PENGERTIAN
Infeksi merupakan invasi dan poliferasi mikroorganisme pada jaringan tubuh.
Mikroorganisme yang menginvasi dan berpoliferasi pada jaringan tubuh disebut agens
infeksi. Apabila mikroorganisme tersebut tidak menimbulkan tanda klinis penyakit,
infeksi yang ditimbulkan disebut infeksi asimptomatik atau subklinis (Kozier, 2010).
1. Jenis Mikroorganisme yang Menyebabkan Infeksi
Empat kategori utama yang menyebabkan infeksi pada manusia adalah bakteri,
virus, jamur, dan parasit.
a. Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi.
Beberapa ratus spesies dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan dapat
hidup serta ditularkan melalui udara, air, makanan, tanah, jaringan dan cairan
tubuh, serta benda mati.
b. Virus terutama tersusun atas asam nukleat sehingga untuk memperbanyak
diri, harus masuk ke dalam sel hidup
c. Jamur meliputi ragi dan kapang.
d. Parasit hidup pada organisme hidup yang lain. Parasit meliputi protozoa,
seperti penyebab malaria, cacing, dan antropoda (tungau, pinjal, sengkenit)
(Kozier, 2010; 4)
2. Rantai Infeksi
Enam mata rantai membentuk rantai infeksi: agens penyebab atau
mikrorganisme, tempat organisme biasanya berada (reservoir); pintu keluar
reservoir; metode (cara penyebaran); pintu masuk ke dalam inang; dan inang
yang rentan.
Agen infeksi
Host/pejamu Reservoir
a. Agens penyebab
Kemampuan mikroorganismeCara
dalam menimbulkan proses infeksi bergantung
penularan
pada jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh; virulensi dan
potensi mikroorganisme (patogenisitas), kemampuan mikroorganisme untuk
masuk ke dalam tubuh; kerentanan inang; dan kemampuan mikroorganisme
untuk hidup dalam tubuh inang.
b. Reservoir
Sumber yang umum adalah individu lain, mikroorganisme dalam tubuh klien,
tanaman, hewan, atau lingkungan umum. Pembawa (carrier) adalah manusia
atau hewan yang menjadi reservoir agens infeksi tertentu dan biasanya tidak
menunjukkan tanda klinis penyakit. Pada keadaan tertentu, keadaan carrier
dapat berdurasi singkat (carrier sementara atau transien) atau panjang
(carrier kronik). Makanan, air, dan feses juga dapat menjadi reservoir.
c. Pintu keluar reservoir
Sebelum terjadi infeksi pada inang, mikroorganisme harus meninggalkan
reservoir. Area tubuh manusia yang sering kali menjadi reservoir dan pintu
keluar reservoir dapat dilihat pada tabel berikut
Area Tubuh Organisme Penyebab Infeksi Pintu Keluar Reservoir
Virus parainfluenza Mulut atau hidung lewat
Saluran napas Mycobacterium tuberculosis bersin, batuk, bernapas, atau
Straphylococcus aureus berbicara
Virus hepatitis A Mulut: saliva, muntah; anus:
Saluran cerna
Spesies Salmonella feses; ostomi
EnterokokusEscherichia coli Meatus uretra dan alih salir
Saluran kemih
Pseudomonas aeruginosa kemih
Neisseria gonorrhoeae
Saluran Treponema pallidum Vagina: rabas vagina; Meatur
reproduksi Virus herpes simpleks tipe 2 urinaria: semen, urine
Virus hepatitis B (HBV)
Virus hepatitis B
Luka terbuka, area penusukan
HIV
Darah jarum, kerusakan integritas
Traphylococcus aureus
kulit atau membran mukosa
Straphylococcus epidermidis
Strapylococcus aureus
Eschericia coli
Jaringan Spesies proteus Drainase dari robekan atau luka
Streptococcus beta-hemolitik
A atau B
C. POHON MASALAH
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dalam pemeriksaan penyakit infeksi di laboratorium, ada beberapa tahap yang
dilakukan; antara lain: skrining, diagnosis (meliputi routine laboratory test, dan
confirmatory lab.test), prognosis penyakit terhadap pemeriksaan dan melakukan
monitoring.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk penyakit infeksi yaitu:
Rutin:
1. HEMATOLOGI
Yaitu pemeriksaan blood cell count dan pemeriksaan laju endap darah
(ESR). Pemeriksaan blood cell count meliputi pemeriksaan pemeriksaan
konsentrasi hemoglobin, Periksaan Sel Darah Putih (WBC), Platelet time,
white blood cell differential count, red blood cell count dan hitung
hematokrit.Pada penyakit anemia kronik, ditemukan penurunan kadar Hb.
Hitung sel darah putih dilakukan untuk menghitung jumlah total sel daarah
putih tersebut, yang dilakukan baik secara manual maupun otomatis.
Prinsipnya, mendilusikan darah dengan larutan asam untuk melisiskan
eritrosit. Pada penyakit leukositosis, dengan WBC >11.0 (x 109/L), biasanya
disebabkan karena infeksi bakteri. Pada Leukopenia, dengan WBC < 4.0
(x109/L), biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
WBC differential count dilakukan untuk menghitung jumlah relative dan
setiap jenis sel darah putih yang terdapat dalam darah. Pada blood smear,
dapat ditemukan jumlah relative, leukosit imatur dan dapat melihat
morfologi abnormal dari tiap jenis sel darah putih. Abnormalitas yang
ditemukan dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Jenis leukosit yaitu:
Granulocyte Non-granulocyte
Netrofil, Monosit
Eosinofil, Limfosit
Basofil
Polimorfonuclear Mononuclear
Netrofil, Monosit
Eosinofil, Limfosit
Basofil
Phagocyte Immunocyte
Netrofil Limfosit
Monosit
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Medis:
1. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini
dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakaukan untuk
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan
besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup
maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2. Aniseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lain.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani
oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis
sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat
kesehatan, dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh di saat prosedur bedah/tindakan dilakukan.
4. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau
setiap benda asing seperti debu dan kotoran
5. Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,
jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.
6. Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi
dilakuakn dengan merebus atau menggunakan larutan kimia. Tindakan ini
dapat menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri
endospora.
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan:
a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
b. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan
telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus
dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan
proses pencegahan infeksi secara benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
e. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
yang benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :
a. Pencucian tangan.
b. Penggunaan sarung tangan.
c. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.
d. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi tingkat
tinggi atau sterilisasi).
e. Pembuangan sampah.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Selama fase pengkajian proses keperawatan, perawat mengumpulkan riwayat
klien, melakukan pengkajian fisik, dan mengumpulkan data laboratorium.
1. Riwayat Keperawatan
Selama pengkajian riwayat keperawatan, perawat mengkaji:
a. Tingkat risiko klien terkena infeksi
b. Semua keluhan klien mengenai adanya infeksi.
Untuk mengidentifikasi klien berisiko, perawat meninjau bagan status klien
dan membuat daftar wawancara keperawatan guna mengumpulkan data
mengenai faktor yang memengaruhi perkembangan infeksi, terutama proses
penyakit yang ada, riwayat infeksi berulang, pengobatan dan tindakan
terapeutik saat ini, stresor emosi saat ini, status nutrisi dan riwayat imunisasi
2. Pengkajian Fisik
Tanda dan gejala infeksi sangat beragam, bergantung pada area tubuh yang
terkena. Sebagai contoh, bersin, rabas cair atau mukoid dari hidung, dan
hidung tersumbat biasanya terjadi bersamaan dengan infeksi pada hidung
atau sinus; sering berkemih dan urine keruh atau gelap sering menyertai
infeksi saluran kemih. Pada umumnya, kulit dan membran mukosa terlibat
dalam proses infeksi lokal, yang mengakibatkan:
a. Pembengkakan lokal
b. Kemerahan lokal
c. Nyeri atau nyeri tekan saat palpasi atau saat digerakkan
d. Teraba panas pada area yang terinfeksi
e. Kehilangan fungsi pada bagian tubuh yang terkena, tergantung pada area
dan perluasan area yang terkena
Selain itu, luka terbuka dapat menghasilkan eksudat dengan berbagai warna.
Tanda infeksi sistemik mencakup:
a. Demam
b. Peningkatan frekuensi nadi dan frekuensi napas, jika demam tinggi
c. Malaise dan kehilangan energi
d. Anoreksia, dan pada beberapa situasi, mual dan muntah
e. Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe yang mengalir ke area infeksi
3. Data Laboratorium
Data laboratorium yang mengindikasikan adanya infeksi mencakup:
a. Peningkatan hitung leukosit (normal 4.500 sampai 11.000/ml)
b. Peningkatan leukosit tertentu pada hitung jenis leukosit. Jenis sel darah
putih tertentu akan meningkat atau menurun pada infeksi tertentu.
c. Peningkatan laju endap darah (LED). Normalnya, sel darah merah
biasanya mengendap perlahan, tetapi laju tersebut meningkat saatterjadi
proses radang.
d. Kultur urine, darah, sputum, atau drainase lain (membiakkan
mikroorganisme dalam media pertumbuhan khusus di laboratorium)
yang mengindikasikan adanya mikroorganisme patogen.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Infeksi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik (SDKI,
2017).
Faktor Risiko
1. Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
2. Efek prosedur invasive
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
1) Gangguan peristaltik
2) Kerusakan integritas kulit
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurunan kerja siliaris
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
1) Penurunan hemoglobin
2) Imunosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat
(SDKI, 2017)
H. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SLKI) (SIKI)
. Keperawatan
1 Resiko Infeksi Setelah dilakukan
asuhan Pencegahan Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala
keperawatan selama …. X 24
infeksi lokal dan sistemik
jam diharapkan status
2. Batasi jumlah pengunjung
kekebalan pasien meningkat 3. Berikan perawatan kulit
dengan Kriteria Hasil : pada area edema
Tingkat Infeksi 4. Cuci tangan sebelum dan
1. Kebersihan tangan
sesudah kontak dengan
meningkat
pasien dan lingkungan
2. Kebersihan badan
pasien
meningkat
5. Pertahankan Teknik aseptic
3. Nafsu makan meningkat
4. Demam menurun pada pasien berisiko tinggi
5. Kemerahan menurun 6. Jelaskan tanda dan gejala
6. Nyeri menurun
infeksi
7. Bengkak menurun
7. Ajarkan cara mencuci
8. Kadar sel darah putih
tangan dengan benar
membaik
8. Ajarkan etika batuk
9. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
10. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
12. Kolaborasi pemberian
antibiotik jika perlu
I. REFERENSI
Amin, Hardhi.2015. Nanda nic noc. Yogyakarta: Media Action
Carpenito.Lynda Juall, Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGC
Hidayaat, Aziz Alimu. 2014.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:
Salemba Medika
Marilyn E, Doenges. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakata: EGC
Kozier.2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia