PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada akhir tahun 2016 diestimasikan 36,7 juta orang di dunia hidup
dengan HIV, sebanyak 1,8 juta orang baru terinfeksi HIV, dan menyebabkan 1 juta
kematian pada tahun 2016 (WHO, 2017). Di dunia tercatat 34,5 juta orang
terjangkit HIV dengan penderita wanita sebesar 17,8 juta sedangkan penderita
anak berusia kurang dari 15 tahun 2,1 juta (UNAIDS, 2017). Asia Tenggara
menduduki peringkat kedua sebagai penderita HIV terbanyak setelah Afrika,
yakni sebesar 3,5 juta orang dengan 39% penderita HIV merupakan wanita dan
anak perempuan (WHO, 2016).
Hasil estimasi dan proyeksi jumlah orang dengan HIV/AIDS pada umur >
15 tahun di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 785.821 orang dengan jumlah
infeksi baru sebanyak 90.915 orang dan kematian sebanyak 40.349 orang (Ditjen
P2P Kemenkes RI, 2016). Menurut jenis kelamin, penderita HIV/AIDS pada laki-
laki masih lebih besar dibandingkan perempuan. HIV positif pada laki-laki
sebesar 63,3% dan pada perempuan sebesar 36,7%. Sedangkan penderita AIDS
pada laki-laki sebesar 67,9% dan pada perempuan sebesar 31,5%. Proporsi
HIV/AIDS terbesar masih pada penduduk usia produktif (15-49 tahun) yang
dibagi dalam tiga golongan umur yaitu 15-19 tahun (3,7%), 20-24 tahun (17,3%),
dan 25-49 tahun (69,3%), dimana kemungkinan penularan terjadi pada usia
remaja (Kemenkes RI, 2017).
Sebagian besar HIV pada anak (90%) diperoleh melalui transmisi vertikal
yaitu penularan dari ibu ke bayi yang dikandungnya (mother to child
transmission/MTCT). Proses transmisi dapat terjadi pada saat kehamilan ( 5-
10%), proses persalinan (10-20%), dan sesudah kelahiran melalui ASI (5-20%).
(IDAI,2010). Angka transmisi ini akan menurun sampai kurang dari 2% bila
pasangan ibu dan anak menjalani program pencegahan/prevention of mother to
child transmission (PMTCT) sejak saat kehamilan dengan penggunaan obat anti
retroviral untuk ibu sampai dengan penanganan setelah kelahiran. (IDAI,2010)
Faktor resiko terjadinya transmisi adalah jumlah virus, kadar CD4, adanya
infeksi lain (hepatitis, sitomegalovirus), ketuban pecah dini, kelahiran
spontan/melalui vagina, prematuritas, dan pemberian ASI atau mixed feeding
(pemberian ASI dan susu formula bersama-sama). (IDAI,2010)
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa definisi dari HIV/AIDS?
b. Bagaimana tanda dan gejala HIV pada anak?
c. Bagaimana pendekatan diagnosa HIV pada anak?
d. Bagaimana uji laboratorium pada pasien HIV?
e. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien HIV?
f. Bagaimana pemantauan respon terhadap ARV?
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari HIV/AIDS.
b. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala HIV pada anak.
c. Untuk mengetahui dan memahami pendekatan diagnosa HIV pada anak.
d. Untuk mengetahui dan memahami uji laboratorium pada pasien HIV.
e. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis pada pasien
HIV.
f. Untuk mengetahui dan memahami pemantauan respon terhadap ARV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol. (Komisi Penanggulangan AIDS, 2007).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke
dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
(Yatim, 2006).
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).
Gejala Mayor :
f) Ensefalitis
Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive
predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk
melakukan surveillance epidemiologi.Untuk keperluan pencatatan dalam
melaksanakan surveillance epidemiologi, CDC telah membuat klasifikasi
penderita AIDS pada anak sebagai berikut :
Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
Kriteria Minor :
Kriteria Laboratorium :
- IVAP rendah
2. Uji Serologis
a. Uji serologis yang digunakan harus memenuhi sensitivitas minimal 99%
dan spesifisitas minimal 98% dengan pengawasan kualitas prosedur dan
standarisasi kondisi laboratorium dengan strategi seperti pada pemeriksaan
serologis dewasa.
Umur <18 bulan digunakan sebagai uji untuk menentukan ada tidaknya
pajanan HIV
Umur >18 bulan digunakan sebagai uji diagnostik konfirmasi
b. Anak umur < 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum
dilakukan uji virologis, dianjurkan untuk dilakukan uji serologis pada umur
9 bulan. Bila hasil uji tersebut positif harus segera diikuti dengan
pemeriksaan uji virologis untuk mengidentifikasi kasus yang memerlukan
terapi ARV. Jika uji serologis positif dan uji virologis belum tersedia, perlu
dilakukan pemantauan klinis ketat dan uji serologis ulang pada usia 18
bulan.
c. Anak umur < 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga disebabkan oleh
infeksi HIV harus menjalani uji serologis dan jika positif diikuti dengan uji
virologis.
d. Pada anak umur < 18 bulan yang sakit dan diduga disebabkan oleh infeksi
HIV tetapi uji virologis tidak dapat dilakukan, diagnosis ditegakkan
menggunakan diagnosis presumtif.
e. Pada anak umur < 18 bulan yang masih mendapat ASI, prosedur diagnostik
dilakukan tanpa perlu menghentikan pemberian ASI.
f. Anak yang berumur > 18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana yang
dilakukan pada orang dewasa.
Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak (Kemenkes RI,2014)
Stavudin D4T
Zalbitabin DDC
Lamivudin 3TC
Saquinavir
Non-Nucleoside-Reserve
setelah terpajan)
Asimtomatik dengan beban virus Didanosin
dengan 2 NRTI
DAFTAR PUSTAKA
UNAIDS. Global Report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013.
Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS; 2013.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=2ahUKEwiWz8aWmq
PjAhVC6XMBHbvDB7IQFjABegQIARAC&url=https%3A%2F
%2Fwww.unaids.org%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fmedia_asset
%2F2017_data-
book_en.pdf&usg=AOvVaw3sVtM9UBSqUDS8_UE5MSdy [Diakses
pada 5 Juli 2019]
Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan RI. Laporan Situasi Perkembangan HIV &
AIDS di Indonesia Triwulan IV Tahun 2016. Jakarta: Ditjen PP & PL
Kementrian Kesehatan RI; 2016.
http://www.depkes.go.id/article/view/13010100020/unit-kerja-eselon-2-
ditjen-pengendalian-penyakit-dan-penyehatan-lingkungan.html [Diakses
pada 5 Juli 2019]
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Program Pencegahan Transmisi HIV dari
Ibu ke Anak. 2010. http://p2p.kemkes.go.id/ [Diakses pada 5 Juli 2019]
Behrman, dkk.2009. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak.
Jakarta : Depkes RI.
Syahlan, JH. 2007 . AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media
Zein, Umar, dkk., 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda
Ketahui. Medan: USU press; 1-44.