbangan kesehatan.
f. Ambulance kebutuhan khusus
Ambulance jenis ini berbeda di karoserinya, dimana design dan
fungsinya disesuaikan dengan kebutuhan serta tidak diproduksi massal.
Misalnya ambulance dengan kemampuan off-road.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
evakuasi korban merupakan kegiatan memindahkan korban dari lokasi kejadian
menuju ke tempat aman, sehingga akhirnya korban mendapatkan perawatan dan
pengobatan lebih lanjut. Evakuasi sendiri dapat dibedakan menjadi evakuasi
darurat dan evakuasi tidak darurat. Evakuasi darurat merupakan evakuasi yang
dilakukan ketika kondisi dalam keadaan yang darurat atau yang memerlukan
untuk dilakukan evakuasi yang cepat, sedangkan evakuasi tidak darurat
merupakan evakuasi yangdilakukan ketika korban sudah selesai mendapat
pertolongan dan tidak mengharuskan untuk segera dievakuasi. Macam-macam
evakuasi antara lain dengan tarikan baju, tarikan bahu, tarikan selimut, tarikan
lengan, piggy back carry, tarikan pemadam, dan angkatan ala pemadam.
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan
aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
Transportasi pasien dapat dibedakan menjadi dua, transport pasien untuk gawat
darurat dan kritis. Ambulance merupakan alat transportasi medis dalam hal
evakuasi pasien dari satu tempat ke tempat lainnya. Berdasarkan jenisnya,
ambulance dapat dibedakan menjadi 2 yaitu ambulance dengan mesin (mobil,
motor, truk) dan ambulance tanpa mesin (sepeda gayung, dokar dan perahu
sampan). Berdasarkan sifatnya, ambulance dapat dibedakan menjadi ambulance
darat, air dan udara. Berdasarkan fungsinya, ambulance dapat dibedakan menjadi
ambulance transport, ambulance rescue, ambulance emergency transport,
ambulance milter, ambulance jenazah dan ambulance kebutuhan khusus.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap agar mahasiswa maupun
masyarakat yang membaca dapat mengerti dan memahami tentang pentingnya
evakuasi dan transportasi korban dalam kegawatdaruratan, sehingga saat kita
menemukan suatu kejadian yang gawat darurat, kita dapat melakukan evakuasi
dan transportasi secara benar dan tepat sehingga tidak menimbulkan cedera baru
pada pasien/korban yang kita lakukan evakuasi serta bagaimana transportasi yang
dilakukan selama pasien /korban dirujuk ke rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA